modul alergi dan imunologi - penyakit kelainan akibat kerusakan tipe i
DESCRIPTION
tht alergi imunologiTRANSCRIPT
SESI 05
Modul Alergi dan Imunologi Penyakit Kelainan Akibat Reaksi Kerusakan Tipe I
BUKU MODUL UTAMA
MODUL ALERGI IMUNOLOGIPENYAKIT KELAINAN AKIBAT KERUSAKAN TIPE IEDISI I
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH
KEPALA DAN LEHER
2008MODUL NO. 12.1ALERGI IMUNOLOGI :
PENYAKIT AKIBAT REAKSI KERUSAKAN JARINGAN TIPE IWAKTU Mengembangkan KompetensiHari:
Sesi di dalam kelas
Sesi dengan fasilitasi Pembimbing
Sesi praktik dan pencapaian kompetensi2 X 60 menit 3 X 120 menit 4 minggu
PERSIAPAN SESI Materi presentasi: LCD 1: Definisi & Ruang Lingkup LCD 2: Rinitis Alergi LCD 3: Asma Bronkial LCD 4: Otitis Media Efusi LCD 5: Rhinosinusitis LCD 6: Konjungtivitis Kasus : Rinitis alergi + OME Alat Bantu Latih : Tempat belajar : Ruang kuliah THT, Poliklinik THT.
REFERENSI 1. Abbas, AK, Lichtman AH, Pillai S. Immediate Hypersensitivity. In: Cellular And Molecular Immunology, International Edition, Sixth edition, Saunder Elsivier, 2007.2. The Allergy Report. Diseases of the Atopic Diathesis. AAAAI. Vol.2.2000.
3. The Allergy Report. Condition That May Have an Allergic Component. AAAAI. Vol.3.2000.4. Krouse JH.Allergic and nonallergic rhinitis. In: Bailey BJ: Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2nd . Vol I. Lipppincot-Raven. Philadelphia- New York. 1998. KOMPETENSIMampu membuat diagnosis penyakit kelainan akibat reaksi kerusakan tipe I.KeterampilanSetelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. menjelaskan patogenesis penyakit akibat reaksi kerusakan tipe I.
2. menjelaskan macam-macam penyakit kelainan akibat reaksi kerusakan tipe I.
3. menjelaskan gambaran klinis penyakit kelainan akibat reaksi kerusakan tipe I.4. memutuskan dan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
GAMBARAN UMUMPenyakit kelainan akibat reaksi kerusakan jaringan tipe I mempunyai manifestasi klinis berupa rinitis alergi, asma bronkial, urtikaria, alergi makanan, konjungtivitis. Penyakit ini timbul dalam beberapa menit setelah kontak dengan alergen. Hal ini tergantung dari aktivasi sel-sel mastosit atau basofil dan pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi. Apabila penyakit-penyakit ini tidak ditangani dengan baik, akan menyebakan gangguan terhadap kualitas hidup seseorang sehingga mengganggu produktifitas seseorang dan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan untuk berobat. Sehingga dibutuhkan kemampuan tenaga medik atau profesional kesehatan bidang IK THT-KL dengan tingkat kompetensi dan ketelitian yang tinggiCONTOH KASUS Seorang laki-laki, 29 tahun datang ke poliklinik THT-KL dengan keluhan rasa penuh di telinga kanan sejak 3 hari lalu setelah penderita buang ingus keras-keras, disertai penurunan pendengaran, tidak berdenging, dan tidak berair. Sejak 5 tahun lalu penderita mengeluh hidung beringus setiap pagi encer dan jernih, disertai sumbat hidung bergantian, bersin dan gatal hidung terutama pagi dan malam hari. Riwayat atopi keluarga ada. Pemeriksaan fisik: membran timpani intak, buram, refleks cahaya negatif, tampak gelembung udara. Pneumatik otoskop: negatif mobilitas. Laboratorium Eosinofil absolut 89, IgE total 530 IU. Jawaban :
Kasus diatas menggambarkan suatu otitis media efusi yang merupakan komorditas dari rinitis alergi, Pasien menunjukan gejala hidung yang spesifik untuk alergi yang memberat terutama pagi dan malam hari. Efusi telinga tengah akibat adanya mekanisme insuflasi sekret di nasofaring ke telinga tengah. Hal ini berakibat pada gangguan konduksi suara dan membran timpani. Meskipun pemeriksaan penunjang pada kasus di atas tidak spesifik untuk kasus alergi, namun dapat dipakai sebagai partanda dugaan alergi. Pasien disarankan melakukan tes alergi kulit untuk mengetahui jenis allergen dan derajat alerginya. Perlu dicari kemungkinan ko-morbiditas yang lain.TUJUAN PEMBELAJARANProses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan yang terkait dengan pencapaian kompetensi yang diperlukan dalam mengenali dan menatalaksana kelainan akibat reaksi kerusakan jaringan tipe I seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu:1. Menguasai patogenesis reaksi kerusakan jaringan tipe I2. Mampu menjelaskan etiologi, patogenesis dan gambaran klinis dari berbagai jenis kelainan akibat reaksi kerusakan jaringan tipe I3. Menentukan pemeriksaan penunjang (Skin Prick Test, IgE total, IgE RAST, TFP, timpanometri)4. Membuat diagnosis penyakit kelainan akibat reaksi tipe I dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
5. Melakukan work-up, menentukan terapi dan memutuskan untuk melakukan rujukan ke spesialis yang relevanMETODE PEMBELAJARAN Tujuan 1. Menguasai patogenesis reaksi kerusakan jaringan tipe IUntuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Small group discussion.
