all bab 1,2,3 lagi '07.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Mekanika kekuatan material adalah ilmu yang membicarakan
masalah kesetimbangan gaya (mekanika) yang bekerja pada suatu
struktur.
Beban titik (terpusat) yaitu beban yang arah kerjanya terpusat
(bekerja) pada satu titik.
Beban merata (q) yaitu bean luar yang bekerja merata pada suatu
panjang tertentu (tidak didukung oleh satu titik tetapi sepanjang muatan
tersebut).
Adapun unsur pokok yang haus dipakai dalam suatu praktikum atau
pengujian adalah pengetahuan dan keterampilan sera peralatan standar.
Meskipun didukung oleh pengetahuan dan keterampilan yang bagus
namun tidak didukung oleh peralatan memadai maka hal tersebut tidak
akn mendapatkan hasil yang sesuai dan berhasil, begitu juga sebaliknya.
Praktikum Mekanika Kekuatan Material ada tiga macam perobaan,
yaitu:
1. Forces in a Truss
2. Portal Frame
3. Beam Apparatus
PERCOBAAN 1
BAB II
DASAR TEORI
Kerangka yang tersusun dari batang-batang yang disambungkan
pada ujung-ujungnya untuk membentuk struktur tegar disebut sebagai
rangka batang. jembatan, kuda-kuda, menara bor, dan struktur lain.
Batang struktural yang digunakan adalah balok I, balok alur, balok siku,
batang, dan bentuk khusus yang dipasang terpadu pada ujung-ujungnya
dengan pengelasan, sambungan keeling, atau baut atau jepit putar besar.
Jika batang-batang trletak pada sebuah bidang tunggal, maka maka
rangka-batang tersebut disebut rangka-batang bidang. Rangka-batang
bidang seperti yang dipakai untuk jembatan, biasanya dirancang
berpasangan dengan sebuah bidang rangka yang ditempatkan pada
setiap sisi jembatan dan dihubungkan oleh balok melintang yang
menopang jalan untuk kendaraan dan mentrasfer beban yang dikenakan
pada batang rangka.
Tujuan Praktikum :
1. Mengetahui reaksi-reaksi pada tumpuan
2. Mengetahui gaya-gaya dalam pada tiap-tiap batang.
3. Membandingkan hasil perhitungan analitis,grafis dan hasil dari
monitor (transducer digital).
Metode Sambungan :
Metode untuk mencari gaya-gaya pada rangka-rangka sederhana ini
didasarkan pada pemenuhan kondisi kesetimbangan untuk gaya-gaya
yang bekerja pada jepit putar yang menghubungakan tiap-tiap
sambungan. Oleh karena itu metode tersebut berhubungan dengan
kesetimbangan gaya-gaya yang kongruen, dan haya dua persamaan
kesetimbanagan independen saja yang disertakan. Dari Gambar.1 dari
diagram benda-bebas dari bagian batang AF dan AB diperlihatkan untuk
menunjukkan secara jelas mekanisme aksi dan reaksi.
Batang AB sebenarnya membuat sentuhan pada sisi kiri jepit putar,
meskipun gaya AB digambarkan dari sisi kanan dan diprlihatkan beraksi
menjauhi jepit putar. Jadi, dapat digambarkan secara konsisten panah
gaya pada sisi yang sama dari jepit putar seperti batang, maka tarikan
(sepeti AB) akan selalu dinyatakan oleh sebuah panah yang menjauhi
jepit putar dan tekanan (seperti AF) akan selalu dinyatakan oleh sebuah
panah yang menuju jepit putar. Besar AF diperoleh dari persamaan Fy = 0
dan kemudian AB didapat dari Fx = 0.
Gambar 1.1. Gaya-gaya pada sambungan
Metode Pemotongan (Method Of Section)
Metode pemotongan ini mempunyai keuntungan utama di mana
gaya pada hampir setiap batang yang ingin dicari dapat dihitung secara
langsung dari analisis potongan yang telah memotong batang tersebut.
Jadi tidak perlu memulai dengan perhitungan dari sambungan ke
sambungan hingga sampai pada batang yang dibahas. Dalam memilih
sebuah potongan dari rangka-batang harus diperhatikan bahwa, secara
umum jumlah batang yang dipotong adalah tidak boleh lebih dari tiga buah
yang masing-masing memiliki gaya yang tidak diketahui, karena hanya
ada tiga persamaan kesetimbangan yang independen.
Alat dan Bahan :
1. Alat uji truss
2. Transducer digital m
3. Dial beban
Deskripsi Alat :
Gambar 1.2. Alat uji Truss
Gambar 1.3. Diagram benda beban Truss
Keterangan :
F adalah beban yang bekerja (pembacaan gaya dengan manometer 0,001
mm = 10N).
S adalah nilai gaya batang (dibaca pada alai transducer digital).
Prosedur Percobaan :
Persiapan Percobaan
1. Persiapkan alat uji truss
2. Rangkai alat uji
3. Pasang alat transducer digital
4. Siwtc on transducer digital
5. Atur beben/ gaya yang bekerja (F) (pembacaan gaya dengan
manometer 0,01 mm =10N.)
6. Baca nilai gaya batang pada transducer digital
7. Cek gaya batang S2 = F
8. Cek gaya batang lainnya dengan menggunakan transducer
digital
Pengambilan Data
1. Besar beban/gaya yang bekerja pada truss
2. Besar gaya batang pada alat transducer digital
BAB III
HASIL PENGUJIAN
Tabel 1.1. Pengamatan
No. F S₁ S2 Sз S4 S5 S6 S7
1. 60 3271 1132 -1711 -1600 450 -7340 -997
2. 70 3246 1118 -1700 -1581 435 -7326 -1004
3. 80 3226 1113 -1684 -1574 432 -7310 -1015
BAB IV
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan
Asumsi : Arah momen - berlawanan dengan arah jarum jam
: Arah momen + searah dengan arah jarum jam
1. Untuk nilai F = 60 N
Reaksi perletakan
+Σ MB=0⟹−H A .0,24−F .0,48=0
−0,24.H A=60.0,48
H A=−28,80,24
H A=−120N
H A=120N (←)
+Σ M A=0⟹HB .0,24−F .0,48=0
0,24.HB=60.0,48
HB=28,80,24
HB=120N
HB=120N (→)
Kontrol: ΣH=0⟹−H A+HB=0
−120+120=0
0=0⟹Ok !
Gaya-gaya batang
Asumsi = Tanda + menandakan reaksi tarik
Tanda - menandakan reaksi tekan
Simpul E
ΣV=0⟹F+S4 y=0
60=−S4 . sin 45 °
60=−S4 .½√2
S4= 60
½√2 S4= 84,85N (tekan )
ΣH=0⟹−S4x−S2=0
S2=−S4 .cos45 °
S2=− ( 84,85 ) .½√2S2=60N (tarik )
Simpul D
ΣV=0⟹S4 y−S7=0
S7=S4 . sin 45 °
S7=84,85.½√2
S7=60N (tarik )
ΣH=0⟹−S4x−S3=0
S3=−S4 .cos45 °
S3=− (84,85 ) .½√2S3= 60N ( tekan )
Simpul C
ΣV=0⟹S7+S6 y=0
60=−S6 .sin 45 °
60=−S6 .½√2
S6=60
½√2S6=84,85N (tekan)
ΣH=0⟹S2−S1−S6 x=0
60−S1−( 84,85 ) .cos 45 °=0
60−S1−( 84,85 ) .½√2=0S1=60+60
S1=120N (tarik )
Simpul B
ΣV=0⟹S6 y−S5=0
S5=S6 . sin 45 °
S5=84,85.½ √2S5=60N (tarik )
Kontrol: ΣH=0⟹H B−S3−S6 x=0
120−60−S6 . sin 45 °=0
120−60−(84,85 ) .½√2=0120−60−60=0
0=0⟹Ok !
Tabel 1.2. Hasil perhitungan gaya batang untuk F = 60 N
N
o
Gaya
batangTarik (+) (N) Tekan (-) (N)
1
2
3
4
5
6
7
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
120
60
-
-
60
-
60
-
-
60
84,85
-
84,85
-
2. Untuk nilai F = 70 N
Reaksi perletakan
+Σ MB=0⟹−H A .0,24−F .0,48=0
−0,24.H A=70.0,48
H A=−33,60,24
H A=−140N
H A=140N (←)
+Σ M A=0⟹HB .0,24−F .0,48=0
0,24.HB=70.0,48
HB=33,60,24
HB=140N
HB=140N (→)
Kontrol: ΣH=0⟹−H A+HB=0
−140+140=0
0=0⟹Ok !
