bab 1,2,3

15
5/24/2018 bab1,2,3-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/bab-123-561e7ef3a6f21 1/15  TUGAS Mata Kuliah Etika dan Aspek Hukum Industri Konstruksi Resume Bab 1, 2 dan 3 Kelompok Yudhistira Achmad (110 613 9922) Nico Yudianto (110 613 9 Srikandi Wahyu Arini (110 613 9 Kelas : S1 Sipil Paralel Dosen : Pak Yusuf latief Tanggal diberikan : Februari 2013 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2013

Upload: aeiu1412

Post on 14-Oct-2015

37 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

etika dan aspek hukum

TRANSCRIPT

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    1/15

    TUGAS

    Mata Kuliah

    Etika dan Aspek Hukum Industri Konstruksi

    Resume Bab 1, 2 dan 3

    Kelompok

    Yudhistira Achmad (110 613 9922)

    Nico Yudianto (110 613 9

    Srikandi Wahyu Arini (110 613 9

    Kelas : S1 Sipil Paralel

    Dosen : Pak Yusuf latief

    Tanggal diberikan : Februari 2013

    DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK 2013

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    2/15

    Bab 1

    Pendahuluan

    Untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi bangunan-bangunan diperlukan

    suatu bentuk tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang sering dikenal dengan

    istilah kontrak konstruksi atau perjanjian konstruksi.

    Dalam bab 2 akan dijelaskan tentang perkembangan Industri jasa Konstruksi di Indonesia

    yang dibagi dalam 5 periode. Dalam bab 3 akan diuraikan gambaran umum mengenai kontrak

    konstruksi di Indonesia beserta kendala-kendala mengenai keadilan dan kesetaraan kontrak-

    kontrak dan sebab-sebab terjadinya hal-hal tersebut. Selanjutnya bab 4 akan membahas

    bentuk-bentuk kontrak konstruksi ditinjau dari berbagai aspek seperti perhitungan biaya,

    perhitungan jasa, cara pembayaran, pembagian tugas, dll. Bab 5 akan membahas mengenai

    beberapa aspek dalam sebuah kontrak, misalnya aspek teknis, hukum, keuangan, perbankan,

    perpajakan, dan asuransi beserta permasalahan yang timbul serta cara-cara mencegah sejak

    awal. Dalam bab 6 akan dibahas mengenai tinjauan standar/sistem kontrak konstruksi

    internasional, seperti AIA, FIDIC, JCT, SIA dan sebagainya, beserta format, istilah, dan

    perbandingan dengan sistem kontrak di Indonesia. Sedangkan bab 7 berisi pembahasan

    tentang bagaimana cara menyusun kontrak konstruksi. Bab 8 dan 9 masing-masing akan

    membahas tentang pengelolaan kontrak konstruksi dan teknik/strategi negosiasi kontrak. Bab

    10 lebih membahas tentang peranan konsultan hukum dalam kontrak konstruksi, dan yang

    terakhir yaitu bab 11 dapat ditemui kesimpulan-kesimpulan dan beberapa saran/usulan

    sehubungan dengan kontrak konstruksi.

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    3/15

    Bab II

    Perkembangan Industri Jasa Konstruksi di Indonesia

    Kontrak konstruksi sangat dipengaruhi oleh proyek konstruksi, tingkat kecanggihan

    teknologi, dukungan dana, pengguna jasa, penyedia jasa, serta tingkat persaingannya.

    Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia dibagi dalam 5 periode, yaitu :

    a. periode 1945 - 1950b. periode 1951 - 1959c. periode 1960 - 1966d. periode 1967 - 1996e. periode 1997 - 2002

    1. Periode Sebelum KemerdekaanSelama pemerintahan Belanda di Indonesia semua bentuk kemajuan seperti teknologi

    dan sumber daya manusia, didatangkan dari Eropa. Perusahaan yang bergerak di bidang

    jasa konstruksi juga tidak begitu banyak sekitar 6 buah dan merupakan anak perusahaan

    dengan induknya berada di Netherlands.