Peer assisted learning (PAL).
Bedside teaching.
Task based medical education.
Peserta didik harus tahu: Anatomi telinga luar, tengah dan dalam
Gambaran dan karakteristik histologis telinga
Fisiologi dan patofisiologi telinga
Tujuan 2. Mampu menjelaskan etiologi, patogenesis dan gambaran klinis dari berbagai jenis kelainan akibat reaksi kerusakan jaringan tipe IUntuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Peer assisted learning (PAL).
Bedside teaching.
Task based medical education.
Peserta didik harus tahu : Etiologi dan faktor predisposisi
Patofisiologi klinik
Gejala (keluhan pasien)
Tanda (temuan hasil pemeriksaan)
Gambaran klinik
Tujuan 3. Menentukan dan memilih, serta melakukan pemeriksaan penunjang (Skin Prick Test, IgE total, IgE RAST, TFP, timpanometri)
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Case simulation and investigation exercise.
Equipment characteristics and operating instructions.
Peserta didik harus tahu: Device Sensitivity on Allergy Findings Device Specivity on Allergy Findings
Tujuan 4. Membuat diagnosis kelainan akibat reaksi kerusakan jaringan tipe I dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.
Peserta didik harus tahu : Metoda standar anamnesis
Gejala dan Tanda pasti tentang adanya kelainan akibat kerusakan jaringan tipe I Pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik
Memilah diagnosis banding dan menentukan diagnosis kerja
Rencana pengobatan atau tatalaksana pasien
Tujuan 5. Melakukan work-up, menentukan terapi dan memutuskan untuk melakukan rujukan.Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.
Peserta didik harus tahu : Work-up Key Points
Jenis-jenis terapi yang direkomendasikan
Kondisi atau situasi penting untuk membuat keputusan untuk merujuk
EVALUASI1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre test dalam bentuk essay dan oral sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pretest terdiri atas :
- Patofisiologi kerusakan jaringan tipe I pada berbagai organ- Penegakan diagnosis- Penatalaksanaan
- Follow up
2. Selanjutnya dilakukan small group discussion bersama dengan fasilitator untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk role play dan teman-temannya (Peer Assisted Evaluation) atau kepada SP (Standardized Patient). Pada saat tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun belajar, penuntun belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi (Peer Assisted Evaluation) setelah dianggap memadai, melalui metode bedside teaching dibawah pengawasan fasilitator, peserta dididik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomik dan setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukannya pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan evaluator melakukan pengawasan langsung (direct observation), dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut :
perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan.
Cukup : pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan terdahulu lama atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien.
Baik : pelaksanaan benar dan baik (efisien)
4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk mendapatkan penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan dibicarakan di depan pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan.
5. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan penuntun belajar.
6. Pendidik/ fasilitas :
- pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form (terlampir)
- penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
- Kriteria penilaian keseluruhan : cakap/ tidak cakap/ lalai
7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education)
8. Pencapaian pembelajaran :
- Ujian OSCA (K,P,A), dilakukan pada tahapan THT dasar oleh kolegium I. THT
- Ujian akhir stase, setiap divisi/ unit kerja oleh masing-masing sentra pendidikan.THT lanjut oleh kolegium ilmu THT.
- Ujian akhir kognitif, dilakukan pada akhir tahapan THT lanjut oleh kolegium ilmu THT.
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIFA. Kuesioner sebelum pembelajaran 1. Gejala awal otitis media akut pada bayi adalah irritable, sering menarik-narik telinga, tidak mau makan.
B / S2. Anak menderita OME dengan keluhan mendengkur, bernafas mulut, atau sumbat hidung patut diduga adanya adenoidal obstruksi.
B / S3. Inflamasi memainkan peran penting pada patogenesis terjadinya rinitis alergi dan asma.
B / S4. Reaksi alergi pada mukosa hidung meningkatkan hiperesponsif saluran nafas bawah pada asma.
