3111100102 (bab 1,2,3,daftar pustaka) baru

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah satu dari beberapa provinsi di Pulau Jawa yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Dari banyak masalah yang ada di Jawa Timur, adalah kemacetan lalu lintas yang harus diperbaiki. Khususnya kemacetan pada lalu lintas antar kota. Kemacetan ditambah apabila terjadi pada peak hour atau pada jam-jam sibuk. Maka dari itu diperlukan untuk membangun jalan bebas hambatan atau Jalan Tol yang cepat dan aman. Proyek pembangunan Jalan Tol Mojokerto – Kertosono merupakan salah satu progam Trans Java Toll Way System. Jalan Tol Mojokerto – Kertosono ini berfungsi sangat penting sebagai jalan alternatif yang menghubungkan antara Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Kertosono. Jalan Tol ini diharapkan akan mengatasi masalah-masalah lalu lintas dan membantu akses masuk atau keluarnya para pengendara dari atau menuju Mojokerto maupun Kertosono. Jalan Tol Mojokerto – Kertosono ini ditangani oleh 4 perusahaan yaitu PT. Marga Harjaya Infrastruktur selaku investor (Owner), PT. Virama Karya sebagai Konsultan Pengawas, PT. Guna Patria selaku Konsultan Perencana dan PT. Hutama Karya sebagai Kontraktor Pelaksana. Dengan panjang total yang direncanakan adalah 40,5 km dan nilai investasi yang mencapai Rp. 2,3 Triliun. Jalan tol ini sudah diresmikan pada tanggal 13 Oktober 2014. Namun hanya 1 seksi yang baru bisa dioperasikan yaitu arah Kertosono ke Ploso dan sebaliknya dengan jarak total sepanjang 14,7 kilometer. Ada 3 seksi yang belum rampung, pembebasan lahan adalah kendala bagi investor maupun pembangunan untuk menuntaskan semua pekerjaanya. Sebagian warga masih enggan melepaskan tanah mereka, karena harga ganti rugi dinilai terlalu rendah bagi mereka. Namun di lain pihak selain dampak positif yaitu mengatasi masalah-masalah lalu lintas antara dua Kabupaten Mojokerto dan Kertosono, pembangunan Jalan Tol Mojokerto-Kertosono ini juga dapat menimbulkan dampak negatif pada ruas jalan eksisting ataupun jalan aksesnya. Hal ini dapat menimbulkan peningkatan volume lalu lintas pada jalan-jalan akses tol tersebut. Dari latar belakang di atas penulisan Tugas Akhir ini akan dibahas pengaruh Beroperasinya Jalan Tol Mojokerto- Kertosono terhadap kinerja lalu lintas pada sekitar jalan tol, 1

Upload: andre-alif-deandra

Post on 07-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bab

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1Latar BelakangProvinsi Jawa Timur adalah satu dari beberapa provinsi di Pulau Jawa yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Dari banyak masalah yang ada di Jawa Timur, adalah kemacetan lalu lintas yang harus diperbaiki. Khususnya kemacetan pada lalu lintas antar kota. Kemacetan ditambah apabila terjadi pada peak hour atau pada jam-jam sibuk. Maka dari itu diperlukan untuk membangun jalan bebas hambatan atau Jalan Tol yang cepat dan aman.Proyek pembangunan Jalan Tol Mojokerto Kertosono merupakan salah satu progam Trans Java Toll Way System. Jalan Tol Mojokerto Kertosono ini berfungsi sangat penting sebagai jalan alternatif yang menghubungkan antara Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Kertosono. Jalan Tol ini diharapkan akan mengatasi masalah-masalah lalu lintas dan membantu akses masuk atau keluarnya para pengendara dari atau menuju Mojokerto maupun Kertosono.Jalan Tol Mojokerto Kertosono ini ditangani oleh 4 perusahaan yaitu PT. Marga Harjaya Infrastruktur selaku investor (Owner), PT. Virama Karya sebagai Konsultan Pengawas, PT. Guna Patria selaku Konsultan Perencana dan PT. Hutama Karya sebagai Kontraktor Pelaksana. Dengan panjang total yang direncanakan adalah 40,5 km dan nilai investasi yang mencapai Rp. 2,3 Triliun. Jalan tol ini sudah diresmikan pada tanggal 13 Oktober 2014. Namun hanya 1 seksi yang baru bisa dioperasikan yaitu arah Kertosono ke Ploso dan sebaliknya dengan jarak total sepanjang 14,7 kilometer. Ada 3 seksi yang belum rampung, pembebasan lahan adalah kendala bagi investor maupun pembangunan untuk menuntaskan semua pekerjaanya. Sebagian warga masih enggan melepaskan tanah mereka, karena harga ganti rugi dinilai terlalu rendah bagi mereka.Namun di lain pihak selain dampak positif yaitu mengatasi masalah-masalah lalu lintas antara dua Kabupaten Mojokerto dan Kertosono, pembangunan Jalan Tol Mojokerto-Kertosono ini juga dapat menimbulkan dampak negatif pada ruas jalan eksisting ataupun jalan aksesnya. Hal ini dapat menimbulkan peningkatan volume lalu lintas pada jalan-jalan akses tol tersebut.Dari latar belakang di atas penulisan Tugas Akhir ini akan dibahas pengaruh Beroperasinya Jalan Tol Mojokerto-Kertosono terhadap kinerja lalu lintas pada sekitar jalan tol, pada jalan aksesnya maupun di sepanjang jalan tol tersebut dan bagaimanakah manajemen lalu lintasnya apabila terjadi permasalahan di jalan arteri yang berhubungan langsung dengan jalan akses menuju jalan tol. Seksi 2 dimulai dari Jombang hingga Mojokerto Barat sepanjang 20,15 km, seksi 3 dimulai dari Mojokerto Barat Mojokerto Utara sepanjang 5,02 km dan seksi 4 yang menyambung ruas Jalan Tol Mojokerto-Kertosono dan ruas Tol Ngawi-Kertosono dimulai dari Bandar sampai Kertosono sepanjang 0,92 km.1.2Perumusan MasalahDengan berpedoman latar belakang di atas, permasalahan permasalahan yang dibahas dapat dijabarkan sebagai berikut :1. Bagaimanakah kinerja arus lalu lintas ruas Tol Mojokerto-Kertosono dan jalan sekitarnya?2. Berapakah bangkitan lalu lintas akibat beroperasinya Mojokerto-Kertosono terhadap jalan akses pada Tol Mojokerto-Kertosono?3. Bagaimanakah kinerja ruas jalan eksisting setelah jalan Tol Mojokerto-Kertosono beroperasi?4. Bagaimanakah merencanakan manajemen lalu lintas pada jalan akses menuju jalan Tol Mojokerto-Kertosono?1.3Tujuan PenulisanAdapun tujuan yang ingin disampaikan pada penulisan Tugas Akhir ini yaitu :1. Untuk mengetahui kinerja arus lalu lintas terkini ruas Tol Mojokerto-Kertosono dan jalan sekitarnya.2. Untuk mengetahui seberapa besar bangkitan lalu lintas akibat beroperasinya Mojokerto-Kertosono terhadap jalan akses pada Tol Mojokerto-Kertosono.3. Untuk mengetahui kinerja ruas jalan eksisting setelah Tol Mojokerto-Kertosono Beroperasi.4. Untuk mengetahui manajemen lalu lintas pada jalan askes menuju jalan Tol Mojokerto-Kertosono.