Gaya-gaya batang
Simpul E
ΣV=0⟹F+S4 y=0
70=−S4 . sin 45 °
70=−S4 .½√2
S4= 70½√2
S4= 99N ( tekan )
ΣH=0⟹−S4x−S2=0
S2=−S4 .cos45 °
S2=− ( 99 ) .½√2S2=70N (tarik )
Simpul D
ΣV=0⟹S4 y−S7=0
S7=S4 . sin 45 °
S7=99.½√2S7=70N (tarik )
ΣH=0⟹−S4x−S3=0
S3=−S4 .cos45 °
S3=− (99 ) .½√2S3= 70N (tekan )
Simpul C
ΣV=0⟹S7+S6 y=0
70=−S6 .sin 45°
70=−S6 .½ √2
S6=70
½√2
S6=99N (tekan)
ΣH=0⟹S2−S1−S6 x=0
70−S1−( 99 ) .cos 45 °=0
70−S1−( 99 ) .½√2=0
S1=70+70
S1=140N ( tarik )
Simpul B
ΣV=0⟹S6 y−S5=0
S5=S6 . sin 45 °
S5=99.½√2S5=70N (tarik )
Kontrol: ΣH=0⟹H B−S3−S6 x=0
140−70−S6 . sin 45 °=0
140−70−(99 ) .½√2=0 140−70−70=0
0=0⟹Ok !
Tabel 1.3. Hasil perhitungan gaya batang untuk F = 70 N
N
o
Gaya
batangTarik (+) (N) Tekan (-) (N)
1
2
3
4
5
6
S1
S2
S3
S4
S5
S6
140
70
-
-
70
-
-
-
70
99
-
99
7 S7 70 -
3. Untuk nilai F = 80 N
Reaksi perletakan
+Σ MB=0⟹−H A .0,24−F .0,48=0
−0,24.H A=80.0,48
H A=−38,40,24
H A= 160N
H A=160N (←)
+Σ M A=0⟹HB .0,24−F .0,48=0
0,24.HB=80.0,48
HB=38,40,24
HB=160N
HB=160N (→)
Kontrol: ΣH=0⟹−H A+HB=0
−160+160=0
0=0⟹Ok !
Gaya-gaya batang
Simpul E
ΣV=0⟹F+S4 y=0
80=−S4 . sin 45 °
80=−S4 .½√2
S4= 80½√2
S4= 113,14 N (tekan)
ΣH=0⟹−S4x−S2=0
S2=−S4 .cos45 °
S2=− ( 113,14 ) .½√2S2=80N (tarik )
Simpul D
ΣV=0⟹S4 y−S7=0
S7=S4 . sin 45 °
S7=113,14.½√2S7=80N (tarik )
ΣH=0⟹−S4x−S3=0
S3=−S4 .cos45 °
S3=− (−113,14 ) .½√2S3= 80N (tekan )
Simpul C
ΣV=0⟹S7+S6 y=0
80=−S6 . sin 45 °
80=−S6 .½√2
S6=80½√2
S6=113,14N (tekan)
ΣH=0⟹S2−S1−S6 x=0
80−S1−( 113,14 ) .cos45 °=0
80−S1−( 113,14 ) .½√2=0S1=80+80
S1=160N (tarik )
Simpul B
ΣV=0⟹S6 y−S5=0
S5=S6 . sin 45 °
S5=113,14 .½√2S5=80N (tarik )
Kontrol: ΣH=0⟹H B−S3−S6 x=0
160−80−S6 . sin 45 °=0
160−80−(113,14 ) .½√2=0 160−80−80=0
0=0⟹OK !
Tabel 1.4. Hasil perhitungan gaya batang untuk F = 80 N
N
o
Gaya
batangTarik (+) (N) Tekan (-) (N)
1
2
3
4
5
6
7
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
160
80
-
-
80
-
80
-
-
80
113,14
-
113,14
-
Mencari nilai Faktor Koreksi antara hasil perhitungan dengan hasil
percobaan
Faktor Koreksi=Hasil percobaan−Hasil perhitunganHasil perhitungan
x100%
Faktor Koreksi=3271−120120
x100%
Faktor Koreksi=26,26%
Tabel 1.5 Hasil Persen Kesalahan untuk F = 60 N
Batang Hasil Perhitungan Hasil Percobaan % Eror
S1 120 3271 26,26
S2 60 1132 17,87
S3 60 1711 27,52
S4 84,85 1600 17,86
S5 60 450 6,5
S6 84,85 7340 85,51
S7 60 997 15,62
Tabel 1.6 Hasil Persen Kesalahan untuk F = 70 N
Batang Hasil Perhitungan Hasil Percobaan % Eror
S1 140 3246 22,19
S2 70 1118 14,97
S3 70 1700 23,29
S4 99 1581 14,97
S5 70 435 5,21
S6 99 7326 73
S7 70 1004 13,34
Tabel 1.7 Hasil Persen Kesalahan untuk F = 80N
Batang
Hasil Perhitungan Hasil Percobaan
% Eror
S1 160 3226 19,16
S2 80 1113 12,91
S3 80 1684 20,05
S4 113,34 1574 12,89
S5 80 432 4,4
S6 113,34 7310 64,49
S7 80 1015 11,69
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
-8000
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
Perbandingan Nilai Gaya Batang antara Hasil Perhitungan dengan Hasil Pengamatan
untuk F = 60 N
Hasil pengamatanHasil Perhitungan
Grafik 1.1 Gaya (F) = 60 N
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
-8000
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
Perbandingan Nilai Gaya Batang antara Hasil Perhitungan dengan Hasil Pengamatan
untuk F = 70 N
Hasil pengamatanHasil Perhitungan
Grafik 1.2 Gaya (F) = 70 N
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
-8000
-6000
-4000
-2000
0
2000
4000
Perbandingan Nilai Gaya Batang antara Hasil Perhitungan dengan Hasil Pengamatan
untuk F = 80 N
Hasil pengamatanHasil Perhitungan
Grafik 1.3 Gaya (F) = 70 N
4.2 Pembahasan
Pada hasil pengukuran dengan menggunakan alat transducer digital
dengan beban 60 N didapat pembacaan angka pada alat dengan nilai
berturut-turut dari S1 sampai dengan S7 adalah : 3271; 1132; -1711; -1600;
450; -7340; -997.
Dengan beban 70 N didapat pembacaan angka pada alat dengan
nilai berturut-turut dari S1 sampai dengan S7 adalah: 3246; 1118; -1700; -
1581; 435; -7326; -1004.
Dengan beban 80 N didapat pembacaan angka pada alat dengan
nilai berturut-turut dari S1 sampai dengan S7 adalah: 3226; 1113; -1684; -
1574; 432; -7310; -1015.
Pada hasil perhitungan yang telah dilakukan, pada beban 60 didapat
nilai S1:120, S2:60, S3:-60, S4:-84,5, S5:60, S6:-84,5, dan S7:60. Pada
beban 70 didapat nilai S1:140, S2:70, S3:-70, S4:-99, S5:70, S6:-99, S7:70.
Pada beban 80 didapat nilai S1:160, S2:80, S3:-80, S4:-113,14, S5:80, S6:-
113,14, S7:80.
Pada saat pengukuran nilai S4 tidak dapat dibaca dikarenakan terjadi
kerusakan pada titik S4 pada alat uji, Nilai didapat setelah dilakukan
penghitungan perbandingan. Pada nilai pengukuran sangat jauh berbeda
dengan pada saat perhitungan, pada pengukuran tidak dilakukan
pengecekan dan diketahui hasil dari pengukuran nilai S2 pada beban 60 N
adalah 1132 N sangat terdapat perbedaan nilai yang sangat jauh, sedangkan
pada perhitungan di dapat nilai S2 sama dengan nilai F yaitu 60 N.
Pada grafik antara hasil pengukuran dengan hasil perhitungan
didapatkan kekacauan data, grafik mengalami naik-turun. Perbedaan grafik
antara beban 60, 70, dan 80 hanya sedikit, nilai beban paling tinggi terdapat
pada titik S1dan nilai beban paling rendah terdapat pada titik S2, S3, S5 dan
S7.
Pada hasil perhitungan faktor koreksi pada gaya F = 60 N, F = 70 N,
dan F = 80 N di dapat faktor koreksi yang lebih besar dari 5 % yang artinya
percobaan tersebut dianggap gagal karena alat yang digunakan mengalami
kerusakan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil :
1. Beban yang paling besar terdapat pada titik S1 sedangkan beban
paling rendah terdapat pada titik S2, S3, S5, dan S7.
2. Adanya perbedaan hasil Pengukuran dengan Hasil Perhitungan
karena kalibrasi alat yang tidak sesuai dengan standar prosedur
percobaan.
3. Faktor koreksi menunjukan bahwa hasil percobaan mengalami
kegagalan karena factor kesalahan teknis.
5.2 Saran
Para praktikan harus menguasai bahan percobaan agar praktikan tidak canggung menggunakan alat.
PERCOBAAN 2
BAB II
DASAR TEORI
Portal adalah konsruksi yang terdiri dari tiang dan balok. Reaksi-reaksi
perletakannya dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti balok
ditumpu oleh dua tumpuan (balok sederhana). Portal terdiri dari bagian-
bagian sturktur yang saling berhubungan yang berfungsi menahan beban
sebagai suatu kesatuan lengkap yang berdiri sendiri dengan atau tanpa
dibantu oleh diafragma-diafragma horizontal atau sisitem-sisitem lantai.