B / SJawaban : 1. B 2. B 3. B 4. B
B. Kuesioner tengah pembelajaran1.Remodeling dinding saluran pernafasan pada asma akibat :1. Doposit kolagen pada membran basalis2. Hiperplasia kelenjar mukus3. Hipertrofi otot bronkial4. Proliferasi vaskuler dan kehilangan serabut elastik2. Rinosinusitis adalah suatu inflamasi dari sinus paranasal dan hidung ditandai dengan :
1. Sumbat/obstruksi/kongesti hidung 2. Hidung beringus (anterior/posterior nasal drip) 3. Nyeri/rasa tertekan wajah atau Hiposmia/anosmia4. Nasoendoskopi : polip dan/atau sekret mukopurulent meatus media dan/atau edema/obstruksi mukosa meatus mediaJawaban : 1. E 2. EINSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR TES KULIT TUSUKNilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
NAMA PESERTA: ...................................... TANGGAL: .................................KEGIATANKASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR TES KULIT TUSUK
Nama Diagnosis
Informed Choice & Informed Consent
Rencana Tindakan
Persiapan Sebelum Tindakan : catat tensi, nadi
II. PERSIAPAN PROSEDUR TES KULIT TUSUK
A. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk prosedur Tes Kulit Tusuk telah tersedia dan lengkap, yaitu:
Allergen inhalan yang diujikan : 1 set minimal 10 alergen Ekstrak kontrol positip dan kontrol negatif
Jarum disposible steril no. 26G X : minimal 12 buah Kapas alkohol Spidol warna hitam atau biru
Alat ukur skala mm (penggaris)
Alat pengukur waktu (timer)
Lampu senter
Kertas tissue
Obat antihistamin
Obat gol. kortikosteriod inj. Kortison, adrenalin, kalmethason
Disposible 1 cc
Disposible 2,5 cc
Bengkok 2 buah
Formulir status pasien dan hasil tes kulit tusuk
Ballpoint
Baki 1 buah
Tempat sampah
Tempat jarum bekas pakai (botol plastik)B. Persiapan Pasien : Daftarkan pasien untuk pemeriksaan Prick Test
Beritahu pasien untuk bebas obat golongan antihistamin seminggu sebelum pemeriksaan
Beritahu pasien untuk bebas obat golongan kortikosteroid sebulan sebelum pemeriksaan
Mengisi formulir klasifikasi gejala rhinitis alergi
III. PROSEDUR TES KULIT TUSUK 1. Beritahu pasien tindakan yang akan dilakukan
Rasional: Dengan memberi penjelasan, pasien akan memahami dan dapat diajak kerja sama
2. Atur posisi pasien dengan lengan atas diatas meja menghadap keatas
Rasional: Posisi yang baik pasien merasa nyaman
3. Lipat lengan baju pasien sampai dengan siku pada lengan yang akan dilakukan test
Rasional: Alergen yang diujikan tidak terhapus oleh baju
4. Cuci tangan
Rasional: Cuci tangan membebaskan dari mikroorganisme
5. Desinfeksi daerah volar lengan bawah yang akan dilakukan test menggunakan kapas alcohol. Biarkan mengering sendiri
Rasional: Desinfeksi kulit membebaskan dari infeksi
6. Beri tanda garis menggunakan spidol dengan jarak 2-3 cm ke kiri dan kanan, ke atas dan bawah
7. Beri nomor sesuai dengan nomer alergen yang akan diujikan
Rasional: Dengan memberi tanda dapat menghindari kekeliruan dan tidak saling tindih
8. Teteskan allergen, histamine dan bufer pada masing-masing kotak sesuai dengan nomornya.
9. Tusuk dengan jarum pada tetesan tersebut ke dalam epidermis (0,1 mm) dengan sudut 45-60 dicungkit sedikit ke permukaan, tidak boleh berdarah
Rasional: Tusukan dapat memasukkan alergen ke dalam
epidermis
10. Pasang timer 15 menit, dan beritahu pasien untuk menunggu
selama 15 menit
Rasional: Menggunakan timer waktu yang digunakan akan tepat
11. Beritahu pasien agar selama menunggu, lengan tidak dilipat,
Diturunkan ataupun digaruk
Rasional: Posisi lengan stabil, alergen tidak tercampur satu
dengan lainnya
12. Awasi pasien dari tanda-tanda anafilaktik shock
Rasional: Reaksi alergi dapat terjadi pada fase dini berupa reaksi
sistemik anafilaktik shock yang mencapai puncaknya pada 15-
20 menit pasca paparan alergen
SETELAH 15 MENIT
13.Hapus alergen menggunakan kertas tissue dengan tidak menggosok daerah tersebut
14.Ukur indurasi (terangi dengan lampu senter dari arah lateral) dan eritema dengan menggunakan mistar Rasional: Tes Kulit Tusuk memberikan reaksi hipersensitive dengan gejala lokal pada kulit berupa indurasi, eritema atau flare
15.Bandingkan indurasi yang terjadi pada masing-masing alergen
16.Interpretasi hasil test mengunakan metode Peppys Rasional: +1 apabila indurasi > kontrol negatif
+2 apabila indurasi < kontrol positif
+3 apabila indurasi = kontrol positif
+4 apabila indurasi > kontrol positif
Dengan interpretasi memudahkan orang dalam mebaca
hasil
17.Catat hasil test dalam formulir prick test dan dokumentasikan di status
Rasional: Pencatatan merupakan bukti dokumentasi untuk
tanggung jawab dan tanggung gugat
18.Beri penjelasan pada pasien apa ayang harus dilakukan dalam penatalaksaan alergi
Rasional: Dengan pengetahuan diharapkan pasien mudah diajak
kerja sama dalam mengatasi penyakit
19. Rapikan kembali alat-alat, alergen simpan di lemari pendingin
Rasional: Alergen memerlukan penyimpanan pada suhu 8c
DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA
PROSEDUR TES KULIT TUSUKBerikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:
(: Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar
(: Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau panduan standar
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan oleh peserta selama proses evaluasi oleh pelatih
PESERTA: _____________________________ TANGGAL :______________
KEGIATANNILAI
I. Persiapan Prosedur Tes Kulit Tusuk
1. Informed Choice & Informed Consent
2. Mempersiapkan pasien
3. Persiapkan alat dan bahan
II. Prosedur Tes Kulit Tusuk
1. Beritahu pasien tindakan yang akan dilakukan2. Atur posisi pasien dengan lengan atas diatas meja menghadap keatas3. Lipat lengan baju pasien sampai dengan siku pada lengan yang akan dilakukan test
4. Cuci tangan
5. Desinfeksi daerah volar lengan bawah yang akan dilakukan test menggunakan kapas alcohol. Biarkan mengering sendiri6. Beri tanda garis menggunakan spidol dengan jarak 2-3 cm ke kiri dan kanan, ke atas dan bawah
7. Beri nomor sesuai dengan nomer alergen yang akan diujikan8. Teteskan allergen, histamine dan bufer pada masing-masing kotak sesuai dengan nomornya.
