bab 1,2,3 tingkat kecemasan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
B. Latar Belakang Masalah
Menuntut ilmu merupakan hak dan kewajiban setiap orang yang harus
berlanjut dari buaian hingga liang lahat, sehingga semua ilmu harus dipelajari,
dipahami dan dimengerti serta diamalkan. Walaupun dengan mengetahui
sedikit saja, tetapi tetap harus ada satu bidang yang sangat dikuasai.
Matematika menempati posisi utama dibandingkan dengan bidang
lainnya. Matematika merupakan bahasa pengetahuan dan matematika berguna
disegala area kehidupan manusia dari tingkat kehidupan manusia yang sangat
sederhana seperti permainan jual beli yang dilakukan anak-anak hingga
tingkat kehidupan yang sulit dan rumit dalam bidang industri, dan teknologi.
Makin bertambah kompleksnya permasalahan yang timbul dalam kehidupan,
kegunaan matematika semakin berkembang dengan sangat mengesankan, oleh
karena itu pada masyarakat umumnya kemampuan matematika dasar menjadi
sangat penting. Sebab orang-orang yang memiliki intelegensi yang cukup
tinggi sebagian besar yaitu orang-orang yang memahami matematika.
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh pendapat dari Morris Kline yang
menyatakan “kiranya tak diragukan lagi bahwa matematika merupakan salah
satu puncak kegemilangan intelektual”2
2 Jujun S.Suriasumantri “Ilmu perspektif Sebuah Kumpulan Tentang Hakekat Ilmu”, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1997), h. 172
1
Matematika menjadi mata pelajaran yang tersedia mulai dari taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Anak-anak balita yang menempuh
pendidikan di taman kanak-kanak mulai diperkenalkan konsep-konsep dasar
matematika seperti pengenalan himpunan, konsep angka, penjumlahan,
pengurangan. Siswa sekolah dasar mulai diajarkan materi yang lebih tinggi
lagi, dan mulai diajak berfikir abstrak dan berlogika serta berfikir ilmiah
dalam taraf yang sederhana dan mudah. Tahapan belajar matematika ini
berlanjut sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu, SMP, SMA,
dan perguruan tinggi. Materi yang diajarkan juga sudah mencapai taraf tinggi
pula. Bila saat di SD penekanannya pada aritmetika (penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian), geometri dan aljabar sederhana,
maka pada jenjang pendidikan yang lebih lanjut semakin berkembang dan
materi yang diperkenalkan semakin kompleks.
Matematika menjadi sangat penting dan harus diajarkan semua jenjang
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari kegunaannya yang sangat bermanfaat
bagi kehidupan manusia diperjalanan kehidupannya. Hingga saat ini masih
beredar pandangan bahwa anak dikatakan cerdas bila ia menguasai pelajaran
matematika. Bahkan, ada pandangan sebagian orang tua dan guru yang apabila
anak dan peserta didiknya memperoleh nilai kurang bagus dalam mata
pelajaran matematika, maka mereka menganggap anak dan peserta didiknya
belum berhasil dalam belajar. Ada juga sebagian orang tua hanya sekedar
menanyakan ranking tanpa melakukan bimbingan lebih lanjut seperti
2
memberikan les tambahan pada bidang yang kurang dikuasai oleh anak
tersebut.
Karena pengalaman-pengalaman subjektif terhadap matematika ini
sangat membekas, sejalan dengan prinsip avoidance learning (menghindari
pembelajaran) sebagian siswa mengalami kecemasan saat akan melakukan
kontak dengan matematika, baik saat ada Pekerjaan Rumah (PR), pelajaran,
mengerjakan tugas di depan kelas dan pada saat ulangan. Kecemasan timbul
akibat sulit dipahaminya materi matematika dan juga antisipasi prestasi yang
kurang bagus. Bahkan sebagian ada yang tidak jelas apa yang dicemaskannya.
Prestasi belajar matematika sebagai ukuran penentu keberhasilan
belajar siswa yaitu dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain kemampuan
siswa, minat siswa, perhatian siswa terhadap mata pelajaran, dan kecemasan
yang dialami berkaitan dengan mata pelajaran tersebut.
Siswa yang mempunyai keinginan berprestasi bagus tidak mudah
menempuhnya. Banyak faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar.
Nana Syaodih menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar , (a)
faktor dari dalam diri siswa , dan (b) faktor lingkungan.3
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa biasanya berkaitan dengan
kepercayaan diri dan pengendalian emosi (kecemasan) siswa bila sedang
menghadapi suatu pelajaran yang tidak disenanginya serta motivasi yang
berasal dari dalam diri siswa yang merupakan dorongan dan keinginan dari
dalam diri siswa untuk belajar matematika dengan baik. Selain itu kondisi
3 Nana Syaodih S. “Landasan Psikologi Proses Pendidikan”, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007) h. 162.
3
intelektual juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Kondisi intelektual
ini menyangkut kecerdasan, bakat, dan penguasaan siswa akan pengetahuan
pelajaran matematika. Kemudian faktor lingkungan biasanya mencakup
sekolah yang terdiri atas teman-teman dan kodisi belajar serta motivasi guru
terhadap siswa agar lebih bersemangat untuk mengikuti pelajaran, rumah yang
terdiri dari situasi dan kondisi rumah serta dorongan orang tua terhadap
anaknya harus sesuai dengan keinginannya, dan lingkungan masyarakat juga
berpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajar siswa, di mana warganya
memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, misalnya terdapat lembaga-
lembaga pendidikan dan sumber belajar didalamnya akan memberikan
pengaruh positif terhadap semangat serta perkembangan belajar generasi.
Siswa yang mengalami kecemasan terhadap matematika tidak bisa
didiamkan saja tanpa memberikan bantuan kepada siswa untuk mengatasi
keadaannya itu. Sebagian guru ada yang memberikan bimbingan lebih lanjut
dengan melakukan pendekatan kepada siswa agar siswa tidak merasa cemas
bila menghadapi pelajaran matematika, selain itu juga ada sebagian guru yang
menciptakan suasana belajar menjadi tidak membosankan, juga dalam
memyampaikan materi guru tersebut tidak berbelit-belit.
