bab 1 fix

70
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ yang berperan dalam metabolisme berbagai nutrien yang diserap dari saluran cerna. Hepar berperan optimal menampung, mengubah dan mengeluarkan substansi toksik. Berdasarkan peranannya ini, hepar merupakan salah satu organ yang berpotensi terkena jejas bahan kimia, toksik dan bahan lain karena hepar merupakan organ pertama setelah saluran cerna yang terpapar oleh agen-agen tersebut. Efek hepatotoksisitas pada manusia yang disebabkan oleh paparan bahan kimia dan toksik baik secara aksidental maupun terus-menerus menghasilkan disfungsi hati ringan sampai nekrosis hepatik fulminan (Sativa, 2006). Radikal bebas salah satu faktor penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, stroke, sirosis hati, diabetes melitus, penyakit Parkinson serta kanker. Radikal bebas memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya sehingga bersifat reaktif untuk bereaksi dengan molekul lain dan dapat merusak makromolekul seperti lipid membran sel, DNA, protein yang nantinya dapat menyebabkan stres oksidatif. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme makanan dan juga faktor lingkungan luar.

Upload: ikakusumawardhani

Post on 08-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

latar belakang

TRANSCRIPT

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHepar merupakan organ yang berperan dalam metabolisme berbagai nutrien yang diserap dari saluran cerna. Hepar berperan optimal menampung, mengubah dan mengeluarkan substansi toksik. Berdasarkan peranannya ini, hepar merupakan salah satu organ yang berpotensi terkena jejas bahan kimia, toksik dan bahan lain karena hepar merupakan organ pertama setelah saluran cerna yang terpapar oleh agen-agen tersebut. Efek hepatotoksisitas pada manusia yang disebabkan oleh paparan bahan kimia dan toksik baik secara aksidental maupun terus-menerus menghasilkan disfungsi hati ringan sampai nekrosis hepatik fulminan (Sativa, 2006). Radikal bebas salah satu faktor penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, stroke, sirosis hati, diabetes melitus, penyakit Parkinson serta kanker. Radikal bebas memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya sehingga bersifat reaktif untuk bereaksi dengan molekul lain dan dapat merusak makromolekul seperti lipid membran sel, DNA, protein yang nantinya dapat menyebabkan stres oksidatif. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme makanan dan juga faktor lingkungan luar. Sumber radikal bebas yang dihasilkan dari luar yang dapat menimbulkan stres oksidatif adalah senyawa toksik seperti karbon tetraklorida (CCL4) (Simanjuntak, 2007:26). Karbon tetraklorida (CCL4) merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat hepatotoksik dan tidak berwarna, jernih, berbau harum dan mudah menguap. Terdapat dalam bentuk cair dan gas yang biasanya digunakan sebagai pelarut, pestisida, dry cleaning, refrigrant, sabun dan lain-lain (Sativa, 2006). Zat ini juga bisa ditemukan pada makanan maupun minuman yang dalam dosis tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada organ (Kardene dan Winaya. 2009:35).Sifat toksik CCL4 telah terbukti dari beberapa penelitian, bahwa dosis yang kecil sekalipun dapat menimbulkan efek pada berbagai organ tubuh termasuk susunan saraf pusat, hati, ginjal dan peredaran darah. Efek toksik CCL4 yang paling terlihat adalah pada hati (toksisitas CCL4 melebihi daripada kloroform) walaupun keduanya sarna-sarna merusak organ-organ lain. Kerusakan hati akibat terpapar CCL4 tergantung pada dosis yang diberikan. Pada prinsipnya kerusakan sel hati akibat pemberian CCL4 disebabkan oleh pembentukan radikal bebas, peroksidasi lemak dan penurunan aktivitas enzim-enzim antioksidan (Simanjuntak, 2007:27) . Di dalam retikulum endoplasmik hati, CCL4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2EI (CYP2EI) menjadi radikal bebas triklorometil (CCL3*). Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoxi yang dapat menyerang lipid membran retikulum endoplasmik dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya, triklorometilperoxi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Panjaitan et al., 2007:12). Kerusakan hepatoseluler ditandai oleh peningkatan kadar enzim hati dalam serum (transaminase) (Rubenstein, 2007). Salah satu enzim hati yang meningkat adalah alkali fosfatase. Alkali fosfatase (ALP) merupakan enzim yang berperan dalam mempercepat hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Enzim ini terdapat dalam banyak jaringan, terutama di hati, tulang, mukosa usus, dan plasenta (Panjaitan et al., 2007:13). Namun, pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang (Wiranatan, 2012). Peningkatan ALP bukan hanya dari kerusakan hepatoseluler saja tetapi juga akibat adanya kolestasis, dan pada obstruksi intra maupun ekstrabiliar, enzim ini akan meningkat 3-10 kali dari normal sebelum timbul ikterus (Panjaitan et al., 2007:13). Nilai normal ALP adalah 42-136 U/L (Wiranatan, 2012). Cedera sel hati dan saluran empedu akibat radikal bebas dapat dicegah dengan pemberian antioksidan yang berfungsi sebagai hepatoprotektor, yang dapat ditemukan pada beberapa tumbuhan (Sarkar et al., 2011). Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang terdapat dalam kadar rendah bila dibandingkan dengan substratnya, yang secara signifikan dapat mencegah atau menghambat oksidasi subtrat tersebut sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas terhadap sel, jaringan atau organ dapat dicegah. Biasanya efektivitas antioksidan disebabkan oleh sifat senyawa yang akan dilindungi. Tubuh mempunyai mekanisme yang dapat menetralisir bahaya radikal bebas dengan sistem antioksidan, namun timbulnya penyakit disebabkan karena jumlah radikal bebas melebihi jumlah sistem antioksidan. Antioksidan berperan dengan cara : a. Mengkatalisis radikal bebas oleh enzim SOD, katalase dan peroksidase, b. Mengikat pro-oksidan (ion Fe, Cu, dan hem), contohnya transferin, haptoglobin, hemopeksin dan seruloplasmin, c. Membersihkan ROS oleh antioksidan dari senyawa-senyawa dengan berat molekul kecil seperti glutation tereduksi (GSH), asam askorbat, bilirubin, alfa-tokoferol dan asam urat (Simanjuntak, 2007:28). Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dua yaitu antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Antioksidan endogen adalah antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh yang terdiri atas enzim-enzim superoksida dismutase, glutation peroksidase atau glutation reduktase serta enzim katalase dan antioksidan non enzimatik seperti glutation (GSH), transferin, asam urat dan lain lain. Antioksidan eksogen adalah antioksidan yang dibutuhkan dari luar seperti senyawa-senyawa flavonoid, vitamin C, vitamin E dan karotenoid yang banyak ditemukan dalam sayur-sayuran dan buah-buahan (Simanjuntak, 2007:26).Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan beragam suku serta tersedianya flora terlebih lagi dengan beragamnya formasi hutan Indonesia, seperti dataran rendah, dataran tinggi, rawa dan pantai sehingga memungkinkan 3000-4000 beragam spesies tanaman tumbuh subur hampir di setiap kepulauan Indonesia. Alam Indonesia merupakan gudangnya tanaman obat di dunia karena terdapat berbagai tanaman berkhasiat obat. Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya (Wijayakusuma, 2000:25-26). Tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional memiliki keunggulan, yakni mempunyai aktivitas biologi karena mengandung berbagai senyawa yang dapat mempengaruhi sel-sel hidup dari suatu organ (Kardina dan Winaya, 2011:35).Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah tumbuhan berumah dua dan merupakan marga tunggal (monogenera) dalam suku Gnetaceae, yang termasuk kelompok Gymnospermae dapat ditemui hampir di seluruh propinsi di Indonesia, dengan sentra produksi melinjo terkonsentrasi di 5(lima) propinsi yaitu (1) Jawa Barat; (2) Jawa Tengah; (3) D.I Yogyakarta; (4) Sumatera Utara; dan (5) D.I Nangru Aceh Darusallam (Towaha, 2011). Melinjo (Gnetum gnemon L.) diketahui memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Kadar antioksidan yang tinggi terutama pada biji melinjo dapat menghambat radikal bebas dan juga sebagai anti aging. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, pada biji melinjo terkandung senyawa polifenol (fenol sederhana, flavonoid, dan tanin), senyawa gnemonoside yang merupakan salah satu golongan stilbenoid yang berperan sebagai senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Selain itu, terkandung pula senyawa vitamin C dan tokoferol (Septiani et al., 2012:2). Siswoyo et al. (2011:5648) menyatakan didalam penelitiannya bahwa dua fraksi protein yang telah diisolasi dari biji Gnetum gnemon L. (Gg-PI) dengan berat molekul sekitar 30 kDa (Gg-AOPI) dan 12 kDa (Gg-AOPII) memiliki aktivitas antioksidan mirip dengan glutation (GSH) dan Butylated Hydroxytolune (BHT) yang merupakan antioksidan sintetik terhadap radikal bebas seperti DPPH, ABTS dan radikal superoksida. Gg-AOPI dan Gg-AOPII juga penting untuk melindungi DNA dari bahaya radikal hidroksil yang juga merupakan salah satu dari radikal bebas jenis Reactive Oxygen Species (ROS). Selain mengisolasi protein biji Gnetum gnemon L. (Gg-PI), Siswoyo et al. melakukan pengembangan teknologi atau inovasi dalam meningkatkan kemampuan antihipertensi dari protein melinjo (Gg-AH) dengan melakukan rekayasa atau modifikasi protein generasi baru dari Gnetum gnemon L. Dari hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa protein biji melinjo (Gg-PI) sangat berpotensi sebagai sumber atau bahan komersial Nutraceutical Food Supplement protein antihipertensi. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui efektivitas protein biji melinjo (Gg-PI) untuk melindungi hepar terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh pemberian CCL4 diukur dengan menggunakan salah satu enzim hepar yaitu alkali fosfatase (ALP).1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah apakah protein biji Gnetum gnemon L. (Gg-PI), dapat mencegah peningkatan kadar alkali fosfatase pada tikus yang diinduksi CCL4 ?

1.3 Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.1.3.1 Tujuan UmumTujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah protein biji Gnetum gnemon L. (Gg-PI), dapat mencegah peningkatan kadar alkali fosfatase pada tikus yang diinduksi CCL4.1.3.2 Tujuan KhususTujuan khusus dari penelitian ini antara lain.1. Untuk mengetahui dosis protein biji Gnetum gnemon L. (Gg-PI), dari ketiga peringkat dosis yang diuji yang menunjukkan pengaruh paling kuat pada kadar alkali fosfatase.2. Untuk mengetahui efek protein biji Gnetum gnemon L. (Gg-PI), dalam pencegahan peningkatan kadar alkali fosfatase jika dibandingkan dengan kontrol positif.