9. Tusuk dengan jarum pada tetesan tersebut ke dalam epidermis (0,1 mm) dengan sudut 45-60 dicungkit sedikit ke permukaan, tidak boleh berdarah 10. Pasang timer 15 menit, dan beritahu pasien untuk menunggu
selama 15 menit11. Beritahu pasien agar selama menunggu, lengan tidak dilipat,
Diturunkan ataupun digaruk
12. Awasi pasien dari tanda-tanda anafilaktik shock SETELAH 15 MENIT
13. Hapus alergen menggunakan kertas tissue 14. Ukur indurasi dan eritema dengan menggunakan mistar
15. Bandingkan indurasi yang terjadi pada masing-masing alergen
16. Interpretasi hasil test mengunakan metode Peppys 17. Catat hasil test dalam formulir prick test dan dokumentasikan di status
18. Beri penjelasan pada pasien apa ayang harus dilakukan dalam penatalaksaan alergi
19. Rapikan kembali alat-alat, alergen simpan di lemari pendingin
MATERI PRESENTASI LCD 1: Definisi dan Ruang lingkup
PENDAHULUANPenyakit akibat reaksi kerusakan jaringan tipe I ( seperti Rinitis alergi Asma bronkial Rinosinusitis
Otitis media efusi/rekuren KonjungtivitisTimbul dalam beberapa menit setelah kontak alergenAktivasi sel-sel mastosit atau basofil dan pelepasan mediator-mediatot pro-inflamasi( Gangguan kualitas hidup (QoL)
( Biaya tinggi
LCD 2: Rinitis Alergi
Merujuk Modul 2.7 Rinitis Alergi
LCD 3: Asma Bronhiale
Definisi Kronik inflamasi saluran nafas bawah
( Sumbatan jalan nafas parsial (reversibel)
Peningkatan resposifitas bronkial Asma berhubungan erat dengan alergi :
Faktor resiko
Sensitisasi indoor alergen (Tungan debu rumah, serpih kulit binatang, kecoa)
Sensitisasi outdoor alergen (Jamur)
Usia dini terpapar asap rokok Respon alergi saluran nafas bawah didahului ( meningkatnya proses inflamasi dan hiperresposif saluran nafas atas
Proses Inflamasi Pada Rinitis dan AsmaMelibatkan mukosa respirasi yang sama Asma berhubungan erat ( Rinitis menahun, musiman, rinosinusitisReaksi alergi pada mukosa hidung meningkatkan hiperesponsif saluran nafas bawah pada asmaTerapi gejala saluran nafas atas memberikan manfaat untuk penatalaksanaan asma
Intranasal kortikosteroid (kronik rinitis + asma persisten) Oral nonsedasi antihistamin kombinasi antihistamin-dekongestan Namun terapi penyakit saluran nafas atas saja tidak adekuat untuk terapi Asma
Patogenesis
Proses inflamasi Aktifasi sel mastosit
Infiltrasi sel inflamasi (Eosinofil, Makrofag, Neutrofil, Limposit) Edema
Mukus hipersekresi
Denudation dan disruption epitel bronkial
Inflamasi saluran nafas memberi kontribusi pada:
Hiperesponsif saluran nafas
Gejala gangguan respirasi
Kronisitas penyakit
Airflow limitation Remodeling akibat :1. Doposit kolagen membran basalis2. Hiperplasia kelenjar mukus3. Hipertrofi otot bronkial4. Proliferasi vaskuler5. Kehilangan serabut elastik
Diagnosa Riwayat Penyakit:
Gejala episodik obstruksi saluran nafas:
Batuk
Whezing
Nafas pendek atau cepat
Chest tightness Aliran udara nafas berkurang
Alrenatif diagnosa sudah disingkirkan
Pemeriksaan Fisik: Hiperekspansi torak tu. anak-anak Whezing saat nafas normal atau dalam Tanda fisik rinitis alergi, rinosinusitis, dan polip hidung
Atopik dermatitis/eksema
Pemeriksaan Penunjang Objektif:
Spirometri (FEV-1)
PEF (Peak Flow Meter)
Penatalaksanaan 4 komponen Komponen 1. Penilaian dan monitoring Reguler monitoring:
Tanda dan gejala asma
Fungsi paru-paru
Timbulnya gejala eksasebasi
Farmakoterapi
Status gangguan kualitas hidup
Kepuasan pasien (dan keluarga) terhadap terapi
Pengertian pasien (dan keluarga) asma dan strategi terapi Evaluasi jenis medikasi dan dosis Spirometri berkala (Awal, gejala membaik, setiap 1 2 tahun) PEF berkala di rumahKomponen 2. Kontroling faktor penyebab asma Hindari faktor penyebab
