bab 1 kasus anak fyantia.docx

Upload: samsul

Post on 10-Jan-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dengan menurunkan angka kematian khususnya angka kematian bayi dan balita. Selain itu perlu ditargetkan pula upaya meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dan perilaku sehat pada masyarakat serta memperluas dan mendekatkan cakupan pelayanan kesehatan dengan mutu yang baik (Depertemen Kesehatan RI, 2004). Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002). Bronkopneumonia merupakan penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah yang dapat menyerang anak-anak dan balita. Bila penyakit ini tidak segera ditangani, maka akan timbul komplikasi bahkan kematian. World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa diperkirakan 1,4 juta anak meninggal setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit pneumonia (WHO, 2011). Penyakit ini banyak menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun dan menimbulkan angka kematian yang tinggi. WHO memperkirakan insiden pneumonia balita di Negara berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia per tahun, dimana 8,7% (13,1 juta) diantaranya merupakan pneumonia berat dan perlu dilakukan rawat inap. Sementara di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahunnya. Hal ini membuat jumlah kasus pneumonia sebesar 156 juta balita setiap tahun di seluruh dunia (WHO, 2011). Kejadian bronchopneumonia pada masa balita berdampak jangka panjang yang akan muncul pada masa dewasa yaitu dengan penurunan fungsi ventilasi paru. Sehingga sampai sekarang bronchopneumonia masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

1.2 Tujuan1.2.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui asuhan keperawatan pada An. E dengan bronkopneumonia di ruang Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang1.2.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui pengkajian pada An. E dengan bronkopneumonia di Ruang Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang2. Mengetahui Diagnosa Keperawatan pada An. E dengan bronkopneumonia di Ruang Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang3. Mengetahui Rencana Keperawatan pada An. E dengan bronkopneumonia di Ruang Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang4. Mengetahui Implementasi Keperawatan pada An. E dengan bronkopneumonia di Ruang Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang5. Mengetahui Evaluasi pada An. E dengan bronkopneumonia di Ruang Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang

1.3 Manfaat1.3.1 Bagi Institusi PendidikanSebagai sumber bacaan dalam meningkatkan pengetahuan tentang bronkopneumoni dan asuhan keperawatannya.1.3.2 Bagi Rumah SakitSebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien khususnya bagi penderita bronkopneumoni di ruang perawatan Kemuning Atas RSU Kabupaten Tangerang1.3.3 Bagi Keluarga KlienUntuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan, pencegahan dan penatalaksanaan penyakit bronkopneumoni1.3.4 Bagi Profesi KeperawatanSebagai referensi dan sumber pengetahuan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan secara komprehensif sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan klien

BAB 2TINJAUAN TEORI

2.1 DefinisiBronkopneumoni adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat.A, 2008). Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002).Bronchopneumonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Price, 2009). Bronkopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya. (Departemen Kesehatan RI, 1996)

2.2 EtiologiEtiologi bronkopneumonia menurut Reevers (2000) adalah sebagai berikut :a. Bakteri Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa. b. Virus Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

c. Jamur Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos. d. Protozoa Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya terjadi pada pasien yang mengalami immunosupresi.

2.3 PatofisiologiAdapun patofisiologi bronkopneumonia menurut Soeparman (1999) bahwa bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masuk ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan gambaran sebagai berikut : a. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.b. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami mal absorbs dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.Umumnya mikroorganime penyebab pneumonia ini terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mulamula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal (Price, 2009).

Gambar 2.3Pathway

2.4 Manifestasi KlinisBronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis (Long. B, 1996). Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Nettina, 2001)Gejala yang terjadi pada bronkopneumonia menurut Hidayat, A (2008) yaitu gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnoe, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, batuk kering dan produktif.