1.4Batasan MasalahDalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis membatasi beberapa permasalahan di antaranya :1. Area yang ditinjau hanya sepanjang ruas Tol Mojokerto-Kertosono seksi 2,3 dan 4 beberapa gate pada interchange Tol Mojokerto-Kertosono seksi 2, 3 dan 4.2. Tidak memperhitungkan biaya dalam pembangunan Tol Mojokerto-Kertosono.3. Tidak melakukan analisa pada perkerasan pada Jalan Tol.4. Tidak menghitung willingness to pay untuk harga masuk dan keluar Tol Mojokerto-Kertosono.5. Tidak merencanakan geometrik jalan. 6. Tidak membahas masalah perhitungan perencanaan struktur jalan tol.7. Manajemen lalu lintas juga dilakukan pada jalan akses.

1.5Manfaat PenulisanTugas akhir ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan-masukan untuk perencana bagaimana manajemen lalu lintas di Tol Mojokerto-Kertosono. Juga untuk memberikan gambaran-gambaran seberapa besar pengaruh beroperasinya jalan Tol Mojokerto-Kertosono terhadap jalan-jalan eksisting sekitarnya. 1.6Lokasi Studi Untuk lokasi studi yang ditinjau dalam tugas akhir ini dapat dilihat pada gambar 1.1

Gambar 1.1 Peta lokasi Tol Mojoketo-Kertosono

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 UmumBab ini membahas tentang dasar teori perhitungan analisa manajemen lalu lintas. Manajemen lalu lintas pada ruas jalan tergantung pada fungsi jalan dan karakteristik arus lalu lintasnya. Dalam perencanannya, kapasitas jalan harus mampu menampung volume lalu lintas yang lewat pada jalan tersebut, terutama pada saat jam sibuk. Berdasarkan UU no. 22 tahun 2009, manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Dimana analisa tersebut mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997). Menurut MKJI 1997, ruas jalan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : Jalan Antar Kota (Interurban Road), Jalan Perkotaan (Urban Road) dan Jalan Bebas Hambatan atau yang biasanya disebut Jalan Tol.Berdasarkan tataguna lahannya Jalan Tol Mojokerto-Kertosono, sebagian besar berupa lahan dan ladang persawahan beririgasi tehnis (310,26 Ha atau 93,9 %). Sedangkan sebagian kecil berupa pemukiman (20,13 Ha atau 6,9 %). Jalan Tol Mojokerto-Kertosono akan dibangun untuk mengurangi kepadatan volume pada jalan antar kota dengan menggunakan lahan tersebut.2.2 Tentang Jalan TolDalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2005 Pasal 1 tentang Jalan Tol, menyatakan hal hal sebagai berikut :

2.2.1 Ketentuan Umum Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Jalan penghubung adalah jalan yang menghubungkan jalan tol dengan jalan umum yang ada. Badan usaha di bidang jalan tol yang selanjutnya disebut Badan Usaha, adalah badanhukum yang bergerak di bidang pengusahaan jalan tol. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. Pengguna jalan tol adalah setiap orang yang menggunakan kendaraan bermotor dengan membayar tol. Ruas jalan tol adalah bagian atau penggal dari jalan tol tertentu yang pengusahaannya dapat dilakukan oleh badan usaha tertentu.

2.2.2 Maksud dan Tujuan Penyelenggaraan Jalan Tol Penyelenggaraan jalan tol dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta keseimbangan dalam pengembangan wilayah dengan memperhatikan keadilan, yang dapat dicapai dengan membina jaringan jalan yang dananya berasal dari pengguna jalan. Penyelenggaraan jalan tol bertujuan meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusiguna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudahtinggi tingkat perkembangannya. Lingkup Peraturan Pemerintah ini mencakup pengaturan penyelenggaraan jalan tol,BPJT, serta hak dan kewajiban badan usaha dan pengguna jalan tol.

2.2.3 Syarat Umum Jalan Tol Jalan tol merupakan lintas alternatif dari ruas jalan umum yang ada. Jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif apabila pada kawasan yang bersangkutan belum ada jalan umum dan diperlukan untuk mengembangkan suatu kawasan tertentu. Ruas jalan umum sekurang-kurangnya mempunyai fungsi arteri atau kolektor. Dalam hal jalan tol bukan merupakan lintas alternatif, jalan tol hanya dapat dihubungkan ke dalam jaringan jalan umum pada ruas yang sekurang-kurangnya mempunyai fungsi kolektor.2.2.4 Syarat Teknis Jalan Tol Jalan tol mempunyai tingkat pelayanan keamanan dan kenyamanan yang lebih tinggi dari jalan umum yang ada dan dapat melayani arus lalu lintas jarak jauh dengan mobilitas tinggi. Jalan tol yang digunakan untuk lalu lintas antarkota didesain berdasarkan kecepatanrencana paling rendah 80 (delapan puluh) kilometer per jam, dan untuk jalan tol diwilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam. Jalan tol didesain untuk mampu menahan muatan sumbu terberat (MST) paling rendah 8 (delapan) ton. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran, dan dilengkapi dengan fasilitaspenyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna jalan tol, harus diberibangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan struktur yang dapat menyerap energi benturan kendaraan. Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas, marka jalan, dan/atau alat pemberi isyarat lalu lintas. Jalan tol harus mempunyai spesifikasi:a. Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasaranatransportasi lainnyab. Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh;c. Jarak antarsimpang susun, paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luarperkotaan dan paling rendah 2(dua) kilometer untuk jalan tol dalam perkotaan;d. Jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah;e. Menggunakan pemisah tengah atau median; danf. Lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalu-lintas sementara dalam keadaan darurat.

2.2.5 Pengguna Jalan Tol Penggunaan jalur lalu lintas jalan tol diatur sebagai berikut:a. jalur lalu lintas diperuntukkan bagi arus lalu lintas pengguna jalan tol;b. lajur lalu lintas sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan yang bergerak lebih cepat dari kendaraan yang berada pada lajur sebelah kirinya, sesuai dengan batas-batas kecepatan yang ditetapkan;c. tidak digunakan untuk berhenti;d. tidak dapat digunakan untuk menarik/menderek/ mendorong kendaraan, kecualimenggunakan penarik/ penderek/pendorong yang disediakan oleh Badan Usaha; dane. tidak digunakan untuk keperluan menaikan atau menurunkan penumpang dan/ atau barang dan/ atau hewan. Penggunaan bahu jalan diatur sebagai berikut:a. digunakan bagi arus lalu lintas pada keadaan darurat;b. diperuntukkan bagi kendaraan yang berhenti darurat;c. tidak digunakan untuk menarik/menderek/ mendorong kendaraan;d. tidak digunakan untuk keperluan menaikkan atau menurunkan penumpang dan/atau barang dan/atau hewan. Penggunaan median jalan tol diatur sebagai berikut:a. digunakan sebagai jalur pemisah arus lalu lintas kendaraan yang bergerak berlawanan arah;b. tidak dapat digunakan untuk kepentingan berhenti daruratc. tidak digunakan oleh kendaraan untuk memotong atau melintas median kecuali dalam keadaan darurat. Penggunaan gerbang tol diatur sebagai berikut :a. dipergunakan untuk pelaksanaan pengumpulan tol;b. pada saat melakukan transaksi di gerbang tol, pengguna jalan wajib menghentikan kendaraannya saat mengambil atau menyerahkan kembali karcis masuk dan/atau membayar tol, kecuali dengan sistem pengumpulan tol elektronik;c. tidak digunakan untuk keperluan menaikan dan menurunkan penumpang dan/atau barang dan/atau hewan Jalan tol hanya diperuntukkan bagi pengguna jalan yang menggunakan kendaraanbermotor roda empat atau lebih. Kendaraan bermotor dikelompokkan berdasarkan jenis angkutan dan tonasenya.

