bab 1 rhintis

60
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global dan angka kejadiannya mengalami peningkatan dibanyak negara. Angka kejadian rhinitis alergi secara umum berkisar 25% terutama pada remaja dan dewasa. Prevalensi rinitis alergi di Indonesia bervariasi antara 1,5-12,3 % dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagian besar penderita ternyata mengalami penurunan kualitas hidup, kualitas pendidikan dan produktivitas kerja. Meskipun bukan penyakit yang berbahaya, rinitis alergi harus dianggap sebagai penyakit serius agar tidak memperparah kondisi dan mempersulit penanganannya (DeGuzman DA, 2007;Nurcahyo H, 2009). Bakteri potensial patogen merupakan flora normal yang hidup pada kulit dan mukosa yang bersifat sementara mengkolonisasi nasofaring orang sehat. Keberadaannya selalu ditemukan pada setiap individu walaupun sedang dalam keadaan tidak sakit. Kolonisasi nasofaring oleh bakteri potensial pathogen respiratori seperti gram negative, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Haemophillus influenza umumnya 1

Upload: dedi-setio-bakti

Post on 18-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penyakit

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUANA. Latar BelakangRinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global dan angka kejadiannya mengalami peningkatan dibanyak negara. Angka kejadian rhinitis alergi secara umum berkisar 25% terutama pada remaja dan dewasa. Prevalensi rinitis alergi di Indonesia bervariasi antara 1,5-12,3 % dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagian besar penderita ternyata mengalami penurunan kualitas hidup, kualitas pendidikan dan produktivitas kerja. Meskipun bukan penyakit yang berbahaya, rinitis alergi harus dianggap sebagai penyakit serius agar tidak memperparah kondisi dan mempersulit penanganannya (DeGuzman DA, 2007;Nurcahyo H, 2009). Bakteri potensial patogen merupakan flora normal yang hidup pada kulit dan mukosa yang bersifat sementara mengkolonisasi nasofaring orang sehat. Keberadaannya selalu ditemukan pada setiap individu walaupun sedang dalam keadaan tidak sakit. Kolonisasi nasofaring oleh bakteri potensial pathogen respiratori seperti gram negative, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Haemophillus influenza umumnya tanpa menimbulkan manifestasi klinis, tetapi keberadaan bakteri-bakteri potensial patogen respiratori ini tetap menjadi sebuah masalah karena dapat menjadi sumber penularan dan penyebaran pada orang lain (Hikmawati,2010).Bakteri gram negatif pada saluran pernafasan di antaranya Haemophillus Influenzae, Enterobacteriacea, Neisseria meningitidis. Haemophillus influenza ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian atas pada manusia. Neisseria Meningitidis (meningokokus) dalam tubuh manusia bersifat pathogen. Nasofaring merupakan pintu masuknya, disana organism ini melekat pada sel-sel epitel dengan bantuan pili, bakteri ini dapat merupakan bagian flora sementara tanpa menimbulkan gejala. Dari nasofaring, bakteri ini dapat mencapai aliran darah dan mengakibatkan bakteremia, gejalanya seperti infeksi saluran pernapasan (Jawetz et al,2007).

B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :1. Apa anatomi fisiologi dari rhinitis ?2. Bagaimana epidemiologi dari rhinitis ?3. Apa definisi dari rhinitis ?4. Bagaimana etiologi dari rhinitis ?5. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari rhinitis ?6. Apa tanda dan gejala dari rhinitis ?7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari rhinitis ?8. Bagaimana penatalaksanaan dari rhinitis ?9. Bagaimana asuhan keperawatan dari rhinitis ?

C. Tujuan Adapun tujuan dalam makalah ini, yaitu :1. Mengetahui anatomi fisiologi dari rhinitis.2. Mengetahui epidemiologi dari rhinitis.3. Mengetahui definisi dari rhinitis.4. Mengetahui etiologi dari rhinitis.5. Mengetahui patofisiologi dan WOC dari rhinitis.6. Mengetahui tanda dan gejala dari rhinitis.7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari rhinitis.8. Mengetahui penatalaksanaan dari rhinitis.9. Mengetahui asuhan keperawatan dari rhinitis.

BAB 2TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Dari luar, hidung berbentuk piramida dengan puncak hidung sebagai apeks. Sepertiga bagian kerangka hidung terdiri dari tulang dan dua pertiga bagian terdiri dari tulang rawan (Gambar 3.1).Di dalam, hidung dibagi menjadi dua rongga hidung (kavum nasi) yang dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Bagian tulang posterior terdiri dari vomer dan lamina perpendikularis etmoid (Gambar 3.2). Bagian depan (kartilago kuadrangularis) ialah tulang rawan dan membrane. Maksila, palatum dan premaksila merupakan dasar pyramid hidung. Atapnya terdiri dari tulang hidung, lamina kribriformis tulang etmoid dan tulang sphenoid. Bagian lateral rongga hidung terutama terdiri dari tulang. Rongga hidung oleh kerang hidung (konka) dibagi menjadi tiga celah (meatus) (Gambar 3.3).

