bab i-2-

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Molecular Imprinting Polymer (MIPs) adalah pengikatan silang (crosslinked polymers) dengan kesesuaian tempat (templates), bentuk, ukuran dan fungsinya pada target molekul yang sesuai, dengan adanya interaksi mekanis yang didasarkan pada kesesuaian molekul. Perkembangan MIPs melalui metode ekstraksi fasa padat (Solid Phase Extraction) berkembang dengan cepat akibat keunggulan metode SPE dengan selektivitas yang tinggi pada proses pemisahan material (Gomes dan Augusto, 2006). Metode SPE banyak digunakan pada pemisahan komponen organik dari sampel cair atau pemurnian hasil ekstraksi dari sampel padat. Pestisida digunakan sebagai bahan untuk memberantas hama dan mencegah adanya hama pada pertumbuhan tanaman. Namun, penggunaan pestisida memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pestisida sintetik yang banyak digunakan di Indonesia adalah pestisida golongan organofosfat. Pestisida mengandung dampak yang buruk bagi kesehatan, antara lain pestisida organofosfat yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi syaraf dengan cara menghambat kerja enzim kolinesterase (Prijanto, 2009).

Upload: farradina-choria-suci

Post on 24-Jul-2015

259 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I-2-

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Molecular Imprinting Polymer (MIPs) adalah pengikatan silang

(crosslinked polymers) dengan kesesuaian tempat (templates), bentuk, ukuran dan

fungsinya pada target molekul yang sesuai, dengan adanya interaksi mekanis yang

didasarkan pada kesesuaian molekul. Perkembangan MIPs melalui metode

ekstraksi fasa padat (Solid Phase Extraction) berkembang dengan cepat akibat

keunggulan metode SPE dengan selektivitas yang tinggi pada proses pemisahan

material (Gomes dan Augusto, 2006). Metode SPE banyak digunakan pada

pemisahan komponen organik dari sampel cair atau pemurnian hasil ekstraksi dari

sampel padat.

Pestisida digunakan sebagai bahan untuk memberantas hama dan

mencegah adanya hama pada pertumbuhan tanaman. Namun, penggunaan

pestisida memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pestisida sintetik

yang banyak digunakan di Indonesia adalah pestisida golongan organofosfat.

Pestisida mengandung dampak yang buruk bagi kesehatan, antara lain pestisida

organofosfat yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi syaraf dengan cara

menghambat kerja enzim kolinesterase (Prijanto, 2009).

Organophosporus pesticides (OPPs) adalah komponen yang penting untuk

dianalisis akibat besarnya kontaminasi pestisida dalam air minum dan produk

tanaman dalam beberapa waktu terakhir (Raharjo et al, 2009). OPPs banyak

digunakan secara luas pada bidang agrikultur. Sehingga pada penelitian ini sangat

menarik mengembangkan metode MIP-SPE dengan OPPs sebagai templates

untuk penentuan OPPs.

Pada penelitian ini MIP-SPE dibentuk dengan menggunakan quinalphos

sebagai templates, asam metakrilat sebagai gugus fungsi, dan etilen glikol

dimetakrilat sebagai agen pengikat silang (crosslinked). Target analit dengan

struktur yang hampir sama dengan quinalphos dikenal sebagai diazinon dan

chlorpyrifos. Efisiensi dari ekstraksi MIP-SPE dengan OPPs dari sampel air

Page 2: BAB I-2-

limbah dari lingkungan telah dianalisis terlebih dahulu menggunakan HPLC dan

parameter analitik yaitu metode, limit deteksi, repeatability yang sesuai. Metode

ini telah divalidasi dan sukses dapat diaplikasikan untuk menentukan komponen

OPPs dari sampel air dari lingkungan.

Gambar 1.1 Struktur Target Analit

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah quinalphos imprinting polimer dapat dibuat dengan

menggunakan MAA, EDMA, dan asetonitril?