Tabel 2.1 Golongan Jenis Kendaraan Bermotor Pada Jalan TolGOLONGANJENIS KENDARAAN

Golongan ISedan, Jip, Pick Up/Truk Kecil, dan Bus

Golongan IITruk dengan 2 (dua) gandar

Golongan IIITruk dengan 3 (tiga) gandar

Golongan IVTruk dengan 4 (empat) gandar

Golongan VTruk dengan 5 (lima) gandar atau lebih

(Sumber : Keputusan Menteri Pekerjaan Umum NOMOR 370/KPTS/M/2007)

2.3 Perhitungan Lalu Lintas2.3.1Kecepatan Arus BebasKecepatan arus bebas di ruas jalan didefinisikan sevagai kecepatan (km/jam) dari kendaraan yang tak terhalang oleh kendaraan lain (yaitu kecepatan dimana pengendara merasakan perjalanan yang nyaman, dalam kondisi geometerik, lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada, pada bagian jalan yang kosong dari kendaraan yang lain). Ada pula persamaan atau rumus yang dapat menentukan kecepatan arus bebas seperti berikut :FV = (FVO + FVW) x FFVSF X FFVCS (2.1)

Keterangan :FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)FVO= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati(ditetapkan)FVW= Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)FFVSF= Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahuFFVCS= Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

2.3.2Kondisi LingkunganData lingkungan berikut diperlukan untuk perhitungan dari jalan yang berada di kota tertentu, berikut adalah factor-faktor dari kondisi lingkungan :a) Ukuran Kota Ukuran kota dimasukkan sebagai jumlah penduduk di seluruh daerah perkotaan dalam juta.Tabel 2.2 Kelas ukuran kotaUKURAN KOTAJUMLAH PENDUDUK (juta)

Sangat Kecil< 0,1

Kecil0,1 0,5

Sedang0,5 1,0

Besar1,0 3,0

Sangat Besar> 3,0

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

b) Tipe Lingkungan Jalan Lingkungan jalan dibagi-bagi bermacam-macam dalam kelas menurut tanah dan aksesibilitas jalan tersebut dari kegiatan sekitarya. Tabel 2.3 Tipe lingkungan jalanKomersialGuna lahan komersial (misalnya pertokoan, rumah makan, perkantoran) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.

PermukimanGuna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan

Akses terbatasTanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung terbatas (misalnya karena adanya penghalang fisik, jalan samping dsb)

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

c) Kelas Hambatan Samping Hambatan samping menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan Hambatan samping ditentukan secara kualitatif dengan pertimbangan teknik lalu-lintas sebagai Hambatan tingkat Tinggi, tingkat Sedang atau tingkat Rendah.

2.3.3KapasitasKapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut :C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (2.2)Keterangan :C= Kapasitas (smp/jam)CO= Kapasitas dasar (smp/jam)FCW= Faktor penyesuaian lebar jalanFCSP= Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)FCSF= Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerbFCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

1. Kapasitas Dasar Kapasitas dasar (CO) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai pada tabel di bawah ini.Tabel 2.4 Kapasitas DasarTipe JalanKapasitasJalan (smp/jam)Catatan

Empat lajur terbagi (4/2 D) atau Dua lajur satu arah (2/1) Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Dua lajur tak terbagi (2/2)1.650

1.5002.900Per Lajur

Per LajurTotal dua arah

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

2. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar JalanUntuk faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalan (FCW) ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar JalanTipe JalanLebar Efektif Jalan (WC) (m)(FCw)

Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah

Per Lajur0.920.961.001.041.08

3.003.253.503.754.00

Jalan 4 lajur tanpa pembatas median

Per Lajur0.910.951.001.051.09

3.003.253.503.754.00

Jalan 2 lajur tanpa pembatas medianTotal Dua Lajur0.560.871.001.141.251.291.34

567891011

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

3. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisahan Arah Faktor penyesuaian kapasitas akibat pembagian arah (FCSP) ditentukan oleh kondisi arus lalu-lintas dari kedua arah atau untuk jalan tanpa pembatas median. Untuk jalan satu arah dan atau jalan dengan pembatas median. Faktor penyesuaian akibat pembagian arah adalah 1.0.: Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pembagian ArahPemisahan Arah SP (%-%)50-5055-4560-4065-3570-30

FCSP2 Lajur 2 arah tanpa pembatas1.001.000.970.980.94

4 Lajur 2 arah tanpa pembatas0.970.910.950.940.88

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

4. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (Fcs)Faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dari Tabel berikut dan ditentukan berdasarkan jumlah penduduk kota (juta)Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian ukuran kota (Fcs)Ukuran kota (CS)Penduduk (juta)Faktor penyesuaian ukuran kota(Fcs)

Very Low (VL)< 0,10,82

Low (L)0,1 0,50,88

Medium (M)0,5 -1,00,94

High (H)1,0 3,01,00

Very High (VH)> 3,01,05

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)

5. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan SampingFaktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FCsf) didasarkan pada lebar bahu jalan efektif dan tingkat gangguan samping ditentukan dengan nilai SFC (Side Friction Class) yang diperoleh dengan melihat jumlah kendaraan yang keluar masuk, kegiatan di pinggir jalan, kendaraan yang berjalan lambat, jumlah pejalan kaki dan jumlah kendaraan yang berhenti yang telah dikonversikan berdasarkan jenis moda. Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan SampingKelas Hambatan sampingJumlah Hambatan per 200 meter per jam (dua arah)Kondisi tipikal

Very Low (VL)< 100Permukiman

Low (L)100-299Permukiman, beberapa transportasi umum

Medium (M)300-499Daerah industri dengan beberapa toko di pinggir jalan

High (H)500-899Daerah komersial, aktivitas pinggir jalan tinggi

Very High (VH)>900Daerah komersial dengan aktivitas perbelanjaan pinggir jalan

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)Setelah frekuensi hambatan samping diketahui, selanjutnya untuk mengetahui kelas hambatan samping dilakukan penentuan frekuensi berbobot kejadian hambatan samping, yaitu dengan mengalikan total frekuensi hambatan samping yang dapat dilihat pada Tabel 2.9 dan Tabel 2.10, dengan bobot relatif dari tipe kejadiannya. Total frekuensi berbobot kejadian hambatan samping tersebut yang akan menentukan kelas hambatan samping di ruas jalan tersebut.Tabel 2.9 Hambatan SampingFaktor Hambatan Samping FAKTOR BOBOT

Pejalan Kaki0.5

Kendaraan Parkir, Kendaran berhenti1.0

Kendaraan keluar-masuk0.7

Kendaraan Lambat0.4

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCsf)Tipe JalanKelas Hambatan SampingFaktor Penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu (FCsf)