Menurut Linda L. Davidoff ada beberapa teknik untuk membantu siswa mengatasi kecemasannya, yaitu : (a) memberikan bimbingan untuk meningkatkan perasaan pengendalian emosi pada diri siswa, (b) melakukan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan, (c) penggunaan materi pelajaran yang tepat dan konkrit agar siswa mengerti konsep matematika.4
C. Identifikasi Masalah
4 Linda L. Davidoff, “Psikologi Suatu Pengantar”, (Jakarta : Erlangga, 1988), h. 61-62
4
Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa masalah yang dapat
diidentifikasi antara lain :
1. Mengapa matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit oleh siswa?
2. Mengapa matematika merupakan mata pelajaran yang penting bagi siswa?
3. Apakah penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa bila menghadapi
pelajaran matematika?
4. Bagaimana cara mengatasi kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran
matematika?
5. Apakah terdapat hubungan antara kecemasan siswa dalam menghadapi
pelajaran matematika dengan hasil belajar matematika siswa?
D. Pembatasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil belajar matematika yang tinggi salah satu
diantaranya adalah mengurangi tingkat kecemasan siswa terhadap pelajaran
matematika. Banyaknya hal-hal yang diperlukan dalam mengatasi kecemasan
siswa,maka pembahasan ini dibatasi dalam hal :
1. Kecemasan siswa dibatasi pada ketidaksukaan siswa terhadap pelajaran
matematika serta ketidakpercayaan pada diri siswa dibidang matematika.
Sehingga kecemasan juga dapat menimbulkan reaksi fisik yang meliputi,
telapak tangan berkeringat, otot tegang, jantung berdegup kencang, pipi
merona, pusing-pusing.
2. Hasil belajar siswa dibatasi pada perolehan tes hasil belajar dalam
penguasaan mata pelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan
5
faktorisasi suku aljabar. Faktorisasi suku aljabar ini meliputi pengertian
suku satu, suku dua, dan suku tiga dalam variabel, operasi pada bentuk
aljabar, dan pemfaktoran.
E. Perumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut :
“ Apakah terdapat hubungan antara kecemasan siswa dalam menghadapi
pelajaran matematika dengan hasil belajar matematika siswa ? “
F. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Khusus Penelitian
Ditinjau dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara kecemasan siswa dalam
menghadapi pelajaran matematika dengan hasil belajar matematika siswa
tersebut.
2. Tujuan Umum Penelitian
a. Mengidentifikasi besarnya kecemasan siswa dalam menghadapi
pelajaran matematika.
b. Mengidentifikasi tinggi rendahnya hasil belajar matematika siswa.
Semakin tinggi hasil belajar matematikanya, berarti tingkat
kecemasannya rendah. Sebaliknya, semakin rendah hasil belajar
matematikanya, berati tingkat kecemasannya tinggi.
6
c. Membandingkan antara kecemasan siswa dengan hasil belajar
matematikanya.
G. Manfaat Hasil Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman menerapkan ilmu yang diperoleh dari fakultas
keguruan khususnya pada jurusan matematika serta menambah wawasan
dan pengetahuan dalam bidang matematika.
2. Bagi Jurusan Matematika
Menambah kepustakaan dalam hal penelitian dibidang pendidikan
khususnya matematika.
3. Bagi Guru Matematika
Dapat mengetahui tingkat kecemasan siswa bila menghadapi pelajaran
matematika sekaligus untuk mengoreksi sejauh mana kekurangan guru
tersebut dalam memberikan materi-materi yang diajarkan.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESA
7
A. Kajian Teori
2. Kecemasan
Bila seseorang dihadapkan kepada sesuatu, dan hal itu dapat
menyebabkan seseorang merasa takut, atau setidaknya dapat menimbulkan hal
yang tidak menyenangkan dalam dirinya maka dia dikatakan mengalami
kecemasan, baik dalam taraf rendah maupun taraf tinggi. Seringnya
mendengar kecemasan sehingga setiap dihadapkan terhadap sesuatu yang
menimbulkan rasa tidak menyenangkan yang dapat mempengaruhi emosi dan
fisiologis maka disebut cemas.
Secara garis besar biasanya individu yang mengalami kecemasan dapat
menimbulkan bermacam reaksi diantaranya yaitu timbul rasa was-was,
khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, gugup, tegang, dan
telapak tangan berkeringat. Bahkan jika kecemasan itu sedang terjadi, perilaku
siswa ada yang mau menghadapi pelajaran tersebut, namun tidak sedikit pula
yang menghindarinya.
Nana Syaodih S. menyatakan “kecemasan dan kekhawatiran memiliki nilai positif, asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dapat merupakan motivasi. Kecemasan dan kekhawatiran yang sangat kuat bersifat negatif, sebab dapat menimbulkan gangguan baik secara psikis maupun fisik”.5
5 Nana Syaodih S. “Landasan Psikologi Proses Pendidikan”, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007) h. 84.
8
Menunjukkan bahwa kecemasan tidak semuanya memiliki nilai negatif
tetapi juga bisa bernilai positif. Kecemasan yang bernilai positif biasanya
kecemasan yang bisa meningkatkan semangat yang tinggi untuk mencapai
hasil yang memuaskan. Seseorang yang merasa cemas terhadap sesuatu,
biasanya tidak bisa mengharapkan pertolongan dari orang lain, sehingga untuk
mencapai hasil yang memuaskan, seseorang harus berjuang sendiri tanpa
bantuan orang lain. Namun lain halnya jika kecemasan itu memilki nilai
negatif. Kecemasan yang berlebihan dapat menimbulkan kepanikan, sehingga
dalam mengerjakan sesuatu tidak difikirkan secara matang dan hasil yang
dicapainyapun tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.
W.F Maramis mendefinisikan kecemasan sebagai “ketegangan, rasa tak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui”.6
Jadi penelitian ini menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan bagian
dari perasaan emosi. Ketika perasaan cemas itu muncul, maka apa yang
dirasakannya berbaur menjadi perasaan yang tidak menyenangkan, dan
perasaan yang tidak menyenangkan biasanya meliputi perasaan tegang,
khawatir, gugup, panik, dsb.
