bab 1 hukbis

33
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia bisnis sering terjadinya sengketa. Sengketa dalam dunia bisnis ini sering terjadi karena Wan prestasi, Perbuatan melawan hukum, Kerugian salah satu pihak, Adanya pihak yang tidak puas. Untuk menyelesaikan sengeketa dalam bisnis biasanya langkah pertama yang dilakukan oleh para pihak yang berkonflik ada negoisasi. Namun apabila melalui negoisasi tidak ditemukan penyelesaian sengketa, para pihak yang berkonflik dapat menyelesaikan sengketanya dengan cara lain seperti penyelesaian melalui pengadilan/litigasi, arbitrase, maupun jalan alternatif lainnya. Abritrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Melalui arbitrase ini solusi yang didapat adalah win-win solution, tidak bertele-tele karena tidak ada lembaga banding dan kasasi. Dengan latar belakang tersebut penulis akan membahas penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase secara lebih dalam dan spesifik. 1.2 Tujuan Penulisan 1

Upload: ilsya-pertiwi

Post on 07-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

zzz

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam dunia bisnis sering terjadinya sengketa. Sengketa dalam dunia bisnis ini sering terjadi karena Wan prestasi, Perbuatan melawan hukum, Kerugian salah satu pihak, Adanya pihak yang tidak puas. Untuk menyelesaikan sengeketa dalam bisnis biasanya langkah pertama yang dilakukan oleh para pihak yang berkonflik ada negoisasi. Namun apabila melalui negoisasi tidak ditemukan penyelesaian sengketa, para pihak yang berkonflik dapat menyelesaikan sengketanya dengan cara lain seperti penyelesaian melalui pengadilan/litigasi, arbitrase, maupun jalan alternatiflainnya. Abritrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Melalui arbitrase ini solusi yang didapat adalah win-win solution, tidak bertele-tele karena tidak ada lembaga banding dan kasasi. Dengan latar belakang tersebut penulis akan membahas penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase secara lebih dalam dan spesifik.

1.2Tujuan PenulisanSetelah mempelajari bab ini, mahasiswa/i diharapkan mampu untuk memahami materi tentang alternative penyelesaian sengketa bidang usaha dengan arbitrase.

BAB 2LANDASAN TEORI

2.1Pengertian SengketaPengertian Sengketa bisnis1. Menurut Winardi,Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu individu atau kelompok kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain2. Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanyaPenyebab terjadinya sengketa bisnis antara lain akibat dari adanya: Wan prestasi; Perbuatan melawan hukum; Kerugian salah satu pihak; Adanya pihak yang tidak puas.Langkah awal penyelesaian sengketa ialah Ketika terjadi suatu sengketa dalam kegiatan bisnis maupun perdagangan, umumnya langkah pertama yang digunakan adalah negosiasi. Kedua belah pihak membicarakan sengketa tersebut dan mencoba mencari jalan keluar. Ketika proses negosiasi ini gagal barulah ditempuh cara lain seperti penyelesaian melalui pengadilan/litigasi, arbitrase, maupun jalan alternatiflainnya.Menurut Prof. Dr. Komar Kantaatmadja S.H., LLM penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam tiga golongan:1. Penyelesaian dengan menggunakan negosiasi baik yang langsung (negotiation simplisiter) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasidan konsiliasi);2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi baik bersifat nasional maupun internasional3. Penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase baik bersifat adhoc maupun terlembaga