Gambar 3.1 Rangka Luar HidungRongga hidung bermuara di nasofaring melalui koana. Bagian paling depan (vestibulum) berlapis epitel kulit, sebagian besar dengan epitel berambut getar (silia). Panjang silia kurang lebih 6-7, bergetar dalam irama dan arah yang sama dengan frekuensi 10-25 Hz dan dengan demikian dapat memindahkan palut lender (mucous blanket) 6-12 mm/menit yang terjadi dari lapisan viskosa di permukaan dan lapisan bawah yang agak serosa. Tahap pengembalian gerak silia berada di lapisan bawah, pada saat gerak propulsi ujung silia menyentuh lapisan atas yang viskos.

Gambar 3.2 Sekat Hidung (septum nasi)Pada diskinesis siliaris primer, terdapat kerusakan congenital ultrastruktur pada silia yang menyebabkan gerakan silia dan transportasi lender tidak ada dan pada laki-laki terjadi infertilitas karena silia pada spermatozoa tidak bergerak. Pasien menderita sinusitis kronis, bronchitis kronis dan lama-lama terjadi bronkiektasis. Setengah dari pasien, selain dari itu menderita situs inversus dan kombinasinya yang dikenal sebagai sindrom Kartagener.

Gambar 3.3 Dinding Lateral HidungSelaput lendir pada region olfaktoria atau celah penghidu tampak sebagai lokus luteus. Epitel penghidu, kira-kira 1 cm2 pada setiap rongga hidung terletak di lamina kribosa, dibagian atas dari septum dan dipermukaan atas konka superior. Epitel penghidu terdiri dari sel basal, sel penunjang, kelenjar Bowman dan kurang lebih 2.106 sel indera. Sel epitel penghidu bipolar mempunyai cabang sentrypetal yang membentuk ikatan yaitu fila olfaktoria. Ikatan ini menjadi n. olfaktorius yang mempunyai bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius berjalan ke girus hipokampi. Letaknya kira-kira 2,5 cm dibelakang lubang hidung, beberapa sentimeter diatas dasar hidung diantara selaput lender dan perikondrium septum nasi pasangan organ vomer nasi atau organ Jacobson. Struktur yang berbentuk pipa ini mempunyai diameter 1 mm dan panjang 2-12 mm.Organ ini peka terhadap feromon, zat penghidu mudah menguap yang lebih kuat pada binatang daripada manusia yang berpengaruh untuk melaksanakan kehidupan yang ganas. Pada sub mukosa, apalagi di konka, terdapat jaringan pembuluh darah dengan badan menggelembung.Pendarahan hidung sebagian besar berasal dari daerah aliran a. karotis eksterna dan 30% melalui a. karotis interna. Inervasi sensoris terutama berjalan melalui percabangan n. trigeminus.

Fungsi HidungHidung merupakan bagian dari traktus respiratorius, alat penghidu dan rongga suara untu berbicara.Fungsi pernafasan adalah mengatur kondisi udara yang dihirup dan mengatur tahanan pernapasan. Fungsi mengatur kondisi udara meliputi pemanasan, kelembaban dan pembersihan. Pemanasan tercapai melalui kontak udara yang dihirup dengan permukaan dalam yang luas dan pleksus pembuluh darah didalam submukosa hidung. Palut lender diatas selaput lender menjenuhkan udara yang dihirup dengan uap air. Pembersihan terjadi karena rambut didalam vestibulum menahan debu dan karena percikan debu (partikel) tertahan dalam lender, oleh gerakan rambut getar selaput lender, lender dialirkan ke faring.Hidung sebagai alat penghidu pada manusia memiliki peran yang lebih kecil disbanding dengan fungsi hidung pada hewan pada umumnya, namun masih sangat penting untuk memilih jenis makanan dan minuman, sebagai perlindungan terhadap pengaruh yang merusak dan berbahaya (misalnya mencium bau pembakaran) dan untuk hubungan dengan lingkungan. Pada waktu berbicara, hidung berperan sebai rongga suara yaitu rongga resonansi, apabila nasofaring tidak tertutup dan sebagian dikeluarkan melalui hidung. Hidung merupakan alat reflex yang penting. Kebanyakan reflex melibat dalam pengaturan dalamnya pernapasan, lama bernapas dan tertahan hidung. Hidunng mempunyai fungsi estetis dan emotif. Hidung secara tak wajar dipakai dalam kata mutiara dan gambar komik. Bentuk hidung yang menyimpang sering merupakan beban psikis dan social. Kelainan bentuk bisa didapat sejak lahir atau akibat trauma, infeksi atau tumor.

B. EpidemiologiRinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur.Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya. Angka kejadian rhinitis alergi secara umum berkisar 25% terutama pada remaja dan dewasa. Prevalensi rinitis alergi di Indonesia bervariasi antara 1,5-12,3 % dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagian besar penderita ternyata mengalami penurunan kualitas hidup, kualitas pendidikan dan produktivitas kerja. Meskipun bukan penyakit yang berbahaya, rinitis alergi harus dianggap sebagai penyakit serius agar tidak memperparah kondisi dan mempersulit penanganannya (DeGuzman DA, 2007, Nurcahyo H, 2009).

C. Definisi RhinitisRhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ). Rinitis atau hidung tersumbat adalah suatu bejala yang paling sering ditemukan dan etiologinya dapat alergi ataupun non alergi (Swartz, Mark H,1995). Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin di kelompokkan sebagai rinitis alergik maupun non alergik (Brunner&Suddart, 2001). Sedangkan menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantari oleh IgE.

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu2. Persisten atau menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut.Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:1. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.2. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor. (Nunana, 2012)

Berdasarkan penyebabkannya dapat dibedakan menjadi dua :1. Rhinitis alergi adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 ). Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen spesifik atau pada partikel seperti debu, asap , serbuk atau tepung sari yang ada pada udara. (Efianty Arsyad,Soepardi, 2010). Gejala klinis yang muncul pada fase akut (dalam 5 menit setelah terpajan alergen), manifestasi rinitis alergi berupa bersin, gatal di hidung, dan rinorea cairan. Selama fase lanjut (4-8 jam setelah pajanan), gejala utama rinitis alergi adalah kongesti nasal. (Greenberg,2008).

Macam-Macam Rinitis alergiBerdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:a. Rinitis alergi musiman (Hay Fever), biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap. b. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial), disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat.

2. Rhinitis Non Alergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif. Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:a. Rhinitis vasomotor adalah hiperaktivitas aspesifik selaput lendir hidung. Keluhan utamanya ialah hidung tersumbat, terutama waktu merebahkan diri dan tidur dan dalam lingkungan yang berasap.Keseimbangn vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :a) Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti: ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.b) Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi, dan bau yang merangsang. c) Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme.d) Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang.

b. Rhinitis Atrofi adalah di tandai dengan adanya atrofi selaput lendir hidung, rongga hidung yang luas, keluhan tersumbatnya hidung (karena luasnya rongga hidung terjadi peningkatan tahanan akibat lebih banyak aliran turbulen dibanding aliran laminar) dan biasanya banyak terdapat krusta yang bau.

c. Rhinitis Hipertrofi biasanya terjadi akibat gangguan kronis di hidung sehingga timbul hipertrofi selaput lendir dan konka. Keluhan pasien adalah hidung tersumbat.

D. Etiologi1. PenyebabRinitis alergi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi. Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain2. Faktor RisikoSeseorang akan mudah atau mungkin lebih mudah mengalami rinitis alergi ketika memiliki riwayat alergi seperti asma atau gatal-gatal pada kulit, riwayat keluarga dengan rinitis alergi atau asma dan alergi jenis lain dan tinggal di tempat yang sering terpapar alergen seperti bulu binatang.3. Faktor PredisposisiGenetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %.Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :1. Immediate Phase Allergic Reaction, berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.2. Late Phase Allergic Reaction, reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik.2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier.3. Respon Tersier , reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.Sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA, 2001 (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) disdasarkan pada waktu terjadinya gejala dan keparahannya adalah:Berdasarkan lamanya terjadi gejala

Klasifikasi Gejala dialami selama

IntermittenKurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4 minggu setiap saat kambuh.

Persisten Lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4 minggu setiap saat kambuh.

Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup

Ringan

Tidak mengganggu tidur, aktivitas harian, olahraga, sekolah atau pekerjaan. Tidak ada gejala yang mengganggu.