    Pada masa ini orang terdidik, peralatan, dan bahan- bahan bangunan seperti semen, baja,

    kaca adalah buatan Eropa dan telah memenuhi standar Eropa.

    Standar - standar tertulis seperti konstruksi beton, spesifikasi umum dan dokumen

    pelelangan sudah ada. Pengaturan jasa konstruksi dilakukan dengan arbitrase teknik dan

    terdapatnya keseragaman baik bentuk maupun tingkatan harga

    2. Periode 1945 - 1950Dalam periode ini, perkembangan industri konstruksi di indonesia belum begitu

    berkembang dikarenakan masih disibukkan dengan usaha membebaskan negara dari

    penjajahan.

    Tetapi sudah ada beberapa perusahaan konstruksi yang berdiri, seperti perusahaan-

    perusahaan belanda yaitu NV de Hollandshe Beton Maatschappij, NV Associatie, NV

    Nederlandshe Aanneming Maatschappij, NV Volker Aanneming Maatschappij, NV Vies

    & Co, dan lain-lain. Ada juga perusahaan swasta milik pribumi seperti NV KAMID,Pemborong M. Zain, dan lain-lain.

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    4/15

    3. Periode 1951 - 1959Dari tahun 1951 - 1959 pemerintah masih berusaha menstabilkan sistem

    pemerintahan, dapat dilihat dari berganti-gantinya anggota kabinet. Pemerintah berhasil

    membentuk konstituante sebagai pembuat undang-undang, tetapi masih belum dapat

    menghasilkan undang-undang baru, dengan begitu maka belum ada perkembangan yang

    berarti di periode ini.

    4. Periode 1960 - 1966Pada masa ini sudah mulai banyak pembangunan yang dilakukan seperti MONAS,

    Monumen Irian Barat, Hotel-hotel megah, wisma nusantara, Jembatan Semanggi, Gelora

    Senayan, dan masih banyak yang lainnya. Pembangunan pada rentang tahun ini masihberorientasi pada prestise sehingga tidak begitu banyak memberi manfaat bagi masyarakat.

    Tingkat kecanggihan dalam proses pembangunan juga masih belum seperti sekarang,

    kecuali teknologi Wisma Nusantara (29 lantai), Jembatan Semanggi (Beton Prestress),

    Gelora Senayan (Konstruksi Atap Temu Gelang).

    Para penyedia jasa konstruksi pada masa ini umumnya merupakan perusahaan belanda

    yang telah dinasionalisasi oleh pemerintah seperti NV de Hollandshe Beton

    Maatschappij/PT. Hutama Karya, NV Associatie/PT. Adhi Karya, NV Nederlandshe

    Aanneming Maatschappij/PT. Nindya Karya, NV Volker Aanneming Maatschappij/PT

    Waskita Karya. Tidak ada persaingan penyedia jasa konstruksi pada masa ini, dikarenakan

    proses pemilihannya dengan sistem penunjukkan langsung oleh Pemerintah (presiden),

    pemilihan dilakukan oleh presiden dengan mempertimbangkan bidang keahlian masing-

    masing seperti PT. Hutama karya yang terkenal sebagai ahli beton (Jembatan semanggi,

    bendungan jatiluhur), hotel - hotel diserahkan kepada PT. Pembangunan Perumahan,

    gedung-gedung diserahkan kepada PT. Adhi Karya, dst. Sampai tahun 1966 sistem kontrak

    umumnya berbentuk Cost Plus Feeyang tidak begitu baik karena mudah terjadi manipulasi

    dan tidak efisien sehingga biaya proyek menjadi tidak terukur. Kontrak-kontrak konstruksi

    umumnya masih sangat sederhana dan bersifat formalitas, bukannya sebagai acuan

    maupun pegangan. Dari pemerintah dan oleh pemerintah, begitulah pelaksanaan proyek

    konstruksi pada masa itu, semua masih dijalankan tanpa campur tangan swasta baik

    pendanaan maupun proses pengerjaannya. Pada periode ini juga belum dikenal sistem

    peminjaman (loan).