Tujuan Praktikum :
1. Mengetahui diagram gaya geser dan momen lintang pada fortal
frame.
2. Mengetahui defleksi dan rotasi pada fortal frame dengan
menggunakan metode castigliano.
3. Membandingkan hasil pengamatan pada alat uji dan hasil
perhitungan.
Pada dasarnya sisitem struktur bangunan terdiri dua, yaitu :
1. Portal Terbuka
Seluruh momen-momen dan gaya yang bekerja pada konstruksi
yang ditahan sepenuhnya oleh pondasi, sedangakan sloof hanya
berfungsi untuk menahan dinding saja. PAda portal terbuka
kekuatan dan kekakuan portal dalam menahan beban lateral dan
kestabilannya tergantung pada kekeuatan dari elemen-elemen
strukturnya.
2. Portal Tertutup
Momen-momen dan gaya yang bekerja pada konstruksi ditahan
terlebih dahulu oleh sloof/beam kemudiana diratakan, baru
sebagian kecil beban dilimpahkan ke pondasi. Sloof/beam
berfungsi sebagai pengikat kolom yang satu dengan lain untuk
mencegah terjadinya Diffrential Settlement.
Teorema Castigliano untuk mencari defleksi dan rotasi
Teorema Castigliano dapat digunakan untuk mencari defleksi atau rotasi :
Δ₁=dWdP
θ₁=dWdM
Metode ini sering disebut sebagai metode penurunan parsial (Partial
Derivative). Usaha-usaha luar W yang bekerja pada balok adalah sama
dengan usaha dalam yang tersimpan dalam balok
12∑ Sdl atau W=1
2∑ Sdl
Substitusikan
S=MyI dA dan dL=My
I 1Edx kedalaman persamaan diatas, sehinnga:
W=12∑ ( My
IdA)( My
I1Edx)
W=12∫0
L
∫0
A
y2dAM ²EI ²
dx
W=12∫0
LM ²EI
dx
Substitusikan persamaan (1) ke dalam persamaan (2), diperoleh:
Δ₁=dWdP
=d ( 12 )∫0
LM ²EI
dx
dP=∫
0
L MM ²dPEI
dx
Persamaan defleksi :
Δ₁=∫0
L MdMdP
EIdx
θ₁=dWdM
=d ( 12 )∫0
LM ²EI
dx
dM=∫
0
L MdMdP
EIdx
Persamaan rotasi :
θ₁=∫0
L MdMdPEI
dx
Bahan dan Alat :
1. Frame U 600 600 mm
2. Bearing plate
3. Loose bearing with deflection roller
4. Pulley with bearing
5. Dial gauge support
6. Dial gague, 0-20 mm
7. Weight hanger
8. Weight, 5N
9. Hook, sliding
10. Rope
Deskripsi alat :
Gambar 2.2 Diagram benda bebas Fortal Frame
Keterangan :
a. Ph adalah beban horizontal yang bekerja (bandul beban 20 N)
b. Pv adalah beban vertical yang bekerja (bandul 20 N)
c. P adalah deformasi horizontal yang terjadi pada titik g (pembacaan
deformasi dengan dial gauge)
d. 0 adalah deformasi vertical yang bekerja (pembacaan gaya
dengan manometer beban (100 N)
e. X adalah jarak dial gauge vertical dititik G terhadap C (gunakan
mistar pengukur)
f. Y adalah jarak dial gauge horizontal dititik h terhadap titik D
(gunakan mistar pengukur)
g. L₁ adalah jarak beban Pv dititik E terhadap titik C (gunakan mistar
pengukur)
h. H₁ adalah jarak beban Ph ditik F terhadap titik A (gunakan mistar
pengukur)
i. L adalah lebar bentang portal (gunakan mistar pengukur)
j. H adalh tinggi portal (gunakan mistar pengukur)
Prosedur Percobaan :
Persiapan Percobaan
a. Persiapkan alat uji fortal frame
b. Rangkai alat uji fortal frame
c. Atur jarak untuk peletakan beban horizontal (Ph)
d. Atur jarak untuk peletakan beban vertical (Pv)
e. Atur jarak dial gauge pada posisi titik G
f. Atur jarak dial gauge pada posisi titik H
g. Letakkan beban vertical Ph
h. Letakkan beban horizontal Pv
i. Letakkan beban pada titik F yang digantung melelui pulley
j. Set dial gauge pada penunujkan nol
Pengambilan Data
a. Ukur jarak peletakan beban horizontal dengan mistar
b. Ukur jarak peletakan beban vertical dengan mistar
c. Ukur jarak dial gauge pada posisi titik G
d. Ukur jarak dial gauge pada posisi titik H
e. Baca besar penunjukan pada dial gauge
f. Ulangi pengambilan data diatas untuk beban terbagi rata
BAB III
HASIL PENGUJIAN
Tabel 2.1. Pengamatan untuk beban terpusat
No.Panjang
Balok
Reaksi
tumpuan
Beban
(N)Keterangan
1.
L = 0,60 m
L₁ =0,45 m
H₁ =0,15 m
ΔA = 7,88
ΔB = 18,94
PA = 20
PB = 15
BEBAN
TERPUSAT2.
L = 0,60 m
L₁ =0,30 m
H₁ =0,15 m
ΔA = 7,11
ΔB = 18,85
PA = 20
PB = 15
3.
L = 0,60 m
L₁ =0,20 m
H₁ =0,15 m
ΔA = 7,77
ΔB =18,91
PA = 20
PB =15
b=20 mm
h=10 mm
BAB IV
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan untuk 3/4 L
E=205000 N
mm2=2,05.1011 N
m2
I=b .h3
12
I=20.103
12
I=1667mm4
EI=205000 N
mm2.1667mm4=341,735N m2
Reaksi Perletakan
∑H = 0⟹HB−P1=0
HB = P1
HB = 15N
+ ∑M A = 0
⟹ −P1 .0,45+P2 .0,45−V B .0,6=0
−15 .0,45+20 .0,45−V B. 0,6 = 0
V B =9−6,750,6
V B =2,250,6
V B = 3,75N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−P2 .0,15=0
V A .0,6−15 .0,45−20 .0,15=0
V A =6,75+30,6
V A =9,750,6
V A = 16,25N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P=0
(16,25 )+(3,75 )−20=0
0 = 0OK !
PERHITUNGAN UNTUK ΔC PADA 3/4 L
∑H = 0⟹HB−P1−F=0HB = P1
HB = 15+F
+ ∑M A=0
⟹ −P1 .0,45−F .0,6+P2 .0,45−V B .0,6=0
−15 .0,45−F .0,6+20 .0,45−V B. 0,6 = 0
V B =9−6,75−F .0,6
0,6
V B =2,25−F .0,6
0,6
V B = 3,75N−F
V B = (3,75−F)N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,6−P2 .0,15=0
V A .0,6−15 .0,45−F .0,6−20 .0,15=0
V A =6,75+3+F .0,6
0,6
V A =9,75+F .0,6
0,6
V A = (16,25+F )
V A = (16,25+F )N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P=0
(16,25+F )+(3,75−F )−20=0
0 = 0OK !
¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)
Mmn = V A .0
dMmndF
= 0
¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)
Mmn = P .x+V A .0
= 15 x
dMmndF
= 0
¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,45m)
Mmn = V A . x+P .0,15+F .0
= (16,25+F )(x)+(15 .0,15 )
= 16,25 x+F x+2,25
dMmndF
= d (16,25 x+F x+2,25 )
dF
= x
¿¿ Bentang ED (0≤x ≤0,15m)
Mmn = V A (0,45+x )+P1 .0,15−P2 . x
= (16,25+F ) (0,45+x )+ (15.0,15 )−(20 . x )
= 7,3125+0,45 F+16,25x+F x+2,25−20 x
¿ 9,5625−3,75 x+0,45F+F x
dMmndF
=d (9,5625−3,75 x+0,45F+F x )
dF
¿ (0,45+x )
¿¿BentangDB (0≤x ≤0,6m)
Mmn = −H B. x+V B .0
= −(15+F ) x
= −15 x−F x
dMmndF
=d (−15 x−F x )
dF
= −x
Defleksi di titik C
∆C = 1EI
∫0
L
(M x
d M x
dF )dx∆C=
1EI
¿
∆C= 1EI
¿
MasukkanF=0
∆C= 1EI [∫0
0,45
(16,25x+2,25 ) ( x )dx+∫0
0,15
(9,5625−3,75x ) (0,45+x )dx+∫0
0,6
(−15 x ) (−x )dx ]∆C =
1EI
¿
∆C = 1EI
¿
∆C= 1EI
¿
∆C = 2,53125341,735
∆C = 7,407055 .10−3m
∆C = 7,407055mm
PERHITUNGAN UNTUK ΔE PADA 3/4 L
∑H = 0⟹HB−P1=0HB = P1
HB = 15N
+ ∑M A = 0
⟹ −P1 .0,45+P2 .0,45+F .0,3−V B.0,6=0
−15 .0,45+20 .0,45+F .0,3−V B. 0,6 = 0
V B =9−6,75−F .0,3
0,6
V B =2,25+F .0,3
0,6
V B = ( F2 +3,75)N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,3−P2 .0,15=0
V A .0,6−15 .0,45−F .0,3−20 .0,15=0
V A =6,75+3+F .0,3
0,6
V A =9,75+F .0,3
0,6
V A = (16,25+ F2 )N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P−F=0
(16,25+ F2 )+( F2 +3,75)−20−F=0
0 = 0OK !
¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)
Mmn
=
V A .0
dMmndF
= 0
¿¿Bentang FC(0≤ x≤0,15m)
Mmn = V A .0+P1 . x
= 15 x
dMmndF
= 0
¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,3m)
Mmn = V A . x+P1.0,15
= (16,25+ F2 )x+(15 .0,15 )
= (16,25 x+Fx2 )+2,25
dMmndF
=d (16,25 x+ Fx
2+2,25)
dF
=12x
¿¿ Bentang EG (0≤x ≤0,15m)
Mmn = V A (0,3+x )+P1 .0,15−P2 . x−F .x
= (16,25+ F2 ) (0,3+x )+ (15.0,15 )−(20 . x )−Fx
= 4,875+0,15 F+16,25 x+Fx2
+2,25−20 x−Fx
= 7,125+16,25 x+0,15 F−Fx2
dMmndF
=d (7,125+16,25 x+0,15F−Fx
2)
dF
¿ (0,15−12 x)
¿¿ BentangGD (0≤x ≤0,15m)
Mmn = V A (0,45+x )+P1 .0,15−P2 . x−F (0,15+x )
= (16,25+ F2 ) (0,45+x )+ (15 .0,15 )−(20 . x )−F (0,15+x )
= 7,3125+0,225 F+16,25 x+ Fx2
+2,25−20x−0,15F−Fx
= 7,125+16,25 x+0,15 F−Fx2
dMmndF
= d (0,075 F+9,5625−3,75 x− Fx
2)
dF
¿(0,075−12 x )
¿¿ BentangDB (0≤x ≤0,6m)
Mmn = −H B. x+V B .0
= −(15.x )
dMmndF
=d (−15 x )
dF
= 0
Defleksi di titik E
∆E=1EI
∫0
L
(Mmn
dMmn
dF )dx∆E=¿
1EI [∫0
0,45
(0.0 )dx+∫0
0,15
(15 x ) (0 )dx+∫0
0.3
(16,25 x+Fx2
+2,25)( 12 x )dx+∫00.15
(7,125+16,25 x+0,15 F−Fx2 )(0,15−12 x)dx+∫0
0,15
(9,5625−3,75 x+0,075 F− Fx2 )(0,075−12 x )dx+∫0
0,6
( 15 x ) (0 )dx]∆E=
1EI [∫
0
0.3
(16,25 x+Fx2
+2,25)( 12 x)dx+∫00.15
(7,125+16,25x+0,15 F− Fx2 )(0,15−12 x )dx+∫0
0,15
(9,5625−3,75 x+0,075F− Fx2 )(0,075−12 x )dx ]
MasukkanF=0
∆E=1EI [∫
0
0.3
(16,25 x+2,25 )(12 x)dx+∫00.15
(7,125+16,25 x )(0,15−12 x)dx+∫00,15
(9,5625−3,75x )(0,075−12 x)dx ]
∆E=1EI [∫
0
0.3
(8,125 x2+1,125x )dx+∫0
0.15
(1,06875+2,4375x−3,5625x−8,125x2 )dx+∫0
0,15
(0,7171875−0,28215 x−4,78125x+1,875 x2 )dx ]
∆E=1EI [( 8,1253 x3+1,125
2x2)|0,30 +(1,06875x−1,1252 x2−8,125
3x3)| 0,15
0+(0,7171875 x−5,06252 x2+ 1,8753
x3)|0,150 ]
∆E=1EI
[0,073125+0,3375+0,1603125−0,01265625−0,009140625+0,107578125−0,056953125+0,002109375 ]
∆E=0,601875
EI
∆E=0,601875341,735
∆E=0,00176123.103m
∆E=1,76123mm
4.2 Perhitungan untuk L/2
E=205000 N
mm2=2,05. 1011 N
m2
b=20 mm
h=10 mmI=b .h3
12
I=20.103
12
I=1667mm4
EI=205000 N
mm2.1667mm4=341,735N m2
Reaksi Perletakan
∑H = 0⟹HB−P1=0HB= P1
HB = 15N
+ ∑M A = 0
⟹ −P1 .0,45+P2 .0,3−V B .0,6=0
−15 .0,45+20 .0,3−V B. 0,6 = 0
V B = 6−6,750,6
V B = −0,750,6
V B = −1,25N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−P2 .0,3=0
V A .0,6−15 .0,45−20 .0,3=0
V A= 6,75+60,6
V A = 12,750,6
V A = 21,25N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P2=0
(21,25 )+(−1,25 )−20=0
0 = 0⇒OK !
PERHITUNGAN UNTUK ΔC PADA L/2
∑H = 0⟹HB−P1−F=0HB= P1
HB = (15+F )N
+ ∑M A=0
⟹ −P1 .0,45−F .0,6+P2 .0,3−V B .0,6=0
−15 .0,45−F .0,6+20 .0,3−V B. 0,6 = 0
V B =6−6,75−F .0,6
0,6
V B =−0,75−F .0,6
0,6
V B = −1,25N−F
V B = −(1,25+F )N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,6−P2 .0,3=0
V A .0,6−15 .0,45−F .0,6−20 .0,3=0
V A =6,75+6+F .0,6
0,6
V A =12,75+F .0,6
0,6
V A = (21,25+F )N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P=0
(21,25+F )+(−1,25−F )−20=0
0 = 0⇒OK !
¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)
Mmn = V A .0
dMmndF
= 0
¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)
Mmn = P .x
= 15 x
dMmndF
= 0
¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,3m)
Mmn = V A . x+P .0,15
=(21,25+F )(x)+(15 .0,15 )
= 21,25 x+F x+2,25
dMmndF
= d (21,25 x+F x+2,25 )
dF
= x
¿¿ Bentang ED (0≤x ≤0,3m)
Mmn = V A (0,3+x )+P1 .0,15−P2 . x
= (21,25+F ) (0,3+x )+ (15.0,15 )−(20 . x )
= 6,375+0,3 F+21,25 x+F x+2,25−20 x
¿ 8,625+1,25 x+0,3 F+F x
dMmndF
= d (8,625+1,25 x+0,3 F+F x)
dF
¿ (0,3+x )
¿¿BentangDB (0≤x ≤0,6m)
Mmn = −H B. x+V A .0
= −(15+F ) x
= −15 x−F x
dMmndF
=d (−15 x−F x )
dF
= −x
Defleksi di titik C
∆C= 1EI
∫0
L
(M x
d M x
dF )dx∆C=
1EI
¿ ∫0
0,6
(−15 x−Fx ) (−x )dx
=
1EI [∫0
0.3
(21,25 x+Fx+2,25 ) ( x )dx+∫0
0.3
(8,625+1,25 x +0,3 F+Fx ) (0,3+x )dx+∫0
0,6
(−15 x−Fx )(−x )]
MasukkanF=0
∆C= 1EI [∫0
0,3
(21,25 x+2,25 ) (x )dx+∫0
0.3
(8,625+1,25x ) (0,3+x )dx+∫0
0,6
(−15 x ) (−x )dx ]∆C=
1EI
¿
∆C= 1EI [( 21,253 x3+
2,252
x2)|0,30 +(2,5875 x+ 92 x2−1,253 x3)¿
∆C = 1EI
¿
∆C = 2,565341,735
∆C= 7,50581591 .10−3m
∆C= 7,5058mm
PERHITUNGAN UNTUK ΔE PADA L/2
∑H = 0⟹HB−P1=0HB = P1
HB = 15N
+ ∑M A = 0
⟹ −P1 .0,45+P2 .0,3+F .0,6−V B.0,6=0
−15 .0,45+20 .0,3+F .0,3−V B. 0,6 = 0
V B =6−6,75−F .0,3
0,6
V B =−0,75+F .0,3
0,6
V B = ( F2−0,75)N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,3−P2 .0,3=0
V A .0,6−15 .0,45−F .0,3−20 .0,3=0
V A =6,75+6+F .0,3
0,6
V A =12,75+F .0,3
0,6
V A = (21,25+ F2 )N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P−F=0
(21,25+ F2 )+( F2 −0,75)−20−F=0
0 = 0⇒OK !
¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)
Mmn = V A .0
dMmndF
= 0
¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)
Mmn = V A .0+P . x
= 15 x
dMmndF
= 0
¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,3m)
Mmn = V A . x+P1.0,15
= (21,25+ F2 )x+(15 .0,15 )
= (21,25 x+Fx2 )+2,25
dMmndF
=d (21,25 x+ Fx
2+2,25)
dF
=12x
¿¿ Bentang ED (0≤x ≤0,3m)
Mmn = V A (0,3+x )+P1 .0,15−P2 . x−F .x
= (21,25+ F2 ) (0,3+x )+ (15.0,15 )−(20 . x )−Fx
= 6,375+0,15 F+21,25 x+ Fx2
+2,25−20 x−Fx
= 8,625+1,25 x+0,15 F−Fx2
dMmndF
=d (8,625+1,25 x+0,15 F−Fx
2)
dF
¿ (0,15−12 x)
¿¿BentangDB (0≤x ≤0,6m)
Mmn = −H B. x+V B .0
= −(15.x )
dMmndF
=d (−15 x )
dF
= 0
Defleksi di titik E
∆E= 1EI
∫0
L
(M x
d M x
dF )dx∆E=
1EI
¿
∆E = 1EI [∫0
0.3
(21,25x+ Fx2
+2,25)( 12 x)dx +∫0
0.3
¿¿
MasukkanF=0
∆E = 1EI
¿
∆E = 1EI
¿
∆E= 1EI
¿ 0,625 x2) dx
∆E= 1EI
¿
∆E= 1EI
¿
∆E= 0,343125
EI
∆E= 0,343125341,735
∆E= 0,001004m
∆E= 1,004mm
b=20 mm
h=10 mm
4.3 Perhitungan L/3
E=205000 N
mm2=2,05. 1011 N
m2
I=b .h3
12
I=20.103
12
I=1667mm4
EI=205000 N
mm2.1667mm4=341,735N m2
Reaksi Perletakan
∑H = 0⟹HB−P1=0HB = P1
HB = 15N
+ ∑M A = 0
⟹ −P1 .0,45+P2 .0,2−V B .0,6=0
−15 .0,45+20 .0,2−V B. 0,6 = 0
V B =4−6,750,6
V B =−2,750,6
V B = −4,583N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−P2 .0,4=0
V A .0,6−15 .0,45−20 .0,4=0
V A =6,75+80,6
V A =14,750,6
V A = 24,583N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P=0
(24,4583 )+(−4,583 )−20=0
0 = 0⇒OK !
PERHITUNGAN UNTUK ΔC PADA L/3
∑H = 0⟹HB−P1−F=0HB = P1
HB = (15+F )N
+ ∑M A=0
⟹ −P1 .0,45−F .0,6+P2 .0,2−V B .0,6=0
−15 .0,45−F .0,6+20 .0,2−V B. 0,6 = 0
V B =−2,75+F .0,6
0,6
V B = −4,583−F
V B = −(4,583+F )N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,6−P2 .0,4=0
V A .0,6−15 .0,45−F .0,6−20 .0,4=0
V A =14,75+F .0,6
0,6
V A = (24,583+F )N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P=0
(24,583+F )+(−4,583−F )−20=0
0 = 0⇒OK !
¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)
Mmn = V A .0
dMmndF
= 0
¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)
Mmn = P .x
= 15 x
dMmndF
= 0
¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,3m)
Mmn =V A . x+P .0,15
=(24,583+F )(x)+(15 .0,15 )
= 24,583 x+F x+2,25
dMmndF
= d (24,583 x+F x+2,25 )dF
= x
¿¿ Bentang ED (0≤x ≤0,4m)
Mmn = V A (0,2+x )+P1 .0,15−P2 . x
= (24,583 x+F ) (0,2+x )+(15 .0,15 )−(20 . x )
= 0,2 F+Fx+4,916+24,583x+2,25−20 x
¿ 0,2 F+Fx+7,166+4,583x
dMmndF
=d (0,2 F+Fx+7,166+4,583 x )
dF
¿ (0,2+x )
¿¿BentangDB (0≤x ≤0,6m)
Mmn = −H B. x+V A .0
= −(15+F ) x
= −15 x−F x
dMmndF
=d (−15 x−F x )
dF
= −x
Defleksi di titik C
∆C = 1EI
∫0
L
(M x
d M x
dF )dx∆C=
1EI
¿
∆C=
1EI [∫00.2 (0,2F+Fx+7,166+4,583 x ) ( x )dx+∫
0
0.3 (24,583 x+F x+2,25+0,3 F+Fx ) (0,3+x )dx+∫0
0,6
(−15x−Fx )(−x )dx ]MasukkanF=0
∆C=
1EI [∫00.2 (0,2F+Fx+7,166+4,583 x ) ( x )dx+∫
0
0.4 (24,583 x+F x+2,25+0,3 F+Fx ) (0,3+x )dx+∫0
0,6
(−15 x−Fx )(−x )dx]∆C=
1EI
¿
∆C =1EI [( 24,5833 x3+ 2,25
2x2)|0,20 +( 4,5832 x3+ 8,083
2x2+1,4332x)| 0,40+ 15
3x3|0,60 ¿
∆C= 1EI
[ (0,06555+0,045 )+(0,09777+0,4656+0,57528 )+1,08¿
∆C = 2,50809333341,735
∆C = 7,339293 .10−3m
∆C = 7,339293mm
PERHITUNGAN UNTUK ΔE PADA L/3
∑H = 0⟹HB−P1=0HB = P1
HB = 15N
+ ∑M A = 0
⟹ −P1 .0,45+P2 .0,2+F .0,6−V B .0,6=0
−15 .0,45+20 .0,2+F .0,3−V B. 0,6 = 0
V B =2,75−F .0,3
0,6
V B = ( F2−4,583)N
+ ∑MB = 0
⟹ V A .0,6−P1 .0,45−F .0,3−P2 .0,2=0
V A .0,6−15 .0,45−F .0,3−20 .0,2=0
V A =14,75+F .0,3
0,6
V A = (24,583+ F2 )N
kontrol :∑V = 0
⟹ V A+V B−P−F=0
(24,583+ F2 )+( F2 −4,583)−20−F=0
0 = 0⇒OK !
¿¿ Bentang AF (0≤ x≤0,45m)
Mmn = V A .0
dMmndF
= 0
¿¿ Bentang FC (0≤ x≤0,15m)
Mmn = V A .0+P . x
= 15 x
dMmndF
= 0
¿¿ BentangCE(0≤ x≤0,2m)
Mmn = V A . x+P1.0,15
= (24,583+ F2 )x+(15 .0,15 )
= (24,583 x+Fx2 )+2,25
dMmndF
= d (24,583 x+ Fx
2+2,25)
dF
=12x
¿¿Bentang EG (0≤x ≤0,1m)
Mmn = V A (0,2+x )+P1 .0,15−P2 . x
= (24,583+ F2 ) (0,2+ x )+ (15 .0,15 )−(20 . x )
= 0,1 F+24,583 x+Fx2
+2,25+4,916−20 x
dMmndF
=d (0,1 F+24,583 x+Fx
2+2,25+4,916−20 x)
dF
¿ (0,1+ 12 x )
¿¿BentangGD (0≤x ≤0,3m)
Mmn = V A (0,3+x )+P1 .0,15−P2 . (0,1+ x )−F(x )
= (24,583+ F2 ) (0,3+x )+ (15.0,15 )−¿
dMmndF
= 0,15 F+7,625+4,583 x− Fx2
= 0,15 - 12x
¿¿ BentangDB (0≤x ≤0,6m)
Mmn = −H B. x+V B .0
= −(15.x )
dMmndF
=d (−15 x )
dF
= 0
Defleksi di titik E
∆E = 1EI
∫0
L
(M x
d M x
dF )dx∆E =
1EI
¿
∆E =
1EI [∫0
0,2
(24,583 x+Fx2
+2,25)( 12 x )dx+∫00,1
(7,166+4,583 x+0,1F+Fx2 )(0,1+0,5 x)dx+∫
0
0,3
(7,625+4,583 x+0,15 F+ Fx2 )(0,15−12 x )dx
MasukkanF=0
∆E =
1EI [∫0
0,2
(24,583 x+2,25)( 12 x)dx +∫0
0,1
(7,166+4,583 x ) (0,1+0,5 x )dx+∫0
0,3
(7,625+4,583 x )(0,15−12x )dx
∆E =
1EI [∫0
0,2
(12,2915 x ²+1,125 x)dx +∫0
0,1
(7,166+4,0413 x+2,2915 x ² )dx+∫0
0,3
(1,14375−3,1250 x−2,2915 x ² )dx
∆E = 1EI
¿
∆E = 1EI
[ (0,03277+0,0255 )+(0,07166+0,0202+0,00076383 )+(0,343125−0,140627−0,02062)
∆E= 0,32977
EI
∆E=0,343125341,735
∆E=0,0096498m
∆E =0,96498m
4. 4 PEMBAHASAN
Dilakukan percobaan dengan menggunakan alat fortal frame dengan
panjang portal adalah 60 cm dan tinggi portal 60 cm. Besar penampang
adalah 20 x 10 mm. Portal tersebut diberi 2 beban dari arah atas portal dan
arah samping portal. Beban yang digunakan adalah 20 N untuk beban dari
atas dan 15 N untuk beban dari samping dengan pembebanan terpusat.