Lebar bahu efektif (Ws)

0.51.01.5 2.0

Empat lajur terbagi(4/2 D)Very Low (VL)Low (L)Medium (M)High (H)Very High (VH)0.960.940.920.880.840.980.970.950.920.881.011.000.980.950.921.031.021.000.980.96

Empat lajur tak terbagi(4/2 UD)Very Low (VL)Low (L)Medium (M)High (H)Very High (VH)0.960.940.920.870.800.990.970.950.910.861.011.000.980.940.901.031.021.000.980.95

Dua lajur tak terbagi (2/2 UD)Very Low (VL)Low (L)Medium (M)High (H)Very High (VH)0.940.920.890.820.730.960.940.920.860.790.990.970.950.900.851.011.000.980.950.91

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 19972.3.4 Kapasitas Jalan Luar KotaKapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang melewati suatu titik pada jalan bebas hambatan yang dapat dipertahankan persatuan jam dalam kondisi yang berlaku. Untuk jalan bebas hambatan tak terbagi, kapasitas adalah arus maksimum dua-arah (kombinasi kedua arah), untk jalan bebas hambatan terbagi kapasitas adalah arus maksimum per lajur.Nilai kapasitas telah diamati dengan pengumpulan data lapangan sejauh memungkinkan. Oleh karena kurangnya lokasi dengan arus lalu lintas mendekati kapasitas clan segmen jalan bebas hambatan itu sendiri (bukan kapasitas simpang sepanjang jalan bebas hambatan), kapasitas juga telah diperkirakan secara teoritis dengan asumsi suatu hubungan matematis antara kerapatan, kecepatan dan arus. Persamaan umum untuk menghitung kapasitas ruas jalan bebas hambatan menurut metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997 untuk daerah luar kota adalah :C = Co x FCw x FCsp (2.3)Keterangan :

C = Kapasitas jalan (smp/jam)Co= Kapasitas dasar (smp/jam)FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan bebas hambatanFCsp= Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan bebas hambatan tak terbagi)

a) Kapasitas DasarKapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai pada Tabel 2.11 dan 2.12 berikut :Tabel 2.11 Kapasitas Dasar Jalan Bebas Hambatan TerbagiTipe Jalan Bebas Hambatan / Tipe Alinyemen

Kapasitas Dasar(smp/jam/lajur)

Empat dan enam lajur terbagi

- Datar2300

- Bukit2250

- Gunung2150

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)Tabel 2.12 Kapasitas Dasar Jalan Bebas Hambatan Tak-TerbagiTipe Jalan Bebas Hambatan / Tipe Alinyemen

Kapasitas Dasar(smp/jam/lajur)

Dua-lajur tak terbagi

- Datar3400

- Bukit3300

- Gunung3200

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997)b) Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalan Untuk Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalan (FCw) ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat dilihat pada Tabel 2.13 berikut :Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar JalanTipe Jalan Bebas HambatanKapasitas Dasar(smp/jam/lajur)(FCW)

Per Lajur

Empat lajur terbagi3,250,96

Enam lajur terbagi3,51

3,751,03

Dua Lajur tak terbagi6,250,96

7,001,00

7,251,04

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)c) Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan ArahFaktor Penyesuaian kapasitas akibat lebar efektif lalu lintas (Wc) disebut dengan (FCsp). Untuk jalan bebas hambatan yang umumnya mempunyai bahu diperkeras yang dapat digunakan untuk lalu lintas, lebar bahu tidak ditambahkan pada lebar efektif jalur lalu lintas.(Hanya untuk jalan bebas hambatan tak terbagi 2/2UD). Faktor Penyesuaian kapasitas akibat lebar efektif (FCsp) dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut :Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan ArahPembagian Arah (%-%)50-5055-4560-4070-30

Jalan bebas hambatan tak terbagi1.000,970,910,88

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)

2.3.5Derajat KejenuhanDerajat kejenuhan atau biasa disebut DS didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunujukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak.DS = (2.4)Keterangan :DS = Derajat Kejenuhan JalanQ = Arus Lalu Lintas (smp/jam)C = Kapasitas (smp/jam)

2.3.6Kecepatan TempuhKecepatan tempuh (km/jam) sepanjang bagian jalinan dihitung dengan rumus empiris. Perumusannya adalah sebagai berikut : V = Vo x 0,5 x (1+(1-DS)0,5) (2.5)Keterangan : Vo = Kecepatan arus bebas (km/jam) (Vo = 43 x(1-Pw/3)) Pw = rasio jalinanDS = Derajat Kejenuhan

2.3.7Waktu Tempuh Kecepatan tempuh (km/jam) sepanjang bagian jalinan dihitung dengan rumus empiris. Perumusannya adalah sebagai berikut :TT = Lw x 3,6/V (2.6)Keterangan : Lw = Panjang bagian jalinan (m)V = Kecepatan tempuh

2.4Simpang BersinyalSimpang bersinyal merupakan bagian dari sistem kendali waktu tetap yang dirangkai, memerlukan metoda dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Masukan untuk waktu sinyal dari suatu simpang yang beridiri sendiri dapat diperoleh dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Tujuan dari dibuatnya simpang bersinyal adalah sebagai berikut : untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu-lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu-lintas jam puncak. untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil) untuk /memotong jalan utama. untuk mengurangi jumlah kecelakaan Ialu-lintas akibat tabrakan antara kendaraankendaraan dari arah yang bertentangan.

2.4.1Karakterisitik Sinyal Lalu LintasUntuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu-Iintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang dapat mengatur arus lalu-lintas melalui pengalokasian waktu lampu hijau pada masing-masing pendekat di tiap-tiap lengan dari suatu simpang. Maka dari itu untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu-Iintas, pertama diperlukan menentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau. Penggunaan sinyal dengan lampu tiga-warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang sating bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu-lintas yang datang dari jalan jalan yang saling berpotongan atau jalan yang mempunyai konflik utama. Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu-lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu-lintas membelok dari pejalan-kaki yang menyeberang atau konflik kedua seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)

2.4.2GeometriGeometri meliputi denah posisi dari pendekat, garis henti, penyebrangan pejalan kaki, pulau-pulau lalu lintas, lebar pendekat (WA), lebar masuk (WMASUK), lebar keluar (WKELUAR).

2.4.3Arus Lalu LintasArus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri (QLT), lurus (QST) dan belok-kanan (QRT)) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan:Tabel 2.15 Ekivalen kendaraan penumpangJenis Kendaraanemp untuk tipe pendekat

TerlindungTerlawan

Kendaraan Ringan (LV)1,01,0

Kendaran Berat (HV)1,31,3

Sepeda Motor (MC)0,20,4

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997Untuk menghitung masing-masing pendekat rasio belok kiri PLT dan rasio belok kanan PRT menggunakan rumus sebagai berikut :PLT = (2.7)PRT = (2.8)2.4.4Penentuan Fase SinyalJika jumlah dan jenis fase siyal tidak diketahui maka pengaturan dengan dua-fase sebaiknya digunkan kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dapat dipertimbangkan jika suatu gerakan melebihi 200 smp/jam.N

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)Gambar 2.2 Pengaturan-pengaturan fase sinyalSumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 19971) Pengaturan dua fase, hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan 2) Pengaturan tiga fase dengan pemutusan paling akhir pada pendekat Utara agar menaikkan kapasitas untuk belok kanan dari arah ini.3) Pengaturan tiga fase dengan start-dini dari pendekat utara agar menaikkan kapasitas untuk helok kanan dari arah ini.4) Pengaturan tiga fase dengan belok kanan terpisah pada salah satu jalan.5) Pengaturan empat fase dengan arus berangkat dari satu-persatu pendekat pada saatnya masing-masing.6) Pengaturan empat fase dengan arus berangkat dari satu-persatu pendekat pada saatnya masing masing.