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    5/15

    Ketika Indonesia memperoleh kemerdekaan, banyak tenaga bangsa Belanda seperti tenaga

    teknik, profesor, guru, direktur perusahaan, arsitek, "foreman" pulang kenegaranya, dengan

    sendirinya posisi ini harus diisi oleh orang Indonesia, pada saat yang sama banyak

    perusahaan Belanda yang di nasionalisasi.

    Pada periode ini terjadi ketidakstabilan perekonomian Indonesia, tidak tersedia dana yang

    cukup untuk perkembangan, kecuali hanya untuk pekerjaan rehabilitasi dengan bantuan

    asing.

    Dalam upaya mengisi kekosongan yang terjadi, setelah kepergian Belanda, Universitas

    diminta untuk menghasilkan sejumlah sarjana, pada masa transisi ini bidang keteknikan,

    arsitektur dan konstruksi mengalami krisis karena terjadi penurunan secara kuantitas dan

    kualitas dari ahli- ahli, pendidik, buku -buku, dan peralatan.

    5. Periode 1967 - 1996Pada tahun 1969 mulai ditetapkan program pembangunan berjangka yang dikenal

    dengan nama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) 1969 - 1994 yang terdiri dari 5

    tahap yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).

    Setelah tahun 1994 kita memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJP II)

    1994 - 2019 yang dimulai dengan REPELITA VI: 1994 - 1999. Dalam periode inilah, kira-

    kira mulai tahun 1970an disebut sebagai awal perkembangan industri konstruksi Indonesia,

    diantaranya adalah perubahan perusahaan-perusahaan jasa konstruksi eks perusahaan

    belanda menjadi persero dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Peningkatan disini juga berupa meningkatnya persaingan antar sesama perusahaan BUMN

    maupun dengan perusahaan swasta. Dari tahun 1980 - 1985 sektor jasa konstruksi memberi

    kontribusi sebesar 5,55 % dari PBD, peningkatan juga terus terjadi pada tahun 1990 dan

    1996. Oleh karena itu tidak salah kalau dikatakan bahwa industri jasa konstruksi telah

    menjadi "mesin pertumbuhan" atau sering kita dengar "lokomotif pembangunan".

    Kontrak konstruksi sebagian besar menggunakan "standar" atau "versi" pemerintah,

    kecuali sektor swasta dan proyek yang menggunakan dana pinjaman luar negeri yang

    biasanya mengacu pada standar kontrak seperti FIDIC/JCT/AIA/JCT.

    Pada masa ini telah dilakukan pembenahan dalam program pembangunan maupun dalam

    pelaksanaanya. Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya kestabilan di bidang politik,

    ekonomi dan keuangan.

    Lembaga pemerintah mulai melaksanakan pembangunan yang memberikan titik awal

    kebangkitan Jasa Konstruksi Nasional.

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    6/15

    Pada saat Indonesia mulai membangun yaitu pada awal periode 1965 dialami beberapa

    kesulitan antara lain teknologi, manajemen, dan tenaga terampil serta ahli, padahal

    pembangunan tidak mungkin ditunda - tunda lagi.

    Saat terpaksa diambil jalan pintas untuk mengimport teknologi asing dan keadaan

    inilah yang menyebabkan Jasa Konstruksi di Indonesia diwarnai oleh peranan dominan

    dari kontraktor asing terutama untuk proyek dengan teknologi dan skala besar. Modal

    asing dalam bentuk PMA dan PMDN menjadi sumber dana pembiayaan proyek yang tidak

    sedikit, dan peranan swasta mulai tumbuh.

    Dalam pembangunan proyek - proyek banyak melibatkan kontraktor Asing sehingga

    kontraktor Indonesia sedikit banyak dapat memperoleh pengalaman untuk menerapkan

    teknologi maju.

    Pada tahun 1980 mulailah dilakukan pembenahan dalam pengaturan mengenaipelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dengan keluarnya keputusan

    Presiden No. 14/80 tentang tata cara pelaksanaan APBN, karena dimaklumi APBN

    merupakan sumber pembiayaan yang paling dominan.