2.2Metode Penyelesaian Sengketa2.2.1Proses penyelesaian melalui atau melibatkan pengadilan (Litigasi).1. Dengan cara gugatan (tuntutan hak yang mempunyai konflik), permohonan (tuntutan hak tanpa ada konflik) dan perdamaian melalui pengadilan.2. Melalui salah satu pengadilan yang ada (Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Niaga) berdasarkan kompetensi nya.Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim.Penyelesaian sengketa melalui litigasi diaturdalam Undang-Undang No48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengatur penyelesaian melalui peradilan umum dan peradilan khusus. Dalam melakukan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan, para pihak memperhatikan asas yang berlaku dalam gugat-menggugat melalui pengadilan. Asas yang cukup penting adalah siapa yang mendalilkan, wajib membuktikan kebenaran dalilnya. Asas inidijabarkan dalam pasal 1865 KUHPdt yang mengemukakan bahwa: Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk suatuperistiwa, diwajibkanmembuktikan adanya hak atau peristiwatersebutKarakteristik penyelesaian sengketa via pengadilan negeri: Prosesnya sangat formal Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding) Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah) Persidangan bersifat terbukaKelebihan dari litigasi antara lain: Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan diIndonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini) Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalahSederhana, Cepat dan Murah)Kekurangan dari litigasi antara lain: Partner asing (apabila sengketa terjadi antara perusahaan dalam negeri melawan perusahaan luar negeri atau belum memberikan kepercayaan kepada efektivitas hukum di Indonesia) Proses peradilan memakan waktu yang lama. Karena terbukanya kesempatan untuk mengajukan upaya hukum atas putusan hakim, melalui banding, kasasi dan peninjauan kembali. Hakim yang awam, padadasarnyahakimharuspahamterhadapsemuajenis hukum. Namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Kerahasiaan dan privasi para pihak tidak terjamin2.2.2 Proses penyelesaian tanpa memalui atau tidak melibatkan pengadilan/diluar pengadilan (Non Litigasi), yaitu dengan cara :1. Arbitrase, penyelesaian sengketa yang didasarkan pada perjanjian arbitrase2. Alternative Dispute Resolution (ADR), penyelesaian sengketa melalui prosedur yang telah disepakati para pihak sebelumnya dengan cara Konsultasi, Negosiasi, Mediasi dan Konsolidasi.Dalam arti yang luas system ADR meliputi; Forum Konsultasi (good offices), Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi , Penilaian Ahli atau Arbitrase.Dalam arti yang sempit ADR meliputi ; Konsultasi (good offices), Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Penilaian ahli (Versi Pasal 1 butir 10 UU No. 30 Tahun 1999).Penyelesaian Sengketa Melalui Forum ADR baik dalam arti sempit maupun dalam arti yang luas didasarkan pada prinsip Informal procedure and can be put in motion quickly yang tidak memerlukan formalitas yang berbelit dan dapat diselesaikan dengan cepat.a. Penyelesaian Sengketa Melalui NegosiasiNegosiasi merupakan metode dalam proses penyelesaian sengketa yang bersifat non yudisial. Negosiasi merupakan hubungan tawar menawar di antara