2. Bagaimana hasil selektivitas dan efektifitas MIP dari quinalphos?

3. Apakah MIP aquinalphos dapat digunakan untuk menganalisa sampel

air?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Sintesis MIP quinalphos dengan metode Solid Phase Extraction (SPE)

2. Mengetahui pengaruh selektivitas dan efektifitas MIP quinalphos

3. Menganalisa sampel air dari lingkungan menggunakan MIP

quinalphos

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan suatu metode yang

efektif dengan selektifitas yang tinggi dari sintesis molekul imprinting polimer

sebagai metode pemurnian dari sampel air pada lingkungan yang mengandung

pestisida.

Page 3: BAB I-2-

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh atau

mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti

hama dan cida yang berarti pembunuh. Secara sederhana pestisida diartikan

sebagai pembunuh hama yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman

yang disebabkan oleh fungi, bakteri, virus, nematode, siput, tikus, burung dan

hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut Permenkes RI,

No.258/Menkes/Per/III/1992 Semua zat kimia/bahan lain serta jasad renik dan

virus yang digunakan untuk membrantas atau mencegah hama-hama dan penyakit

yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas

gulma, mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman tidak termasuk pupuk,

mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewanhewan piaraan dan ternak,

mencegah/memberantas hama-hama air, memberantas/mencegah binatang-

binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat angkutan,

memberantas dan mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

2.2 Pestisida Organofosfat

Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain yaitu

Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat,

Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon,Chlorpyrifos.

Kegunaan dari pestisida golongan organofosfat yaitu memberantas/mencegah

binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat

angkutan, memberantas dan mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang

dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi

dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.

Page 4: BAB I-2-

2.3 Polimer

Polimer adalah molekul besar yang tersusun atas monomer-monomer

sederhana. Polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly yang berarti banyak,

dan mer yang berarti bagian. Polimer terbentuk dari monomer-monomer yang

terikat secara bersama, seingga membentuk beberapa unit kimia yang berulang

secara terus menerus (Stevens, 2000). Monomer yang tersusun dihubungkan

melalui ikatan kovalen satu sama lain melalui pelepasan molekul air, sehingga

dapat pula disebut sebagai reaksi hidrasi (saunders,1998).

2.4 Molecularly Imprinting Polymer (MIP)

Molecularly imprinted polymer (MIP) adalah polimer yang terbentuk

secara bersamaan dengan molekul target (templates). Molekul target yang

terbentuk diekstraksi sehingga membentuk sebuah cetakan (imprinter). MIP

banyak digunakan untuk proses pemisahan secara kromatografi, biosensor yang

secara khusus selektif terhadap template dalam matriks komplek, seperti

plasma,urin, dan jaringan otot (Shi, 2007).

MIP dapat disintesis dengan cara mereaksikan monomer, crosslinker,dan

inisiator. Monomer berfungsi sebagai cetakan atau template. Crosslinker

berfungsi untuk membentuk ikatan yang menghubungkan rantai polimer satu

dengan polimer yang lain. Sedangkan inisiator merupakan bahan kimia yang

dapat meningkatkan kecepata reaksi polimerisasi. Namun, inisiator dan

crosslinker tidak selalu digunakan pada pembuatan MIP.

2.5 Solid Phase Extraction (SPE)

Ekstraksi merupakan metode yang digunakan pada proses pemisahan suatu

komponen dari campurannya dengan bantuan pelarut sebagai tenaga pemisah.

Ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction atau SPE) merupakan suatu proses

ekstraksi yang dilakukan dengan melewatkan larutan sampel melalui suatu lapisan

partikel penyerap sehingga analit yang diinginkan akan berpindah dari larutan

sampel dan terkonsentrasi pada lapisan penyerap. Kemudian ditambahkan pelarut

pengelusi saaat analit dipindahkan dari penyerap. Metode ini banyak digunakan

Page 5: BAB I-2-

untuk mengekstraksi analit dalam matriks yang sangat rumit seperti pada urin,

darah dan jaringan otot.