1.4 Manfaat penelitianManfaat dari penelitian ini adalah.1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang protein biji Gnetum gnemon L. (Gg-PI), sebagai alternatif hepatoprotektor.2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran mengenai protein biji Gnetum gnemon L. (Gg-PI), sebagai alternatif hepatoprotektor.3. Sebagai dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya.BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Melinjo (Gnetum gnemon Linn.)Di Indonesia, melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar dimana-mana, banyak ditemukan di tanah-tanah pekarangan rumah penduduk pedesaan dan halaman-halaman penduduk di kota. Tanaman melinjo (Gnetum gnemon L) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), tidak terbungkus daging tetapi terbungkus kulit luar. Bila tidak dipangkas, tanaman melinjo bisa mencapai ketinggian 25 m dari permukaan tanah. Tanaman melinjo dapat tumbuh pada tanah-tanah liat atau lempung, berpasir dan berkapur, tetapi tidak tahan terhadap tanah yang tergenang air atau yang berkadar asam tinggi dan dapat tumbuh dari ketinggian 0 - 1.200 mdpl. Lahan yang akan ditanami melinjo harus terbuka atau terkena sinar matahari (Asri, 2010).

2.1.1 Taksonomi Berdasarkan ilmu taksonomi atau klasifikasi tumbuhan, melinjo (Gnetum gnemon L) dikelompokkan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi: Spermatophyta Kelas: Dicotiledoneae Ordo : Gnetales Famili: Gnetaceae Genus : Gnetum Spesies : Gnetum gnemon Linn(Anonim, 2010).

2.1.2 Nama Daerah dan Nama AsingMelinjo berdasarkan penamaan ilmiah berarti Gnetum gnemon dan memiliki sinonim Gnetum acutatum Miq, Gnetum vinosum Elmer, Gnetum gnemon var. sylvistris, Gnetum gnemon var. ovalifolium (Verheiji dan Sukendar, tanpa tahun). Melinjo memiliki beberapa nama daerah dan nama asing yaitu belinjo, mlinjo (Jawa), batang banguak (Minangkabau), tangkil (Sunda), bago (Melayu dan Tagalog), khalet, voe (Kamboja), gnetum, joint fir, spanish joint fir, two leaf (Inggris), malindjo (Singapore), sikau, sukau buli, sukau motu (Fiji), tulip (Papua Nugini: Tok Pisin), ambiam, ambiamtupee (Papua Nugini: Maring), dae, daefasia, daemalefo (Kepulauan Solomon) (Maner dan Elevitch, 2006).

2.1.3 MorfologiBuah melinjo berbentuk oval, pada saat masih muda kulit buah berwarna hijau, dan seiring dengan pertambahan usia kulit buah melinjo berubah menjadi kuning, oranye, dan merah setelah tua. Kulit biji buah melinjo yang sudah tua berwarna cokelat kehitam-hitaman, sedangkan bijinya berwarna kuning gading. Panjang biji melinjo berkisar antara 1 cm 2,5 cm tergantung dari varietas melinjo. Melinjo sebagai tanaman serba guna dan hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Bijinya dapat diolah menjadi emping dan sangat digemari oleh masyarakat luas. Tanaman ini sangat ekonomis, karena apabila sudah dewasa setiap pohon dapat menghasilkan 20 25 Kg buah melinjo. Mengingat prospeknya yang cukup cerah, maka usaha pengembangan tanaman melinjo banyak dilakukan baik secara vegetatif maupun generatif. Pengembangan tanaman secara vegetatif antara lain dapat dilakukan dengan cara cangkok, stek, dan sambung pucuk. Sedangkan untuk pengembangan secara generatif dapat dilakukan melalui biji yang dihasilkan (Asri, 2010).Di Indonesia, melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar di mana-mana, serta banyak ditemukan di tanah-tanah pekarangan penduduk desa maupun penduduk perkotaan. Melinjo banyak manfaatnya, dimana hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daun muda yang disebut dengan so, bunga yang disebut dengan kroto, kulit biji tua dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang cukup populer di kalangan masyarakat. Bahkan kulit biji yang sudah tua setelah diberi bumbu dan kemudian digoreng akan menjadi makanan ringan yang disebut dengan gangsir yang cukup lezat. Buah yang sudah tua merupakan bahan baku pembuatan emping melinjo yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Semua bahan makanan yang berasal dari tanaman melinjo mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi (Asri, 2010). Berikut ini adalah macam-macam zat gizi yang terkandung di dalam biji melinjo :Tabel 2.1 Kandungan Gizi Biji Melinjo (100 gr)

No.KandunganBiji Melinjo (100gr)

1.Kalori66,00 Kalori

2.Protein5,00 gr

3.Lemak0,70 gr

4.Karbohidrat13,30 gr

5.Kalsium163,00 mg

6.Fosfor75,00 mg

7.Besi2,80 mg

8.Vitamin A1000,00 SI

9.Vitamin B10,10 mg

10.Vitamin C100,00 mg

11.Air80,00 gr

Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI dalam (Haryoto, 1998)Berdasarkan Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa di dalam biji melinjo terdapat kandungan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral yang cukup tinggi. Di mana zat-zat gizi tersebut sangat diperlukan oleh tubuh.