Dilakukan pengamatan dengan jarak L/3, L/2 dan 3/4L untuk jarak beban
pada sumbu x portal ( arah atas portal ) , sedangkan jarak untuk beban pada
sumbu y portal (arah samping portal) tidak mengalami pergeseran atau
dengan kata lain tidak digeser dan dinyatakan tetap sebesar 45 cm dari dasar
portal. Dari hasil pengamatan didapatkan untuk L/3 dari panjang 60 cm
didapatkan ΔC = 7,88 mm, ΔE = 18,94 mm. Untuk L/2 dari panjang 60 cm
didapatkan ΔC = 7,11 mm, ΔE = 18,85 mm. untuk 3/4L dari panjang 60 cm
didapatkan ΔC = 7,77 mm, ΔE = 18,91 mm.
Pada hasil perhitungan dengan membaca dial gauge untuk L/3
didapatkan ΔC = 7,339293 mm, ΔE = 0,96498 mm. Untuk L/2 didapatkan ΔC =
7,5058 mm, ΔE = 1,004 mm. untuk 3/4L didapatkan ΔC =7,407055 mm, ΔE
=1,76123 mm. Pada perbandingan antara hasil pengamatan dengan hasil
perhitungan didapatkan defleksi terbesar pada 3L/4 dan yang terkecil adalah
L/3. Pada data hasil pengamatan dengan hasil perhitungan mengalami
banyak perbedaan seperti jumlah nilainya dan perbedaan ΔC dan ΔE. Pada
hasil pengamatan ΔE lebih besar dari ΔC, sedangkan pada hasil perhitungan
ΔC lebih besar dari ΔE. Kemungkinan hal itu disebabkan oleh error pada
pembacaan dial gauge.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil kesimpulan dari percobaan portal frame didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Untuk hasil perhitungan defleksi pada titik C terbesar terdapat pada L
= L/2 (7,5058 mm), dan data paling kecil terdapat pada L = L/3
(7,339293 mm).
2. Sedangkan untuk hasil perhitungan defleksi pada titik E terbesar
terdapat pada L = ¾ L (1,76123 mm), dan data paling kecil adalah L =
L/3 (0,96498 mm).
3. Untuk hasil percobaan nilai defleksi pada titik C terbesar terdapat pada
L = ¾ L (7,88 mm), dan nilai terkecil terdapat pada L = L/2 (7,11 mm).
4. Untuk hasil percobaan nilai defleksi pada titik E terbesar terdapat pada
L = ¾ L (18,94 mm), dan paling kecil terdapat pada nilai L = L/2
(18,85mm).
5.2 Saran
Sebelum melakukan praktikum,praktikam diharapkan mengcek terlebih
dahulu alat-alat yang akan dilakukan, baca serta pahami proses yang akan
dilakukan, lalu kalibrasi secara teliti alat-alat yang digunakan, baca buku
panduan praktikum dan baca juga hasil dial gauge dengan benar dan teliti
PERCOBAAN 3
BAB II
DASAR TEORI
Tumpuan sederhana yang mempunyai suatu bidang simentri vertical
melalui sumbu longitudinal, dan ditumpu seperti pada gambar. Semua gaya
yang nbekerja dianggap vertical dan bekerja pada bidang simetrri sehingga
lenturan terjadi pada bidang yang sama.
Tujuan Percobaan :
1. Mengetahui perbedaan reaksi pada tumpuan antara hasil
pengamatan dan hasil perhitungan.
2. Mengetahui gaya reaksi pada tumpuan, gaya geser dan momen
bending akibat beban terpusat dan beban yang sama.
Gambar 3.1. Tumpuan Sederhana
Gambar diatas melukiskan sebuah batang dengan ujung-ujung ditumpu
sederhana (simply supported beam). Titik tumpuan mempunyai engsel yang
sedemikian rupa sehingga ujung-ujung batang dapat berputar bebas sewaktu
lenturan terjadi. Salah satu ujung batang dipasang pada bantalan rol dan
dapat bergerak bebas kea rah horizontal.
Tipe ini merupakan batang-batang static tertentu (stratically determinate
beams) karena reaksi-reaksi pada tumpuan akibat suatu beban tertentu
dapat ditentukan dengan memakai persamaan-persamaan statika.
Sebuah batang dengan tumpuan sederhana Manahan beban vertical P
seprti pada gambar 3.1. Reaksi R₂ pada ujung B pasti vertical, sebab ujung
beban bergerak secara horisonatl. Selanjutnya dari persamaan statika terlihat
bahwa reaksi R₁ juga vertical. Harga-harga R₁ dan R₂ kemudian dari
persamaan-persamaan momen. Dengan membuat ujmlah momen gaya
terhadap titik B sama dengan nol, maka:
R₁l−Pb=0
Sehingga :
R₁= Pbl
Dengan cara yang sama, yaitu dengan meninjau momen-momen terhadap
titik A,
R₂= Pbl
Hubungan Antara Momen Lentur Dan Gaya Lintang
Suatu elemen dari sebuah batang dibatasi oleh dua penampang mn dan
m₁n₁ yang berdekatan dan dipsahkan dengan jarak dx Gambar 3.2.
Selanjutnya misalkan pula terdapat suatu momen lentur positif dan gaya
lintang positif pada penampang mn, sehingga aksi bagian kiri batang
terhadap elemen tersebut dilukiskan oleh gaya V dan kopel M, seperti terlihat
pada Gambar 3.2. Dengan cara yang sama bila kita misalkan momen lentur
dan gaya lintang pada potongan m₁n₁ adalah positif, maka aksi bagian kanan
batang yang terletak di antara penampang mn dan m₁n₁. Gaya-gaya lintang
pada kedua penampang adalah sama. Akan halnya momen-momen lentur
dari kesetimbangan elemen dapat dilihat bahwa momen-momen tersebut
tidak lama pada kedua penampang yang berdekatan, dan kenaikan dM
dalam momen lentur menyamakan momen dari kopel yang dilukiskan dengan
dua gaya V yang sama dan berlawanan, artinya,
dM=Vdx
dan
dMdx
=V
Dengan demikian, pada semua bagian-bagian dari suatu
batang yang terletak diantara beban-beban, gaya lintang merupakan
tingkat perubahan momen lentur terhadap x.
Gambar 3.2. Hubungan gaya lintang dan gaya geser
Suatu beban terbagi rat dengan intensitas q, bekerja di antara
penampang mn dan m₁n₁. Dengan demikian beban keseluruhan yang
bekerja pada elemen tersebut adalah qdx. Jika q dianggap positif bila beban
kearah bawah, maka kesetimbanagan elemen bias disimpulkan bahwa gaya
lintang pada potongan m₁n₁, tidak sama besarnya dengan gaya lintang pada
penampang m₁n₁, dan besarnya selisih ini adalah:
dV=−qdx
Sehingga didapatkan :
dVdx
=−q
Jadi tingkat perubahan gaya lintang adalah sama dengan intensitas
beban dengan tanda negative. Dengan memperhitungkan momen dari
seluruh gaya yang bekerja pada elemen tersebut, sehingga :
dM=Vdx−qdxdx2
Dengan mengabaikan suku kedua pada ruas kanan persamaan ini
karena merupakan kuantitas kecil dari order kedua. Jadi kita dapat menarik
kesimpulan, bahwa dalam hal beban terbagi rata, tingkat perubahan momen
lentur adalah sama dengan gaya lintang. Jika gaya bekeja diantara
penampang mn dan m₁n₁ merupsksn beban terpusat Gambar 3.2c, maka
akan terdapat suatu perubahan yang tiba-tiba dalam besarnya gaya lintang.