Kelebihan dari ekstraksi fase padat dibandingkan dengan ekstraksi fase

cair-cair yaitu efisiensi dalam jumlah pelarut yang digunakan, waktu yang singkat

dan hasil ekstraksi yang tidak membentuk emulsi, dan merupakan metode yang

selektif (Botsoglou dan Fletouris, 2001). Ekstraksi fase padat dapat dibagi

menjadi 4 berdasarkan jenis fase diam atau penyerap yang dikemas dalam

cartridge, yakni fase normal (normal phase), fase terbalik (reversed phase),

adsorpsi (adsorption) dan pertukaran ion (ion exchange). Pemilihan penyerap

dipilih berdasarkan kemampuannya berikatan dengan analit, dimana ikatan antara

analit dengan penyerap harus lebih kuat dibandingkan ikatan antara analit dengan

matriks sampel. keadaan ini bertujuan agar analit dapat tertahan pada penyerap,

dan dapat dipilih pelarut yang mampu melepaskan ikatan antara analit dengan

penyerap pada tahap elusi (Botsoglou dan Fletouris, 2001).

Langkah-langkah utama pada proses ekstraksi fase padat yaitu

1. Conditioning, merupakan tahapan penambahan pelarut yang berfungsi

mengaktifkan penyerap / sorben sehingga analit yang terdapat dalam

larutan sampel dapat berinteraksi dengan penyerap.

2. Retention / loading, yaitu proses pemasukan sampel, sehingga analit

yang diinginkan akan tertahan pada penyerap, sedangkan komponen

lain dari matriks yang diinginkan akan keluar.

3. Washing, merupakan tahap pembilasan dengan cara menambahkan

larutan yang mampu membawa sisa matriks yang tertinggal namun

tidak mempengaruhi interaksi analit dengan penyerap / sorben.

4. Elutioning, yaitu tahap elusi dengan cara menambahkan larutan yang

mampu memutus ikatan antara analit dengan penyerap / sorben.

Page 6: BAB I-2-

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Preparasi MIP dengan Metode Bulk

1mmol template (quinalphos) dan 4mmol MAA dilarutkan dalam 6 mL

pelarut porogenic (asetonitril) dalam gelas tabung reaksi polimerisasi. Setelah

berosilasi selama 15 menit, dimetakrilat etilenglikol (EGDMA, 20 mmol)yang

berfungsi sebagai crosslinker and 2,2-Azobisisobutyronitrile (AIBN, 50 mg)

sebagai inisiator ditambahkan ke dalam larutan. Tabung reaksi ditempatkan pada

es dan dibilas dengan nitrogen selama 15 menit. Tabung gelas itu disegel dalam

vakum dan ditempatkan dalam bak air pada suhu 60ºC selama 24 jam. Polimer

bulk hancur dan disaring melalui saringan yang berukuran 75 μm. Partikel

polimer yang diperoleh dicuci dengan larutan asam asetat 10% metanol sampai

template quinalphos tidak terdeteksi oleh spektrofotometri UV. Partikel kemudian

diekstraksi kemudian dicuci dengan metanol untuk menghilangkan sisa asam

asetat. Lalu, partikel tersebut dikumpulkan dan dikeringkan pada suhu 55°C

dalam oven vakum selama 12 jam. Untuk non-imprinted polimer dilakukan

dengan cara yang sama, tetapi tanpa penambahan molekul template.

3.2 Prosedur MIP-SPE

Partikel dry imprinted dan non-imprinted polimer masing – masing 100gr

dimasukkan ke dalam cartridge kosong yang berukuran 3 ml, lalu diberi glasswool

frit di akhir. Cartridge tersebut sebelumnya telah diisi dengan 10 ml metanol dan 5

ml air deionisasi dari MilliQwater sistem dari Thermo Scientific (Barnstead, MA,

USA). Untuk setiap cartridge, dialiri 10 mL OPPs air sungai sampel (masing –

masing 0,1 mgL-1) pada 1 mLmin-1 menggunakan sistem ruang hampa. Ekstrak

dibersihkan dengan 5 mL campuran asetonitril-air (3:7,v/v) untuk menghilangkan

molekul yang tertahan oleh polimer non-spesifik pengadsorpsi, diikuti dengan

mengeringkan cartridge selama 10 menit di ruang vakum untuk menghilangkan

residu pelarut. Ekstrak ini kemudian dielusi dengan campuran pelarut 5 ml

metanol-asam asetat (95:5, v / v). Langkah terakhir, larutan ekstrak tersebut ditiup

Page 7: BAB I-2-

di bawah nitrogen dan kembali dilarutkan dalam 0,2 ml asetonitril untuk analisis

HPLC.