3. Kecemasan Terhadap Matematika
Setiap kali kita mendengar kata matematika biasanya yang terfikir
dalam benak adalah suatu pelajaran yang menyulitkan, menegangkan, dan
tidak disukai oleh sebagian besar siswa, khususnya mereka yang kurang
6 W.F. Maramis, “Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa”, (Surabaya : Airlangga University Press, 1998), h. 745.
9
memahami pelajaran matematika. Apalagi setiap kali diminta untuk
menyelesaikan soal-soal matematika, mereka tidak bisa menyelesaikannya,
sehingga menimbulkan rasa tidak percaya diri terhadap pelajaran matematika.
Sebagian siswa yang mengalami kecemasan terhadap pelajaran matematika
biasanya mereka akan berusaha menghindari pelajaran tersebut, karena
mereka takut diminta untuk mengerjakan soal-soal matematika, hal inilah
yang disebut sebagai kecemasan terhadap matematika.
Mathison menyatakan “Kecemasan terhadap matematika adalah sebagai ketakutan yang dapat berasal dari kegelisahan sederhana yang diasosiasikan dengan operasional angka-angka sampai meninggalkan mata pelajaran matematika secara total dan meninggalkan kelas matematika”.7
Siswa yang merasa cemas bila menghadapi pelajaran matematika
biasanya sebagian ada yang sampai meninggalkan pelajaran matematika,
misalnya mencari berbagai macam alasan untuk tidak mengikuti pelajaran
matematika. Hal ini disebabkan karena mereka merasa takut bila diminta
untuk mengerjakan soal-soal matematika oleh gurunya, sehingga setiap kali
akan menghadapi pelajaran matematika, siswa sudah merasa cemas.
Pendapat Mathison juga didukung oleh Richardson dan Suinn yang mendefinisikan “Kecemasan terhadap matematika sebagai perasaan ketegangan dan kecemasan bercampur dengan manipulasi angka-angka pemecahan masalah-masalah matematika”.8
Berdasarkan pendapat-pendapat tentang kecemasan terhadap
matematika, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan terhadap matematika
mencakup perasaan tegang, tidak suka kepada matematika dan tidak percaya
7 Debora Couch-Kuchey, “Math anxiety in Pre-Service Elementary Teachers”, (Ohio :Universiyy of Cincinnati, 1994), Terjemahan (Jakarta : Erlangga, 1996), h. 202
8 Ibid.
10
diri pada kemampuan dibidang matematika. Mereka yang cemas terhadap
matematika sebenarnya kecemasannya tidak lebih dari kecemasan terhadap
perolehan hasil ulangan matematika. Kecemasan terhadap matematika
biasanya disamakan dengan ketidakpercayaan dalam belajar matematika.
Siswa yang menganggap matematika sulit dan menyeramkan timbul
karena siswa tidak yakin dengan kemampuannya, sikap, pengharapan,
informasi pelajaran yang didapat, pengkondisian sejak kecil misalnya selalu
dipaksakan oleh orang tua untuk belajar matematika dan harus mendapat nilai
bagus, adanya pengalaman yang menimbulkan kecemasan, atau karena adanya
konflik mental yang dialami oleh individu dalam hal memilih mata pelajaran
yang disukai, tetapi tidak sesuai dengan harapan atau keinginannya. Rasa
cemas pada suatu mata pelajaran, khususnya mata pelajaran matematika dapat
timbul pada semua siswa sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah, dan
permasalahan itu dapat membuat konsentrasi menjadi terpecah, sehingga
hasilnya pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
W.S Winkel membagi atau menyebutkan beberapa permasalahan yang ditimbulkan oleh rasa cemas, yaitu : (a) Kecemasan menjadi penyebab atau akibat dari hasil belajar yang kurang memuaskan. (b) Kecemasan yang terlalu mendalam dapat menghambat siswa dalam mempelajari materi yang baru. (c) Siswa yang merasa cemas, mengalami kesulitan dalam menghadapi materi yang harus ditata ulang sendiri meskipun siswa tersebut menaruh perhatian. (d) Siswa yang cenderung terlalu gelisah atau cemas sering mengalami kesulitan dalam menentukan sasaran yang realistik”.9
Berbagai pendapat yang telah dikemukakan tentang permasalahan
yang ditimbulkan dari kecemasan, maka permasalahan tersebut dapat
dikembangkan menjadi :
9 W.S. Winkel, “Psikologi Pengajaran”, (Jakarta : Grasindo, 1996), h. 158-160
11
(a) Kecemasan dapat menjadi penyebab atau akibat dari hasil belajar yang
kurang memuaskan. Siswa sering mengalami kecemasan bila
menghadapi ujian tanpa mempersiapkan diri sehingga siswa yang sudah
belajar dengan sungguh-sungguh namun saat menghadapi pertanyaan
ujian seakan-akan semua materi yang telah dipelajarinya hilang begitu
saja. Kecemasan di sini timbul akibat dari kurangnya persiapan belajar.
(b) Kecemasan yang terlalu mendalam dapat menghambat siswa dalam
mempelajari materi yang baru, terutama materi yang membutuhkan
perhatian tinggi dan konsentrasi pikiran. Kecemasan jenis ini timbul
karena siswa harus mempelajari materi yang baru, sedangkan materi
sebelumnya siswa belum begitu memahami. Akan tetapi ketika sedang
belajar timbul pikiran dan perasaan yang menunjukkan ketidakmampuan
terhadap penguasaan materi baru. Pertentangan tersebut memicu
kecemasan sehingga perhatian dan konsentrasinya dalam mempelajari
materi yang baru menjadi terganggu.
(c) Siswa yang merasa cemas, mengalami kesulitan dalam menghadapi materi
yang harus ditata ulang sendiri meskipun siswa tersebut menaruh
perhatian. Siswa yang menggunakan teknik belajar yang salah atau
pencatatan materi yang tidak sistematis dapat mengalami kesusahan atau
kesulitan dalam memahami suatu materi.