2.1.4 Protein Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.) (Gg-PI)Komposisi kandungan biji melinjo (Gnetum gnemon) terdiri dari 58% pati, 16.4% lemak, 9-10% protein dan 1% phenolik. Kandungan protein pada bijiyang relatif sangat besar merupakan suatu potensi sebagai sumber protein fungsional alami. Dari hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa protein dari biji melinjo mempunyai potensi aktif sebagai antioksidan (Siswoyo et al, 2012:218).Isolasi protein Gg-PIBahan baku yang yang digunakan adalah biji melinjo berwarna merah penuh yang diperoleh dari daerah Jember. Kulit biji melinjo dihilangkan dan biji dikering pada oven dengan suhu 40oC selama 18 jam. Biji kering dihilangkan lapisan ke 2 secara manual. Biji kering lapisan 3 dihancurkan menjadi serbuk, kemudian disaring dengan menggunakan penyaring berukuran 100 mesh. Lemak pada tepung biji melinjo (50 gram) dihilangkan secara reflux dengan menggunakan n-Hexane dengan perbandingan 1:5 selama 3 jam diulang sebanyak 3 kali. Setelah dikeringkan angin, serbuk biji melinjo dilarutkan menggunakan air distilasi yang sudah diatur pHnya antara 8-9 dengan menggunakan 2 N NaOH. Bahan yang tidak larut disahkan dengan menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Bagian terlarut dipisahkan dan selanjutnya di atur pH antara 8-9. Dilakukan lagi pemisahan dengan menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 pada suhu 4oC diperoleh protein sebanyak 1674.16 mg dengan aktifitas antioksidan sebesar 0.035 VCEAC/mg. Protein yang dihasilkan dipresipitasikan dengan mengatur pH 4 menggunakan 1 N HCl, kemudian dibiarkan untuk mengendap pada suhu 4oC selama 24 jam dan selanjutnya dilakukan pemisahan dengan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Hasil endapan yang diperoleh dicuci 3 kali dengan air distilat pH 4. Protein yang terendapkan dilarutkan denganair distilat dan diatur pH sampai 8 dengan menggunakan 2 N NaOH. Protein yang diperoleh di keringkan dengin (freeze dried). Tahap terakhir protein yang diperoleh sebesar 400.10 mg dengan aktivitas antioksidan sebesar 0.7360.008 mgVCEAC/ mg protein (Siswoyo et al, 2012: 218-219).Karakterisasi protein IsolateKomposisi asam amino protein isolate dari melinjo didominasi oleh aspartic acid (Asp) dan glutamic acid (Glu) seperti terlihat di bawah ini (Siswoyo et al, 2012: 218-219) :Tabel 2.2 Asam Amino komposisi dari protein isolate dari biji melinjo

Amino AcidGg-PI (% mole base)