2.4.5Arus Jenuh DasarArus jenuh dasar sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat yang berlawanan, selanjutnya dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya berhubungan dengan ukuran kota, hambatan samping, dan kelandaian. Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai berikut : Sc = 600 x We (2.9)Keterangan : Sc = Arus jenuh dasar We= Lebar efektif

2.4.6Faktor Penyesuaian Faktor penyesuaian adalah faktor koreksi untuk penyesuaian dari nilai yang ideal ke nilai yang sebenarnya dari suatu variabel. Penyesuaian untuk kondisi-kondisi berikut ini : Tabel 2.16 Faktor penyesuaian ukuran kota

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997) Tabel 2.17 Faktor penyesuaian hambatan samping (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)

Gambar 2.3 Faktor penyesuaian kelandaian(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)

Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT)Ditentukan sebagai fungsu dari rasio kendaraan belok kanan PRT. Hanya untuk tipe pendekat tipe P ( tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk).

Gambar 2.4 Faktor penyesuaian belok kanan untuk tipe P(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997) Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT)Ditentukan sebagai fungsu dari rasio kendaraan belok kiri PLT. Hanya untuk tipe pendekat tipe P ( tanpa LOTR, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk).

Gambar 2.5 Faktor penyesuaian belok kiri untuk tipe P(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)2.4.7Arus JenuhArus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian dari kondisi sebenarnya. Untuk menghitung arus jenuh menggunakan rumus sebagai berikut : S = S0 x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT (2.10)Keterangan : S= Arus jenuh yang disesuaikanS0= Arus jenuh dasarFCS= Faktor penyesuaian ukuran kotaFSF= Faktor penyesuaian hambatan sampingFG= Faktor penyesuaian kelandaianFF= Faktor penyesuaian pengaruh parkirFLT= Faktor penyesuaian belok kiri

2.4.8Penentuan Waktu SinyalPenentuan waktu sinyal untuk kelandaian dengan kendala waktu tetap dilakukan untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama menentukan waktu siklus (cua), selanjutnya waktu hijau (gi) pada masing-masing fase (i).cua = (1,5 x LTI + 5) / (1 IFR) FRCRIT (2.11)Keterangan : cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det)LTI = Waktu hilang total per siklus (det)IFR = Rasio arus simpang (FRCRIT)FRCRIT = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase SinyalFRCRIT= Rasio arus simpang

Waktu hijau untuk masing-masing fase :

gi = (cua - LTI) Pri (2.12)

Keterangan:gi= Tampilan waktu hijau pada fase i (det)cua= Waktu siklus sebelum penyesuaian (det)LTI= Waktu hilang total per siklusPRi = Rasio fase FRcrit / (FRCRIT)

2.4.9Kapasitas dan Derajat KejenuhanKapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masing- masing pendekat, dengan rumus berikut : C = S x (g/c) (2.13)Keterangan : C= Kapasitas (smp/jam)S= Arus jenuh, arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam)g= Waktu hijau (detik)c= Waktu siklus, selag waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)Untuk menghitung derajat kejenuhan masing-masing pendekat dengan rumus :

DS = Q/C (2.14)Keterangan : DS= Dereajat KejenuhanQ= Arus lalu lintas (smp/jam)C= Kapasitas (smp/jam)

2.4.10Keperluan Untuk PerubahanJika waktu siklus yang dihitung lebih besar dari batas atas yang disarankan pada bagian yang sama, derajat kejenuhan (DS) umumnya juga lebih tinggi dari 0,75. Ini berarti bahwa simpang tersebut mendekati lewat-jenuh, yang akan mcnyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Kemungkinan untuk menambah kapasitas simpang melalui salah satu dari tindakan berikut : a) Penambahan lebar pendekatb) Perubahan Fase Sinyalc) Pelarangan gerakan belok kanan2.4.11Perilaku Lalu LintasBermacam ukuran perilaku lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus lalu lintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g), seperti yang diuraikan di bawah ini : Panjang antrianJumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang sebelum selama fase merah (NQ2)

NQ= NQ1 + NQ2 (2.15)NQ= 0,25 x C x [(DS - 1)] + (2.16)

Untuk DS < 0 ; selain dari itu NQ1 = 0

NQ2 = c x (1- GR)/(1-GR x DS) x Q/3600 (2.17)QL = NQMAX x 20/Wmasuk (2.18)

Keterangan :

NQ1= Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnyaNQ2= Jumlah smp yang datang selama fase merahDS= Derajat kejenuhanGR= Rasio hijauc= Waktu siklusC= KapasitasQ= Arus lalu lintasQL= Panjang antrian

Angka hentiAngka hentu (NS) adalah jumlah berhenti rata-rata per kenderaan (termasuk terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai :

NS = 0,9 x NQ/Qxc x 3600 (2.19)

Keterangan :

Q= Arus lalu lintas pendekat yang ditinjauc= Waktu siklus

Rasio kendaraan terhentiRasio kendaraan terhenti (pSV) adalah rasio kendaraan yang harus berhenti yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang dihitung sebagai berikut :

pSV= min (NS,1) (2.20)

Keterangan : NS= Angka henti dari suatu pendekatpSV= Rasio kendaraan henti

TundaanTundaan terjadi karena dua hal, antara lain :

a. Tundaan lalu lintas (DT)Terjadi karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat dapat ditentukan dari rumus sebagai berikut :

DT= C x (2.21)

Keterangan :

DT= Tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp)GR= Rasio hijauDS= Derajat kejenuhanC= Kapasitas (smp/jam)NQ= Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya

b. Tundaan GeometriTerjadi karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang atau terhenti karena lampu merah. Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat dapat dihitung sebagai berikut ini :

DGj = (1-psv) PT 6 +(psv4) (2.22)

Keterangan :

DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekatPT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

c. Tundaan rata-rataTundaan rata-rata adalah tundaan lalu lintas rata-rata ditambah tundaan geometri rata-rata, dihitung dengan rumus sebagai berikut :

D = DT + DG (2.23)

Keterangan : Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp) Tundaan

d. Tundaan total Tundaan total dalam detik dengan mengalihkan tundaan rata-rata dengan arus lalu lintas (Q) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dtot = D x Q (2.24)

Keterangan :

D = Tundaan rata-rataQ = Arus lalu lintas (smp/jam)

e. Tingkat Pelayanan (Level Of Service) Tingkat pelayan (LOS) merupakan tolak ukur kualitas suatu kondisi lau lintas. LOS yang tinggi didapatkan apabila cycle time yang pendek akan menghasilkan delay yang kecil. Kriteria tingkat pelayanan pada simpang bersinyal dibagi 6 kriteria, dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.18 Tingkat pelayanan simpang (LOS)Tundaan per kendaraan (detik/kend)Tingkat pelayanan