Sedang sampai berat

Terjadi satu atau lebih kejadian di bawah ini: 1.Gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, kesenangan, atau olah raga 3. gangguan pada sekolah atau pekerjaan 4. gejala yang mengganggu

E. Patofisiologi1) Rinitis AlergiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti tahap provokasi atau reaksi alergi. Pada kontak pertama dengan alergen, makrofag dan monosit sebagai penyaji akan menangkap allergen yang menempel dimukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA (Human Leukosit Antigen) dan akan membentuk komplek peptida MHC (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian akan bertemu oleh sel T helper.Kemudian sel penyaji akan melepaskan sitokin seperti interleukin dan sel T helper akan berproliferasi (memperbanyak diri) yang menghasilkan berbagai sitokin dan sel limfosit B dalam darah akan mengikat sitokin tersebut. Mengakibatkan sel limfosit B akan menjadi aktif dan akan menghasilkan Ig E. Ig E di aliran darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh mastoid atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa ini terpapar allergen yang sama, Ig E akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel mastoid dan basofil) yang mengakibatkan mediator kimia terlepas (histamin). Histamin ini akan merangsang H1 pada ujung syaraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Dan histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan pemeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore yang akan terjadi hidung tersumbat sehingga akan mengakibatkan obstruksi saluran pernafasan. (Efianty Arsyad Soepardi 2010).

2) Rinitis non alergiPemakaian topikan vasokonstriktor berulang dan dalam waktu lama akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang setelah vasokonstriksi sehingga timbul gejala obstruksi. Hal ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih lama lagi memakai obat tersebut. Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa adrenergic yang tinggi di mukosa hidung. dan akan diikuti penurunan sensitivitas reseptor alfa adrenergic di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi (dekongesti mukosa hidung) menghilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam waktu lama ialah silia akan rusak, sel goblet berubah ukurannya, membran basal menebal, pembuluh darah melebar, stroma tampak edema, hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH secret hidung, lapisan sub mukosa menebal dan lapisan periostium menebal. Oleh karena itu pemakaian obat vasokonstriktor sebaiknya tidak lebih dari satu minggu, dan sebaiknya yang bersifat isotonik dengan sekret hidung normal (pH antara 6,3 dan 6,5). (Efianty Arsyad Soepardi 2010).

WOC

F. Tanda dan Gejala1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali). 2. Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit, namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.6. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.7. Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.8. Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau.

G. Pemeriksaan Diagnostik1. In vitroHitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno SorbentAssay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.2. In vivoAlergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.

Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.

H. Penatalaksanaan MedisTerapi medikamentosa yaitu anti histamin, dekongestan dan kortikosteroid.a. AntihistaminAntihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen. Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.

b. DekongestanDekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro, 2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini rasional karena mekanismenya berbeda.

c. Nasal SteroidMerupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit. Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium bromida.Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan untuk alergi ingestan.

I. Asuhan KeperawatanAsuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan mempunyai 5 (lima) tahap yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Adapun penerapan 5 (lima) tahap dari proses keperawatan adalah sebagai berikut :1. PengkajianMenurut pengkajian 11 fungsional Gordon dalam penyakit rhinitis yaitua) Pola persepsi dan manajemen kesehatan.Klien tidak mengetahui penyebab penyakit nya ini. Klien sangat sensitive dengan keadaan seperti banyak debu. Bangun di pagi hari membuat pilek klien makin menjadi, bersin-bersin yang dikeluhkan klien juga bertambah. Klien selalu menjaga diri nya agar tidak terhirup debu yang begitu banyak. Pada saat klien merasakan hal yang demikian, klien hanya menggunakan obat resep apotik dan warung.b) Pola nutrisi dan metabolic.Biasanya pola nutrisi metabolic pada klien yang mengalami hipersensitivitas akan menjadi terganggu, nafsu makan klien akan menjadi berkurang, dan biasanya klien yang mengalami hipersensitivitas tidak dapat memakan sembarang makanan, sehingga mengakibatkan penurunan berat badan pada klien.c) Pola eliminasi.Pola perkemihan klien lancar dan klien juga tidak mengalami masalah pada BAB nya.d) Pola aktivitas dan latihan.Aktifitas klien berjalan seperti biasanya, namun terganggu bila pasien telah bersin-bersin pada saat dingin.e) Pola istirahat dan tidur.Klien mengatakan bahwa istirahatnya terganggu pada malam hari karena bersin-bersin yang berlebihan pada malam hari dan pilek yang melanda klien, sehingga membuat klien susah tidur.

f) Pola kognitif dan persepsi.Klien memiliki penglihatan yang masih baik, pendengaran yang masih baik, dan pengecapan klien masih baik, namun pada penciuman klien kadang-kadang terganggu karena hidung klien yang sering tersumbat dan karena pilek yang klien alami.g) Pola persepsi dan konsep diri.Klien tidak merasa rendah diri. Klien tetap berusaha dan percaya bahwa penyakitnya bisa sembuh.h) Pola peran dan hubungan.Karena penyakit yang diderita oleh klien sekarang mengganggu pekerjaannya, maka klien tidak dapat membantu penghasilan untuk keluarganya lagi. Klien memiliki hubungan yang sangat baik dengan anggota keluarga yang lain.i) Pola seksualitas dan produksi.Kebutuhan seksualitas klien tidak terganggu.j) Pola koping dan toleransi stress.Untuk menangani stress yang dialami klien, klien sealu bercerita dengan keluarga nya dan keluarga klien pun memberikan perhatian lebih kepada klien.k) Pola nilai dan keyakinan.Klien mengaku agama penting dalam hidup, klien tidak merasa kesulitan dalam beribadah. Klien tetap melaksanakan ibdah dengan baik, dan klien selalu berdoa dan meminta kepada Yang Maha Kuasa agar klien dapat segera sembuh dari penyakit yang dideritanya sekarang.