para pihak yang bersengketa dalam satu jalinan hubungan yang bersifat suka rela dan sementara untuk saling menjelaskan posisi,kebutuhan dan kepentingan masing-masing serta melakukan pertukaran sumber-sumber daya khusus atau perjanjian yang dapat menyelesaikan sebagian sengketa atau keseluruhan sengketa.Prinsip dasar dalam negosiasi: Dalam bernegosiasi harus mempunyai tujuan yang sudah ditentukan secara jelas mengenai setiap hal yang akan dicapai melalui tawar menawar; Dalam bernegosiasi tidak boleh berlaku gegabah dan tergesa-gesa; Kalau ada keraguan lakukan pertemuan konsultasi terlebih dahulu dengan anggota; Terapkan dan pertahankan flesibilitas dalam bernegosiasi; Cari motivator yang dapat diterima pihak lawan; Hindari kemacetan,kembangkan pendekatan lainnya baru diarahkan kembali kehal semula dan bangun momentum untuk mencapai kesepakatan; Hargai pentingnya menyelamatkan harga diri pihak lawan; Dalam bernegosiasi harus memiliki pemikiran yang komprehensif dalam setiap langkah pembicaraan; Negosiasi merupakan proses untuk memperoleh kompromi dalam menyelesaikan sengketa; Pertimbangkan dampak setiap negosiasi pada masa depan.b. Penyelesaian Sengketa Melalui MediasiMediasi adalah merupakan forum penyelesaian sengketa melalui proses negosiasi atau perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang netral dan dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. Mediator secara prosedural mempunyai peran untuk membantu para pihak dengan cara membuat saran-saran prosedural mengenai cara-cara penyelesaian sengketa secara damai. Seorang mediator harus mempunyai wawasan dan kesetiaan pada prinsip-prinsip keadilan yang luas,kesamaan dan kesukarelaan untuk ditanamkan dalam pertukaran negosiasi di antara para pihak.Unsur-unsur Mediasi: penyelesaian sengketa dilakukan sendiri oleh para pihak; dengan bantuan seorang atau lebih mediator yang netral; berdasarkan perjanjian tertulis; putusan diambil oleh para pihak sendiri secara konsensus; putusan yang dihasilkan bersifat mengikat dengan itikad baik; putusan dituangkan dalam bentuk tertulis(Perjanjian damai)Tujuan Mediasi antara lain ialah sebagai berikut: Menghasilkan suatu rencana (kesepakatan) kedepan yang dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa; mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk menerima konsekuensi dari hasil mediasi yang mereka sepakati; mengurangi ketegangan dan konflik antara para pihak yang bersengketa dengan cara membantu mengatasi kendala psikologis dan teknis untuk menyelesaikan sengketa secara konsensus. Tugas mediator sebagai pihak ketiga yang netral adalah membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa,oleh karena itu mediator dapat bertindak sebagai : Katasilator, untuk mendorong penyelesaian sengketa yang kondusif diantara para pihak yang bersengketa Pendidik , mediator harus memahami kehendak,keinginan dan aspirasi dari semua pihak yang bersengketa. Nara sumber, mediator adalah tempat para pihak untuk bertanya tentang sengketa yang mereka hadapi,sebagai pihak pemberi saran dan sumber informasi yang dibutuhkan oleh para pihak. Penyampai pesan, mediator juga berperan sebagai penyampai pesan dari para pihak untk dikomunikasikan pada pihak lainnya,oleh karena itu seorang