2.5 Pemeriksaan PenunjangUntuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:a. Pemeriksaan Laboratorium1) Pemeriksaan darahPada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Nettina, 2001)2) Pemeriksaan sputumBahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Long, 1996)3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa (Nettina, 2001)4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia5) Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba (Nettina, 2001)2 Pemeriksaan Radiologia. Rontgenogram ThoraksMenunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus (Long, 1996)b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat (Nettina, 2001)

2.6 Asuhan Keperawatan2.7.1 PengkajianPengkajian yang dilakukan pada pasien dengan bronkopneumonia menurut Doengoes (2000) adalah sebagai berikut :a. Fokus PengkajianUsia pneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi berusia kurang dari 2 bulan.b. Keluhan Utama : sesak nafasc. Riwayat Penyakit1. Pneumonia VirusDidahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk renitis (alergi) dan batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.2. Pneumonia Stafilokokus (bakteri)Didahului oleh infeksi saluran pernapasan akut atau bawah dalam beberapa hari hingga seminggu, kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami kesulitan pernapasan.d. Riwayat Kesehatan DahuluAnak sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat penyakit fertusis yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap panjang dan lama yang disertai wheezing (pada Bronchopneumonia).e. Pengkajian Fisik1. Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya takhipnea, dispnea, sianosis sirkumoral, pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik nafas pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.2. Palpasi : Suara redup pada sisi yang sakit hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit dan nadi mengalami peningkatan.3. Perkusi : Suara redup pada sisi yang sakit.4. Auskultasi : Pada anak pneumoni akan terdengar stidor suara nafas berjurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit dan ronkhi pada sisi yang resolusi, pernafasan bronchial, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.

2.7.2 Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan bronkopneumonia menurut Doengoes (2000), yaitu :a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral.e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari.

2.7.3 Rencana Asuhan KeperawatanNo DxTujuanIntervensiRasional

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum

Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas efektif dengan criteria hasil : Bunyi nafas bersih dan jelas Klien dapat mengeluarkan secret

1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronchi2. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi

3. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler4. Observasi karakteristik batuk, bantu tindakan untuk memperbaiki ke efektifan upaya batuk.1. Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi3. Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas.4. Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigenSetelah dilakukan tindakan keperawatan pertukaran gas tidak terganggu dengan criteria hasil Adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan

2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis

3. Kaji status mental

4. Awasi frekuensi jantung atau irama

5. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi1. Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum2. Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam atau menggigil dan terjadi hipoksemia3. Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.4. Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam atau dehidrasi.5. Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoliSetelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas efektif dengan criteria hasil : Frekuensi nafas dalam batas normal Suara paru bersih1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius

3. Observasi pola batuk dan karakter secret

4. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan

5. Bantu fisioterapi dada, postural drainage1. Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas2. Bunyi nafas menurun atau tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil3. Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan4. Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas5. Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus

BAB 3TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian1. IDENTITAS DATANama: An. ENo. RM: 14143202Tempat/Tgl Lahir: Tangerang, 9 Oktober 2014Usia: 1 bulan 17 hari atau 47 hariNama Ayah/Ibu: Tn. S, Ny. RPekerjaan Ayah: Karyawan swastaPekerjaan Ibu: Ibu Rumah TanggaPendidikan Ayah: SMAPendidikan Ibu: SMAAlamat: KarawaciAgama: IslamSuku bangsa: Jawa

2. KELUHAN UTAMAKeluarga mengatakan An. E sesak nafas, batuK dan pilek sejak 2 hari SMRSRiwayat kehamilan dan kelahiran :1. Prenatal : tidak ada keluhan2. Intranatal : Bayi lahir cukup bulan dengan SC a.i lilitan tali pusat3. Postnatal : tidak ada keluhan

3. RIWAYAT MASA LAMPAUa. Penyakit waktu kecil: tidak adab. Pernah dirawat di RS: tidak pernahc. Obat-obatan yang digunakan: tidak adad. Tindakan (operasi): tidake. Alergi: tidak adaf. Kecelakaan: tidak pernahg. Imunisasi: HB 0, BCG, Polio 1

4. RIWAYAT KELUARGA

Ny.RTn.S

An. E

: Laki-laki: Perempuan

5. RIWAYAT SOSIAL a. Yang Mengasuh: Ibub. Hubungan dengan Anggota Keluarga: baik, komunikasi 2 arahc. Hubungan dengan Teman Sebaya: baikd. Pembawaan secara umum: aktife. Lingkungan Rumah: baik