2. Diagnosa KeperawatanAdapun diagnose keperawatan dalam penyakit rhinitis adalaha. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi saluran napas.b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia.c. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

3. Intervensi Keperawatana. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan obstruksi saluran napas.Tujuan : Bersihan jalan napas kembali efektif.a) Kaji faktor yang berhubungan seperti nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental.b) Kaji penumpukan sekret yang ada.c) Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan secret.d) Observasi tanda-tanda vital.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.Tujuan : Selera makan bertambah.a) Identifikasi faktor yang mempengaruhi kehilangan selera makan pasien (seperti obat dan masalah emosi).b) Ketahui makanan kesukaan pasien.c) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya pidahkan barang-barang dan cairan yang tidak sedap dipandang).d) Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bila memungkinkan.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.Tujuan : Klien dan tidur dan istirahat dengan nyaman.a) Kaji kebutuhan tidur klien.b) Ciptakan suasana yang nyaman.c) Anjurkan klien bernafas lewat mulut.d) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat.

4. Implementasia. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan obstruksi saluran napas.Tujuan : Bersihan jalan napas kembali efektif.a) Mengkaji faktor yang berhubungan seperti nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental.b) Mengkaji penumpukan sekret yang ada.c) Mempertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan secret.d) Mengobservasi tanda-tanda vital.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.Tujuan : Selera makan bertambah.a) Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kehilangan selera makan pasien (seperti obat dan masalah emosi).b) Mengetahui makanan kesukaan pasien.c) Menciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya pindahkan barang-barang dan cairan yang tidak sedap dipandang).d) Memberikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bila memungkinkan.

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.Tujuan : Klien dan tidur dan istirahat dengan nyaman.a) Mengkaji kebutuhan tidur klien.b) Menciptakan suasana yang nyaman.c) Menganjurkan klien bernafas lewat mulut.d) Berkolaborasi dengan tim medis pemberian obat.5. EvaluasiEvaluasi mengacu pada hasil yang diharapkan dari intervensi dan implementasi pada kasus di atas yaitu :a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan obstruksi saluran napas : melaporkan jalan napas klien kembali normal ( efektif ).b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia : melaporkan selera makan klien bertambah.c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung : melaporkan klien dapat tidur dan istirahat dengan nyaman.

BAB IIIAPLIKASI TEORI

KasusAn. N usia 7 tahun. Datang ke rumah sakit, dengan keluhan bersin-bersin, hidung tersumbat dan hidung terasa gatal. Awalnya pasien mengira hal tersebut merupakan pilek biasa, tapi ternyata pileknya tidak sembuh-sembuh. Ibunya mengatakan bahwa anaknya juga sering mengalami sulit tidur karena sulit bernapas, dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernapas, semenjak itu nafsu makan anaknya juga menurun. Dari pemeriksaan fisik ketika di inspeksi kulit tampak berwarna kehitaman dibawah kelopak mata bawah. Ketika dipalpasi An.N merasa nyeri karena ada inflamasi. Setelah dilakukan pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum didapatkan sekret hidung jernih, membran mukosa edema, basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish). Dan dari hasil tes laboratorium (pemeriksaan sekret) terdapat sel eusinofil meningkat > 3 %.PENGKAJIAN A.Identitas Anak Nama:An. NUmur :7 tahunJenis Kelamin:PerempuanBB:25 kg TB:100 cmPendidikan:Sekolah Dasar (SD)Agama :Islam Suku / Bangsa:Jawa / IndonesiaAlamat:-Tanggal MRS :1 Februari 2015Jam: 08.00 WIB Tanggal Pengkajian :2 Februari 2015Jam: 11.00 WIBNomor Register:1234Diagnosa Medik:RhinitisB.Identitas Penanggung JawabNama :Ny. WUmur:25 tahunJenis Kelamin :PerempuanPendidikan:SMA Pekerjaan :GuruAgama :Islam Suku / Bangsa:Jawa / IndonesiaAlamat:-Hubungan dengan klien:Ibu klien

C.Riwayat Kesehatan Klien1.Keluhan Utama Bersin-bersin, hidung tersumbat dan hidung terasa gatal.