    Pengaturan pelaksanaan APBN melalui Kepres 14/80 pun kemudian disempurnakan

    beberapa kali hingga sampai Kepres 29/48 yang terkenal tersebut yang mulai mengatur

    dunia usaha. Sejalan dengan hal tersebut pengaturan dunia usaha Jasa Konstruksi sendiri

    diwujudkan melalui Surat Keputusan Mentri/Sekretaris Negara selaku ketua tim pengadaan

    barang /peralatan Pemerintah melalui Keputusanya No 3547/TPPBPP/XII 1985 yang

    mengatur KUALIFIKASI dan KLASIFIKASI perusahaan Jasa Konstruksi Empat tahun

    kemudian lahirlah SURAT IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI yang merupakan

    pelimpahan wewenang dari Mentri Perdagangan ke Mentri Pekerjaan Umum sebagai

    pengganti SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN untuk bidang Jasa Konstruksi.

    Keppres 29/48 paling lama bertahan sampai akhirnya disempurnakan dengan

    KEPUTUSAN PRESIDEN 16/94 yang dalam petunjuk teknis mengatur secara rinci:

    a. Tatacara pengadaan, dan

    b. prakualifikasi yang menilai Klasifikasi dan Kualifikasi perusahaan

    Peraturan ini merupakan salah satu produk hukum yang mengatur dunia usaha Jasa

    Konstruksi yang terkait sumber dana dari Pemerintah termasuk bidang pemborongan

    pekerjaan non Konstruksi dan pengadaan barang / jasa lainya. Pada tahun 1994 mulai

    dikenal GATT dan GATS, kemudian WTO, APEC, dan AFTA yang membuat semua

    pihak mulai mengambil ancang - ancang akan adanya perubahan tata perekonomian dunia.

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    7/15

    6. Periode 1997 - 2002Krisis moneter di tahun 1997 membuat industri jasa konstruksi mengalami penurunan

    drastis dikarenakan banyak sektor pendanaan maupun investor mengalami kebangkrutan.

    Mulai diterapkan aturan otonomi yang membuat pemerintah daerah mempunyai kuasa

    untuk membuat regulasi sehingga mempersulit penyedia jasa konstruksi nasional masuk ke

    daerah tertentu. Dalam periode ini mulai muncul masalah klaim yang belum pernah ada

    sebelumnya, dan mulai terlihat bahwa kebanyakan kontrak terdapat kecacatan hukum,

    lemah atau tidak adil dan setara. Hal ini kemudian sering dapat diselesaikan melalui

    arbitrase (BANI/Ad Hoc).

    Pada tahun 1999 mulai dibuat peraturan perundangan baku mengenai industri jasa

    konstruksi, yaitu undang-undang No. 18/1999 tentang jasa konstruksi diikuti dengan 3

    (tiga) peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksananya, yaitu P.P. No.28, 29, dan30/2000.

    Karena berkutat dalam regulasi jasa konstruksi maka secara tidak langsung juga

    terpaksa terlibat pla pada berbagai hal yang menyangkut jasa konstruksi, salah satunya

    yang paling banyak permasalahan adalah pengadaan jasa konstruksi, waktu itu tahun 1984

    di Sekretaris Negara terdapat Tim Pengendalian Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah ,

    sedangkan di Departemen Pekerjaan Umum terdapat Biro Sarana Perusahaan yang

    didalamnya ada Bagian Pengaturan Jasa Konstruksi dan Bagian Pembinaan Jasa

    Konstruksi.Kegiatan TPPBPP banyak menyangkut menetapkan pemenang pelelangan-

    pelelangan dan banyak yang terkait dengan jasa konstruksi sehingga secara tidak langsung

    ada sedikit persinggungan hubungan kerja.

    Ketua TPPBPP menerbitkan Keputusan Tim Pengendalian Pengadaan

    Barang/Peralatan Pemerintah no 912/TPPBPP/VIII/1984 tentang Pedoman Prakualifikasi

    yang kemudian disempurnakan melalui Keputusan Ketua Tim Pengendali Pengadaan

    Barang /Peralatan Pemerintah no 3547/TPPBPP/XII/1985 tentang Pedoman Prakualifikasi

    yang digunakan untuk menyusun Daftar Rekanan Mampu sebagai tindak lanjut dari

    Keputusan Presiden no 29 tahun 1984 Pasal 25 ayat 5 .