Kalau gaya lintang pada masing-masing penampang dinamakan V dan V₁ dari kesetimbangan elemen mn-m₁n₁, dproleh:
V 1=V−P
Alat dan Bahan :
1. Pesawat beam apparatus
2. Meteran
3. Dial gauge
4. Clamp beban
Deskripsi Alat :
Gambar 3.3 dan 3.4 Beam Apparatus dan Diagram benda bebas
Keterangan :
a. VA dan VB adalah gaya reaksi tumpuan (pembacaan gaya dengan
manometer beban 50N)
b. P adalah beban yang bekerja (bandul beban 20N)
c. L₁ adalah jarak beban terhadap titik A (gunakan mistar pengukur)
d. L adalah jarak antara tumpuan (gunakan mistar pengukur)
Prosedur Percobaan :
Persiapan Percobaan
a. Rangkai alat uji beam apparatus
b. Atur jarak umpuan A dan tumpuan B
c. Atur jarak peletakan beban dengan menggunakan meteran atau
mistar
d. Pasang beban sesuai dengan clamp sesuai jarak yang telah
ditentukan
Pengambilan Data
a. Ukur jarak perletakan beban pada balok
b. Catat besar reeaksi tumpuan A dan B pada diak gauge
c. Ulangi percobaan diatas dengan beban yang terbagi merata
BAB III
HASIL PENGUJIAN
Tabel 3.1 Pengamatan Untuk Beban Terpusat
No. Panjang BalokReaksi
TumpuanBeban Keterangan
1.L= 100cm
L1= 33,3 cm
RA= 14 N20 B
EB
AN
TE
RP
US
AT
RB = 7 N
2.L= 100cm
L1= 50 cm
RA= 11 N20
RB= 11 N
3.L= 100cm
L1= 75cm
RA= 5 N20
RB= 16 N
4.L = 100 cm
L1= 0,333 cm
RA = 16 N
RB = 16 N15
Tabel 3.2 Pengamatan Untuk Beban Terbagi Rata
No Panjang BalokReaksi
TumpuanBeban Keterangan
1L=100 cm
L₁=33,33 cm
RA= 14 N20
BE
BA
N T
ER
BA
GI
RA
TA
RB= 6,5 N
2L=100 cm
L₁=50 cm
RA= 10,5 N20
RB= 10,5 N
3L=100 cm
L₁=75 cm
RA= 5 N20
RB= 16 N
BAB IV
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan
A. Beban Terpusat
1). P = 20 N
A B
0,333 m
1 m
RAy RBy
+ ΣMA = 0 + ΣMB = 0
RBy .1 – P (0,333) = 0 -RAy . 1 + P (1 – 0,33)
RBy .1 – 20 (0,333) = 0 RAy .1 = 20 (0,667)
RBy .1 – 6,66 = 0 RAy = 13,34 N (↑)
RBy = 6,66 N ( )
Kontrol :
RAy + RBy – P = 0
13,34 + 6,66 – 20 = 0
0 = 0 (OK !)
Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,333)
C
A x M
RAy = 13,34 N
+ M – RAy .x = 0
M = RAy .x
M = 13,34 x
x = 0 MA = 13,34 (0)
MA = 0
x = 0,333 MC = 13,34 (0,333)
MC = 4,442
V = RAy = 13,34
x = 0 VA = 13,34
x = 0,333 VC = 13,34
Bentang BC (0 ≤ x ≤ 0,677)
C B
M x
RBy = 6,66 N
+ RBy .x – M = 0
M = RBy .x
M = 6,66.x
x = 0 MB = 6,66 (0)
MB = 0
x = 0,667 MC = 6,66 (0,667)
= 4,42
V = RBy = 6,66 N
x = 0 VB = 6,66
x = 0,667 VC = 6,66
P = 20 N0,333 m 0,667 m
1m
13,34 (+)
(+) 6,66
14,42 (+)
2). P = 20 N
C
A B
0,5 m
1 m
RAy RBy
+ ΣMA = 0 + ΣMB = 0
RBy .1 – 20 (0,5) = 0 -RAy . 1 + P (1-0,5) = 0
RBy . 1 = 10 RAy . 1 = 20 (0,5)
RBy = 10 N (↑) RAy = 10 N (↑)
Kontrol :
RAy + RBy – P = 0
10 + 10 – 20 = 0
0 = 0 (OK !)
Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,5)
A C M
X
RAy = 10 N
+ M – RAy .x = 0
M = RAy .x
M = 10 x
x = 0 MA = 10 (0)
MA = 0
x = 0,5 MA = 10 (0,5)
MA = 5
V = RAy = 10 N
x = 0 VA = 10
x = 0,5 VC = 10
Bentang BC (0 ≤ x ≤ 0,5)
C B
M
x
RBy = 10 N
+ RBy .x – M = 0
M = RBy . x
M = 10 x
x = 0 → MB = 10 (0)
MB = 0
x = 0,5 → MC = 10 (0,5)
MC = 5
V = RBy = 10N
x = 0 → VD = 10
x = 0 → VC = 10
P = 20 N
0, 5 m 0,5 m
10 (+) (+) 10
(+) 5 (+)
3). 0,75 m P = 20 N
A B
RAy 1m RBy
+ ∑MA = 0 + ∑MB = 0
RBy . 1 – P (0,75) = 0 - RAy . 1 + P(1 – 0,75) = 0
RBy . 1 = 20 (0,75) RAy . 1 = 20 (0,25)
RBy = 15 N (↑) RAy = 5 N (↑)
Kontrol = RAy + RBy – P = 0 → 5 + 15 – 20 = 0
Bentang AC (0 ≤ X ≤ 0,75)
A C
X
RAy = 5 N
+ M – RAy . X = 0 + X = 0 → MA = 5 (0) = 0
M = RAy . X X = 0,75 → Mc = 5 (0,75)
M = 5X Mc = 3,75
V = RAy = 5
X = 0 →VA = 5
X = 0,75 → VC = 5
Bentang BC (0 ≤ X ≤ 0,25)
M C B + RBy . X – M = 0
X M = RBy . X
RBy = 15 M = 15X
V = RBy = 15
X = 0 → Vb = 15
X = 0,25 → VC = 15
X = 0 → Mb = 15 (0)
MB = 0
X = 0,25 → MC = 15 (0,25)
MC= 3,75
0,75m P= 20 N
A c B
1m
(+) 15
5 (+)
(+) 3,75
4) P1 = 15 N P2 = 15 N
0,33 m 0, 333m
A
C D
1m
RAy RBy
+ ΣMA = 0
RBy . 1 – P1 (0,333) – P2 (0,666) = 0
RBy . 1 – (15) (0,333) – (15) (0,666) = 0
RBy . 1 – 4,995 – 9,99 = 0
RBy . 1 – 14,985 = 0
RBy . 14,985 N (↑)
+ ΣMB = 0
- RAy . 1 + (P . 0,667) + (P2 0,334) = 0
RAy . =1 – (15 . 0,667) – (15 . 0,334) = 0
RAy = 10,005 + 5,01
RAy = 15,015 N (↑)
Kontrol : RAy + RBy – P1 – P2 = 0
15 + 15 – 15 – 15 = 0
Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,333)
A C M
x
RAy = 15,015 N
+ M – RAy .x = 0
M = RAy .x = 15,015 x
x = 0 MA = 15,015 (0)= 0
x = 0,333 MC = 15,015 (0,333)
MC = 4,999
V = RAy= 15,015
x = 0 VA = 15,015
x = 0,333 VC = 15,015
Bentang CD (0,333 ≤ x ≤ 0,666)
0,333 m P1 = 15
A C D M
x
RAy = 15,015 N
V = RAy – P = 15,015 – 15
x = 0,333 VC = 0,015
x = 0,666 VD = 0,015
+ M – RAy .x + P (x-0,333) = 0
M = RAy .x – P (x-0,333)
M = 15,015 x – 15 (x-0,333)
x = 0,333 MC = 15,015 (0,333) – 15 (0,333-0,333)
MC = 5,04 – 0
MC = 5,04
x = 0,666 MD = 15,015 (0,666) – 15 (0,666-0,333)
MD = 10 – 4,995
MD = 5,005
Bentang BD (0 ≤ x ≤ 0,334)
M D B
x
RBy = 14,985 N
+ RBy .x – M = 0
M = RBy.x
M = 14,985 x
x = 0 MB = 14,985 (0)
MB = 0
x = 0,334 MD = 14,985 (0,334)
MD = 5,005
V = RBy = 14,985
x = 0 VB = 14,985
x = 0,334 VD = 14,985
P1 = 15 KN P2 = 15 KN
0,333 0,333 0,334
A C D B
1 m
15,015 (+) (+) 14,985
0,015 (+)
(+) 5,04 (+) 5,005 (+)
B. BEBAN TERBAGI RATA
1).
0,148 q = 135,135 N/m
A C D B
0,333
4 m
RAy RBy
+ ΣMA = 0
RBy .1 – q (0,148) (0,333) = 0
RBy = (135,135 . 0,148) (0,333)
RBy = 20 (0,333)
RBy = 6,66 ( )
+ ΣMB = 0
-RAy .1 + q (0,148) (1-0,333) = 0
RAy .1 = (135,135 . 0,148) (0,667)
RAy .1 = 20 (0,667)
RAy = 13,34 ( )
Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,259)
A C M
x
RAy = 13,34 N
V = RAy = 13,34
x = 0 VA = 13,34
x = 0,259 VC = 13,34
+ M – RAy . x = 0
M = RAy . x
M = 13,34 x
x = 0 MA = 13,34 (0)
MA = 0
x = 0,259 MC = 13,34(0,259)
MC = 3,455
Bentang CD (0,259 ≤ x ≤ 0,407)
0,259 m (x-0,259)
q = 135,135 N/m
A c D M
x
RAy = 13,34 N
+ M – RAy . x + ½ q (x – 0,259)2 = 0
M = RAy . x – ½ q (x – 0,259) 2
M = 13,34 x – ½ (135,135) (x – 0,259) 2
M = 13,34 x – 67,568 (x – 0,259)2
x = 0,259 MC = 13,34 (0,259) – 67,568 (0,259-0,259)2
MC = 3,445 – 0
MC = 3,445
x = 0,407 MD = 13,34 (0,407) – 67,568 (0,407-0,259)2
MD = 5,429 – 1,48
MD = 3,949
V = RAy – qx
x = 0,259 VC = 13,34 – 135,135 (0,259)
VC = 13,34 – 35
VC = - 21,66
x = 0,407 VB = 13,34 – 135,135 (0,407)
VB = 13,34 – 55
VB = - 41,66
Bentang BD (0 x 0,593)
M D B
x
RBy = 6,66 N
V = RBy = 6,66
x = 0 VB = 6,66
x = 0,593 VD = 6,66
+ RBy . x – M = 0
M = RBy.x
M = 6,66 x
x = 0 MB = 6,66 (0)
MB = 0
x = 0,593 MD = 6,66(0,593)
MD = 3,949
0,148 m
q = 135,135 N/s
0,333 m
4 m
13,34 (+) (+) 6,66
21,66 (-)
41,66
(+) 3,45 (+) 3,949 (+)
2).