Hindari lingkungan dengan paparan alergen tinggi
Kontrol lingkungan
Alergen penyebab utama
Identifikasi alergen
Tes alergi kulit atau serum IgE antibodi
Imunoterapi alergen
Alergen teridentifikasi dan sulit dihindari
Gejala menetap sepanjang tahun atau hampir sepanjang tahun
Medikasi kurang efektif
Multimedikasi sudah diberikan
Pasien atau keluarga menolak medikasi
Pasien tertarik dengan keuntungan modifikasi sistem imun dari imunoterapi alergen
Komponen 3. Terapi farmakologi Ditentukan oleh derajat berat-ringannya asma dan umur
Sistem Step-care therapy Long term control medications
Medikasi: Inhalan kostikosteroid Cromolyn sodium
Leukotrien reseptor antagonis (montelukast, zafirlukast) Long acting Beta 2 agonis
Methylxanthines
Oral kortikosteroid
Komponen 4. Edukasi Sasaran: penderita, keluarga, relawan, masyarakat
Penyuluhan di sekolah
Melibatkan peran serta swasta dan masyarakat
LCD 4: Otitis Media Efusi
OTITIS MEDIA EFUSIOtitis media efusi (OME) ( Inflamasi telinga tengah ( Akumulasi cairan serosa atau purulent Faktor berperan ( Disfungsi tuba eustasius Sering pada bayi dan anak kurang 4 tahun (semua usia)
Sering terjadi bersama dengan penyakit rinitisPenyebab ( infeksi dan/atau alergi
Karakteristik Gejala Klinik Nyeri dan tidak nyaman pada telinga Pasien irritable
Anak sering menarik-narik telinga
Bayi tidak mau makan Mendengkur, bernafas mulut, atau sumbat hidung (Obstruksi adenoidal) Gangguan dengar + atau Gejala nonspesifik: demam, nyeri kepala, apatis, anoreksia, vomiting, diare
Patogenesis Faktor alergi
> 50% anak usia > 3 tahun OM kronik (Rinitis alergi Disfungsi tuba eustasius
Bayi dan anak-anak
Semakin memberat bila disertai rinitis alergiDisfungsi tuba (bayi dan anak-anak) Suportive kartilago tuba eustasius kurang
Tuba eustacius lebih mendatar dan pendek
Fungsi otot tensor veli palatini kurang efisienInteraksi mikroorganisme+alergen+Inflamasi ( Predisposisi faktor
Diagnosis
Anamnesa dan pemeriksaan fisik ( pnematik otoskopi) Durasi
Sejak kapan
Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
Riwayat keluarga atopi
Keterlibatan penyakit alergi lain
Anamnesa lingkungan
Informasi faktor resiko:
Tempat penitipan anak
Kebiasaan minum susu dari botol susu sambil tidur
Perokok
Evaluasi faktor-faktor yang mendasari (Terapi preventive) :
Allergi
Rinosinusitis
Hipertrofi adenoid
Imunodefisiensi
Food intolerance reaction
Evaluasi faktor alergi Riwayat alergi personal atau keluarga Gejala hidung yang prominent dan menahun atau musiman. Mengganggu aktifitas sehari-hari, membaik dengan medikamentosa Penderita sering terpapar alergen (cat, dog, dust mite, pollens) Mukosa hidung tampak pucat dan edema
Penatalaksanaan Preventif
OM rekurent
Antibiotik profilaksis
Insersi timpanostomi tube +/- adenoidektomi
Terapetik Rinitis alergi (+) ( kontrol rinitis alergi dengan baik ( resolusi Terapi alergi intensif (ARIA WHO 2008) Penghindaran alergen
Anthistamin
Intranasal dan atau oral kortikosteroid jangka pendek (reduksi inflamasi dan obstruksi tuba eustacius)
Intanasal cromolyn sodium (Bila tersedia) Imunoterapi Alergen
Dekongestan ( terapi disfungsi tuba eustacius (efikasi klinik kontroversi)LCD 5: Rhinosinusitis
DefinisiRinosinusitis : inflamasi sinus paranasal dan hidung (2 atau lebih gejala
Satu gejala:
Sumbat/obstruksi/kongesti hidung atau
Hidung beringus (anterior/posterior nasal drip) atau
Nyeri/rasa tertekan wajah atau
Hiposmia/anosmia.