6. KEBUTUHAN DASAR1. Makan: ASI dan Susu FormulaAlat makan yang dipakai: Botol Susu2. Pola tidur: baikKebiasaan sebelum tidur: minum susu di botol3. Mandi: 2x sehari4. Aktifitas bermain: bersama keluarga.5. Eliminasi: baik, tidak ada keluhan

7. KEADAAN KESEHATAN SAAT INIa. Diagnosa Medis: Bronchopneumonib. Tindakan Operasi: tidak adac. Status Nutrisi: baikd. Status cairan: baike. Obat-obatan: cefotaxim 2x250 mg, inhalasi ventolin 3x1 harif. Hasil Laboratorium: Hb : 9,0MCV : 95Ht : 29MCHC : 31Leukosit : 12.800MCH : 30Trombosit : 304000Eritrosit : 3,02

8. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum : ComposmentisTB / BB (persentil): BB : 4,9 kg, PB : 57 cm (Gizi Baik)Lingkar Kepala : 38 cmMata: simetris, ukuran pupil normal, isokor, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan baik, sklera putih, reflek mata boneka normalHidung: simetris, lembab, warna mukosa merah muda, terdapat sedikit mucus, tidak ada peradangan sinus, reflek bersin baik, reflek glabela normal.Mulut: mukosa bibir lembab, belum tumbuh gigi, reflek menelan baik, tonsil tidak ada peradangan, reflek rooting normal, reflek menguap baik.Telinga: simetris, telinga bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada cairan yang keluar dari telingaLeher: normal, simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah beningDada: simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, nyeri dada (-)Jantung: bunyi jantung S1 & S2, tidak ada bunyi tambahan, CRT < 2 detikParu-paru: bising paru vesikuler, ronchi kasar (+), napas cuping hidung, suara perkusi paru sonor.Abdomen: simetris, turgor kulit baik, tidak ada edema, bising usus (+), perkusi abdomen timpani, tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepasGenitalia: tidak ada kelainan bentukAnus: tidak ada hemoroid, lesi atau kemerahan, tidak ada massa, tidak ada nyeri.Punggung dan Ekstremitas : bahu dan panggul simetris, ekstremitas simetris, pucat, nyeri tekan (-), jari lengkap, dermatoglifik normal, reflek menggenggam baik, reflek babinski normal.Kulit: tidak sianosis, tidak ada ptekie, tidak ada kemerahan, tidak ikterik, lembab, integritas kulit baik, turgor kulit baik, Tanda Vital : N: 110, S: 37,6oc, R : 42x/menitMassa: moro normal, startle normal, perez normal, tonik leher simetris, neck righting baik, otolith righting baik, gallant normal.Data Tambahan: keluarga tidak memahami tentang penyakit yang diderita anaknya.

3.2 ANALISA DATANoDataEtiologiMasalah

1DS :Ibu klien mengatakan : Klien batuk dan pilek sejak 2 hari SMRS

DO : Terdapat sedikit mucus di hidung Ronkhi kasar (+) Leukosit : 12.800Kuman berlebih di bronkus

Proses peradangan

Akumulasi secret di bronkus

Bersihan jalan nafas tidak efektif

2.DS :Ibu klien mengatakan : Klien sesak nafas sejak 2 hari SMRSDO : TTV : N: 110, S: 37,6oc, R : 42x/menit Nafas cuping hidungInfeksi saluran pernafasan bawah

Edema paru

Pengerasan dinding paru

Hiperventilasi

Pola nafas tidak efektif

3.DS :Ibu klien mengatakan : Tidak memahami tentang penyakit yang diderita anaknyaDO : Ibu klien terlihat bingungBronchopneumonia

Pemahaman tentang penyakit kurang

Kurang pengetahuan

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman tetntang penyakit

3.4 RENCANA ASUHAN KEPERAWATANNo DxTujuanIntervensiRasional

1Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil : Ronkhi (-)

1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya kelainan bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronchi.2. Posisikan klien dengan kepala lebih tinggi3. Pertahankan intake cairan yang adekuat

4. Kolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi (nebulizer)

5. Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotic1. Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius2. Posisi kepala yang lebih tinggi akan mempermudah pasien untuk bernafas.3. Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret4. Inhalasi membantu mengencerkan secret dan memudahkan proses evakuasi jalan nafas5. Untuk mengobati infeksi atau peradangan

2Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola nafas efektif dengan criteria hasil :3.4 TTV dalam batas normal3.5 Klien tidak sesak nafas1. Kaji frekuensi pernafasan

2. Posisikan klien dengan kepala lebih tinggi3. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan bila diperlukan1. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses infeksi akut2. Memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan bernafas3. Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas

3Setalah dilakukan tindakan keperawatan, orangtua klien dapat memahami tentang penyakit yang diderita anaknya dengan criteria hasil: Ibu klien tidak terlihat bingung Dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan1. Berikan penjelasan tentang penyakit anak, pencegahan, penatalaksanaan di rumah sakit agar orang tua mengetahui dan mau ikut peran serta aktif dalam setiap tindakan2. Motivasi ibu untuk melaksanakan anjuran petugas kesehatan1. Menambah pengetahuan keluarga sehingga dapat membantu dalam proses perawatan anak

2. Peran ibu sangatlah penting dalam proses penyembuhan anak

3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASIDxWaktuImplementasiParafWaktuEvaluasi

126 Nov 2014Jam 10.00

Jam 10.35

jam09.20

Jam 09.10

27 Nov 2014Jam 14.10

Jam 14.30

Jam 14.15

28 nov 2014Jam 14.10

Jam 14.25

Jam 14.20

1. Mengauskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronchi.Ef : terdengar bunyi nafas ronkhi3. Mempertahankan intake cairan yang adekuatEf : klien meminum ASI dengan menggunakan botol susu >5x/hari4. berkolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi:inhalasi ventolin 3x sehariEf : klien batuk dan terdapat sekret5. berkolaborasi dalam pemberian obat cefotaxim 2x250mgEf : diberikan melalui IV

3. Mempertahankan intake cairan yang adekuatEf : klien meminum ASI dengan menggunakan botol susu >5x/hari4. berkolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi:inhalasi ventolin 3x sehariEf : klien batuk dan terdapat sekret5. berkolaborasi dalam pemberian obat cefotaxim 2x250mgEf : diberikan melalui IV

3.Mempertahankan intake cairan yang adekuatEf : klien meminum ASI dengan menggunakan botol susu >5x/hari4. berkolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi:inhalasi ventolin 3x sehariEf : batuk klien berkurang dan terdapat sekret5. berkolaborasi dalam pemberian obat cefotaxim 2x250mgEf : diberikan melalui IV26 Nov 2014

Jam 11.00

27 Nov 2014Jam 15.45

28 nov 2014Jam 15.00S : ibu klien mengatakan batuk dan pilek

O : ronkhi kasar (+)

A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi 3,4 dan 5

S : ibu klien mengatakan klien batuk dan pilek

O : ronkhi kasar (+) A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi 3,4 & 5

S : ibu klien mengatakan klien batuknya berkurang

O : ronkhi halus (+)

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi 4&5

22

1&2

1&2

1&226 Nov 2014Jam 10.05

Jam 10.30

27 Nov 2014Jam 14.05

Jam 14.10

28 Nov 2014Jam 14.05

Jam 14.101. mengkaji frekuensi pernafasanEf : RR 42x/menit

b. memposisikan klien dengan kepala lebih tinggiEf: klien sesak nafas

1. mengkaji frekuensi pernafasanEf : RR 40x/menit

2. memposisikan klien dengan kepala lebih tinggiEf: sesak nafas klien sedikit berkurang

1. mengkaji frekuensi pernafasanEf : RR 37x/menit

2. memposisikan klien dengan kepala lebih tinggiEf: klien tidak sesak nafas26 Nov 2014 jam 11.15

27 nov 2014Jam 16.00

28 Nov 2014 Jam 15.55S : ibu klien mengatakan klien sesak nafasO : RR: 42x.menit, nafas cuping hidungA: masalah belum teratasiP: lanjutkan intervensi 1&2

S : ibu klien mengatakan klien sesak nafas sedikit berkurangO : RR: 40x/menit, nafas cuping hidungA : masalah belum teratasiP : lanjutkan intervensi 1&2