2.Riwayat Kesehatan Sekarang Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan bersin-bersin, hidung tersumbat dan hidung terasa gatal. Awalnya pasien mengira hal tersebut merupakan pilek biasa, tapi ternyata pileknya tidak sembuh-sembuh. Ibunya mengatakan bahwa anaknya juga sering mengalami sulit tidur karena sulit bernapas, dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernapas.

3.Riwayat Kesehatan Dahulu Sebelumnya klien tidak pernah masuk RS, dan klien hanya mengalami flu biasa.4. Riwayat Kesehatan Keluarga Dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit keturunan dan penyakit menular.

D.Riwayat Anak1.Masa Pre Natal Selama kehamilan ibu 4 kali memeriksakan kandungannya ke Puskesmas dan Dokter, mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali. Selama kehamilan ibu tidak pernah mengalami penyakit yang menular atau penyakit lainnya.

2.Masa Intra Natal Proses persalinan klien secara normal (spontan) dengan bantuan bidan, dengan umur kehamilan 37 minggu.

3.Masa Post Natal Klien lahir dalam keadaan normal, dengan BB 3200 gram dalam keadaan sehat. Waktu lahir klien langsung menangis.

E.Pengetahuan Orang Tua1.Tentang Makanan Sehat Orang tua klien cukup mengetahui tentang makanan sehat dan gizi klien baik dan berat badannya 25 kg, klien diberikan ASI sampai umur 2 bulan saja dan dilanjutkan dengan PASI.

2.Tentang Personal Hygiene Orang tua klien mengetahui tentang kebersihan, dilihat dari kebersihan klien dan orang tuanya sendiri. Badan klien terlihat bersih, rambut klien hitam lurus dan kelihatan bersih, kuku klien bersih dan tidak ada kotoran, mulut klien tampak kelihatan bersih.

3.ImunisasiKlien mendapat imunisasi, yaitu : a. BCG:1 kali b. DPT:3 kali c. Campak:1 kali d. Polio:3 kali e. Hepatitis B:2 kali

F.Pertumbuhan dan Perkembangan UsiaPertumbuhanPerkembangan

7 tahunBB : 100 kgPB : 25 cmSudah memiliki proporsi tubuh seperti orang dewasa. Imajinasi anak merupakan bagian yang penting bagi perkembangannya saat ini.

G.Pemeriksaan Fisik 1.Keadaan Umum Penampilan:Klien tampak agak lemah.Kesadaran:Composmentis Vital Sign:TD:- RR: 27 kali / menit Suhu :37,4 CNadi: 95 kali / menit BB:25 kgTB:100 cm 2.Kebersihan Anak Klien kelihatan bersih, klien tidak dimandikan tetapi hanya diseka oleh ibuya dan pakaian diganti oleh ibunya sehingga klien kelihatan bersih.3.Suara Anak Waktu Menangis Ketika klien mengangis terdengar suara yang kuat.4.Keadaan Gizi Anak Keadaan gizi anak baik ditandai dengan BB: 25 kg. (BB normal: kg)5.Aktivitas Di rumah sakit klien berbaring ditempat tidur dan sesekali berpindah posisi agar klien merasa nyaman, dan kadang klien digendong orang tuanya.

6.Kepala dan Leher Keadaan kepala tampak bersih, dan tidak ada luka atau lecet. Klien dapat menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid dan limfe. 7.Mata (Penglihatan) Bentuk simetris, tidak ada kotoran mata, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan baik karena klien tidak menggunakan alat bantu, tidak ada peradangan dan pendarahan. 8.Telinga (Pendengaran)Tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik karena klien jika dipanggil langsung memberi respon. Tidak ada peradangan dan pendarahan.9.Hidung (Penciuman) Bentuk simetris namun sulit mencium karena hidung tersumbat.10.Mulut (Pengecapan)Tidak terlihat peradangan dan pendarahan pada mulut, fungsi pengecapan baik, mukosa bibir edema, basah dan kebiru-biruan.11.Dada (Pernafasan)Bentuk dada simetris, tetapi ada gangguan dalam bernafas dan terdapat secret cair dalam hidungnya dengan frekuensi nafas 27 x/menit.12.Kulit Terlihat bersih, tidak terdapat lesi maupun luka, turgor kulit baik (dapat kembali dalam 2 detik), kulit klien teraba panas dengan temperatur 37,4 C.13.Abdomen Bentuk simetris, tidak ada luka dan peradangan, tidak ada kotoran yang melekat pada kulit. 14.Ekstremitas Atas dan Bawah Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan bawah, terdapat keterbatasan gerak pada ekstremitas atas bagian dekstra karena terpasang infuse RL 20 tetes/menit.15.Genetalia Klien berjenis kelamin perempuan dan tidak terpasang kateter.