0,168 m q = 135,135 N/m
A C D B
0,5 m
RAy RBy
+ ΣMA = 0
RBy .1 – q (0,148) (0,5) = 0
RBy .1 = (135,135 . 0,148) (0,5)
RBy = 20 (0,5)
RBy = 10 N ( )
+ ΣMB = 0
-RAy .1 + q (0,148) (1-0,5) = 0
RAy .1 = (135,135 . 0,148) (0,5)
RAy .1 = 20 (0,5)
RAy = 10 N ( )
Kontrol RAy + RBy – P = 0
10 + 10 – 20 = 0
Bentang AC (0 ≤ x ≤ 0,426)
A C M
x
RAy = 10 N
V = 2Ay = 10
x = 0 VA = 10
x = 0,426 VC = 10
M = RAy . x = 0
M = 10 x
x = 0 MA = 10 (0)
MA = 0
x = 0,426 MC = 10 (0,426)
MC = 4,26
Bentang CD (0,426 ≤ x ≤ 0,574)
0,426 m (x-0,426)
A C D
M
x
RAy = 10 N
+ M – RAy .x + ½ q (x – 0,426)2 = 0
M = RAy .x – ½ (135,135) (x – 0,426)2
M = 10 x – 67,568 (x – 0,426)2
x = 0,426 MC = 10 (0,426) – 67,568 (0,426-0,426)2
MC = 4,26 – 0
MC = 4,26
x = 0,574 MD = 10 (0,574) – 67,568 (0,574-0,426)2
MD = 5,74 – 1,486
MD = 4,26
V = RAy – qx
x = 0,426 VC = 10 – (135,135) (0,426)
= 10 – 57,568
= - 47,568
x = 0,574 VD = 10 – (135,135) (0,426)
= 10 – 77,567
= - 67,567
Bentang BD ( 0 ≤ x ≤ 0,426 )
M D B
x
+ - M + RBy.x = 0
M = RBy . x
M = 10 x
x = 0 MB = 10 (0)
MB = 0
x = 0,426 MD = 10 (0,426)
MD = 4,26
V = RBy = 10
x = 0 VB = 10
x = 0,426 VD = 10
0,48 m
A B
0,5 m C D
4 m
10 (+) (+) 10
47,568 (-) 67,567
(+) 4,26 (+) 4,26 (+)
3). 0,48 m q = 135,135 N/m
A B
1 m
RAy RBy
+ ∑MA = 0 + ∑MB = 0
RBy .1 – q ( 0,148 ) ( 0,75 ) = 0 - RAy.1 + q (0,148 ) (1-0,75) = 0
RBy = 20 (0,75) RAy.1 = (135,135) (0,148) (0,75)
= 15 N ( ) = 5 N ( )
Kontrol: ∑V = 0
= RAy + RBy – P = 0
= 5 + 15 – 20 = 0
Bentang AC ( 0 ≤ x ≤ 0,666)
A C
M
RAy = C
+ M – RAy . x = 0
M = RAy . x
M = 5 x
V = RAy = 5 N
x = 0 VA = 5
x = 0,666 VC = 5
x = 0 MA = 5 (0)
MA = 0
x =0,666 MC = 5 (0,666)
MC = 3,38
Bentang CD ( 0,676 ≤ X ≤ 0,824)
q = 135,135N/m
0,676 m
A C D
x
V = RAy – qx
x = 0,676 VC = 5 – (135,135) (0,676)
VC = 86,351
x = 0,824 VD = 5 – (135,135) (0,824)
VD = - 106,351
+ M – RAy.x + ½ q (x – 0,676)2
M = 5 x ½ ( 135,135) ( x – 0,676)2
M = 5 x + ( 67,567) ( x- 0,676)2
x =0,676 MC = 5 (0,75) + (57,568) ( 0,676) – ( 0,676)2
MC = 3,38
x = 0,824 MD = 5 (0,824) –(67,568) ( 0,824 – 0,676)2
MD = 2,64
Bentang BD (0 ≤ X ≤ 0,176 )
M D x B
V = RBy = 15 N
x = 0 VB = 15
x = 0,176 VD = 15
+ RBy. X – M = 0
M = RBy . x
M = 15 x
x = 0 MB = 15 (0)
MB = 0
x = 0,176 MD = 15 (0,176)
MD = 9,64
0,148 m
0,676 m
A C D B
15
5 (+)
(+)
86,351
106,35
(-)
2,64
(+) 3,38 (+) (+)
Tabel 3.3 Tabel perhitungan pada beban terpusat.
No. Panjang BalokReaksi
TumpuanBeban Keterangan
1.L= 100cm
L1= 33,3 cm
RA= 13,34 N20
BE
BA
N T
ER
PU
SA
T
RB = 6,66 N
2.L= 100cm
L1= 50 cm
RA= 10 N20
RB= 10 N
3.L= 100cm
L1= 75cm
RA= 5 N20
RB= 15 N
4.L = 100 cm
L1= 0,333 cm
RA = 14,985 N15
RB = 15,015 N
Tabel 3.4 Tabel perhitungan pada beban terbagi rata.
No. Panjang BalokReaksi
TumpuanBeban Keterangan
1.L= 100cm
L1= 33,3 cm
RA= 13,34 N20
BE
BA
N T
ER
PU
SA
T
RB = 6,66 N
2.L= 100cm
L1= 50 cm
RA= 10 N20
RB= 10 N
3.L= 100cm
L1= 75cm
RA= 5 N20
RB= 15 N
4.2 Pembahasan
Pada hasil pengukuran dengan menggunakan alat beam apparatus
yang kami dapatkan pada pengamatan pada beban terpusat dengan beban
20 N, dengan panjang L = 100 cm dan L1 bervariasi yaitu: L/3, L/2, 3/4L dan
L=0,333 cm, didapatkan reaksi tumpuan. Untuk L/3 didapatkan RA = 14 N dan
RB = 7 N, untuk L/2 didapatkan RA = 11 N dan RB = 11 N, untuk 3/4L
mendapatkan data RA = 5 N dan RB = 16 N, dan untuk L=0,333 cm didapatkan
RA = 16 N dan RB = 16 N. Pada beban terbagi rata dengan beban 20 N
didapatkan reaksi tumpuan untuk L/3 RA = 14 N, dan RB = 6.5 N, untuk L/2
didapatkan RA = 10.5 N, RB = 10.5 N, untuk 3/4L mendapatkan data RA = 5 N
dan RB = 16 N.
Dari hasil perhitungan kami mendapatkan hasil perhitungan pada
beban terpusat dengan beban 20 N, dengan panjang L =100 dan L1
bervariasi yaitu: L/3, L/2, dan 3/4L, didapatkan reaksi tumpuan. Untuk L/3
didapatkan RA = 13,34 N dan ΔB = 6,66 N, untuk L/2 didapatkan RA = 10 N, RB
= 10 N, untuk 3/4L mendapatkan data RA = 5 N dan RB = 15 N. Pada beban
terbagi rata dengan beban 20 N didapatkan reaksi tumpuan untuk L/3 RA =
13,34 N, dan RB = 6,66 N, untuk L/2 didapatkan RA = 10 N, RB = 10 N, untuk
3/4L mendapatkan data RA = 5 N dan RB = 15 N.
Dari kedua hasil pengujian antara hasil pengukuran dan hasil
perhitungan terdapat perbedaan reaksi tumpuan pada beban beban terpusat
maupun pada beban terbagi rata dengan silisih beban 1-2 N. Hal itu
disebabkan oleh faktor kalibrasi alat yang tidak sesuai dengan standar, selain
itu faktor ketelitian juga mempengaruhi hasil pengukuran.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. pengaturan jarak perletakan beban sangat berpengaruh pada reaksi
tumpuan yang dihasilkan.
2. semakin panjang jarak tumpuan dari titik pusat makan akan semakin
besar reaksi tumpuan yang dihasilkan.
5.2 Saran
Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan harus menguasai
bahan percobaan agar praktikan tidak canggung menggunakan alat.