(d) Siswa yang cenderung terlalu gelisah atau cemas sering mengalami
kesulitan dalam menentukan sasaran yang realistis. Tidak jarang mereka
12
tentukan sasaran yang terlalu sukar, atau terlalu mudah dicapai yang
tidak sesuai dengan kemampuan dirinya.
Dennis Greenberger menggolongkan beberapa reaksi seseorang pada saat mengalami kecemasan, yaitu : (1) Reaksi fisik meliputi, telapak tangan berkeringat, otot tegang, jantung berdegup kencang, pipi merona, dan pusing-pusing. (2) Perilaku meliputi, menghindari situasi pada saat kecemasan biasa terjadi, meninggalkan situasi ketika kecemasan mulai terjadi. (3) Suasana hati meliputi, gugup, jengkel, cemas, dan panik.10
Jadi penelitian ini menyimpulkan bahwa kecemasan terhadap
matematika secara tidak langsung adalah persepsi seseorang atau individu
terhadap dirinya sendiri akan kemampuan untuk belajar matematika serta
kemampuan dirinya untuk memperoleh hasil yang bagus. Selain dari materi
matematika yang dianggap sulit, kecemasan juga dapat timbul oleh sistem
pengajaran, kemampuan guru dan kemampuan akademik siswa. Kemampuan
guru sangat mempengaruhi siswa dalam belajar, sebab guru yang yang merasa
cemas dalam pengajaran, maka dapat menghasilkan siswa yang cemas juga
dalam pembelajaran. Karena sikap guru secara langsung berhubungan pada
kemampuan siswa dan sikap siswa terhadap matematika, sehingga dalam
menghadapi pelajaran matematika, mereka menunjukkan reaksi yang berbeda-
beda.
4. Belajar
Belajar merupakan kebutuhan pokok yang berlangsung seumur hidup,
sama halnya dengan pertumbuhan manusia. Belajar dimulai sejak lahir sampai
10 Dennis Greenberger, “Manajemen Pikiran”, (Bandung : Kaifa, 2004 ), h. 210
13
dengan menjelang kematian. Proses balajar ditandai oleh adanya perubahan
pada perilaku individu, tetapi tidak semua perubahan individu terjadi karena
belajar. Kegiatan belajar dilakukan individu baik secara sadar ataupun tidak
sadar, sengaja ataupun tidak disengaja, direncanakan ataupun tidak
direncanakan. Belajar biasanya berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru.
Ada beberapa perubahan yang dialami individu yang juga bukan karena usaha
belajar, mungkin karena adanya unsur-unsur kimiawi, seperti karena minum
obat, minuman keras, narkotika, dsb. Biasanya unsur perubahan dan
pengalaman hampir selalu ditekankan dalam rumusan atau definisi tentang
belajar.
Menurut Witherington “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.11
Jadi penelitian ini menyimpulkan bahwa perbuatan belajar matematika
dapat berupa keterampilan siswa dalam memecahkan soal-soal matematika,
kebiasaan siswa mengulang kembali pelajaran yang telah dipelajari di sekolah,
sehingga pengetahuan terhadap pelajaran matematika juga semakin
bertambah. Setiap kita melakukan sesuatu pasti ada konsekuensi yang akan
kita terima, dan setiap usaha akan membawa hasil, entah itu keberhasilan atau
kegagalan. Apabila siswa berhasil dalam belajar, maka ia akan merasa senang,
puas, dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan usaha
belajar berikutnya.
11 Nana Syaodih S ,op.cit., h. 155
14
5. Hasil Belajar
a. Pengertian hasil belajar
Hasil belajar merupakan proses akhir dalam pengajaran yang
digunakan sebagai tolak ukur guru. Apakah guru tersebut telah berhasil
dalam kegiatan belajar mengajar. Asumsi dasarnya adalah bila proses
pengajaran yang dilakukan secara optimal, maka memungkinkan hasil
belajar yang optimal pula. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi
proses pengajaran, makin tinggi pula hasil belajarnya.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
Menurut Nana Sudjana, Hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni: (1) Faktor dari dalam diri siswa
(kemampuan), dan (2) Faktor dari luar diri siswa (lingkungan).12
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang
datang dari dalam diri siswa yaitu motivasi belajar, minat dan perhatian,
serta sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, juga faktor fisik dan psikis.
Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan
wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku
individu yang dinilai dan disadarinya. Sedangkan faktor-faktor yang
datang dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa
salah satunya adalah lingkungan belajar (sekolah). Selain itu juga, salah
satu yang diduga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah guru.
Cukup beralasan mengapa guru mempunyai pengaruh dominan terhadap
12 Nana Sudjana, “Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar”, (Bandung : Remaja Rosdakarya. 2006), h. 22
15
kualitas pengajaran, sebab guru adalah sutradara sekaligus aktor dalam
proses pengajaran.
6. Matematika
Matematika sangat erat kaitannya dengan kumpulan angka-angka.
Sejak kita lahir ke dunia ini, kita tidak pernah lepas dari hitungan angka-
angka. Bahkan matematika hampir tidak pernah bisa terpisah dari kehidupan
manusia. Mulai dari kita masuk Sekolah Dasar, kita sudah langsung
dihadapkan dengan pelajaran matematika. Bahkan ada sebagian sekolah yang
mengadakan ujian untuk bisa masuk ke sekolah tersebut dengan ujian yang
berhubungan dengan matematika. Biasanya pelajaran matematika yang
diajarkan di SD masih pada taraf yang paling sederhana, misalnya
penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian.