3.3 C18 SPE

Dua cartridges C18 dari Sigma Aldrich diisi dengan 10 mL metanol dan 5

mL MilliQwater. Setiap cartridge diberi 10 mL OPPs sampel air sungai. OPPs

dicuci dengan 5 ml asetonitril-air campuran (3:7, v/v) dan kemudian dielusi

menggunakan 5 ml metanol. Ekstrak diuapkan sampai kering dan kembali

dilarutkan dalam 0,2 mL asetonitril untuk analisis HPLC.

3.4 Preparasi Sampel

Sampel air sungai diperoleh dari sungai yang mengalir di kampus Johor

Bahru UTM. Sampel disimpan dalam lemari es pada suhu 2-5oC sebelum analisis

untuk meminimalkan degradasi. Sampel disaring menggunakan kertas saring

Whatman (NJ, AS) ukuran 0,45 μm untuk memastikan sampel bebas dari partikel

yang dapat mengganggu cartridge SPE dan sistem HPLC.

Page 8: BAB I-2-

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Imprinting Polimer

Karakterisasi dilakukan dengan spektroskopi Fourier Transform Infra Red

(FTIR) untuk mengamati secara fungsional dari kelompok tertentu di MIP

sebelum dan sesudah mencuci pelat dan juga NIP dengan menggunakan metode

pellet KBr (gambar 4.1). Gugus C=O mengalami vibrasi ulur pada daerah sekitar

1700-1750 cm-1 karena adanya polimerisasi crosslinked dari EDMA dan MAA,

dan diulang EDMA sebagai cross-linked pembawa. Puncak absorbansi untuk

semua spektrum hampir identik untuk intensitas puncak pada 3600-3400 cm-1

adalah ikatan O-H, dimana intensitas puncak untuk MIP sebelum dicuci lebih

rendah dari MIP setelah dicuci, tapi tothat serupa untuk NIP. Kemungkinan untuk

fenomena ini adalah bahwa molekul cetak (quinalphos) telah dirakit dengan

monomer (MAA) melalui ikatan hydrogen dengan gugus hidroksi dalam

monomer selama persiapan MIP sebelum dicuci. Interaksi yang dijelaskan

diilustrasikan dalam (gambar 4.2). Namun, setelah penghapusan template,

terdapat puncak vibrasi ulur dengan absorbansi yang kuat dan luas dari kelompok

hidroksil dari monomer diamati dengan jelas karena tidak adanya gangguan ikatan

hidrogen, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Brune dkk,

(1999). Perbedaan intensitas menunjukkan template yang telah tercuci keluar.

Gambar 4.1. Spektrum FTIR dari MIP (a) sebelum dicuci, (b) setelah dicuci, (c)

NIP

Page 9: BAB I-2-

Gambar 4.2. Interaksi antara monomer (asam metakrilat) dengan templates

(qinalphos)

Scanning electron microscopy (SEM) digunakan untuk menentukan

morfologi permukaan dan gambar dari MIP terlihat pada gambar 4.3

menunjukkan SEM micrograph dari MIP pada perbesaran yang umumnya

menunjukkan berbagai permukaan MIP kasar dengan pori-pori tidak teratur.

Gambar 4.3. Hasil SEM dari MIP pada perbesaran yang berbeda (a) 10.000x, (b)

25.000x, (c) 50.000x

Page 10: BAB I-2-

4.2 Optimalisasi prosedur MIP-SPE

Untuk mengevaluasi pengaruh imprinting dan penerapan MIP untuk

ekstraksi dan penentuan quinalphos, proses MIP-SPE dioptimalkan dengan

mengevaluasi pencucian pelarut, volume sampel loading, Serta komposisi dan

volume pelarut elusi untuk mencapai kepekaan dan ketepatan yang baik metode

ini.

4.2.1 Pencucian pelarut.

Jenis larutan pencuci yang memainkan peran penting pada selektivitas

MIPS untuk memaksimalkan interaksi spesifik antara analit dan sisi pengikat dan

untuk secara bersamaan membuang komponen matriks polimer dengan

mengurangi interaksi non-spesifik pada sisi pengikat (He dan Long, 2007).