S : ibu klien mengatakan klien tidak sesak nafasO: RR: 37x/menitA: Masalah teratasiP: stop intervensi

3326 Nov 2014Jam 13.00

Jam 13.201. Berikan penjelasan tentang penyakit anak, pencegahan, penatalaksanaan di rumah sakit agar orang tua mengetahui dan mau ikut peran serta aktif dalam setiap tindakan2. Memotivasi ibu untuk melaksanakan anjuran petugas kesehatan26 Nov 2014

Jam 13.30S : ibu klien mengatakan sudah mengerti tentang penyakit anaknya

O : ibu klien terlihat tidak bingung, ibu klien dapat mengulang penjelasan yang diberikan

A : Masalah teratasi

P : stop intervensi

3.6 Catatan PerkembanganNoWaktu/tanggalCatatan PerkembanganParaf

127 Nov 2014Jam 14.00

Jam 14.10

Jam 14.30

Jam 14.15

28 Nov 2014Jam 14.00

Jam 14.10

Jam 14.30

Jam 14.15S : ibu klien mengatakan klien batuk dan pilekO : ronkhi kasar (+) terdapat sedikit mucus di hidungA: Masalah bersihan jalan nafas belum teratasiP : intervensi dilanjutkanI : 3. Mempertahankan intake cairan yang adekuat4. berkolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi:5. berkolaborasi dalam pemberian obat cefotaxim 2x250mgE : ronkhi kasar (+)R : -

S : ibu klien mengatakan batuk klien berkurangO : ronkhi halus (+)A: Masalah bersihan jalan nafas teratasi sebagianP : intervensi dilanjutkanI : 3. Mempertahankan intake cairan yang adekuat4. berkolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi ventolin 3x sehari5. berkolaborasi dalam pemberian obat cefotaxim 2x250mgE : ronkhi halus (+)R : -

227 Nov 2014Jam 14.00

Jam 14.05Jam 14.10

28 Nov 2014Jam 14.00S : ibu klien mengatakan klien sesak nafasO : RR : 40x/menitA : masalah pola nafas teratasi sebagianP : intervensi dilanjutkanI :1. Kaji frekuensi pernafasan2. Posisikan klien dengan kepala lebih tinggiE : klien terlihat sesak nafas R : -

S : ibu klien mengatakan klien tidak sesak nafasO : RR : 37x/menitA : masalah pola nafas teratasi P : intervensi dihentikanI : -E : -R : -

327 Nov 2014Jam 14.00S : ibu mengatakan sudah mengerti tentang penyakit anaknyaO : ibu klien tidak terlihat bingung ibu klien mengulangi penjelasan yang sudah diberikanA : masalah kurang pengetahuan sudah teratasiP : -I : -E : -R : -

BAB 4PEMBAHASAN

3.2 PembahasanKlien seorang laki-laki usia 1 bulan 17 hari (47 hari) datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Dari hasil anamnesa dengan ibu klien didapatkan keterangan bahwa klien batuk berdahak disertai pilek sejak 2 hari SMRS. Klien juga sesak nafas yang dirasakan tiba-tiba. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Ibu klien mengatakan bahwa klien masih meminum ASI tetapi dengan menggunakan botol susu. Ibu klien mengatakan bahwa ia tidak mengerti tentang penyakit yang diderita anaknya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan hasil bahwa terdengar suara ronkhi kasar, takipneu dengan frekuensi 42x/menit, N : 110 x/menit, Suhu : 37,6oC, klien bernafas dengan bantuan cuping hidung. Dari hasil Pemeriksaan Laboratorium didapatkan hasil leukosit 12.800. Diagnosa bronkopneumonia pada klien ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Sesuai dengan teori bahwa bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis (Long. B, 1996). Berdasarkan kepustakaan bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru paru yang secara anatomi mengenai bagian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam macam seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut (Mansjoer, 2000)Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu (Retno, 2006):