Aspartic Acid (Asp)12.830

Threonine (Thr)7.141

Serin (Ser)7.825

Glutamic Acid (Glu)12.813

Proline (Pro)2.398

Glycine (Gly)8.909

Alanine (Ala)6.542

Cysteine (Cys)0.147

Valine (Val)8.449

Methione (Met)0.516

Isoleucine (Ile)4.799

Leucine (Leu)8.512

Tyrosine (Tyr)5.716

Phenylalanine (Phe)1.863

Histidine (His)0.516

Lysine (Lys)6.392

Arginine (Arg)2.854

2.2 Hepar2.2.1 AnatomiHepar merupakan organ intestinal terbesar dalam tubuh manusia dibungkus oleh jaringan ikat dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks diantaranya memegang peranan penting dalam fungsi metabolisme, pengambilan nutrisi dan lain- lain. Hepar merupakan satu-satunya organ yang bisa meregenerasi sendiri, jika salah satu bagian diangkat maka sisanya dapat tumbuh kembali ke besar dan bentuk semula (Ganong WF, 2006; Guyton & Hall, 2006; Harrison TR, 2005).Secara anatomis, hepar terdiri dari dua lobus besar, kanan dan kiri, lobus sebelah kanan lebih besar daripada lobus yang sebelah kiri. Posisi hepar sebagian besar terdapat pada daerah hipochondrium kanan dan memanjang ke daerah epigastrium. Hepar dikelilingi oleh cavum thoraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Beratnya 1200 1600 gram atau sekitar 1,5 2,5% dari berat tubuh manusia dewasa rata rata (Ganong WF, 2006; Harrison TR, 2005; Standring S, 2008). Hepar melekat pada dinding anterior abdomen, diafragma, peritoneum dan pembuluh darah besar, dan organ pencernaan atas oleh karena diikat oleh beberapa ligamen yang terbentuk dari peritoneum (Ganong WF, 2006; Standring S, 2008). Ligamen ligamen tersebut antara lain : Ligament Falciforme, Ligament Coronary, Ligament Triangular, Omentum Minus (Standring S, 2008). Hepar mempunyai permukaan superior, anterior, kanan, posterior, inferior. Diantara semua permukaan hepar, hanya bagian inferior yang memiliki batas yang tegas. Sedangkan permukaan superior, anterior, dan kanan saling berkesinambungan dan tidak ada batas tegas yang memisahkan. Ke empat permukaan tersebut dapat dikatakan sebagai permukaan diafragmatika. Permukaan superior merupakan permukaan terbesar pada hepar dan terletak persis di bawah diafragma.Permukaan superior hepar menyatu dengan permukaan anterior, kanan ,posterior diatas kubah hepar. Daerah ini berbatasan dengan pleura diafragmatika kanan dan batas dari paru kanan menuju ke arah pericardium dan ventikel dari jantung.Sebelah kiri berbatasan dengan pleura diafragmatika kiri dan basis kiri paru (Standring S, 2008).Permukaan anterior hepar hampir berbentuk segitiga dan konvek, permukaan tersebut ditutupi oleh peritoneum kecuali bagian dari ligament falciformis. Keseluruhan dari permukaan tersebut berbatasan dengan bagian dari diafragma. Permukaan kanan hepar ditutupi oleh peritoneum, dan terletak berdekatan dengan kubah kanan diafragma, dimana permukaan tersebut terpisah dari paru kanan dan iga ke tujuh sampai dengan iga ke sebelas. Pada sebelah atas dan tepi lateral terdapat paru kanan dan basis pleura diantara diafragma dan iga ke tujuh sampai dengan iga ke sebelas (Standring S, 2008). Permukaan posterior dari hepar berbentuk konveks, agak lebar pada bagian kanan, tetapi sempit pada bagian kiri. Banyak dari bagian permukaan posterior berdempetan dengan diafragma, terdapat celah jaringan yang longgar diantaranya yang dikenal dengan bare area. Permukaan inferior lobus kiri berhubungan dengan bagian fundus lambung dan bagian atas berhubungan dengan omentum. Lobus kuadratus terletak berdekatan dengan pylorus, yang merupakan bagian awal dari duodenum dan bagian bawah dari omentum. Kadang colon transversal melintang diantara duodenum dan lobus kuadratus.Pada kandung empedu sebelah kanan, permukaan inferior berhubungan alur hepatic dari colon, kelenjar suprarenal kanan, ginjal kanan, dan bagian awal dari duodenum. Pada permukaan inferior terdapat banyak jaringan hepar mendekati batas kiri alur ligamentum teres. Ini yang disebut tuber omentale (Standring S, 2008).Hepar memiliki empat lobus atau delapan segmen. Klasifikasi hati oleh arsitektur internal dibagi menjadi lobus, segmen atau sektor. Empedu, pembuluh darah arteri hepatic , pembuluh darah vena portal mensuply pasokan darah ke segmen hepar. Permukaan hepar sering ditandai dengan fossa yang tidak berhubungan langsung dengan lobus atau segmen. Lobus hepar dibagi menjadi lobus kanan, kiri, kaudatus dan kuadratus berdasarkan permukaan peritoneal dan ikatan ligamen. Ligamentum falsiformis superior dan ligamentum venosum inferior, menandai pembagian antara lobus kanan dan kiri. Pada permukaan inferior, di sebelah kanan dari alur yang dibentuk oleh ligamentum venosum, terdapat dua prominences dipisahkan oleh porta hepatis. Lobus kuadratus terletak sebelah,sedangkan lobus kaudatus sebelah posterior. Kandung empedu biasanya terletak pada fossa dangkal di sebelah kanan lobus kuadratus (Standring S, 2008).Pembuluh darah yang mengaliri hepar antara lain adalah : vena portal, arteri dan vena hepatica. Vena portal dan arteri hepatica berjalan naik keatas dari omentum minus ke porta hepatis, dimana setiap pembuluh dari tadi bercabang. Empedu duktus hepatica dan pembuluh limfe berjalan turun dari porta hepatica ke dalam omentum (Standring S, 2008 dan Faiz O, 2002). Hepar memiliki persarafan ganda. Bagian parenkim ini dipersyarafi oleh nervus hepaticus yang muncul dari hepar dan mengandung pleksus simpatis dan parasimpatis. Nervus hepaticus memasuki hepar di porta hepatis dan sebagian besar berjalan bersama dengan arteri hepatika dan saluran empedu (Standring S, 2008 dan Ganong WF, 2006).Sel-sel pada hepar mayoritas adalah hepatosit yang merupakan massa terbanyak pada hepar yaitu dua pertiga dari massa hepar. Sisanya adalah sel Kupffer yang merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial, sel bintang, sel endothelial dan pembuluh darah, sel pada duktus atau saluran empedu dan strukur struktur pendukung. Sel - sel ini terdapat di sinusoid. Sinusoid merupakan pembuluh kapiler darah dari lobules yang besar dan sangat permeabel antara deretan sel-sel hepar. Sinusoid menerima darah dari kedua arteri hepatica dan vena portal. Rongga sinusoid dibatasi oleh sel-sel endotelial dengan rongga-rongga interseluler yang memungkinkan plasma mengalir keluar untuk nutrisi sel-sel hati. Hepatosit memproduksi banyak enzim yang mengkatalisasi banyak reaksi kimia. Reaksi ini merupakan fungsi dari hepar. Sewaktu darah mengalir ke sinusoid, banyak zat yang dibuang oleh sel hepar sedangkan produk dari sel hepar juga disekresikan ke darah (Standring S, 2008).

Gambar 2.1 Permukaan Hepar (Ganong WF, 2006)

2.2.2 Fungsi HeparHepar melakukan banyak fungsi berbeda namun tetap merupakan organ tersendiri dan berbagai fungsinya tersebut saling berhubungan satu sama lain. Berbagai fungsi hepar yang berbeda, meliputi : a. Metabolisme energi yang terdiri dari ;1) Metabolisme KarbohidratDalam metabolisme karbohidrat hepar mempunyai fungsi spesifik, antara lain :a) Menyimpan glikogen.b) Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa,c) Tempat proses terjadinya glikogenesis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis.d) Membentuk senyawa kimia penting dari hasil dari usul perantara metabolisme karbohidrat (Harrison TR, 2005; Guyton & Hall, 2006).Hasil pencernaan akhir karbohidrat dalam saluran pencernaan hampir selalu dalam bentuk glukosa, fruktosa, dan galaktosa dengan glukosa rata rata 80% dari keseluruhan. Setelah penyerapan dari saluran pencernaan , sebagian fruktosa dan hampir semua galaktosa dengan segera diubah menjadi glukosa. Fruktosa sebagian diubah menjadi glukosa sewaktu diabsorpsi melalui sel epitel pencernaan ke dalam darah porta. Sebagian besar fruktosa yang tersisa dan terutama seluruh galaktosa kemudian diubah menjadi glukosa oleh hepar. Hepar penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal. Sebagai contoh penyimpanan glikogen memungkinkan hati mengambil kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya dan kemudian mengembalikan kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah mulai menurun terlalu rendah. Proses ini dinamakan glikogenesis yang berarti proses pembentukan glikogen. Sedangkan pemecahan glikogen untuk menghasilkan glukosa kembali ke dalam sel disebut glikogenolisis. (Guyton & Hall. 2006)