    Pengadaan barang / jasa pemerintah ini merupakan kegiatan bergeraknya seluruh

    pemerintahan, karena akan mengatur barang/jasa yang dibutuhkan oleh pemerintahan,

    sehingga menjadi perbincangan semua orang sampai sekarang. Apapun pengeluaran uang

    yang dilakukan harus mengacu pada ketentuan ini.

    Menarik yang harus dicermati adalah Istilah Klasifikasi yang digunakan, karena ini

    mempunyai dinamika tersendiri

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    8/15

    A.Klasifikasi yang digunakan :

    1)Bidang Pemborongan yang terdiri atas

    a.Sipil

    b.Mekanikal ,elektrikal .pabrikasi dan instalasi

    c.Logam,Kayu,plastik

    d.Pertanian

    e.Pertambangan Umum

    f.Pertambangan minyak ,gas bumi dan panas bumi

    2)Bidang Konsultansi.

    a.Bidang Pekerjaan Umum

    b.Bidang Pemukiman dan Transmigrasi

    c.Bidang Transportasi

    d.Bidang Komunikasi

    e.Bidang Pertanian

    f.Bidang Perindustrian

    g.Bidang Pertambangan dan Energi

    h.Bidang lain

    3)Bidang Pengadaan Barang/Jasa Lainnya.

    a.Bidang Pengadan barang

    b.Bidang jasa

    c.Bidang pertambangan minyak , gas bumi dan panas bumi

    B.Sedangkan kualifikasinya adalah

    1)Pemborongan

    a.C3

    b.C2

    c.C1

    d.B2

    e.B1

    f.A

    2)Konsultansi

    a.Berdasarkan Lingkup

    1)Perencanaan Umum

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    9/15

    2)Study Kelayakan

    3)Perencanaan Teknik

    4)Pengawasan

    5)Manajemen

    6)Penelitian

    b.Berdasarkan kualifikasi adalah

    1)C

    2)B

    3)A

    3)Pengadaan Barang/Jasa

    a.C3

    b.C2

    c.C1

    d.B2

    e.B1

    f.A

    Setelah berlangsung kurang lebih 10 tahun kemudian pengaturan barang dan jasa

    pemerintah diubah dengan Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1994 tentang Pelaksanaan

    APBN dengan terdapat 3 Lampiran dimana Lampiran ke III adalah Petunjuk Teknis

    Prakualifikasi untuk calon Rekanan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Bappenas dan

    Menteri Keuangan.

    Dalam Lampiran III ini terjadi sedikit perubahan yakni

    A.Klasifikasi

    1)Pemborongan

    a.Sipil.

    b.Mekanikal ,elektrikal.

    c.Radio telekomunikasi dan instrumentasi.

    d.Logam,kayu,plastik.

    e.Pertanian.

    f.Pertambngan umum.g.Pertambangan minyak ,gas bumi dan panas bumi.

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    10/15

    2)Konsultansi

    a.Bidang Pekerjaan Umum

    b.Bidang transportasi

    c.Bidang Pariwisata ,Pos dan Telekomunikasi

    d.Bidang Pertanian

    e.Bidang Perindustrian

    f.Bidang Pertambangan dan Energi

    g.Bidang Lain

    3)Pengadaan barang /jasa

    a.Bidang Pengadan barang

    b.Bidang jasa lainnya

    c.Bidang pertambangan minyak , gas bumi dan panas bumi

    B.Sedangkan kualifikasinya

    1)Pemborongan

    a.C2

    b.C1

    c.B

    d.A

    2)Konsultansi

    a.C

    b.B

    c.A

    3)Pengadaan barang/jasa

    a.C2

    b.C1

    c.B

    d.A

    C.Keistimewaan dari Keppres ini khususnya untuk Konstruksi adalah adanya

    a.GEL = Golongan Ekonomi Lemah

    b.Tabel Kriteria Kinerja Kontraktor

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    11/15

    Bab 3

    Gambaran Kontrak Konstruksi Sampai Saat Ini

    1.