Menurut Dali S. Naga, mata pelajaran matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang, yaitu aritmetika, aljabar, dan geometri. aritmetika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Secara singkat aritmetika atau berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan.13
Matematika berguna juga sebagai alat berfikir logis. Matematika
biasanya diajarkan cara berfikir logis dan sistematis dalam pengambilan hasil
akhir dari suatu proses matematika. Matematika berkembang secara hirarkis
sehingga dalam pengajarannya juga harus bertahap dalam tingkat pendidikan
yang bertahap juga. Jika dalam suatu materi tidak diajarkan atau tidak
13 Mulyono Abdurrahman, “Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar”, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), h.253
16
dimengerti, maka dalam tahap selanjutnya akan mengalami ketinggalan untuk
mempelajari tahap berikutnya, sehingga makin tinggi tingkat pendidikannya
semakin sulit matematika yang diajarkan serta analisa dan logika yang
digunakannya.
Wittgenstein menyatakan matematika tak lain adalah metode berfikir logis. Sedangkan Bertrand Russell menyimpulkan “Matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika”.14
Matematika tidak pernah lepas dari kumpulan bilangan. Namun dari
kumpulan bilangan tersebut, matematika menggunakan bahasa yang berbeda
dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan bahasa
tersebut disebut bahasa simbolik. Berkaitan dengan bahasa yang digunakan,
yaitu bahasa simbolik dan juga penggunaan angka (numerik), maka
matematika memiliki perbedaan dengan bahasa verbal. Matematika
memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif sedangkan
bahasa verbal mengemukakan pernyataannya bersifat kualitatif, sehingga
penjelasan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak.
John G. Kemeny mandefinisikan matematika sebagai “pelajaran
tentang bilangan dan ruang“15. Berkaitan dengan pelajaran tentang bilangan
kemudian berkembang ke dalam bentuk aljabar, dan pelajaran tentang ruang
biasanya berkaitan dengan ilmu ukur (geometri)
14 Bertrand Russell, “On the Philosophy of Science”, (New York: the Bobbs-Merril, 1965), Terjemahan Jujun S. Suriasumantri, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007), h. 199
15Jujun S.Suriasumantri, “Ilmu perspektif Sebuah Kumpulan Tentang Hakekat Ilmu”, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1997), h. 186
17
Pada setiap tingkat pendidikan, matematika menjadi mata pelajaran
yang harus dan perlu diajarkan pada semua siswa, kecuali pada tingkat
perguruan tinggi disesuaikan dengan fakultas dan jurusan, namun tetap saja
ada mata kuliah yang berhubungan dengan matematika, seperti mata kuliah
statistik yang pastinya dibutuhkan untuk menyelesaikan perhitungan pada
skripsi.
Cornelius mengemukakan ada beberapa alasan mengapa matematika perlu diajarkan kepada siswa, yaitu : (1) Sarana berfikir yang jelas dan logis. (2) Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. (3) Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman. (4) Sarana untuk mengembangkan kreatifitas. (5) Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.16
Matematika, seperti kita ketahui mempunyai peranan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Mulai dari kehidupan dalam tahap sederhana
dan mudah sampai pada tingkat kehidupan yang paling sulit dan tinggi.
Jadi penelitian ini menyimpulkan bahwa matematika sangat erat
kaitannya dengan manusia, dan manusia sekarang hidupnya tidak lepas dari
angka-angka. Mulai dari tahap yang mungkin tidak dapat diperkirakan seperti
dalam membuat makanan harus menggunakan resep dengan takaran yang pasti
dan seimbang, membuat susu untuk balita harus dengan takaran yang cukup
antara air dan susunya. Begitu juga dengan kehidupan yang lebih rumit yang
menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya dalam membuat rumah
harus pasti ukuran antara satu ruang dengan ruang yang lain, sehingga terjadi
keseimbangan ketika rumah tersebut sudah jadi, juga dalam komposisi bahan
bangunan sehingga rumah tersebut dapat ditentukan kekuatannya untuk berapa
16 Mulyono Abdurahman, op.cit., h. 253
18
lama rumah tersebut dapat bertahan. Selain untuk ilmu-ilmu pasti, matematika
juga dapat berguna dalam ilmu-ilmu sosial. Model matematis yang cocok
dapat dipergunakan untuk membahas masalah ilmu-ilmu sosial.
7. Faktorisasi suku aljabar
Aljabar adalah sebuah gabungan bilangan biasa dan huruf-huruf yang
dipasangkan dengan bilangan-bilangan tersebut. Biasanya aljabar merupakan
simbol yang digunakan untuk mempermudah perhitungan dalam matematika,
dan biasanya aljabar itu disimbolkan dengan huruf-huruf misalnya abjad dari a
sampai z. Jadi , adalah pernyataan-
pernyataan aljabar.
Pada sebuah aljabar terdapat suku-suku, biasanya sebuah suku terdiri
dari hasil kali, dan hasil bagi bilangan-bilangan, biasanya dengan huruf-huruf
yang merupakan pasangan bilangan-bilangan tersebut. Jadi
merupakan suku-suku. Suku terbagi menjadi beberapa bagian antara lain :
Monomial yaitu pernyataan aljabar yang terdiri dari satu suku. Binomial yaitu
pernyataan aljabar yang terdiri dari dua suku. Trinomial yaitu pernyataan
aljabar yang terdiri dari tiga suku, dan multinomial yaitu pernyataan aljabar
yang suku-sukunya lebih dari satu.
Faktorisasi merupakan pengubahan bentuk penjumlahan dan
pengurangan menjadi bentuk perkalian. Faktorisasi atau pemfaktoran dapat di
faktorkan jika memiliki suku-suku yang serupa. Jika dalam pemfaktoran
terdapat suku yang berbeda, maka tidak dapat difaktorkan, namun bisa
difaktorkan dengan cara memisahkan variabelnya. Misalnya, dapat di
19
faktorkan menjadi . Karena sedangkan , jadi kedua
suku tersebut memiliki suku yang sama yaitu .
Berdasarkan pengertian di atas, faktorisasi suku aljabar dapat
dioperasikan ke dalam beberapa bentuk, antara lain :
1) Penjumlahan dan Pengurangan
Penjumlahan pernyataan aljabar diperoleh dengan
menggabungkan suku-suku yang serupa. Selanjutnya untuk menyelesaikan
penjumlahan ini, pernyataan aljabar boleh diatur dalam baris-baris dengan
suku-suku serupa dalam kolom yang sama, kolom-kolom ini kemudian
dijumlahkan.