Gambar 2.2 Reaksi kimia antara proses glikogenesis dan glikolisis (Guyton&Hall, 2006).Glukoneogenesis dalam hepar juga berfungsi untuk mempertahankan konsentrasi normal glukosa, karena glukoneogenensis hanya meningkat apabila konsentrasi glukosa darah mulai menurun dibawah normal. Pada keadaan demikian , sejumlah besar asam amino diubah menjadi glukosa, dengan demikian memberikan jalan sehingga dapat mempertahankan konsentrasi glukosa darah relatif normal (Guyton dan Hall, 2006). 2) Metabolisme LemakFungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara lain adalah:a) Oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat dan pembentukan asam asetoasetat.b) Pembentukan sebagian besar lipoprotein.c) Pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid.d) Pengubahan sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak.Untuk memperoleh energi dari lemak, pertamatama lemak dipecah menjadi gliserol dan asam lemak, kemudian asam lemak dipecah oleh oksidasi beta menjadi radikal asetil berkarbon 2 yang kemudian membentuk asetilkoenzim A (asetil-KoA). Ini selanjutnya dapat memasuki siklus asam sitrat dan dioksidasi untuk membebaskan sejumlah besar energi. Oksidasi beta dapat terjadi di semua sel tubuh, namun terjadi dengan cepat di sel hepar. Hepar sendiri tidak dapat menggunakan asetil-Koa yang dibentuk tetapi diubah dengan kondensasi 2 molekul dari asetil-Koa menjadi asam asetoasetat, yaitu asam dengan kelarutan tinggi dari sel hepar ke cairan ekstraseluler dan kemudian ditranspor ke seluruh tubuh untuk diabsorbsi oleh jaringan lain. Jaringan ini kemudian mengubah kembali asam asetoasetat menjadi asetil-Koa dan mengoksidasinya dengan cara biasa. Kira kira 80% kolesterol yang disintesis diubah menjadi garam empedu, yang kemudian disekresi kembali ke dalam empedu ; sisanya diangkut dalam lipoprotein yang dibawa darah ke semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar terutama ditranspor dalam lipoprotein. Fosfolipid dan kolesterol digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur intraseluler dan bermacam- macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel. Sebagian besar sintesis lemak dalam tubuh dari karbohidrat dan protein juga terjadi dalam hati. Setelah lemak disintesis dalam hati, kemudian ditranspor dalam bentuk lipoprotein ke jaringan lemak untuk disimpan (Guyton dan Hall, 2006).3) Metabolisme ProteinHepar mempunyai peran yang sangat penting pada metabolisme protein, karena bila hepar tidak berperan dalam metabolisme protein dalam beberapa hari saja maka dapat terjadi kematian. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein adalah :a) Deaminasi asam amino.b) Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh.c) Pembentukan plasma protein.d) Interkonversi diantara asam amino yang berbeda dan ikatan yang penting lainnya untuk metabolisme tubuh (Guyton dan Hall, 2006). Deaminasi asam amino dibutuhkan sebelum dapat dipergunakan untuk energi atau sebelum dapat diubah menjadi karbohidrat atau lemak. Pembentukan ureum oleh hepar mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, sejumlah besar amonia dibentuk dengan proses deaminasi dan masih ditambah pembentukkan secara kontinu dalam usus oleh bakteri dan kemudian diabsorpsi ke dalam darah. Bila hepar tidak berfungsi membentuk ureum, konsentrasi amonia plasma meningkat dengan cepat dan menimbulkan koma hepatikum dan kematian (Guyton dan Hall, 2006). b. Fungsi protein sintetik :Sintesis protein plasma, termasuk albumin, faktor pembekuan, angiotensinogen, protein pengikat apolipoprotein, dan insulin like growth factor I (Guyton dan Hall, 2006; Ganong WF, 2006 ). c. Transportasi, dan fungsi penyimpanan :1) Detoksifikasi obat dan racun melalui reaksi biotransformasi tahap I dan tahap II dan ekskresi dalam empedu. Medium kimia yang sangat aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat obatan ke dalam empedu. Proses detoksifikasi ini juga dilakukan pada hormon hormon yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau diubah secara kimia oleh hati, meliputi tiroksin dan hormon hormon steroid seperti estrogen, kortisol, aldosteron, dan lain lain. Dengan demikian kerusakan pada hepar dapat menyebabkan penimbunan yang berlebihan dari satu atau lebih hormon ini di dalam cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan aktivitas berlebihan dari system hormon ini (Guyton dan Hall, 2006).2) Sintesis dan sekresi VLDL dan HDL pra-partikel lipoprotein dan pembersihan HDL, LDL, dan sisa-sisa chylomicron.3) Penyerapan dan penyimpanan vitamin A, D, Fe dan B12 dan asam folat. Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin dan merupakan sumber vitamin yang baik. Vitamin yang terbanyak disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 dalam keadaan normal juga disimpan. Vitamin A yang disimpan dapat mencegah kekurangan vitamin A selama 10 bulan, sedangkan vitamin D dalam jumlah yang cukup dapat disimpan untuk mencegah defisiensi selama 3 atau 4 bulan. Vitamin B 12 sendiri dapat disimpan paling sedikit 1 sampai beberapa tahun (Guyto dan Hall, 2006).Besi disimpan dalam tubuh antara lain dalam hemoglobin darah, sebagian besar lainnya disimpan dalam hepar dalam bentuk feritin. Sel hati berisi apoferitin yangdapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh , maka besi berikatan dengan apoferitin membentuk feritin dan disimpan dalam bentuk ini sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi cairan tubuh mencapai kadar yang rendah, maka feritin akan melepaskan besi. Maka system apoferitin feritin hati bekerja sebagai penyangga besi darah dan sebagai media penyimpanan besi (Guyton&Hall, 2006).d. Pelindung dan fungsi clearance :1) Detoksifikasi obat melalui oksidasa mikrosomal dan sistem konjugasi.2) Pembersihan sel sel yang rusak, protein, hormon, obat-obatan, dan faktor- faktor pembekuan diaktifkan dari sirkulasi portal. Hepar membentuk sebagian besar zat zat darah yang diapakai untuk proses koagulasi. Zat zat tersebut antara lain adalah fibrinogen, protrombin, akselerator globulin, faktor VII, dan beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme hati untuk membentuk protrombin, faktor VII, IX, dan X. Bila tidak terdapat vitamin K maka konsentrasi zat zat tersebut akan turun sangat rendah sehingga dapat menghambat proses koagulasi darah.3) Pembersihan bakteri dan antigen dari sirkulasi portal (Guyton dan Hall, 2006; Ganong WF, 2006 ).