    Gambaran umumUmumnya, Pengguna jasa memiliki posisi yang lebih kuat dan lebih berkuasa dari

    Penyedia Jasa seperti yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata

    (KUHper) pasal 1320 sebagai satu-satunya azas penyusunan kontrak. Namun sekarang telah

    dibuat peraturan perundang-undangan yang baku untuk mengatur hak-hak dan kewajiban para

    pelaku jasa konstruksi yaitu UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi yang telah berlaku sejak

    tahun 2000.

    2. Model Kontrak KonstruksiDasar pembuatan kontrak yaitu wajib didasari dengan kriteria sebagai berikut :a. Melihat hak dan mengaplikasikannya

    b. Melihat kewajiban dan mengaplikasikannyac. Melihat tanggung jawab dan mengaplikasikannya.Berdasarkan UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi yang sesuai dengan azas

    kebebasan berkontrak yang diatur dalam KUHPer pasal 1320, banyak sekali model Kontrak

    Konstruksi yang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

    a. Versi pemerintahBiasanya, tiap departemen memiliki standar sendiri. Standar yang biasanya dipakai

    adalah standar Departemen Pekerjaan Umum (sekarang Departemen KIMPRASWIL).

    Bahkan PU memiliki lebih dari satu standar karena masing-masing Direktorat Jenderal

    memiliki standar sendirisendiri. Namun sejak tahun 2007, sudah ada Peraturan Menteri PU

    No.43/PRT/M/2007 tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, sehingga

    tidak ada lagi standar ganda yang berbeda-beda antar Direktorat Jenderal

    b.

    Versi Swasta NasionalVersi ini sesuai dengan keinginan Pengguna Jasa, yang memakai standar departemen atau

    memakai sistem Kontrak Luar Negeri seperti FIDIC (Federation Internationale des

    ingenieurs Counsels), JCT (Joint Contract Tribunals) atau AIA (American Institute of

    Architects). Versi ini rawan sengketa karena biasanya menggunakan setengah versi

    departemen dan setengah versi kontrak luar negeri. Dengan adanya Peraturan Menteri PU

    No.43/PRT/M/2007 maka yang dijadikan acuan dalam standard kontrak adalah sesuai dengan

    Peraturan Menteri PU tersebut.

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    12/15

    i. Kontrak FIDIC

    FIDIC adalah singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs-Conseils

    (International Federation of Consulting Engineers) yang berkedudukan di Lausanne,

    Swiss, dan didirikan dalam tahun 1913 oleh negara-negara Perancis, Belgia dan Swiss.

    Dalam perkembangannya, FIDIC merupakan perkumpulan dari assosiasi-assosiasi

    nasional para konsultan (Consulting engineers) seluruh dunia. Dari asalnya sebagai

    suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke II dengan

    bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958, dan

    baru pada tahun tujuhpuluhan bergabunglah negara-negara NIC, Newly Industrialized

    Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar internasional.

    Didukung oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman professional yang sedemikian luas

    dari anggota-anggotanya, FIDIC telah menerbitkan berbagai bentuk standar dari

    dokumen dan persyaratan kontrak, conditions of contract, untuk proyek-proyek

    pekerjaan sipil (civil engineering construction) sejak 1957 yang secara terus menerusdirevisi dan diperbaiki sesuai perkembangan industri konstruksi. Sejak diterbitkannya

    edisi ke 1 pada tahun 1957, maka edisi ke 2 diterbitkan pada tahun 1969, edisi ke 3 pada

    tahun 1977 dan edisi ke 4 pada tahun 1987 yang dicetak ulang dengan beberapa

    amandemen pada tahun 1992. Pada tahun 1999 telah dikeluarkan edisi ke 1 dari satu

    dokumen standar yang sama sekali baru tentang persyaratan kontrak untuk pekerjaan

    konstruksi, yaitu:Conditions of Contract for Building and Engineering Works

    Designed by the Employer. Pada FIDIC tersebut, hal yang penting adalah

    diterapkannya suatu pembagian risiko yang berimbang antara pihak-pihak yang terkait

    dalam suatu pembangunan proyek, yaitu bahwa risiko dibebankan kepada pihak yang

    paling mampu untuk mengendalikan risiko tersebut.