a. Stadium kongestiKapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.b. Stadium hepatisasi merahLobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.c. Stadium hepatisasi kelabuLobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.d. Stadium resolusiEksudat berkurang.Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihatPenatalaksanaan yang diberikan pada klien ini yaitu terapi inhalasi (nebulizer) dengan ventolin 3xsehari dan cefotaxim 2x250mg. Terapi inhalasi diberikan untuk mengencerkan dahak klien, sedangkan cefotaxime diberikan sebagai antibiotic. Sesuai dengan teori yang dapat dilihat berdasarkan etiologi dari bronkopneumonia akibat bakteri, bakteri yang cukup banyak menyebabkan bronkopneumonia adalah bakteri kokus gram positif seperti streptococcus pneumonia, dan pneumococcus. Sehingga perlu ditambah antibiotik yang lebih luas terhadap bakteri gram positif, yaitu contohnya ampicilin yang merupakan golongan beta laktam yang sensitif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif yang tidak memiliki beta laktamase (Rahajoe, 2008).Pada tanggal 27 November 2014 klien di follow up dan didapatkan bahwa batuk berdahak dan pilek, terdapat mucus di hidung. Sesak nafas klien berkurang, klien bernafas dengan cuping hidung, klien minum ASI dengan adekuat. Dari hasil auskultasi masih terdengar suara ronkhi kasar dan dari hasil pemeriksaan TTV didapatkan RR: 40x/menit. Pada tanggal 28 November 2014 klien di follow up dan didapatkan bahwa batuk sedikit berkurang, tidak terdapat mucus di hidung. Klien tidak sesak nafas, klien bernafas tanpa bantuan cuping hidung. Dari hasil auskultasi terdengar suara ronkhi halus dan dari pemeriksaan TTV didapatkan RR: 37x/menit. Kondisi klien mulai berangsur membaik. Prognosis pada kasus ini baik, gambaran klinis klien membaik selama 3 hari dilakukan perawatan. Tidak ada tanda-tanda komplikasi yang terjadi pada klien dan pengobatan yang diberikan pun sangat adekuat sehingga dapat membantu penyembuhan penyakit klien.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SimpulanDari penulisan laporan praktek profesi ini dapat disimpulkan bahwa bronkopneumonia adalah infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan di bronkus dan alveoli yang ditandai dengan demam, batuk berdahak, sesak nafas dan takipneu.Dari hasil pengkajian dan analisis data pada An. E didapatkan hasil sebagai berikut : a. Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 26 November 2014 pada An. E dengan keluhan utama sesak nafas, batuk dan pilek sejak 2 hari SMRS. Frekuensi pernafasan 42x/menit, terdapat suara ronkhi kasar, terdapat mucus di hidung, klien bernafas dengan cuping hidung, ibu klien mengatakan bahwa tidak mengerti tetang penyakit anaknya.b. Diagnosa keperawatan yang didapat dari hasil pengkajian pada An. E, penulis memprioritaskan diagnose keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum, Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman tentang penyakit.c. Perencanaan pada tiap-tiap diagnosa sesuai dengan teori yang ada. Tidak ada hambatan saat membuat intervensi yang akan dilakukan kepada An. Ed. Implementasi yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Orangtua klien sangar kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan pada An. Ee. Evaluasi dilakukan pada An. E sampai klien direncakan pulang oleh dokter. Keadaan klien berangsur membaik. Keluhan klien pun berkurang secara berangsur-angsur. Terdapat 2 diagnosa keperawatan yang teratasi dan 1 diagnosa keperawatan yang belum teratasi dan intervensi dihentikan.5.2 Saran5.2.1 Bagi PasienUntuk mencapai keberhasilan dalam asuhan keperawatan diperlukan kerjasama antara klien, keluarga dan petugas kesehatan agar implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat sehinga klien dapat cepat sembuh dan segera pulang.5.2.2 Bagi PetugasPerlu dilakukan pemantauan perkembangan klien dan memperhatikan keadaan klien dan mempererat kepercayaan klien kepada petugas kesehatan agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diingikan dari bronkopneumonia.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1996. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes

Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakata : EGC

Hidayat, A.,Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Long, B. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Mansjoer Arif. 2000. Pneumonia dalam Kapita selekta Kedokteran. jilid 2, edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. 2009. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC

Rahajoe, Nastini N. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi I. Jakarta : IDAI

Reevers, Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medica.

Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I Jakarta : EGC

Soeparman, Sarwono Waspadji. 1991. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

1