< 5A

5,1-15B

15,1-25C

25,1-40D

40,1-60E

>60F

Sumber : US-HCM 19852.5Simpang Tak BersinyalPerilaku lalu-lintas pada simpang yang tak bersinyal dalam masalh memberi jalan pada pengendera lain, disiplin lajur dan aturan antri sangat sulit digambarkan dalam suatu model perilaku seperti model berhenti/beri jalan yang berdasarkan pada pengambilan celah. Perilaku pengemudi berbeda sama sekali dengan yang ditemukan di kebanyakan negara Barat, yang menjadikan penggunaan metode manual kapasitas dari negara Barat menjadi tidak mungkin. Hasil yang paling menentukan dari perilaku lalu-lintas adalah bahwa rata-rata hampir dua pertiga dari seluruh kendaraan yang datang dari jalan minor melintasi simpang dengan perilaku "tidak menunggu celah", dan celah kritis yang kendaraan tidak memaksa lewat adalah sangat rendah yaitu sekitar 2 detik.2.5.1KapasitasKapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (C0)yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor penyesuaian (F), denganmemperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas. Berikut ini persamaan untuk menghitung kapasitas :C = CoFW FM FCS FRSU FLT FRT FMI (2.25)Keterangan :Tabel 2.19 Variabel-variabel untuk perkiraan kapasitas (smp/jam)

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)

2.5.2Derajat KejenuhanDerajat kejenuhan untuk seluruh simpang, (DS), dihitung sebagai berikut:DS = Qsmp / C (2.26)Keterangan :Qsmp = Arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut:Qsmp = Qkend FsmpFsmp = Faktor smp, dihitung sebagai berikut:Fsmp = (empLVLV%+empHVHV%+empMCMC%)/100 dimana empLV, LV%, empHV, HV%, empMC dan MC% adalah emp dan komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motorC = Kapasitas (smp/jam)

2.5.3TundaanTundaan pada suatu simpang terjadi karena dua sebab :1) Tundaan Lalu-Lintas (DT) Terjadi akibat interaksi lalu-lintas dengan gerakan yang lain dalam simpang. Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat dapat ditentukan dari kurva tundan empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel bebas.2) Tundaan Geometrik (DG) Terjadi akibat perlambatan dan percepatan suatu simpang kendaraan yang terganggu dan tak-terganggu. Dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Untuk DS < 1,0 :

DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1-PT) x 3) + DS x 4 (det/smp) (2.27)Untuk DS 1,0 : DG = 4

Keterangan :

DS= Derajat kejenuhanPT= Rasio arus belok terhadap arus total6= Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak- terganggu (det/smp) 4=Tundaan geometrik normal untuk kendaraan yang tergangu(det/smp)

Tundaan lalu-lintas simpang (simpang tak-bersinyal, simpang bersinyal dan bundaran) dalam manual adalah berdasarkan anggapan-angapan sebagai berikut :- Kecepatan referensi 40 km/jam.- Kecepatan belok kendaraan tak-terhenti 10 km/jam.- Tingkat percepatan dan perlambatan 1.5 m / det 2- Kendaraan terhenti mengurangi kecepatan untuk menghindari tundaan perlambatan, sehingga hanya menimbulkan tundaan percepatan.

2.5.4Definisi Tipe Simpang StandarSemua tipe simpang dianggap mempunyai kerb dan trotoar yang sesuai, dan ditempatkan daerah perkotaan dengan hambatan samping sedang. Semua gerakan yang membelok diperbolehkan. Berikut di bawah ini berbagai ilustrasi tipe simpang tak-bersinyal :

Gambar 2.6 Ilustrasi tipe simpang tak-bersinyal(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997) Tabel 2.20 Simpang dengan Empat-Lengan Kode TipePendekat jalan utamaPendekat jalan minor

Jumlah lajurMedianJumlah lajur

4221T1

4242T1

424M2Y1

4442T2

444M2Y2

( Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997) Tabel 2.21 Simpang dengan Tiga-LenganKode TipePendekat jalan utamaPendekat jalan minor

Jumlah lajurMedianJumlah lajur

3221T1

3242T1

324M2Y1

3442T2

344M2Y2

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)2.5.5Kapasitas DasarNilai kapasitas dasar diambil dari tabel 2.22 di bawah ini :Tabel 2.22 Kapasitas dasar menurut tipe simpangTipe simpang ITKapasitas dasar smp/jam

3222700

3422900

324 atau 3443200

4222900

424 atau 4443400

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)2.5.6Faktor Penyesuaian Lebar PendekatPenyesuaian lebar pendekat, (Fw), diperoleh dari Gambar 2.7 seperti terlihat di bawah ini :

Gambar 2.7 Faktor penyesuaian lebar pendekat (FW)(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)2.5.7Faktor Penyesuaian Median Jalan UtamaPertimbangan teknik lalu-lintas diperlukan untuk menentukan faktor median. Median disebut lebar jika kendaraan ringan standar dapat berlindung pada daerah median tanpa mengganggu arus berangkat pada jalan utama. Hal ini mungkin terjadi jika lebar median 3 m atau lebih. Pada beberapa keadaan, misalnya jika pendekat jalan utama lebar, hal ini mungkin terjadi jika median lebih sempit. Faktor penyesuaian median jalan utama diperoleh dengan menggunakan Tabel 2.23 di bawah ini :Tabel 2.23 Faktor penyesuaian median jalan utama (FM)UraianTipe MFaktor penyesuaian median jalan utama (FM)

Tidak ada median jalan utamaTidak Ada1,00

Ada median jalan utama, lebar 3,01,05

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)2.5.9Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan samping dan Kendaraan tak BermotorFaktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor diperoleh dengan menggunakan Tabel 2.25 di bawah ini :Tabel 2.25 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan (FRSU)

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)Tabel berdasarkan anggapan bahwa pengaruh kendaraan tak bermotor terhadap kapasitas adalah sama seperti kendaraan ringan, yaitu empUM =1,0. Persamaan berikut dapat digunakan jika pemakai mempunyai bukti bahwa empUM # 1,0, yang mungkin merupakan keadaan jika kendaraan tak bermotor tersebut terutama berupa sepeda.FRSU(PUM sesungguhnya) = FRSU(PUM= 0) (1- PUM empUM)2.5.10Faktor Penyesuaian Belok-KiriFaktor penyesuaian belok-kiri diperoleh dengan menggunakan gambar di bawah ini :

Gambar 2.8 Faktor penyesuaian belok-kiri (FLT)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 19972.5.11Faktor Penyesuaian Belok-KananFaktor penyesuaian belok-kanan diperoleh dengan menggunakan gambar di bawah ini :

Gambar 2.9 Faktor penyesuaian belok-kanan (FRT)Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997

2.5.12Faktor Penyesuaian Arus Jalan MinorFaktor penyesuaian arus jalan minor diperoleh dengan menggunakan gambar dan tabel di bawah ini :

Gambar 2.10 Faktor penyesuaian arus jalan minor (FMI)(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)Tabel 2.26 Faktor penyesuaian arus jalan minor (FMI)

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997)