Ditambah gejala lain seperti:
Nasoendoskopi ditemukan polip dan/atau sekret mukopurulent berasal meatus media dan/atau edema/obstruksi mukosa meatus media
CT scan mukosa patologi pada osteomeatal kompleks dan/atau sinus
Untuk pasien rinosinusitis alergi:Identifikasi tanda dan gejala alergi
Penatalaksaan rinitis alergi yang baik akan memperbaiki gejala rinosinusitis dan asma pasien
Lebih dari 50% pasien asma sedang-berat disertai rinosinusitis
Klasifikasi Rinosinusitis Akut
Kurang 3 minggu
Terjadi setelah infeksi saluran nafas atas (Memburuk setelah 5 hari atau menetap setelah 7 hari) Rinosinusitis Akut Rekurent
4 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun dengan interval 8 minggu bebas gejala Subakut
Antara 3-12 minggu Rinosinusitis Kronik
Lebih 12 minggu
Gejala menetap, respon terapi minimal, positif pemeriksaan imaging
Eksaserbasi akut berulang
Diagnosis Gejala:
2 atau lebih gejala onset mendadak, satu gejala harus sumbat/obtruksi/kongesti hidung atau hidung beringus (anterior/posterior nasal drip):
Nyeri wajah/tertekan
penciuman menurun/hilang Pemeriksaan Fisik:
Hidung: mukosa hiperemis, edema, sekret purulent
Orofaring: posterior nasal drip
Ekslusi infeksi gigi Pemeriksaan penunjang
Waters, caldwell
CT scan coronal Indentifikasi faktor alergi
Skin Prick Test
IgE spesifik
Penatalaksaan Paliatif
Cuci hidung dengan air garam
Inhalasi uap hangat Medikamentosa
Antibiotik
Kortikosteroid intranasal
Dekongestan oral atau topikal
Mukolitik Bila terapi medikamentosa adekuat gagal ( Bedah sinus Penatalaksaan Alergi:
Hindari alergen
Medikamentosa
Pertimbangkan Imunoterapi Edukasi dan follow upLCD 6: Konjungtivitis Pendahuluan Proses inflamasi konjungtiva diakibatkan oleh alergi Mata sering ( Target organ proses inflamasi alergi, karena:
Kaya vaskuler
Sensitivitas vaskuler konjungtiva
Mudah kontak langsung lingkungan Konjungtiva mempunyai respon morfologi bervariasi terhadap variasi stimulus
PatogenesisAlergen airbone ( ditangkap lapisan film air mata
Transport ke konjungtiva Dipecah menjadi peptida alergenik Berikatan IgE reseptor sel mast konjungtiva Degranulasi sel mast/akibat degranulasi sel mast di jaringan lain Pelepasan mediator inflamasi Respon alergi okuler
Klasifikasi Konjungtivitis Musiman Konjungtivitis Menahun Keratokonjungtivitis Atopik Konjungtivitis Vernal MATERI BAKU Otitis Media Akut Rekurent atau Kronik
Ruang lingkup
Otitis media (OM) merupakan proses inflamasi pada telingan tengah, dapat berupa OM akut, OM akut rekuren, OM akut dengan efusi atau OM kronik dengan efusi. Pasien sering mengalami episode akut rekuren (otitis media rekuren). Faktor yang berperan adanya disfungsi tuba eustasius dan akumulasi cairan serosa atau purulent di dalam rongga telinga tengah. Sering terjadi pada bayi dan anak kurang 4 tahun, namun dapat terjadi pada semua usia dan sering terjadi bersama dengan penyakit rinitis. Penyebabnya bisa infeksi dan/atau alergi. Karakteristik gejala klinik
Gejala awal otitis media akut adalah nyeri dan tidak nyaman pada telinga.
Pasien irritable
Anak sering menarik-narik telinga
Bayi tidak mau makan
Mendengkur, bernafas mulut, atau sumbat hidung (Obstruksi adenoidal)
Gangguan dengar + atau -
Gejala nonspesifik: demam, nyeri kepala, apatis, anoreksia, vomiting, diare
Patogenesis otitis media
Faktor alergi mempunyai peran besar pada otitis media rekuren atau kronik
Lebih dari 50% anak usia > 3 tahun dengan otitis media kronik berhubungan dengan rinitis alergi
Disfungsi tuba eustacius memberi kontribusi penting terjadi otitis media akut
Disfungsi tuba sering terjadi pada bayi dan anak-anak
Disfungsi tuba semakin memberat bila disertai rinitis alergi
Disfungsi tuba sering terjadi pada bayi dan anak-anak akibat:
Suportive kartilago pada tuba eustacius kurang
Tuba eustacius lebih mendatar dan pendek
Fungsi otot tensor veli palatini kurang efisien
Adanya interaksi antara virus dan alergen serta respons imun atau inflamasi merupakan predisposisi terjadinya otits media
Diagnosis otitis media Anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap ( pnematik otoskopi)
Consider:
Durasi gejala
Sejak kapan gejala
Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
Riwayat keluarga atopi
Keterlibatan penyakit alergi lain ( seperti rinitis alergi)
Anamnesa lingkungan: Identifikasi faktor penyebab (Alergen atau iritan)
Informasi faktor resiko:
Tempat penitipan anak
Kebiasaan minum susu dari botol susu sambil tidur
Perokok
Evaluasi faktor-faktor yang mendasari (Terapi preventive) :
Allergi
Rinosinusitis
Hipertrofi adenoid
Imunodefisiensi
Food intolerance reaction
Evaluasi faktor alergi Apakah terdapat riwayat alergi personal atau keluarga (rinitis, asma, atopic dermatitis) Bersin-bersin, beringus dan sumbat hidung yang prominent dan menahun atau musiman. Mengganggu aktifitas sehari-hari, namun membaik dengan medikamentosa (antihistamin, intranasal cromolyn sodium, intranasal kortikosteroid) Penderita sering terpapar alergen (cat, dog, dust mite, pollens) Mukosa hidung tampak pucat dan edemaPenatalaksanaan otitis mediaPreventif
OM rekurent
Antibiotik profilaksis
Insersi timpanostomi tube (grommet) dengan atau tanpa adenoidektomi
Terapetik
Bila otitis media berhubungan dengan rinitis alergi ( kontrol rinitis alergi dengan baik ( resolusi otitis media
Terapi alergi intensif:
Penghindaran alergen
Anthistamin
Intranasal kortikosteroid dan atau oral kortikosteroid jangka pendek (reduksi inflamasi dan obstruksi tuba eustacius)
Intanasal cromolyn sodium
Imunoterapi Alergen Dekongestan ( terapi disfungsi tuba eustacius, meskipun efikasi klinik masih kontroversi.