H.Pola Makan dan Minum Di rumah:Klien makan 3x sehari dengan menu nasi ayam dan klien suka minum air putih dan susu. Di RS:Klien makan bubur 3x sehari dan tidak bisa menghabiskannya, klien minum hanya gelas dari 1 gelas.

I.Pola Eliminasi Di rumah:Klien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat dan bau khas feses, BAK klien 4-5x/hari berwarna kuning jernih dan berbau amoniak. Di RS:Klien BAB 1x dalam 2 hari dengan konsistensi padat dan berbau khas feses. Dan klien BAK 2-3x/hari berwarna kuning jernih dan berbau amoniak.

J.Terapi Yang Didapatkan di RSTerapi medikamentosa yaitu anti histamine, dekongestan dan kortikosteroid.

K. ANALISA DATA NoData Subjektif & ObjektifEtiologiMasalah

1DS:

DO: Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sulit bernafas dan hidungnya tersumbat.

Klien terlihat kesulitan bernapas. Tanda tanda vital : N : 95 x/menit RR : 27 x/menit S : 37,4 C BB : 25 kg TB : 100 cm TD : -

Obstruksi saluran napasKetidakefektifan bersihan jalan napas.

2DS:

DO: Ibu klien mengatakan jika anaknya nafsu makan menjadi turun sejak hidungnya tersumbat.

- Klien lemah.AnoreksiaKetidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3

DS:

DO:-Ibu klien mengatakan anaknya juga sering mengalami sulit tidur karena sulit bernapas, dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernapas.

- Kelopak mata bawah klien berwarna kehitaman.

Penyumbatan pada hidungGangguan pola tidur

PRIORITAS DIAGNOSAa. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi saluran napas.b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia.c. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

INTERVENSI

NoTujuan/Kriteria HasilIntervensiRasional

1Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan tujuan jalan napas menjadi efektif.Kriteria hasil: klien tidak bernafas lagi lewat mulut, jalan nafas kembali normal terutama hidung.

1. Kaji penumpukan secret yang ada.

2. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam.3. Observasi tanda-tanda vital.

4. Kolaborasi dengan tim medis.1. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.2. Mempermudah bernafas pada klien.

3. Tingkat dari suatu keparahan penyakit akan menyebabkan diadakanya suatu tindakan.4. Untuk bekerja sama membantu proses penyembuhan klien.

2Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan tujuan pemenuhan nutrisi adekuat dan selera makan bertambah.Kriteria hasil: Klien dapat makan secara adekuat dan nafsu makan klien bertambah.

1. Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh.

2. Diskusi menu yang disukai dan ditoleransi.3. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya pindahkan barang-barang dan cairan yang tidak sedap dipandang).4. Kolaborasi dengan ahli gizi.1. Mengidentifikasi jumlah intake kalori yang diperlukan tiap hari.

2. Meningkatkan toleransi intake makanan.3. Meningkatkan selera makan klien.

4. Meningkatkan kebutuhan kalori dan kesembuhan klien.

3Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan tujuan klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.Kriteria Hasil : Klien dapat tidur 9-10 jam per hari.1. Kaji kebutuhan tidur klien.

2. Ciptakan suasana yang nyaman.3. Anjurkan klien bernafas lewat mulut.4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat.1. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur.2. Agar klien dapat tidur dengan tenang.3. Pernafasan tidak terganggu.

4. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung.

IMPLEMENTASINoTanggal dan jamPelaksanaanEvaluasi tindakan/respon klienParaf

103 February 2015, pukul 08.00 WIB

03 February 2015, pukul 08.10 WIB

03 February 2015, pukul 08.20 WIB

03 February 2015, pukul 08.30 WIB

1. Mengkaji penumpukan secret yang ada.

2. Menginstruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam

3. Mengobservasi tanda-tanda vital.

4. Mengkolaborasikan dengan tim medis.

1. Sekret pada klien jumlahnya sedikit.

2. Klien nyaman dengan teknik napas dalam.

3. Suhu dan nadi klien sudah normal.

4. Klien tidak rewel.

203 February 2015, pukul 13.00 WIB

03 February 2015, pukul 13.10 WIB

03 February 2015, pukul 13.20 WIB

03 February 2015, pukul 13.30WIB

1. Mengkaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh.

2. Mendiskusi menu yang disukai dan ditoleransi.

3. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya pindahkan barang-barang dan cairan yang tidak sedap dipandang).