Sampel (10 mL) yang mengandung 0,1 mgL-¹ quinalphos dilarutkan dalam air

yang dimuat ke port pencuci dengan berbagai pelarut tes dan dielusi dengan 10

mL campuran metanol-asam asetat (9:1, v / v). konsentrasi ditentukan dengan

HPLC. Awal yang terbaik dalam pelarut porogen digunakan dalam polimerisasi

MIP tersebut (Selergrenn,1999), diputuskan bahwa asetonitril (ACN) digunakan

sebagai pelarut pencuci dalam campur dengan air.

(Gambar 4.4) menunjukkan efek pencucian dengan persentase berbagai

asetonitril dalam campuran asetonitril-air(10, 20, 30, 40 dan 50%) pada

pengembalian hasil quinalphos.Hasilnya menunjukkan bahwa pelarut pencuci

mengandung asetonitril sampai dengan 20% dalam campuran tsb yg tidak

berpengaruh signifikan terhadap theretention dari quinalphos pada kedua port

MIP dan NIP. Namun, dengan asetonitril meningkat pada 30% pelarut pencuci,

pemulihan quinalphos dalam cartridge NIP itu nyata menurun menjadi 37,6%,

sedangkan pemulihan quinalphos oleh port MIP pada dasarnya tidak berkurang

(96,7% kembali). Indikasinya adalah kehadiran interaksi khusus yang terjadi di

sisi pengikat. Namun, porsi yang lebih tinggi dalam campuran asetonitril pelarut

dari >40% menyebabkan penurunan besar retensi quinalphos baik pada port MIP

dan NIP karena gangguan interaksi spesifik antara analit dan sisi pengikat. Dalam

studi ini, oleh karena itu, campuran asetonitril-air 30:70% v / v terpilih sebagai

larutan pencuci.

Page 11: BAB I-2-

Gambar 4.4. Prosentase Recovery dari quinalphos dengan perbandingan

asetonitril pada pencucian pelarut pada MIP-SPE dan NIP-SPE

4.2.2 Elusi pelarut dan volume 

Sampel (10 mL) yang mengandung 0,1 mgL-¹ quinalphos dilarutkan

dalam air diangkut ke port, dicuci dengan 5 ml campuran asetonitril 30% dalam

air, dan dielusi dengan persentase yang berbeda dari asam asetat dalam metanol

(1, 5, dan 10% ).Konsentrasi quinalphos ditentukan dengan HPLC pada panjang

gelombang 200 nm dari detection.Methanol digunakan sebagai pelarut karena

memiliki sifat ikatan hidrogen yang kuat dan permeabilitas analit yang mudah

dalam metanol yang dapat menyebabkan elusi efisien. Penambahan persentase

kecil dari asam asetat (1 to10%) pada campuran tersebut diterapkan untuk

mengatasi interaksi yang kuat antara analit dan MIP dan dengan demikian

meningkatkan faktor pengayaan. Dalam penelitian ini, metanol murni (0% asam

asetat) telah diuji untuk mengkonfirmasi bahwa asam asetat memainkan peran

penting dalam penyerapan quinalphos dari MIP di elusi pelarut. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penambahan asam asetat meningkatkan pemulihan analit

dan penjelasan kemungkinan terbesar adalah bahwa asam asetat bersaing dengan

quinalphos untuk kelompok fungsional dalam sisi pengikat (Gambar 4.5). Namun,

pelarut dengan persentase yang relatif tinggi (10%) dari asam asetat ternyata

cenderung menurunkan recovery.kemudian, 5% asam asetat dalam metanol

terpilih sebagai elusi pelarut yang optimal untuk studi berikut.

Page 12: BAB I-2-

Gambar 4.5. Elusi Pelarut MIP-SPE

Untuk menentukan volume eluting optimal, 5 mL sampel air ditambahkan

1 mgL-¹ quinalphos itu disaring melalui MIP-SPE, dan volume yang berbeda (3,

6, 10 dan 15 mL) dari campuran metanol dengan 5% asam asetat diterapkan

sebagai pelarut pengelusi dan elusi dianalisis dengan HPLC. Hasil penelitian

menunjukkan peningkatan volume pelarut dari 3 mL sampai 10 mL meningkatkan

pemulihan analit dipilih diekstraksi (Gambar 4.6). Namun, pemulihan analit

menurun disaat 15 mL elusi pelarut digunakan. Penggunaan Volume 10 mL

pelarut menunjukkan pemulihan tertinggi quinalphos. Dengan demikian, 10 mL

metanol dengan asam asetat 5% dipilih sebagai pelarut pengelusi.