2.6Jalan Luar KotaJalan luar kota tidak mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang jalan seperti jalan perkotaan. Meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang secara perlahan terjadi, contohnya rumah makan, pabrik atau perkampungan.Tipe-tipe jalan luar kota adalah sebagai berikut : Jalan dua-lajur dua-arah tak terbagi (2/2UD) Jalan empat-lajur dua-arah- tak terbagi (yaitu tanpa median) (4/2UD)- terbagi (yaitu dengan median) (4/2 D) Jalan enam-lajur dua-arah terhagi (6/2 D)2.6.1GeometrikIstilah-istilah geometrik dalam jalan luar kota sebagai berikut : Lebar jalur lalu-lintaskapasitas, dan kecepatan pada arus tertentu, bertambah sedikit dengan bertambahnya lebar bahu. Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat pada tepi jalur lalu-lintas. Ada atau tidaknya median (terbagi atau tak terbagi)median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas. Tetapi mungkin ada alasan lain mengapa median tidak diinginkan, misalnya kekurangan tempat, biaya, jalan masuk ke prasarana samping jalan dsb. Lengkung vertikalini mempunyai dua pengaruh, makin berbukit jalannya, makin lambat kendaraan bergerak di tanjakan (ini biasanya tidak diimbangi di turunan) dan juga pundak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua pengaruh ini mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu. Lengkung HorisontalJalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk bergerak lebih lambat dari pada di jalan lurus, agar yakin bahwa ban mempertahankan gesekan yang aman dengan permukaan jalan. Lengkung horisontal dan vertikal dapat dinyatakan sebagai tipe alinyemen umum (datar, bukit atau gunung). Mereka sering juga dihubungkan dengan kelas jarak pandang. Lengkung vertikal dan horisontal adalah sangat penting pada jalan dua-lajur dua-arah. Jarak pandangApabila jarak pandangnya panjang, menyalip akan lebih mudah dan kecepatan serta kapasitas lebih tinggi. Meskipun sebagian tergantung pada lengkung vertikal dan horisontal, jarak pandang juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang pandangan dari tumbuhan, pagar, bangunan dan lain-lain.2.6.2Pengendalian lalu-lintasPengendalian kecepatan, pergerakan kendaraan berat, parkir, dsb akan mempengaruhi kapasitas jalan.2.6.3Aktivitas Samping Jalan (hambatan samping)Banyaknya kegiatan di samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadang kala berat, dengan arus lalu-lintas. Pengaruh dari konflik ini, ("hambatan samping"), diberi perhatian lebih dalam manual ini, jika dibandingkan dengan manual dari negara Barat.Hambatan samping yang telah terbukti sangat berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan luar kota adalah: Pejalan kaki Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain Kendaraan lambat (misal becak, kereta kuda) Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan2.7Bangkitan PergerakanBangkitan pergerakan merupakan tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalulintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalulintas. Bangkitan lalu intas ini mencakup: Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi.

Gambar 2.11 Bangkitan dan tarikan pergerakanSumber : Perencanaan & Permodelan Transportasi (Tamin,2000)Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalulintas berupa jumlah kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya kendaraan/jam. Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau kendaraan yang masuk atau keluar dari suatu luas tanah tertentu dalam satu hari (atau satu jam) untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan pergerakan. Bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan yaitu tata guna lahan dan jumlah aktivitas (dan intensitas) pada tata guna laha tersebut.Dalam tujuan pergerakan ada lima kategori yang sering digunakan yaitu : pergerakan ke tempat kerja pergerakan ke sekolah atau universitas (pergerakan dengan tujuan pendidikan) pergerakan ke tempat belanja pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasiDalam sistem perencanaan transportasi terdapat empat langkah yang saling terkait satu dengan yang lain yaitu : Bangkitan pergerakan (Trip Generation) Distribusi perjalanan (Trip Distribution) Pemilihan moda (Moda Split) Pembebanan jaringan (Trip Assignment)Tujuan dasar dari bangkitan pergerakan adalah menghasilkan model hubungan yang mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Zona asal dan tujuan pergerakan biasanya juga menggunakan istilah trip end. Tahapan bangkitan pergerakan ini akan meramalkan jumlah pergerakan yang akan dilakukan oleh seseorang pada setiap zona asal dengan menggunakan data rinci mengenai tingkat bangkitan pergerakan, atribut, sosial ekonomi, serta tata guna lahan.

Tempat Kerja Rumah Bangkitan Tarikan Bangkitan Tarikan

Tempat Kerja Tempat Belanja Bangkitan Tarikan

Tarikan Bangkitan

Gambar 2.12 Bangkitan dan tarikan pergerakanSumber : Perencanaan & Permodelan Transportasi (Tamin,2000)2.7.1Permodelan Bangkitan PergerakanModel dapat didefinisikan sebagai bentuk penyederhanaan suatu realita (atau dunia yang sebenarnya); termasuk di antaranya : Model fisik (model arsitek, model teknik sipil, wayang golek, dan lain-lain) Peta dan diagram (grafis) Model statistika dan matematika (persamaan) yang menerangkan beberapa aspek fisik, sosial-ekonomi, dan model transportasi.Semua model tersebut merupakan cerminan dan penyederhanaan realita untuk tujuan tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan. Beberapa model dapat mencerminkan realita secara tepat. Sebagai ilustrasi, model maket (bagian dari model fisik) sering digunakan dalam ilmu arsitektur untuk mempelajari dan menganalisis dampak pembangunan suatu kota baru ataupun pengembangan wilayah terhadap lingkungan sekitarnya dengan menggunakan model berskala lebih kecil. Dalam ilmu teknik sipil, model maket (misalnya berskala 1:100) sering juga digunakan untuk mempelajari perilaku bendungan atau jembatan sebelum bangunan sipil tersebut dibangun dengan ukuran yang sebenarnya.

BAB IIIMETODOLOGI3.1UmumMetodologi dibuat untuk membantu dan memperoleh pemecahan masalah dalam tugas akhir ini, yang telah ditetapkan melalui prosedur kerja yang sistematis, teratur dan tertib. Adapun metode-metode yang dilakukan di tugas akhir ini antar lain 3.2Tahap Identifikasi MasalahTahap ini mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang sedang timbul di lapangan dan mencari solusi terbaik untuk diselesaikan nantinya. Agar dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.3.3Tahap Studi PustakaPada tahap studi pustaka ini mempelajari literatur yang diperlukan untuk memecahkan masalah supaya membuka pengetahuan luas dan memperdalam teori yang berhubungan dan valid. Literatur diambil dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) dan referensi- referensi lainnya.3.4Tahap Pengumpulan DataDalam tahap pengumpulan data dilaksanakan dengan tujuan untuk keperluan analisis. Data-data yang dikumpulkan yaitu :1. Data PrimerData primer merupakan data yang diperoleh dari survey di sekitar lokasi studi. Data yang dapat membantu analisa dan perhitungan adalah berupa :a) Data wawancara asal tujuanb) Data volume lalu lintas pada jalan eksisting dan jalan akses yang didapat dari survey secara langsung di lapangan. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat tanpa melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Data sekunder didapat dari instansi atau badan-badan terkait dan dari pihak pengembang (developer), Antara lain :a) Data Geometrik Jalan, persimpangan dan kondisi lingkunganData diperlukan untuk mengetahui berapa lebar jalan dan kondisi jalan eksisting serta alinyemen jalan tersebut.b) Peta LokasiUntuk mengetahui lokasi yang akan ditinjau dan untuk mengetahui kondisi persimpangan dan kondisi lingkunngan.c) Volume Lalu LintasData volume lalu lintas ini didapatkan dari data volume lalu lintas dari tugas akhir yang sudah ada atau instansi yang menyediakan data volume lalu lintas3.5 Tahap Analisa dan Pengelohan DataMenganalisa data yang sudah didapatkan dari survey di lapangan maupun dari literatur yang sudah ada, dan akan digunakan sebagai dasar pengerjaan tugas akhir ini