Asma
Definisi :Penyakit kronik inflamasi saluran nafas ditandai adanya sumbatan jalan nafas yang bersifat parsial reversibel dengan atau tanpa pengobatan, dan terjadinya peningkatan resposifitas bronkial oleh berbagai rangsangan.Asma berhubungan erat dengan alergi : Faktor resiko terjadinya asma adalah Sensitisasi indoor alergen (Tungan debu rumah, serpih kulit binatang, kecoa)
Sensitisasi outdoor alergen (Jamur)
Usia dini terpapar asap rokok
Respon alergi pada saluran nafas didahului oleh meningkatnya proses inflamasi dan hiperresposif saluran nafas.
Proses inflamasi pada rinitis dan asma melibatkan mukosa respirasi yang sama : Asma berhubungan erat dengan rinitis menahun dan musiman dan rinosinusitis
Pasien dengan rinitis alergi dilaporkan meningkat gejala asma-nya selama musim serbuk bunga
Inflamasi memainkan peran penting pada patogenesis terjadinya rinitis alergi dan asma
Reaksi alergi pada mukosa hidung meningkatkan hiperesponsif saluran nafas bawah pada asma.
Terapi terhadap gejala saluran nafas atas memberikan manfaat untuk penatalaksanaan asma
Intranasal kortikosteroid dapat digunakan untuk terapi pasien kronik rinitis dengan asma persisten. Oral nonsedasi antihistamin dan kombinasi antihistamin-dekongestan memberikan perbaikan pada banyak pasien asma
( Terapi penyakit saluran nafas atas saja tidak adekuat untuk terapi
Asma
Patogenesis :Gambaran proses inflamasi pada asma : Aktifasi sel mastosit
Infiltrasi sel inflamasi
Eosinofil
Makrofag saluran nafas
Neutrofil
Limposit
Edema
Mukus hipersekresi
Denudation dan disruption epitel bronkial
Inflamasi saluran nafas pada asma memberi kontribusi pada:
Hiperesponsif saluran nafas
Gejala gangguan respirasi
Kronisitas penyakit
Airflow limitation Remodeling dinding saluran pernafasan akibat :5. Doposit kolagen pada membran basalis6. Hiperplasia kelenjar mukus7. Hipertrofi otot bronkial8. Proliferasi vaskuler9. Kehilangan serabut elastikDiagnosis :1. Riwayat Penyakit:
Gejala episodik obstruksi saluran nafas:
Batuk
Whezing
Nafas pendek atau cepat
Chest tightness Aliran udara nafas berkurang
Alrenatif diagnosa sudah disingkirkan
2. Pemeriksaan Fisik: Hiperekspansi torak tu. anak-anak
Suara whezing saat nafas normal atau dalam
Tanda fisik rinitis alergi, rinosinusitis, dan polip hidung
Atopik dermatitis/eksema
3. Pemeriksaan Penunjang Objektif:
Spirometri (FEV-1) sebelum dan 15 menit setelah inhalasi short-acting bronkodilator
PEF (Peak Flow Meter)
Penatalaksanaan meliputi 4 komponen :
Komponen 1. Penilaian dan monitoring
Reguler monitoring:
Tanda dan gejala asma
Fungsi paru-paru
Timbulnya gejala eksasebasi
Farmakoterapi
Status gangguan kualitas hidup
Kepuasan pasien (dan keluarga) terhadap terapi
Pengertian pasien (dan keluarga) terhadap asma dan strategi terapi
Evaluasi jenis medikasi dan dosis
Spirometri berkala (Awal, gejala membaik, setiap 1 2 tahun)
PEF berkala di rumah
Komponen 2. Kontroling faktor penyebab asma
Hindari faktor penyebab ( olah raga, udara dingin, alergen, infeksi virus, merokok, polusi industri atau udara)
Hindari lingkungan dengan paparan alergen tinggi
Kontrol lingkungan
Alergen penyebab utama
Identifikasi alergen
Tes alergi kulit atau serum IgE antibodi
Imunoterapi alergen
Alergen teridentifikasi dan sulit dihindari
Gejala menetap sepanjang tahun atau hampir sepanjang tahun
Medikasi kurang efektif
Multimedikasi sudah diberikan
Pasien atau keluarga menolak medikasi
Pasien tertarik dengan keuntungan modifikasi sistem imun dari imunoterapi alergen
Komponen 3. Terapi farmakologi Ditentukan oleh derajat berat-ringannya asma dan umur
Sistem Step-care therapy Long term control medications
Medikasi: Inhalan kostikosteroid Cromolyn sodium
Leukotrien reseptor antagonis (montelukast, zafirlukast) Long acting Beta 2 agonis
Methylxanthines
Oral kortikosteroid
Komponen 4. Edukasi
Sasaran: penderita, keluarga, relawan, masyarakat
Penyuluhan di sekolah
Melibatkan peran serta swasta dan masyarakat
Rinosinusitis dan Nasal Polip
Definisi:
Rinosinusitis adalah suatu inflamasi dari sinus paranasal dan hidung ditandai dengan 2 atau lebih gejala.