Contoh : Jumlahkan dengan
Tulis +
sehingga hasilnya adalah
Pengurangan pernyataan aljabar yaitu selisih dari suku-suku yang
serupa atau sejenis. Contohnya hampir sama dengan penjumlahan aljabar
hanya bentuknya diubah menjadi bentuk pengurangan.
2) Perkalian dua suku
Perkalian dua suku yaitu mengalikan satu suku dengan satu suku
lain lalu hasilnya digabungkan.
Contoh : Kalikan dengan
Tulis Jadi hasilnya
adalah
20
3) Pembagian aljabar
Membagikan antara suku satu dengan suku yang lainnya
sehingga memperoleh hasil.
Contoh : Bagikan dengan
Tulis :
0 Jadi hasil pembagiaannya adalah .
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang digunakan maka dapatlah disusun
kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yaitu kecemasan yang merupakan
faktor yang memiliki hubungan dengan hasil belajar. Kecemasan yang
dimaksud di sini adalah keadaan di mana seseorang merasa kurang percaya
diri atas kemampuannya terhadap suatu pelajaran, sehingga dapat
menimbulkan berbagai macam reaksi yang kurang menyenangkan pada diri
siswa. Sebagian siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah
pelajaran yang paling menyeramkan dan menakutkan, sehingga dalam
menghadapi pelajaran tersebut, mereka menunjukkan sikap yang berbeda-
beda. Ada yang merasa senang bila menghadapi pelajaran matematika, itu
disebabkan karena mereka merasa mampu dan bisa pada pelajaran tersebut.
Namun tidak sedikit pula yang merasa cemas dan takut bila menghadapi
pelajaran matematika, mungkin karena mereka merasa belum bisa atau belum
memahami pelajaran tersebut, atau juga mereka kurang menyukai guru yang
mengajar pelajaran tersebut.
21
Siswa yang merasa cemas bila menghadapi pelajaran matematika,
berarti siswa tersebut belum mempunyai semangat yang tinggi untuk
mengikuti pelajaran matematika. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa, karena dengan kecemasan yang dimilikinya, seorang siswa bisa
saja selalu berusaha untuk menghindari pelajaran matematika. Kecemasan
juga dipengaruhi oleh peran guru dalam setiap pengajarannya, karena hal
itulah yang dapat menentukan keberhasilan pendidikan. Bila seorang guru
minginginkan siswanya menyukai pelajaran matematika, maka guru tersebut
harus mempunyai variasi dalam memberikan pengajaran, sehingga siswa tidak
merasa cemas bila menghadapi pelajaran matematika. Selain itu juga, seorang
guru harus mengadakan pendekatan pada setiap siswa, terutama siswa yang
dianggap kurang mampu dalam pelajaran matematika. Hal ini bertujuan agar
siswa merasa dibimbing dan terus diperhatikan dalam setiap pekerjaannya,
dan hal itu akan membuat siswa yang mengikuti pelajaran matematika merasa
nyaman dan senang. Kemudian hasil yang diperolehnyapun bisa memuaskan
kedua belah pihak, baik guru ataupun siswa tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat diduga, bahwa terdapat hubungan
antara kecemasan siswa dalam menghadapai pelajaran matematika dengan
hasil belajar matematika siswa. Hal ini berarti semakin tinggi hasil belajar
matematika siswa, maka tingkat kecemasannya rendah. Begitupula sebaliknya,
semakin rendah hasil belajar matematika siswa, maka tingkat kecemasannya
tinggi. Hal ini dapat terjadi jika siswa merasa mampu dan memahami
pelajaran matematika, maka kemungkinan mereka untuk cemas dalam
22
menghadapi pelajaran matematika itu kecil, dan dapat meningkatkan hasil
belajar matematikanya. Apalagi, mereka juga menyenangi guru yang
mengajar mata pelajaran tersebut, maka mereka akan bersemangat untuk
mengikuti pelajaran matematika, sehingga proses dan hasil belajarnyapun juga
memuaskan.
C. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah :
H0 : Tidak terdapat hubungan antara kecemasan siswa dengan hasil belajar
matematika siswa.
H1 : Terdapat hubungan antara kecemasan siswa dengan hasil belajar
matematika siswa.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
23
A. Tujuan Operasional Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh data kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran
matematika dengan menggunakan angket kecemasan siswa.
2. Memperoleh data hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan tes
hasil belajar pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar.
3. Mengetahui hubungan kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran
matematika dengan hasil belajar matematika siswa.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMPN 3 Tangerang Jl. Raden Fatah
Sudimara Barat No. 52 Kec. Ciledug Kota Tangerang.
Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah semester I tahun
pelajaran 2007/2008.
3. Persiapan
a. Membuat dan menyusun angket pada variabel bebas yaitu angket
kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika.
b. Membuat dan menyusun instrument pada variabel terikat yaitu tes
hasil belajar matematika dengan pokok bahasan faktorisasi suku
aljabar.
24
2. Melakukan uji coba instrumen
a. Uji coba angket kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran
matematika.
b. Uji coba hasil belajar matematika.
4. Menganalisa butir item soal (uji validitas dan reliabilitas)
a. Uji validitas angket kecemasan siswa dalam menghadapi
pelajaran matematika dengan rumus Pearson Product Moment.
b. Uji validitas hasil belajar matematika menggunakan koefisien
korelasi Biserial.
c. Perhitungan Reliabilitas angket kecemasan siswa dalam
menghadapi pelajaran matematika menggunakan rumus Alpha
Cron Bach.
d. Perhitungan Reliabilitas tes hasil belajar matematika rumus K-
R20.
5. Mengumpulkan data penelitian.
6. Melakukan uji normalitas data kecemasan siswa dalam
menghadapi pelajaran matematika dan hasil belajar matematika
siswa menggunakan uji Lilliefors.
7. Membuat tabel distribusi frekuensi, kemudian menggambar grafik
histogram, dan polygon frekuensi data kecemasan siswa dalam
menghadapi pelajaran matematika dan hasil belajar matematika.