mediator juga harus mampu membuka jalur komunikasi dengan para pihak yang bersengketa. Pemimpin, mediator juga harus mampu mengambil inisiatif untuk mendorong agar proses perundingan dapat berjalan secara prosedural sesuai dengan kerangka waktu yang sudah dirancang.Tahapan Mediasi:1) Tahap Pendahuluan 2) Tahap Presentasi dari para pihak 3) Tahap identifikasi masalah 4) Tahap mengidentifikasi dan mengurutkan permasalahan 5) Tahap negosiasi dan pembuatan keputusan Kerangka Waktu Mediasi Dalam waktu 30 hari sejak mediasi dimulai harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak (Pasal 6 ayat (7) UU No.30/1999) Putusan/kesepakatan hasil mediasi wajib didaftarkan dipengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak penandatangan (Pasal 6 ayat (8) UU No.30 /1999). Kewajiban pendaftaran ini merupakan wajib yang sifatnya fakultatif oleh karena pelanggaran atas kewajiban tidak memiliki implikasi hukum apa-apa terhadap hasil kesepakatan. Dalam waktu paling lama 30 hari sejak pendaftaran,kesepakatan wajib selesai dilaksanakan oleh para pihak. c. Penyelesaian Sengketa melalui KonsiliasiUU No. 30 Tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian atau definisi dari konsiliasi. Bahhkan tidak dapat ditemui satu ketentuan pun dalam UU No. 30 Tahun 1999 ini mengatur mengenai konsiliasi. Perkataan konsiliasi sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 dan Alenia ke-9 Penjelasan Umum Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tersebut. Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi. Kedua cara ini adalah melibatkan pihak ketiga untukuntuk menyelesaikan sengketa secara damai. Konsiliasi dan mediasi sulit dibedakan, namun menurut Behrens, ada perbedaan antara kedua istilah ini, yaitu konsiliasi lebih formal daripada mediasi. Konsiliasi bisa juga diselesaikan oleh seorang individu atau suatu badan yang disebut dengan badan atau komisi konsiliasi. Persidangan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri dari dua tahap, yaitu tahap tertulis dan tahap lisan. Dalam tahap pertama, (sengketa yang diuraikan secara tertulis) diserahkan kepada badan konsiliasi. Kemudian badan ini akan mendengarkan keterangan lisan dari para pihak. Para pihak dapat hadir pada tahap pendengaran, tetapi bisa juga diwakili oleh kuasanya.Kelebihandari alternatif penyelesaian sengketa melalui konsiliasi ini hampir sama dengan mediasi yakni: cepat, murah, dan dapat diperoleh hasil yang efektif. Sedangkan yang menjadi kelemahanalternatif penyelesaian sengketa melalui konsiliasi ini adalah bahwa putusan dari lembaga konsiliasi ini tidak mengikat, sehingga sangat tergantung sepenuhnya pada para pihak yang bersengketa.Tahapan konsiliasi:1) Tahap pertemuan langsung dari para pihak2) Berdasarkan kesepakatan para pihak dapat menghubungi lembaga arbitrase atau lembaga alternatif untuk menunjuk seorang mediator ( konselor)3) Mediator (konselor) bersifat aktif memberikan penawaran alternatif penyelesaian4) Dalam waktu 7 hari usaha mediasi / konsiliasi harus sudah dimulai5) Paling lama 30 hari harus sudah dicapai kesepakatan dalam bentuktertulis6) Putusan bersifat final dengan etikad baik7) Paling lama 30 hari sejak penandatanganan kesepakatan wajib didaftarkan ke Pengadilan Negeri

