bab 1.doc

Upload: andry-tonnaya

Post on 07-Mar-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KERTAS KERJA PERORANGN

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGPembinaan wilayah yang dilaksanakan di negara kita pada prinsipnya mengacu pada sistem yang berlaku sesuai struktur ketatanegaraan yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah suatu Negara Kesatuan. Pembinaan wilayah adalah bagaimana mendayagunakan segala potensi yang terkandung dalam wilayah geografis sosiologis dan geografis teritorial serta demografinya untuk menghasilkan output yang maksimal guna kepentingan seluruh masyarakat dan Negara Indonesia. Proses pendayagunaan itu biasanya berupa kombinasi dari pengerahan beberapa faktor yang saling menunjang terhadap satu sama lain, sehingga dapat diperoleh hasil tertentu. Pencerminan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dalam dimensi lokal-nasional politik ketatanegaraan tidak hanya mengenal satu bentuk politik pemerintahan atau desentralisasi semata, tetapi juga menyangkut aspek-aspek kewilayahan yang merupakan pencerminan dari tugas umum Pemerintahan. Penerapan Otonomi Daerah tidak berarti menghilangkan peranan kewilayahan, dalam arti bahwa tugas-tugas Pemerintah Pusat dilaksanakan pula oleh Daerah Otonom.Departemen dalam negeri secara bertahap dan berkesinambungan telah mengupayakan agar 3 (tiga) asas penyelenggaraan pemerintahan, yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dapat diselenggarakan secara serasi, selaras dan seimbang dan sekaligus untuk mewujudkan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah secara optimal dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan diselenggarakan atas dasar bahwa tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat dilakukan dengan asas desentralisasi. Disamping itu, sebagai konsekuensi dari negara kesatuan tentu saja tidak dimungkinkan semua wewenang pemerintah di desentralisasikan kepada daerah otonom.

Ada tiga kondisi yang melatarbelakangi permasalahan dalam kertas kerja ini. Pertama, melemahnya koordinasi tingkat regional. Kesan berjalan sendiri-sendiri dan kurang terkoordinasi secara regional pada penyelenggaraan pembangunan antar kabupaten/kota sangat nampak sejak dilaksanakannya Undang-Undang Pemerintahan di Daerah tahun 1999 yang kemudian mendapatkan revisi tahun 2004. Menurunnya intensitas koordinasi manajemen regional ini mendapat penguatan dari kenyataan bahwa titik berat pelaksanaan otonomi daerah berada di kabupaten/kota. Kendali pemerintah provinsi sebagai koordinator pembangunan kabupaten/kota mengendor seiring penguatan otonomi di tingkat kabupaten/kota. Akibat selanjutnya isu-isu pembangunan regional menjadi kurang mendapatkan perhatian yang optimal.Kedua, kurangnya ruang untuk manajemen regional pada hierarkhi perundangan. Tata penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kurang memberikan tempat yang tegas pada pengurusan permasalahan regional tersebut. Hal ini nampak pada dua fenomena berikut antara lain pembagian wilayah administratif di Indonesia tidak secara eksplisit menunjukkan pengurusan wilayah antar kabupaten/kota. Dimana Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintah daerah (pasal 2 ayat (1)). Fenomena lain yang tampak adalah kurangnya tempat bagi penyelenggaraan pembangunan lintas kabupaten/kota ini juga diperkuat dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang diundangkan tahun 2004. Aturan tersebut tidak secara jelas memberikan tempat bagi forum perencanaan pembangunan kewilayahan yang berada pada lebih dari satu wilayah kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi. Sementara itu banyak isu kewilayahan mendesak untuk terus diselesaikan melalui mekanisme koordinasi dan kerjasama antar daerah yang berdekatan.Ketiga, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan bahwa belum semua Kabupaten/Kota memiliki Tim Koordinasi Kerjasama Daerah sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah. Disamping itu, masih banyak pelaksanaan kerjasama yang belum sesuai dengan aturan yang berlaku. Khusus untuk dilingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, masih sedikit sekali kerjasama yang telah dilaksanakan oleh SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.Dengan makin menguatnya otonomi daerah pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan masing-masing pemerintah lokal merasa semua harus dan bisa ditentukan dan dilakukan sendiri. Implikasi lanjut banyak potensi konflik dibiarkan berkembang tanpa kerjasama dalam penanganan bersama. Fenomena etnosentrisme yang mengekspresikan egoisme lokal ini makin menjadi-jadi seiring makin melemahnya koordinasi antar daerah yang dulunya secara intensif dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. Fenomena ego lokal terlihat pada kasus-kasus penanganan konflik yang terjadi karena hubungan dua atau lebih daerah kabupaten/kota yang berdekatan pada isu-isu tertentu, baik isu pemanfaatan sumber daya alam khususnya penanganan isu lingkungan.Dalam perumusan kebijakan kerjasama antar daerah perlu adanya analisis yang valid terkait potensi, manfaat serta dampak dari pelaksanaan kerjasama dimaksud disamping pelaksanaan tatacara kerjasama sesuai peraturan Perundangan yang berlaku. Analisis ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan kerjasama antar daerah yang akan diusulkan oleh masing-masing SKPD. Dari hasil analisis ini nantinya diharapkan dapat menjadi pendorong dalam pelaksanaan kerjasama di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Diharapkan dengan pelaksanaan kerjasama antar daerah pada akhirnya program kegiatan yang dilaksanakan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka penulis mencoba untuk membahas KKP dengan judul: RENCANA KERJA PENINGKATAN KINERJA PELAKSANAAN KOORDINASI KERJASAMA ANTAR DAERAH PADA SUBAG KERJASAMA ANTAR DAERAH BAGIAN OTONOMI DAERAH BIRO ADMINISTRASI PEMERINTAHAN UMUM PROVINSI KEPULAUAN RIAU.B. ISU AKTUAL