8. Menghitung regresi linier sederhana.
25
9. Menghitung signifikan regresi dan linieritas regresi dengan
menggunakan Analisis Varians (ANAVA).
10. Menghitung koefisien korelasi menggunakan Pearson Product
Moment.
11. Menghitung signifikansi koefisien korelasi menggunakan uji t.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey dengan teknik korelasi.
Metode ini mengumpulkan data-data yang diteliti sesuai dengan persoalan
yang akan dipecahkan.
D. Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Seluruh siswa kelas VIII SMPN 3 Tangerang Tahun pelajaran 2007-2008
berjumlah : 480 siswa.
2. Sampel
Sampel diambil sebanyak 40 siswa dari populasi dengan teknik sampel
random sampling yang diambil dalam satu kelas.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel yang digunakan
Penelitian ini ada dua variabel yang digunakan yaitu :
26
1. Variabel bebas ( X ) : Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi
Pelajaran Matematika.
2. Variabel terikat ( Y ) : Hasil Belajar Matematika Siswa.
2. Sumber Data
Pengumpulan data diperoleh dari hasil angket kecemasan siswa dalam
menghadapi pelajaran matematika untuk variabel bebas, dan variabel
terikat diperoleh dari hasil tes belajar matematika siswa.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan
1. Angket kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika
Angket ini berisi menggunakan skala Likert yang berisi 35 (tiga
puluh) butir pernyataan dan diikuti oleh lima pilihan jawaban yaitu
SS (Sangat Setuju), S (Setuju), KS (Kurang Setuju), TS (Tidak
Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Skor pada skala Likert ini
adalah 5 untuk Sangat Setuju, 4 untuk Setuju, 3 untuk Kurang
Setuju, 2 untuk Tidak Setuju dan 1 untuk Sangat Tidak Setuju.
Apabila pernyataan positif, sedangkan skor untuk pernyataan
negatif berlaku sebaliknya.
Tabel 1Tabel Penilaian/ Penskoran Skala Likert
Perntayaan Sikap SS S KS TS STS
Positif 5 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4 5
27
2. Tes Hasil Belajar Matematika
Tes hasil belajar matematika berisi 30 (tiga puluh) butir soal
berbentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban (a, b, c, dan d).
Pokok bahasan yang diteskan pada kelas VIII semester I yaitu
faktorisasi suku aljabar. Pada setiap butir soal diberi skor 1 untuk
jawaban benar, sedangkan untuk jawaban yang salah diberi skor 0.
F. Uji Coba Instrumen
1. Uji Validitas
1.1 Pengujian Validitas Pernyataan Angket Kecemasan Siswa dalam
Menghadapi Pelajaran Matematika.
- Untuk mengukur
tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika.
- Siswa diberikan instrumen berupa pernyataan sebanyak 35
pernyataan. Kemudian pernyataan-pernyataan tersebut diuji
cobakan kepada 40 siswa, dan dari hasil uji coba dipilih pernyataan
yang valid dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product
Moment sebagai berikut :17
Kemudian koefisien korelasi yang diperoleh dikonsultasikan ke
tabel harga kritik rtabel Pearson Product Moment pada α = 0,05
dengan n = 40.
17 Suharsimi Arikunto, “Dasar-dasar Evaluasi Pedidikan”, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h. 72
28
1.2 Pengujian Validitas Item Tes Hasil Belajar Matematika Siswa.
Untuk mengukur hasil belajar matematika siswa diberikan tes
berisi 30 soal. Kemudian soal-soal tersebut diuji cobakan kepada 40
siswa, dan dari hasil uji coba tersebut kemudian dipilih soal-soal yang
valid dengan menggunakan rumus Korelasi Biserial sebagai berikut :18
Keterangan :
rpbi : Koefisien Korelasi Biserial
Mp : Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item
yang dicari validitasnya.
Mt : Rata-rata skor yang total.
St : Standar dari skor total.
p : Proporsi siswa yang menjawab benar.
q : Proporsi siswa yang menjawab salah.
2. Uji Reliabilitas
2.1 Perhitungan Reliabilitas angket Kecemasan Siswa dalam Menghadapi
Pelajran Matematika.
18 Ibid, h. 163
29
Soal-soal yang dipilih valid dihitung reliabilitasnya sebelum
diberikan kepada sampel. Uji reliabilitas angket menggunakan rumus
Alpha sebagai berikut : 19
Keterangan :
r11 : Reliabilitas instruimen yang dicari.
n : Banyaknya butir soal yang valid
: Jumlah varians skor tiap-tiap item.
: Varian total.
dengan
2.2 Perhitungan Reliabilitas Hasil Belajar Matematika Siswa.
Soal-soal yang dipilih sebagai soal yang valid dihitung
reliabilitasnya sebelum diberikan kepada sampel. Uji reliabilitas tes
hasil belajar matematika menggunakan rumus Kuder Richarson- 20
(KR – 20) sebagai berikut :20
r11 : Reliabilitas instruimen yang dicari.
19 ibid, h. 25220 Ibid, h. 163
30
n : Banyaknya item yang valid.
: Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar
varian).
P : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar.
Q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar.
∑PQ : Jumlah hasil kali antara p dan q.
G. Teknik Analisis Data
1. Hipotesis Statistik
Dalam penelitian ini, diajukan hipotesis sebagai berikut :
Kriteria pengujian :
H0 : Tidak terdapat hubungan kecemasan dengan hasil belajar
matematika siswa.
H1 : Terdapat hubungan kecemasan dengan hasil belajar
matematika siswa.
Keterangan :
: Koefisien korelasi kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran
matematika.
31
2. Uji Persyaratan Analisis Data
Uji persyaratan analisis data siswa terhadap kecemasan siswa dan
hasil belajar matematika dilakukan uji normalitas dengan uji lilliefors,
yang diuji pada taraf nyata 21
Berdasarkan sampel yang akan diuji, hipotesis nol yang akan
mengatakan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
melawan hipotesis tandingan bahwa sampel berasal dari populasi
berdistribusi tidak normal.