3. Perdamaian melalui pengadilan. Penggugat mencabut gugatannya dan melakukan perdamaian dengan tergugat dengan cara perdamaian dengan akte otentik (dibuat dan/atau ditandatangani didepan pejabat yang berwenang) maupun akte bawah tangan (dibuat sendiri oleh para pihak)

4. ArbitraseSesuai dengan UU No. 30 tahun 1999 tentang tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa

2.3Peraturan tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian SengketaPeraturan tentang penyelesaian sengketa melalui arbitrase tertuang dalam Undang Undang RI Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa (Pasal 2 UU No. 30 tahun 1999).Istilah istilah penting dalam Undang Undang ini adalah:a) Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.b) Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. c) Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.d) Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.e) Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangandan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.

2.4 Alternatif Penyelesaian SengketaSengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.Adapun alternatif penyelesaian sengketa adalah sebagai berikut:1) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa yang dapat diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. 2) Dalam hal sengketa atau beda pendapat yang tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. 3) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator. 4) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai. 5) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator tersebut dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait. 6) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran.8) Apabila usaha perdamaian tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase adhoc.

2.5 Syarat ArbitraseAdapun syarat arbitrase menurut UU Nomor 30 tahun 1999, yaitu:1) Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku. 2) Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) memuat dengan jelas : a. nama dan alamat para pihak; b. penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku; c. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa; d. dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada; e. cara penyelesaian yang dikehendaki; dan f. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian tertulis tersebut harus memuat : a. masalah yang dipersengketakan;b. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;c. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;d. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;e. nama lengkap sekretaris;f. jangka waktu penyelesaian sengketa;g. pernyataan kesediaan dari arbiter; danh. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.Selanjutnya, suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan tersebut di bawah ini : a. meninggalnya salah satu pihak;b. bangkrutnya salah satu pihak;c. novasi;d. insolvensi salah satu pihak;e. pewarisan;f. berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok;g. bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atauh. berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis, meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 ini.Adapun syarat syarat dalam pengangkatan arbiter adalah: a. cakap melakukan tindakan hukum; b. berumur paling rendah 35 tahun; c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa; d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun. Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter. Ketentuan ketentuan lainnya terkait pengangkatan arbiter, yaitu:a) dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase.b) Dalam suatu arbitrase ad-hoc, bagi setiap ketidaksepakatan dalam penunjukan seorang atau beberapa arbiter, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.Adapun dalam hal para pihak telah bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleha rbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal. Pemohon dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi harus mengusulkan kepada pihak termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal. Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah termohon menerima usul pemohon, para pihak tidak berhasil menentukan arbiter tunggal, atas permohonan dari salah satu pihak, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter tunggal. Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter tunggal berdasarkan daftar nama yang disampaikan oleh para pihak, atau yang diperoleh dari organisasi atau lembaga arbitrase, dengan memperhatikan baik rekomendasi maupun keberatan yang diajukan oleh para pihak terhadap orang yang bersangkutan.Penunjukan dua orang arbiter oleh para pihak memberi wewenang kepada dua arbiter tersebut untuk memilih dan menunjuk arbiter yang ketiga. Arbiter ketiga tersebut akan diangkat sebagai ketua majelis arbitrase. Arbiter yang ditunjuk atau diangkat dapat menerima atau menolak penunjukan atau pengangkatan tersebut. Penerimaan atau penolakan tersebut wajib diberitahukan secara tertulis kepada para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penunjukan atau pengangkatan.Dalam hal arbiter atau majelis arbitrase tanpa alasan yang sah tidak memberikan putusan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka arbiter dapat dihukum untuk mengganti biaya dan kerugiab yang diakibatkan karena keterlambatan tersebut kepada para pihak. Arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya sebagai arbiter atau majelis arbitrase, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut.

2.6 Acara yang Berlaku di Hadapan Majelis ArbitraseSemua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. Bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan. Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat masing masing. Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis. Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase. Tempat arbitrase ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, kecuali ditentukan sendiri oleh para pihak. Arbiter atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak akan dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut. Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya kepada arbiter atau majelis arbitrase. Surat tuntutan tersebut harus memuat sekurang kurangnya:a. nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak;b. uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti bukti dan isi tuntutan yang jelas.Setelah menerima surat tuntutan dari pemohon, arbiter atau ketua majelis arbitrase menyampaikan satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon dengan disertai perintah bahwa termohon harus menanggapi dan memberikan jawabannya secara tertulis dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut oleh termohom.Selanjutnya, segera setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah arbiter atau ketua majelis arbitrase, salinan jawaban tersebut diserahkan kepada pemohon. Bersamaan dengan itu, arbiter atau ketua majelis arbitrase memerintahkan agar para pihak atau kuasa mereka menghadap di muka sidang arbitrase yang ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu.Apabila pada hari yang telah ditentukan, pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan telah dipanggil secara patut, surat tuntutannya dinyatakan gugur dan tugas arbiter atau majelis arbitrase dianggap selesai. Lalu, apabila pada hari yang telah ditentukan, termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan sekali lagi. Jika paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan, pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum.Pada pasal ke 48 dalam UU Nomor 30 tahun 1999, pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Namun dengan persetujuan para pihak dan apabila diperlukan, maka jangka waktu pemeriksaan atas sengketa tersebut dapat diperpanjang.

2.7 Saksi dan Saksi Ahli Atas perintah arbiter atau majelis arbitrase atau atas permintaan para pihak, dapat dipanggil seorang saksi atau lebih atau seorang saksi ahli atau lebih, untuk didengar keterangannya, dimana biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli dibebankan kepada pihak yang meminta. Para pihak wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh para saksi ahli. Kemudian, arbiter atau majelis arbitrase meneruskan salinan keterangan saksi ahli tersebut kepada para pihak agar dapat ditanggapi secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Terhadap kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase, maka dibuat lah berita acara pemeriksaan oleh sekretaris.