2.2.3 Mekanisme HepatotoksikManusia semakin sering terkena berbagai senyawa kimia yang asing (xenobiotik). Xenobiotik berasal dari kata Yunani xenos yang berarti asing, merupakan senyawa asing bagi tubuh misalnya obat-obatan, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, dan pengawet), zat karsinogen kimia dan berbagai senyawa yang telah memasuki lingkungan kehidupan kita melalui salah satu jalan, seperti senyawa bifenil poliklorinasi (PCB) dan insektisida tertentu (Murray et al., 2003:743). Sebagian besar senyawa tersebut dimetabolisme di hati, oleh karena hal tersebut hati rentan terhadap cedera karena proses metabolisme xenobiotik. Metabolisme xenobiotik bertujuan menjadikan sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan menjadi mudah diekskresikan karena bahan toksikan tersebut menjadi larut dalam air (Lu, 2006).Metabolisme xenobiotik dibagi menjadi 2 fase yaitu fase hidroksilasi (fase mengubah xenobiotik aktif menjadi inaktif ) dan fase konjugasi (fase mereaksikan xenobiotik inaktif dengan zat kimia tertentu dalam tubuh menjadi zat yang larut, sehingga mudah diekskresi baik lewat empedu maupun urine) (Suparyanto, 2010).Pada fase I, reaksi utama yang terlibat adalah hidroksilasi yang dikatalis oleh anggota dari kelompok enzim yang dinamakan sebagai monooksigenase atau sitokrom P-450. Hidroksilasi dapat mengakhiri kerja sebuah obat. Disamping hidroksilasi, enzim ini mengatalisis berbagai reaksi dengan kisaran yang luas, termasuk reaksi yang melibatkan deaminasi, dehalogenasi, desulfurasi, epoksidasi, peroksigenasi, dan reduksi. Pada fase II, senyawa yang terhidroksilasi atau senyawa lainnya yang diproduksi fase I, diubah oleh enzim yang spesifik menjadi berbagai metabolit polar lewat konjugasi dengan asam glukuronat (glukuronidasi dengan bantuan enzim glukuronil transferase), asam sulfat (sulfasi dengan bantuan enzim sulfotransferase), asetat, glutation atau asam amino tertentu. Metabolisme xenobiotik kadang disebut proses detoksifikasi, tetapi istilah ini tidak semuanya benar, sebab tidak semua xenobiotik bersifat toksik (Murray et al., 2003).Sitokrom P-450 mengatalisis sejumlah reaksi dengan menyisipkan satu atom oksigen yang berasal dari molekul oksigen ke dalam substrat sehingga menghasilkan suatu produk terhidroksilasi (sebagai katalisator perubahan hidrogen (H) pada xenobiotik menjadi gugus hidroksil (OH)). NADPH dan NADPH-sitokrom P-450 reduktase terlibat dalam mekanisme reaksi yang kompleks. Reaksi Hidroksilasi oleh enzim Sitokrom P-450 adalah sebagai berikut: RH (Xenobiotik)+O2+NADPH+H+R-OH (Gugus Hidroksil)+H2O+NADPSemua sitokrom P-450 merupakan hemoprotein dan umumnya memiliki spesifitas substrat yang luas, dengan bekerja pada banyak substrat eksogen serta endogen. Sitokrom P-450 umumnya terdapat dalam retikulum endoplasma sel dan khususnya banyak dijumpai di hati. Oleh karena hal tersebutlah peristiwa kerusakan hati sering terjadi karena hati merupakan organ sasaran dalam pengikatan senyawa-senyawa xenobiotik (Murray et al., 2003).Respon metabolisme xenobiotik mencakup efek farmakologik, toksik imunologik dan karsinogenik. Apabila xenobiotik berupa obat, maka metabolisme xenobiotik yang terjadi adalah pada obat yang sudah aktif, metabolisme xenobiotik fase 1 berfungsi mengubah obat yang sudah aktif menjadi inaktif. Respon metabolisme xenobiotik dapat menguntungkan karena metabolit yang dihasilkan menjadi zat yang polar sehingga dapat diekskresi keluar tubuh. Tetapi respon metabolisme xenobiotik dapat juga merugikan karena: (1) berikatan dengan makromolekul dan menyebabkan cedera sel, (2) berikatan dengan makromolekul menjadi hapten dan merangsang pembentukan antibodi dan menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang berakibat cedera sel, dan (3) berikatan dengan makromolekul menjadi zat mutan yang menyebabkan timbulnya sel kanker seperti pada gambar 2.3

XenobiotikMetabolik ReaktifMetabolik Non ToksikPengikatan Kovalen pada MakromolekulHaptenCedera SelMutasiKankerProduksi AntibodiCedera Sel