4. Mengkolaborasikan dengan ahli gizi.1. Asupan nutrisi klien stabil jika tidak berlebihan.

2. Klien mengatakan ia suka sayur sop.

3. Klien terlihat lebih ceria dan senang dengan lingkungan yang nyaman.

4. Klien lebih stabil.

304 February 2015, pukul 08.00 WIB

04 February 2015, pukul 08.10 WIB

04 February 2015, pukul 08.20 WIB

04 February 2015, pukul 08.30 WIB1. Mengkaji kebutuhan tidur klien.

2. Ciptakan suasana yang nyaman.

3. Anjurkan klien bernafas lewat mulut.

4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat.1. Tidur klien lebih efektif setelah diberi obat.

2. Tidur klien nyenyak.

3. Klien kadang-kadang sudah tidak menganga kalo tidur.

4. Klien tidak terlihat kesulitan bernafas setelah diberi obat.

EVALUASINoTanggal dan JamCatatan PerkembanganParaf

`104 February 2015, pukul 16.00 WIBS = Pasien mengatakan hidungnya sudah tidak begitu tersumbat setelah diberi obat.O = Pasien terlihat tidak kesulitan bernafas.A = Masalah teratasi.P = Pasien diperbolehkan pulang dan diberikan Health Education.

204 February 2015, pukul 16.05 WIBS = Pasien mengatakan mau makan lebih banyak supaya cepat sembuh.O = Pasien sudah nampak ceria.A = Masalah teratasi.P = Pasien diperbolehkan pulang dan diberikan Health Education.

304 February 2015, pukul 16.10 WIBS = Pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan nyaman.O= Kelopak mata bawah pasien sudah tidak kehitaman.A = Masalah teratasi.P = Pasien diperbolehkan pulang dan diberikan Health Education.

BAB IVPEMBAHASAN

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa. Menurut WHO ARIA tahun 2001 rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung degan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat ( RAFC ) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan Laten Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat ( RAFL ) yang berlangsung 2 4 jam dengan puncak 6-8 jam ( fase hipereaktivitas ) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24 48 jam.Stimulasi pada reseptor H1 di ujung saraf sensoris menyebabkan gejala bersin-bersin dan gatal pada hidung. Gejala-gejala tersebut timbul beberapa saat setelah terpapar allergen. Fase ini disebut respon fase cepat dengan histamine sebagai mediator utama sehingga preparat anti histamine efektif untuk mengatasi gejala. Gejala dapat berlanjut sampai 6 8 jam kemudian yang timbul akibat aktivitas berbagai mediator, tetapi histamine bukan pemegang peran utama. Fase ini disebut respon fase lambat dengan gejala yang menonjol terutama adalah obstruksi hidung. Pada fase ini selain factor spesifik (allergen), iritasi oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembapan yang tinggi. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis menderita rhinitis alergi. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluhan pilek tidak sembuh-sembuh dan memberat sudah 1 bulan ini. Pasien sering bersin-bersin dan hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Pasien juga mengeluh hidung terasa gatal dan kesulitan tidur karena hidung tersumbat. Setelah dilakukan pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum didapatkan sekret hidung jernih, membran mukosa edema, basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish). Dan dari hasil tes laboratorium (pemeriksaan sekret) terdapat sel eusinofil meningkat > 3 %.Pada pasien ini ditemukan gejala allergic shiner yaitu adanya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Pengobatan imunoterapi diberikan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE.

BAB VPENUTUPA. KesimpulanRhinitis adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantari oleh IgE.Rinitis alergi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi. Tanda dan gejala rinitis adalah bersin-bersin, kongesti nasal, mengeluarkan sekresi hidung yang berlebih (rinore), timbulnya rasa gatal pada: hidung, palatum, faring, serta telinga, mata yang gatal dan kemerahan, serta keluarnya air mata dapat juga terjadi. Sehingga menyebabkan rasa yang tidak enak. Pada penderita rinitis yang khas datang dengan penyumbatan hidung bilateral akibat dari edema basah membran mukosa. Seringkali, mukosa yang berlebih ditumpuk pada dasar hidung, membran mukosa berwarna kebiruan dan agak pucat. Dan menyebabkan gejala sistemik seperti malaise, gelisah, dan selera makan berkurang, nyeri kepala, suara hidung.Pemeriksaan diagnostic dapat dilakukan dengan cara in vitro dan in vivo. Terapi medikamentosa yaitu anti histamin, dekongestan dan kortikosteroid.

B. SaranSebaiknya kita perlu mengetahui tentang penyakit rhinitis agar kita dapat mencegah hal itu timbul dalam lingkungan kita. Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan penulisan makalah berikutnya. DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Soepardi, Efianty Arsyad,dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Kepala & Leher edisi 6. Jakarta : FKUI

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Van den Broek, Dr. 2007. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan Telinga. Jakarta : EGC

30