Gambar 4.6. Recovery dari perbedaan volume elusi pelarut dari MIP-SPE

4.2.3 Percobaan dari volume sampel 

Untuk menentukan volume pemuatan optimal, percobaan dilakukan pada

menggunakan volume sampel antara 5 mL sampai 50 mL dan efisiensi ekstraksi

diselidiki. Ditemukan bahwa volume sampel yang diperiksa, 5 mL, 10 mL, 15

Page 13: BAB I-2-

mL, 25 mL dan 50 mL, memberikan recovery analit dari 61%, 92%, 45%, 29%

dan 16% masing-masing (Gambar 4.7). Telah dicatat bahwa pemulihan tertinggi

terjadi ketika volume sampel pada 10 mL.Hence, 10 mL terpilih sebagai volume

sampel yang optimal.

Gambar 4.7. Recovery analit dari perbedaan volume pada sampel MIP-SPE

4.3 Penentuan Pestisida Organofosfat (OPPs) dengan HPLC

Penentuan Pestisida organofosfat (quinalphos, diazinon, dan klorpirifos)

dilakukan dengan menggunakan HPLC-UV seperti yang dijelaskan dalam

prosedur. Fase gerak yang digunakan terdiri dari asetonitril-air (6:4, v / v) dengan

kecepatan aliran fase gerak adalah 0,4 mL.min-1. Suhu oven diatur pada 60 ° С

dan volume injeksi sampel sebesar 0,5 µL. Semua senyawa yang deteksi pada

panjang gelombang 200 nm. Kinerja metode dievaluasi dengan metode penentuan

linieritas, sensitivitas, keterulangan dan keakuratan dari metode ini.

Linearitas kurva kalibrasi diperoleh dengan penentuan luas puncak pada

konsentrasi 0,005 mg.L-1-0,15 mg.L-1 pada setiap analit dan semua nilai R2 =

0,999 (Tabel 1). Batas deteksi (LOD), didefinisikan sebagai konsentrasi analit

terendah dengan rasio signal-to-noise 3, juga diselidiki melalui deteksi

MilliQwater pada konsentrasi 0,005 mg.L-1-0,15 mg.L-1. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa LODs adalah antara 0,0063 mg.L-1-0,0076 mgL-1, yang

menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi analit dalam

sampel air yang tercemar.

Page 14: BAB I-2-

Tabel 1. Parameter Validasi MIP-SPE

4.4 Penentuan Pestisida Organofosfat dari Sampel

Pengembangan Metode MIP-SPE diterapkan untuk pengayaan OPPs

dalam sampel air sungai untuk menunjukkan penerapan dan keampuhan metode

ini. Namun, tidak ada analit target yang terdeteksi yang menunjukkan bahwa tidak

ada OPPs terdeteksi dalam sampel air sungai. Jadi, untuk menilai efek matriks,

sampel air sungai yang melonjak dan kinerja diekstraksi dievaluasi. Gambar 4.8

menunjukkan menjiplak HPLC dari OPPs dalam air sungai sebelum dan sesudah

pada 0,1 mgL-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek matriks pada MIP-

SPE untuk sampel air sungai itu diabaikan.

Gambar 4.8. Kromatogram Sampel Air Sebelum (garis abu) dan Sesudah dengan

0.1 mg/L dari setiap analit (garis hitam). (1) diazinon, (2) hexaconazole, (3)

quinalphos, (d) chlorpyrifos.

Page 15: BAB I-2-

Tabel 2. Recovery (%) dan presisi (RSD) dari OPPs pada sampel air 0.1 mg/L

Pemulihan analit diperoleh dengan menggunakan MIPS sebagai fase padat

sorben untuk quinalphos, diazinon dan klorpirifos berada di kisaran antara 83%

dan 98% untuk sampel air (Tabel 2). Nilai-nilai RSD dari analit target yang sangat

baik dengan nilai-nilai <2%. Namun, pemulihan analit diperoleh dengan

menggunakan NIP sebagai fase padat sorben untuk analit target dalam sampel air

secara signifikan lebih rendah dengan nilai-nilai hanya antara 68% dan 53%.