2.8 Pendapat dan Putusan ArbitrasePada Bab V dalam UU Nomor 30 Tahun 1999, para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.Putusan arbitrase harus memuat:a. kepala putusan yang berbunyi DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA;b. nama lengkap dan alamat para pihak;c. uraian singkat sengketa;d. pendirian para pihak;e. nama lengkap dan alamat arbiter;f. pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa;g. pendapat tiap tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis arbitrase;h. amar putusan;i. tempat dan tanggal putusan; danj. tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.Tidak ditandatanganinya putusan arbitrase oleh salah seorang arbiter dengan alasan sakit atau meninggal dunia tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya putusan. Alasan tentang tidak adanya tanda tangan tersebut harus dicantumkan dalam putusan. Apabila pemeriksaaan sengketa telah selesai, pemeriksaan segera ditutup dan ditetapkan hari sidang untuk mengucapkan putusan arbitrase. Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemeriksaan ditutup. Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan.

2.9 Pelaksanaan Putusan Arbitrase2.7.1 Arbitrase NasionalDalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri. Penyerahan dan pendaftaran tersebut, dilakukan dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir putusan oleh Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta pendaftaran. Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada Panitera Pengadilan Negeri. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.

2.7.2 Arbitrase InternasionalYang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional; b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan; c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum; d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan tersebut harus disertai dengan : a. lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia; b. lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan c. keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.

2.10 Pembatalan Putusan ArbitraseTerhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan ; atau c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri.

2.9 Berakhirnya Tugas Arbiter dan Biaya ArbitraseTugas arbiter berakhir karena : a. putusan mengenai sengketa telah diambil; b. jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau sesudah diperpanjang oleh para pihak telah lampau; atau c. para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter. Arbiter menentukan biaya arbitrase. Biaya arbitrase meliputi : a. honorarium arbiter; b. biaya perjalanan dan biaya lainnya yang dikeluarkan oleh arbiter; c. biaya saksi dan atau saksi ahli yang diperlukan dalam pemeriksaan sengketa; dand. biaya administrasi. Biaya arbitrase dibebankan kepada pihak yang kalah. Dalam hal tuntutan hanya dikabulkan sebagian, biaya arbitrase dibebankan kepada para pihak secara seimbang.

BAB 3KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1Kronologi Sengketa Kepemilikan Saham TPI

TanggalKeterangan

23Agustus 2002Siti Hardianti Rukmana dan Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama menandatangani investment agreement. Hary Tanoe akan membayarkan sebagian utang Siti Hardianti Rukmanat, dengan kompensasi 75% saham TPI

Februari 2003Siti Hardianti Rukmana dan PT Berkah Karya Bersama menandatangani addendum surat kuasa pengalihan 75% saham TPI pada PT Berkah Karya Bersama

20Desember 2004Siti Hardianti Rukmana melayangkan surat kepada PT Berkah Karya Bersama meminta kembali 75% saham TPI yang sudah dipindahtangankan dan Siti Hardianti Rukmanat menjanjikan akan melakukan due dilligence (uji tuntas) untuk membayar kompensasi gantinya.

8 Maret 2005Menurut Hary Tanoe, pihaknya menyampaikan 3 opsi detil mekanisme pembayaran kepada Siti Hardianti Rukmana.

10 Maret 2005Hary Tanoe layangkan surat pemanggilan RUPSLB kepada seluruh pemegang saham TPI untuk membahas opsi-opsi tersebut dalam rapat yang dijadwalkan pada 18 Maret 2005.

17 Maret 2005Siti Hardianti Rukmana dan pemegang saham lainnya melakukan RUPSLB merombak jajaran direksi dan dewan komisaris TPI. RUPSLB ini dituangkan dalam Akta No. 114 di hadapan notaris Buntario Tigris Darmawa.

18 Maret 2005PT Berkah Karya Bersama selenggarakan RUPSLB yang menyebabkan perubahan dewan direksi TPI dan perubahan komposisi kepemilikan saham.