3.6Tahap Analisa Kinerja Ruas Jalan dan Simpang Kondisi EksistingTahap ini dilaksanakan bertujuan untuk menganalisa kondisi lalu lintas sebelum adanya pembangunan Jalan Tol Mojokerto-Kertosono. Lantas mengetahui kinerja persimpangan pada saat kondisi terkini atau eksisting.3.7Tahap Analisa BangkitanPada tahap ini dianalisa bangkitan lalu lintas yang berasal dari tol atau keluar dari jalan tol. Untuk mengetahui volume lalu lintas terhadap jalan akses keluar jalan tol ke jalan eksisting.3.8Tahap Analisa Kinerja Lalu Lintas Beroperasinya Jalan TolTahap ini menganalisa kinerja lalu lintas sesudah seluruh seksi jalan Tol Mojokerto-Kertosono beroperasi. Agar mengetahui perlu dilakukannya manajemen lalu lintas yang seperti apa pada volume lalu lintas di jalan-jalan eksisting tersebut.3.9Tahap Manajemen Lalu LintasTahap ini adalah tahap pemecahan masalah yang sedang timbul akibat pembangunan Jalan Tol Mojokerto-Kertosono di jalan eksisting dengan adaya penambahan volume lalu lintas pada jalan tersebut atau penurunan volume lalu lintas.3.10KesimpulanMenyimpulkan hasil-hasil dari derajat kejenuhan, jika derajat kejenuhan lebih dari kondisi dasar maka akan dilakukan manajemen lalu lintas dan dilakukan evaluasi ulang sampai nantinya nilai derajat kejenuhan kurang dari kondisi dasar. Adapun diagram alir atau flowchart metodologi.

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Data Primer-Data Volume Lalu Lintas(didapat dari lapangan)-Data wawancara asal tujuanData Sekunder-Data Geometrik Jalan-Peta Lokasi-Volume Lalu Lintas(didapat dari instansi)

Analisa Kinerja Ruas Jalan dan Simpang Kondisi Eksisting

Analisa Bangkitan dari Jalan Tol

Analisa Kinerja Lalu Lintas setelah beroperasinya Jalan Tol.

Tidak OK

DS < 0,75

OKManajemen Lalu lintas

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram AlirDAFTAR PUSTAKADirektorat Jenderal Bina Marga (1997). Manual Kajian Lalu Lintas Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum Jakarta. M. Ekky Gigih Prakoso (2009). Manajemen Lalu Lintas Akibat Pembangunan Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya. Tugas Akhir . Jurusan S-1 Teknik Sipil. Pemerintahan Republik Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tentang Jalan Tol.Tamin, Ofyar Z. (2000). Perencanaan & Permodelan Transportasi. Edisi Kedua. Penerbit Institut Teknologi Bandung.Wiarta,Firendra Hari (2007). Perencanaan Jalan Tol Kertosono-Mojokerto STA 18+450 STA 21+450 Menggunakan Perkerasan Kaku Di Kabupaten Jombang-Jawa Timur. Tugas Akhir . Jurusan S-1 Teknik Sipil.

BAB IVPENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA4.1Pengumpulan DataPengumpulan data yang digunakan dalam pembuatan tugas akhir ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data yang didapat dengan cara survei langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas dan atau instansi terkait yang berhubungan dengan tugas akhir ini. Pada pengumpulan data ini dilakukan 4 jenis survey dengan berbagai lokasi survey yang berbeda-beda :1. Survey pencacacah arus lalu lintas pada persimpangan (Intersection Traffic Count) Berlokasi pada 5 persimpangan jalan. Dilaksanakan selama 3 hari, perharinya seluruh lengan selama 12 jam (peak dan off-peak) Komposisi kendaraan terklasifikasi 10 jenis kendaraan2. Survey Waktu Perjalanan dan Tundaan (Travel Time and Delay) Pada 5 ruas jalan sekitar rencana jalan tol Kertosono - Mojokerto Dilaksanakan selama 3 hari, dengan waktu pengamatan pada waktusibuk dan tidak sibuk. Pengamatan lokasi, jenis dan lama tundaan Pencatatan kecepatan dan waktu perjalanan Metode MCO (Moving Car Observer)3. Survey Pencacah Arus Lalu Lintas (Traffic Count) Pada 5 ruas jalan Dilaksanakan selama 3 hari, perharinya kedua jurusan selama 24 jam Komposisi kendaraan terklasifikasi 10 jenis kendaraan4. Survey Asal-Tujuan (Origin-Destination) Pada 5 ruas jalan Dilaksanakan bersamaan dengan survey Traffic Counting selama 3hari, perharinya kedua jurusan selama 24 jam Pencatatan jenis kendaraan, asal-tujuan dan maksud perjalananPada gambar 4.1 dapat dilihat lokasi survey di Kertosono, Jombang dan Mojokerto.Gambar 4.1 Lokasi Survey Lalu LintasSumber : Laporan Survey Lapangan Lalu-Lintas dan Analisa Lalu Lintas MHI4.1.1Pengumpulan Data PrimerData primer yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Kondisi Geometrik Jalan Data geometrik jalan didapat dari data yang telah diberikan oleh Investor dari Jalan Tol Mojokerto-Kertosono, MHI (Marga Harjaya Infrastruktur). Ada 5 lokasi persimpangan yang berhubungan dengan jalan tol Mojokerto-Kertosono. Di 5 lokasi persimpangan ini akan dilakukan perhitungan lalu lintas kendaraan yag bertujuan untuk mengetahui besaran dan arah pergerakan lalu lintas pada persimpangan di sekitar rencana jalan tol Mojokerto-Kertosono. 5 lokasi persimpangan tersebut adalah : 1. Persimpangan Mengkreng (Kertosono-Kediri)2. Persimpangan Sambrong (Jombang)3. Persimpangan Stasiun Jombang (Jombang)4. Persimpangan Jombang Baru (Jombang)5. Persimpangan Bypass (Mojokerto)

1. Persimpangan Mengkreng (Kertosono-Kediri) Persimpangan Mengkreng merupakan simpang yang mempertemukan arus kendaraan dari Kediri dengan jalan Nasional ruas Kertosono Jombang, simpang ini menggunakan sistem kanalisasi dan terdapat Pos Lantas Polsek Purwoasri untuk mengatur simpang pada saat saat jam sibuk. Pada Gambar 4..2 dapat dilihat gambaran persimpangan Mengkreng dan pada Gambar 4.3. terlihat bahwa arus kuatnya adalah di jalan Nasional yang menghubungkan Nganjuk dan Surabaya dengan prosentase 62,07 68,60 %.

Gambar 4.2 Persimpangan Mengkreng (Kertosono-Kediri)Sumber : Laporan Survey Lapangan Lalu-Lintas dan Analisa Lalu Lintas MHI

Gambar 4.2 Persimpangan Mengkreng (Kertosono-Kediri)Sumber : Laporan Survey Lapangan Lalu-Lintas dan Analisa Lalu Lintas MHI

38