Berdasarkan uraian di atas, isu aktual yang diangkat dalam Kertas Kerja Perseorangan (KKP) ini adalah:

Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi Kerjasama antar daerah pada sub bagian sub bagian Kerjasama Antar Daerah Bagian Otonomi Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau. Belum optimalnya fasilitasi Kerjasama antar daerah pada sub bagian sub bagian Kerjasama Antar Daerah Bagian Otonomi Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau.

Belum optimalnya pembinaan Kerjasama antar daerah pada sub bagian sub bagian Kerjasama Antar Daerah Bagian Otonomi Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau.Dari ke 3 isu aktual tersebut ditentukan yang paling dominan melalui teknik USG dengan skala nilai 1 s/d 5 sebagai berikut :Tabel 1. USG Permasalahan/isu aktual

NoPermasalahanUSGTotal

1Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi Kerjasama antar daerah pada sub bagian sub bagian Kerjasama Antar Daerah Bagian Otonomi Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau55414

2Belum optimalnya fasilitasi Kerjasama antar daerah pada sub bagian sub bagian Kerjasama Antar Daerah Bagian Otonomi Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau43411

3Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi Kerjasama antar daerah pada sub bagian sub bagian Kerjasama Antar Daerah Bagian Otonomi Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau3339

Dari Tabel 1. Di atas , memperlihatkan bahwa isu aktual Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi Kerjasama antar daerah pada sub bagian sub bagian Kerjasama Antar Daerah Bagian Otonomi Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau.Hal ini merupakan hasil dari analisis USG dimana perolehan total nilai sebesar 14 (empat belas) dengan perincian : 1. Urgency (Urgensi) dengan nilai 5 (kategori sangat tinggi),

2. Seriousness (Keseriusan) dengan nilai 5 (kategori sangat tinggi),

3. Growth (berkembangnya masalah) dengan nilai 4 (kategori nilai tinggi)

Oleh karena itu pada kertas kerja perseorangan ini penulis mengangkat isu aktual yang ada pada sub Bagian Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Kota Batam yaitu Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi Kerjasama antar daerah pada sub bagian Kerjasama Antar Daerah Bagian Otonomi Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau.C. LINGKUP BAHASANBerdasarkan Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kapasitas Pelaksana Kerjasama Daerah, Pemerintah daerah diminta untuk mendorong pelaksanaan kerjasama antar daerah guna memaksimalkan potensi masing-masing daerah guna mencapai percepatan pembangunan.

Pelaksanaan kerjasama daerah hendaknya dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: efisiensi; efektifitas; sinergi; saling menguntungkan; kesepakatan bersama; itikad baik; mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia; persamaan kedudukan; transparansi; keadilan dan kepastian hukum. Untuk memberikan pemahaman yang lebih baik maka diperlukan langkah-langkah yang lebih nyata guna optimalisasi proses pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau yang memberikan manfaat bagi Masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.Sesuai dengan tujuan penulisan Kertas Kerja Perseorangan ini yaitu untuk memberikan alternative pemecahan masalah yang dihadapi penulis dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, sehingga dengan didapat alternatif pemecahan masalah tersebut diharapkan pada masa yang akan datang akan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan atau pembenahan-pembenahan dalam pelaksanaan tugas penulis khususnya pada sub Bagian Kerjasama Antar Daerah Biro Administrasi Pemerintahan Umum Provinsi Kepulauan Riau.

PAGE Kertas Kerja Perseorangan Diklatpim Tingkat IV 6