21 Maret 2005Keluar Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM No. C-07564.HT.01.04.TH.2005 tertanggal 21 Maret 2005 yang mengesahkan akta RUPSLB TPI yang dibuat pada tanggal 18 Maret 2005.

Sementara, akta RUPSLB yang diselenggarakan Siti Hardianti Rukmana tanggal 17 Maret 2005 tidak pernah mendapat pengesahan dari Depkumham.

8 Juni 2010Dirjen AHU keluarkan surat bernomor AHU.2.AH.03.04-114A yang ditandatangani oleh Plh. Direktur Perdata Rike Amavita kepada Harry Ponto. Surat ini berisi pemberitahuan perihal adanya pencabutan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. C-07564.HT.01.04.TH.2005 tentang Pengesahan Akta TPI Nomor 16 tanggal 18 Maret 2005.

23 Juni 2010Siti Hardianti Rukmanat gelar RUPS TPI yang mengubah susunan dewan direksi TPI, berdasarkan surat dari Plh. Direktur Perdata bernomor AHU.2.AH.03.04-114A

Juli 2010MNC ajukan gugatan ke PTUN untuk membatalkan surat dari Plh. Direktur Perdata ke PTUN Jakarta.

5 Agustus 2010Dirjen AHU memasukkan jawaban di PTUN atas gugatan pembatalan surat dari Plh. Direktur Perdata, yang menyatakan surat yang digugat tersebut bukan objek tata usaha negara berupa surat keputusan. Itu hanya surat biasa yang berisi saran yang diterbitkan oleh Plh Direktur Perdata.

12Agustus 2010Kuasa hukum MNC mencabut gugatan pembatalan surat Plh. Direktur Perdata Rike Amavita kepada Harry Ponto.

24Agustus 2010Dirjen AHU menyatakan bahwa SK Menteri Hukum dan HAM No. C-07564.HT.01.04.TH.2005 tertanggal 21 Maret 2005 tertanggal 21 Maret 2005 yang mengesahkan akta TPI versi Kubu MNC telah batal demi hukum, sehingga dianggap tak pernah dibuat atau tidak pernah ada.

3.2 Analisa Penyelesaian Kasus TPISesuai aturan perundang-undangan pengadilan tidak berwenang mengadili perkara sengketa antara PT Berkah Karya Bersama dengan pihak Siti Hardiyanti Rukmana dalam kasus kepemilikan TPI.Di dalam kontrak telah disepakati penyelesaian sengketa dilakukan oleh lembaga arbitrase. Dengan kata lain, kewenangan penyelesaian hanya boleh dilakukan Badan Administrasi Nasional Indonesia (BANI). Seperti diberitakan, pada Agustus 2002 silam terdapat investment agreement antara pemegang saham saat itu yang terdiri atas PT Berkah Karya Bersama, Siti Hardiyanti Rukmana, dan TPI. Dalam investment agreement itu terdapat klausul mengenai penyelesaian sengketa yang melalui BANI.Apabila menyangkut sengketa kontrak atau sengketa perjanjian, maka harus melihat klausul dalam kontraknya terlebih dahulu. Apabila telah diatur dan disepakati permasalahan atau sengketa diselesaikan pada forum arbitrase, maka sengketa ini tIidak bisa diambil alih oleh Mahkamah Agung (MA).Namun, sebaliknya apabila sengketa disepakati dengan diselesaikan melalui pengadilan negeri, tentu apabila terjadi sengketa yang berwenang menangani dan memutus sengketa adalah pengadilan negeri hingga MA.Kompetensi absolut yang disebut-sebut sebagai kewenangan yang menyebabkan eksepsi PT Berkah Karya Bersama ditolak, merupakan badan peradilan yang berwenang untuk mengadili suatu perkara dan dalam kasus ini tergantung bagaimana pengaturan klausul penyelesaian sengketa di dalam kontrak untuk menentukan siapa yang berwenang mengadili perkara tersebut,

21