Satu gejala:
Sumbat/obstruksi/kongesti hidung atau
Hidung beringus (anterior/posterior nasal drip) atau
Nyeri/rasa tertekan wajah atau
Hiposmia/anosmia.
Ditambah gejala lain seperti:
Nasoendoskopi ditemukan polip dan/atau sekret mukopurulent berasal meatus media dan/atau edema/obstruksi mukosa meatus media
CT scan mukosa patologi pada osteomatal kompleks dan/atau sinus
Untuk pasien rinosinusitis alergi:
Identifikasi tanda dan gejala alergi
Penatalaksaan rinitis alergi yang baik akan memperbaiki gejala rinosinusitis dan
asma pasien
Lebih dari 50% pasien asma sedang-berat disertai rinosinusitis
Klasifikasi:
Rinosinusitis Akut
Kurang 3 minggu
Terjadi setelah infeksi saluran nafas atas (Memburuk setelah 5 hari atau menetap setelah 7 hari)
Rinosinusitis Akut Rekurent
4 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun dengan interval 8 minggu bebas gejala
Subakut
Antara 3-12 minggu
Rinosinusitis Kronik
Lebih 12 minggu
Gejala menetap, respon terapi minimal, positif pemeriksaan imaging
Eksaserbasi akut berulang
Diagnosis:
Gejala:
2 atau lebih gejala onset mendadak, satu gejala harus sumbat/obtruksi/kongesti hidung atau hidung beringus (anterior/posterior nasal drip):
Nyeri wajah/tertekan
penciuman menurun/hilang
Pemeriksaan Fisik:
Hidung: mukosa hiperemis, edema, sekret purulent
Orofaring: posterior nasal drip
Ekslusi infeksi gigi
Pemeriksaan penunjang
Waters, caldwell
CT scan coronal
Indentifikasi faktor alergi
Skin Prick Test
IgE spesifik
Penatalaksaan:
Paliatif
Cuci hidung dengan air garam
Inhalasi uap hangat
Medikamentosa
Antibiotik
Kortikosteroid intranasal
Dekongestan oral atau topikal
Mukolitik
Bila terapi medikamentosa adekuat gagal ( Bedah sinus
Penatalaksaan Alergi:
Hindari alergen
Medikamentosa
Pertimbangkan Imunoterapi Edukasi dan follow upKonjungtivitis Alergi
Pendahuluan:
Suatu proses inflamasi pada konjungtiva diakibatkan oleh alergi.
Mata sering merupakan target organ dari gangguan proses inflamasi alergi, karena:
Kaya vaskuler
Sensitivitas vaskuler konjungtiva
Mudah kontak langsung lingkungan
Konjungtiva mempunyai respon morfologi bervariasi terhadap variasi stimulus
Patogenesis:
Alergen airbone ditangkap lapisan film air mata, tranfer ke konjungtiva, dan
dipecah menjadi peptida alergenik, berikatan dengan IgE reseptor sel mast di
konjungtiva, terjadi degranulasi sel mast atau sebagai akibat proses degranulasi
sel mast di jaringan lain, pelepasan mediator inflamasi, memberikan respon alergi
okuler
Klasifikasi: Konjungtivitis Musiman:
Berhubungan dengan rinitis alergi
Sering terjadi
Bilateral
Gejala: gatal mata atau sekitar mata, berair, rasa panas, konjungtiva keruh
Konjungtivitis Menahun:
Sensitivitas alergen sepanjang tahun
Lebih jarang
Gejala lebih ringan Keratokonjungtivitis Atopik:
Berhubungan dengan dermatitis atopik di area mata dan wajah
Gejala: mata merah, gatal, panas, berair, kotoran mata
Tanda klinik: hipertropi papilari konjungtiva tarsal atas dan bawah, vaskularisasi kornea, ulserasi dan scarring, katarak, keratitis punktata
Usia 10 -20 tahun
Riwayat atopi pasien kuat (asma, rinitis alergi)
Konjungtivitis Vernal:
Khas penyakit pada anak
Laki-laki > wanita
KEPUSTAKAAN MATERI BAKU
1. The Allergy Report. Condition That May Have an Allergic Component. AAAAI.
Vol.3.2000.2. Krouse JH.Allergic and nonallergic rhinitis. In: Bailey BJ: Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2nd . Vol I. Lipppincot-Raven. Philadelphia- New York. 1998. Ch.25, p:351-63.
3. The Allergy Report. Associated Disease: Chronic or recurrent Otitis Media in Diseases of The Atopic Diathesis..American Academy of Allergy, Asthma & Immunology. Vol.2. 2000: 155-60.
4. The Allergy Report. Asthma in Diseases of The Atopic Diathesis..American Academy of Allergy, Asthma & Immunology. Vol.2. 2000: 33-105. 5. The Allergy Report. Asthma in Diseases of The Atopic Diathesis..American Academy of Allergy, Asthma & Immunology. Vol.2. 2000: 137-53.
6. European Position Paper on Rhinosinusitis and nasal Polyps. Rhinology. Supplement 20. 2007.
7. Abbas, AK, Lichtman AH, Pillai S. Immediate Hypersensitivity. In: Cellular And Molecular Immunology, International Edition, Sixth edition, Saunder Elsivier, 2007. p: 441-60.8. The Allergy Report. Diseases of the Atopic Diathesis. AAAAI. Vol.2.2000. PAGE 1