Untuk pengujian hipotesis nol tersebut dapat ditempuh dengan
prosedur sebagai berikut :
a Pengamatan X1, X2, …, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, …, Zn
dengan menggunakan rumus : (X dan S masing-
masing merupakan rata-rata dan simpangan baku sampel).
b Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi
normal baku, kemudian dihitung peluang .
c Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, …, Zn yang lebih kecil atau
sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :
d Hitung F(Zi) – S(Zi), kemudian tentukan harga mutlaknya.
e Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak
selisih tersebut. Maka harga terbesar inilah yang disebut Lo
(Lhitung). Apabila Lo > Ltabel, tolak Ho maka data yang diperoleh
21 Sudjana, “Metoda Statistika”, (Bandung : Tarsito, 1996), h. 166
32
berdistribusi normal, dan sebaliknya jika Lo< Ltabel, terima Ho
maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal.
3. Uji Hipotesis Penelitian
Langkah-langkah linier sederhana adalah :
a. Regresi
Model regresi linier sederhana adalah :
Ŷ = a + bX
Keterangan :
Ŷ : Subjek variabel terikat yang diprediksikan.
X : Variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk
diprediksikan.
a : Nilai konstanta Y jika X = 0
b : Nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) yang
menunjukkan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-)
variabel Y.
n : Jumlah sampel.
Untuk menghitung harga a dan b22
a =
b =
22 ibid, h.315
33
Selanjutnya untuk mengetahui keterkaitan antara variabel dalam model
regresi linear sedrhana dilakukan dengan membuat tabel ANAVA untuk
kelinearan regresi.23
Tabel 2Analisis Varians Untuk Uji Kelinearan Regresi
SumberVariasi
dk JK KT Fhitung
Total n 2iY 2
iY -
Regresi (a) l -
Regresi (b/a) l JKreg = Jk (b/a) JKreg = Jk (b/a)
Residu n-2 JKres = JKres = -
Tuna Cocok (TC)
k-2 JK (TC)
Kekeliruan/Error(E)
n-k JK (E) -
Keterangan :
dk : Derajat kebebasan.
JK : Jumlah Kuadrat.
KT : Kuadrat Total
n : Banyaknya responden
k : Kelompok dalam galat
(Y topi) : Variabel terikat Y dalam regresi
: Fhitung untuk uji signifikansi regresi.
23 Ibid, h. 332
34
: Fhitung untuk uji linearitas regresi.
Dari tabel di atas dapat dilakukan uji keberartian model regresi dan uji
linear regresi.
1) Uji keberartian model regresi
Hipotesis uji keberartian model regresi
Ho : (Regresi tidak signifikan)
H1 : (Regresi signifikan)
Rumus :
Fhitung =
Kriteria pengujian :
Tolak H0 jika Fhitung > F
Terima H0 jika Fhitung < F
2) Uji linearitas regresi
Hipotesis uji linearitas regresi.
Ho : (Regresi Linear)
H1 : (Regresi tidak Linear)
Rumus :
Fhitung =
Kriteria pengujian :
35
Tolak H0 jika jika Fhitung < F
Terima H0 jika jika Fhitung > F
b. Korelasi
Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara kecemasan
siswa dalam menghadapi pelajaran matematika dengan hasil belajar
matematika. Untuk menghitung koefisien korelasi kedua variabel
digunakan rumus korelasi Pearson Product Moment. Di mana
variabelnya terdiri dari variabel bebas (X) untuk kecemasan siswa
dalam menghadapi pelajaran matematika dan variabel terikat (Y) untuk
hasil belajar matematika. Kemudian sampel-sampel ditebulasikan ke
dalam kolom-kolom dan dianalisis
dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment sebagai berikut
:
Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y.
X : Jumlah skor-skor X (Variabel bebas).
Y : Jumlah skor-skor Y (Variabel Terikat).
X : Jumlah-jumlah skor X (Variabel Bebas) yang
dikuadratkan.
Y : Jumlah-jumlah skor Y (Variabel Terikat) yang
dikuadratkan.
36
XY : Jumlah hasil perkalian X (Variabel Bebas) dan Y
(Variabel Terikat) yang dipasangkan.
n : Jumlah sampel.
Iterprestasi koefisien korelasi
0,90 ≤ rxy < 1,00 Korelasi sangat tinggi
0,70 ≤ rxy < 0,90 Korelasi tinggi
0,40 ≤ rxy < 0,70 Korelasi sedang
0,20 ≤ rxy < 0,40 Korelasi rendah
0,00 ≤ rxy < 0,20 Korelasi sangat rendah
Kemudian dilanjutkan uji keberartian (signifikansi) koefisien
korelasi dengan melihat harga kritik rtabel pada taraf signifikansi 5% (
=0,05). Hasil rxy diuji dengan uji t melalui persamaan:24
t =
Keterangan :
t : Pengujian hipotesis koefisien korelasi
n : Banyaknya responden
r : Koefisien korelasi
r : Koefisien determinasi
Hipotesis uji t :
( Tidak Terdapat Hubungan antara Kecemasan Siswa
dengan Hasil Belajar)
24 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, ( Jakarta : Rineaka Cipta. 1997 ), h.363
37
(Terdapat Hubungan antara Kecemasan Siswa
dengan Hasil Belajar)
Kriteria pengujian :
Tolak H0 jika , berarti terdapat hubungan.
Terima H0 jika , berarti tidak terdapat
hubnungan.
Sedangkan untuk mengetahui besarnya kontribusi gaya belajar
terhadap hasil belajar matematika siswa, maka dilakukan perhitungan
koefisien determinasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:25
Selanjutnya untuk mengetahui keterkaitan antara variabel dalam
model regresi linier sederhana dilakukan dengan tabel Anava untuk
regresi linier. Sebagai langkah terakhir dari analisis penelitian adalah
menghitung koefisien determinasi sebesar r dan dinyatakan dengan %
(persen). Hal ini menunjukkan besarnya kontribusi yang diberikan oleh
kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika (X)
terhadap hasil belajar matematika siswa (Y).
25 Sudjana, op.cit., h. 380
38
39