Sementara itu, pemulihan ekstraksi dengan C18SPE sebagai sorben berada di

bawah dari 59% untuk semua senyawa OPPs.

Perbandingan hasil dari metode (MIP-SPE, NIP-SPE, SPE orC18) jelas

menunjukkan keuntungan dari menggunakan Molekular imprinting polimer

sebagai sorbent selektif untuk penentuan OPPs dalam sampel air.

Page 16: BAB I-2-

BAB V

KESIMPULAN

Pada penelitian ini, MIP quinalphos dibuat melalui preparasi Bulk

Polimerisation menggunakan MAA, EDMA dan asetonitril sebagai gugus fungsi

monomer, cross linker dan pelarut porogen. Hasil imprinting polimer

menunjukkan selektivitas yang bagus dan efektifitas yang tinggi terhadap non-

imprinting polimer dan SPE-C18 komersial. Polimer MIP yang digunakan sebagai

adsorben pada pasangan instrumen SPE dengan HPLC sukses teraplikasi untuk

menaikkan dan untuk analisis OPP dalam sampel air dari lingkungan. High

analyte recoveries (83-98%) dan ketepatan (1,05-1,98%) untuk analisa OPP

membuktikan metode ini valid untuk analisa analit target dalam sampel air.

Page 17: BAB I-2-

DAFTAR PUSTAKA

Baggiani C, Baravalle P, Giraudi G, and Tozzi C. (2007). Molecularly Imprinted

Solid-Phase Extraction Method for the High Performance Liquid

Chromatographic Analysis of Fungicide Pyrimethanil in Wine. J

Chromatogr.A1141.158-64.

Botsoglou N.A., Fletouris D.J. (2001): Drug Residues in Foods, Pharmacology,

Food Safety, and Analysis. Marcel Dekker, New York.

Brune, B. J., Koehler, J. A., Smith, P. J. and Payne, G. F. (1999).Correlation

between adsorption and small molecule hydrogen bonding.Langmuir. 15. 3989

Gomes, R. andAugusto F. (2006).Sol–Gel Molecular Imprinted Ormosil for Solid-

Phase Extraction of Methylxanthines.J.Chromatogr A.1114.216–23.

He, C.Y., Long, Y.Y., Pan, J.L., Li, K.A., and Liu, F. (2007).Application of

Molecularly Imprinted Polymers to Solid-Phase Extraction of Analytes from Real

Samples.J.Biochem.Biophys.Methods. 70. 133.

Liu, H.Y., Wang, M.M., Liu, S.B., and Chen, Y. (2006).Chromatographic

Characterization and Solid-Phase Extraction on Diniconazole-Imprinted Polymers

Stationary Phase.React. Funct.Polym.66. 579–83.

Pichon, V. and Hugon, F.C. (2008). Role of Molecularly Imprinted Polymer for

Selective Determination of EnvironmentalPollutants–A Review.Anal.Chim.

Act.622, 49.

Prijanto, B. (2009). Analisis Faktor Rissiko Keracunan Pestisida Organofosfat

pada Keluarga petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Page 18: BAB I-2-

Raharjo,Y., Sanagi,M.M., Wan Ibrahim, W.A., Abu Naim, A., andAboul-Enein,

H.Y. (2009). Application of Continual Injection LPME Method Coupled with

Liquid Chromatography to the Analysis of Organophosphorus Pesticides. J. Sep.

Sci.32. 623.

Sanagi, M. M., Salleh, S., Wan Ibrahim, W.A., and Naim, A. A. (2010).

Molecularly imprinted polymers for solid phase extraction of orghanophosphorus

pesticides.J. Fundamental Sci.,6. 27-30.

Sellergren, B. (1999). Polymer and Template-Related Factors Influencing the

Efficiency in Molecularly Imprinted Solid-Phase Extractions. Trends Anal.

Chem.18.164.