    Dimana kesimpulanyang dapat ditarik dari kontrak internasional adalah :

    - Syarat syarat umum kontrak mengatur hak dan kewajiban para pihak secaralengkap, terperinci serta mencerminkan keadilan dan kesetaraan kedudukan para

    pihak.

    - Hal hal khusus sehubungan dengan sifat pekerjaan yang memerlukan pengaturankhusus, dijabarkan dalam syaratsyarat khusus.

    - Besaran-besaran yang menyangkut Jaminan Ganti Rugi Waktu Pelaksanaan, WaktuPenyerahan Lahan, Masa Jaminan atas Cacat, Besarnya Nilai Retensi, semuanya

    dicantumkan dalam suatu daftar yang disebut Lampiran (Appendix) sehingga

    memudahkan mencarinya.

    - Bahasa yang dipakai adalah bahasa Inggris yang mudah dimengerti dan hampir-hampir tak mungkin diartikan lain. Kata-kata/istilah tertentu diberikan definisi yang

    jelas

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    13/15

    - Penyelesaian perselisihan/sengketa, tak ada satupun yang memilih Pengadilan(Court). Semuanya memilih Arbitrase. Pilihan badan, proses dan tata cara serta

    prosedur Arbitrase diatur secara rinci.

    - Istilah Masa Pemeliharaan yang biasa kita kenal di ganti dengan istilah MasaTanggung Jawab Atas Cacat (Defect Liability Period) yang memang rasanya lebih

    tepat kecuali Standar SIA 80 yang masih menggunakan istilah Maintenance Period.

    - Istilah Denda (Penalty) yang lazim kita kenal, tidak lagi di gunakan, di gantidengan istilah Ganti Rugi Atas Kelambatan (Liquidity Damages for Delay) atau

    Liquidity and Ascertain Damages for Delay.

    - Pekerjaan Tambah di batasi maksimum 10% - bila lebih di izinkan pakai kondisikhusus.

    c. Versi/ Standar Swasta/ AsingUmumnya para Pengguna Jasa menggunakan kontrak dengan sistem FIDIC atau JCT.

    Pada tataran praktis, terdapat dua bentuk kontrak konstruksi yang sering digunakan yaitu

    Fixed Lump Sump Price dan Unit Price.

    - Fixed Lum Sump PricePeraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan Jasa Konstruksi

    memberikan definisiLum sump pada pasal 21 ayat (1).

    - Unit PricePeraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan Jasa Konstruksi

    memberikan definisi Unit Price pada pasal 21 ayat (2).

    3. Kendala, Isi Kontrak (Kerancuan, Salah Pengertian, Benturan)Halhal yang rancu, salah pengertian, benturan pengertian, dan sebagainya terkandung

    dalam Paragraf Model Kontrak.

    a. Halhal yang rancu :i. Kontrak dengan sistem pembayaran pra pendanaan penuh dari Kontraktor dianggap

    Kontrak Rancang Bangun (Turn Key).

    ii. Penyelesaian sengketa : Pengadilan atau Arbitrase (dalam kontrak keduanya disebutsecara jelas).

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    14/15

    b. Salah pengertianTerjadi dalam kontrak kontruksi KontrakFixed Lump Sum Price, yaitu kata fixed,

    sering diartikan bahwa nilai kontrak tidak boleh berubah, sebab nilai kontrak tetap,

    bagaimanakah dengan perubahan pekerjaan?. Hal ini akan diuraikan lebih jelas

    dalam Bab 4 tentang bentuk-bentuk kontrak dan dokumen kontrak konstruksi.

    c. Kesetaraan KontrakUmumnya Kontrak Konstruksi sampai saat ini belum mencapai predikat adil atau

    setara sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi

    dan PP No. 29/2000 tentang penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Sebagai contoh :

    i. Apabila penyedia jasa lalai, pihaknya akan terkena sanksi berat, namun apabilaPengguna jasa yang lali, sanksinya ringan atau tidak ada sama sekali.

    ii. Kelambatan penyelesaian pekerjaan akan dikenakan sansksi (denda) tetapikelambatan pembayaran tidak mendapat ganti rugi (interest bank).

    4. Isi Kontrak Kurang JelasPengertian yang dipakai dalam suatu kontrak konstruksi tidak jelas atau tidak diberi

    definisi, misalnya :

    a. Lingkup PekerjaanBerisi tentang uraian pekerjaan yang termasuk dalam kontrak.

    b. Jumlah Hari Pelaksanaan KontrakKata hari harus dijelaskan apakah berhubungan dengan hari kerja atau hari

    kalender.

    c. Tak Jelas Saat MulaiKerancuan dalam penetapan saat mulai pelaksanaan pekerjaan apakah sejak tanggal

    kontrak, tanggal Surat Perintah Kerja atau saat Penyerahan Lahan (Site Possesion).

    Hal ini berakibat fatal di kemudian hari apabila terjadi kelambatan penyelesaianpekerjaan.

    d. KelengkapanDokumen kontrak tidak lengkap dan isi dokumen bertentangan satu sama lain

    sehingga menyu;litkan pelaksanaan.

    e. Pengawasan Tidak JalanManajemen Konstruksi tidak berfungsi optimal. Pengguna Jasa sering mencampuri

    secara langsung pelaksanaan dilapangan yang sesungguhnya sudah didelegasikan

  • 5/24/2018 bab 1,2,3

    15/15

    kepada Manajer Konstruksi sebagai Pengawas Lapangan. Hal ini akan menyulitkan

    Penyedia Jasa.

    f. Cara PembayaranBerisi ketentuan tentang tahapan pembayaran, cara pengukuran prestasi, jangka

    waktu pembayaran, jumlah pembayaran yang idtahan pada setiap tahap (retensi),konsekuensi apabila terjadi keterlambatan pembayaran (misalnya, denda)

    g. Pengakhiran PerjanjianBerisi ketentuan tentang hak untuk mengakhiri perjanjian, konsekuensi dari

    pengakhiran perjanjian tersebut.

    5. Kepedulian pada KontrakKontrak Konstruksi jarang dibaca oleh Penyedia jasa maupun Pengguna Jasa,

    kontrak tersebut baru dibaca apabila telah terjadi permasalahan yang menjadi

    penghambat proses konstruksi.

    6. Administrasi KontrakPermasalahan pada administrasi kontrak ini terjadi karena kepedulian pada

    kontrak yang sangat rendah sehingga petugas yang definitive dan professional serta

    khusus dalam mengolah kontrak konstruksi tidak ada.

    7. Klaim Kontrak KonstruksiKlaim merupakan suatu permintaan dan klaim tersebut dapat berubah

    pengertiannya menjadi gugatan ataupun tuntutan apabila permintaan tersebut tidak

    dipenuhi. Namun dari tahun 1997 hampir tidak pernah terdengar Penyedia Jasa yang

    mengajukan klaim karena dianggap hal yang tabu karena pengertian yang keliru.

    Daftar Referensi

    1. http://manproindo.com/search/label/FIDIC2. http://satria-arifki.com/2010/11/fidic-part-1-presentation.html3. Yasin, nazarkhan, 2003. Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia. Cetakan ke-1. Jakarta : PT

    Gramedia Pustaka Utama

    4. http://duniajasakonstruksi.blogspot.com/2011/09/sejarah-jasa-konstruksi.html5. http://jakons.blogspot.com/2011/08/pengadaan-jasa-kjonstruksi.html

    http://manproindo.com/search/label/FIDIChttp://manproindo.com/search/label/FIDIChttp://satria-arifki.com/2010/11/fidic-part-1-presentation.htmlhttp://satria-arifki.com/2010/11/fidic-part-1-presentation.htmlhttp://satria-arifki.com/2010/11/fidic-part-1-presentation.htmlhttp://manproindo.com/search/label/FIDIC