Gambar 2.3 Respon metabolisme xenobiotik (Murray et al., 2003)

2.2.4 Kerusakan Hepar Akibat CCL4Karbon tetraklorida (CCI4) adalah bahan kimia yang bersifat toksik. CCL4 sebagai pelarut lipid memudahkan senyawa tersebut dapat menyeberangi membran sel dan terdistribusi ke semua organ. Sifat toksik CCL4 telah terbukti dari beberapa penelitian, bahwa dosis yang kecil sekalipun dapat menimbulkan efek pada berbagai organ tubuh termasuk susunan saraf pusat, hati, ginjal dan peredaran darah. Efef toksik CCL4 yang paling terlihat adalah pada hati (toksisitas CCL4 melebihi daripada kloroform) walaupun keduanya sarna-sarna merusak organ-organ lain. Kerusakan hati akibat terpapar CCL4 tergantung pada dosis yang diberikan. Absorpsi CCL4 selain berlangsung melalui saluran nafas juga dapat melalui seluruh permukaan tubuh termasuk kulit. Pada prinsipnya kerusakan sel hati akibat pemberian CCL4 disebabkan oleh pembentukan radikal bebas, peroksidasi lemak dan penurunan aktivitas enzim-enzim antioksidan. Manifestasi kerusakan hati secara histologis terlihat berupa infiltrasi lemak, nekrosisi sentrolobuler, dan akhimya sirosis.Pemberian CCL4 pada hewan coba akan menyebabkan terjadinya pelemakan hati. Pelemakan disebabkan karena adanya gangguan sintesis lipoprotein VLDL yang berfungsi sebagai alat transpor lipid dalam tubuh. Biotransformasi CCL4 dalam hati melalui sistem retikulum endoplasmik (sitokrom P-450) mekanismenya adalah CCL4 yang masuk ke dalam tubuh akan dimetabolisme di dalam hati dan kemudian diubah menjadi radikal triklorometil (CCL3*) dan (CL*). Berikut persamaannya : CCL4 Reduksi elektron CCL3* + CL*Sitokrom P-450Radikal CCL3 * yang terbentuk dengan adanya oksigen akan mempercepat reaksi membentuk radikal CCL3O2*. Reaksi ini akan semakin kompleks membentuk reaksi berantai.

2.3 Radikal BebasRadikal bebas berperan dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, karena radikal bebas memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya sehingga bersifat reaktif untuk bereaksi dengan molekul lain. Radikal bebas dapat merusak makromolekul seperti merusak lipid membran sel, DNA, protein yang menyebabkan stres oksidatif sel. Keadaan stres oksidatif biasanya terjadi bila jumlah radikal bebas dalam tubuh lebih tinggi dari jumlah sistem antioksidan. Stres oksidatif yang ditimbulkan oleh radikal bebas tersebut dapat ditentukan dengan mengukur salah satu parameter berupa malondialdehid (MDA). Bila kadar MDA tinggi dalam plasma, maka dapat dipastikan sel mengalami stresOksidatif (Simanjuntak, 2007).

Radikal bebas dapat dihasilkan dari dalam tubuh (endogen) dan juga dariluar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen adalah radikal yang dihasilkan dari dalam tubuh misalnya radikal dari mitokondria, xantin oksidase, NADPH oksidase, mikrosom, membran inti sel dan peroksisom. Radikal bebas eksogen adalah radikal yang dihasilkan dari lingkungan luar seperti, asap rokok, radiasi UV, bahan kimia toksik. Jenis-jenis radikal bebas yang merusak sel terdiri dari : a. Reactive Oxygen Species (ROS), yaitu senyawa reaktif turunan oksigen misalnya radikal superoksida (O2*), radikal hidroksil (OH*), radikal alkoksil (RO*), radikal peroksil (RO2 *) serta senyawa bukan radikal yang berfungsi sebagai pengoksidasian atau senyawa yang mudah mengalami perubahan menjadi radikal bebas seperti hidrogen peroksida (H2O2), ozon (O3) dan HOCI. b. Reactive Nitrogen Species (RNS), misalnya nitrogen dioksida (NO2 *), dan peroksinitrit (ONOO*) dan bukan radikal seperti HNO2 dan N2O4 (Simanjuntak, 2007).Sumber radikal bebas yang dihasilkan dari luar yang dapat menimbulkan stres oksidatif adalah senyawa toksik seperti karbon tetraklorida (CCL4). CCL4 banyak digunakan di laboratorium, bila tubuh terpapar dapat menyebabkan kerusakan hati. Diketahui hampir semua zat yang diabsorpsi oleh usus diangkut menuju hati. Hati merupakan kelenjar terbesar dan terberat dalam tubuh, menerima darah tidak saja dari sistem arterial, tetapi sebagian besar darah berasal dari sistem vena. Oleh karena itu hati merniliki kesempatan pertama untuk memetabolisme senyawa yang berasal dari saluran cerna, termasuk bahan toksik yang diserap, sehingga hati akan lebih mudah mengalarni kerusakan (Simanjuntak, 2007).Perusakan sel oleh radikal bebas didahului oleh kerusakan membran sel, dengan rangkaian proses sebagai berikut: (1) terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor, (2) oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transpor lintas membran terganggu, dan (3) reaksi peroksidasi lipid membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk. Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung terhadap kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, cross-lingking, struktur dan fungsi membran; dalam keadaan lebih ekstrim akhirnya akan menyebabkan kematian sel (Gitawati, 1995: 34).Kerusakan hati karena radikal bebas dari obat atau bahan-bahan kimia dapat terjadi melalui berbagi rute pemberian. Pada umumnya telah dikenal dua jenis hepatotoksisitas kimia yaitu hepatotoksik langsung dan iodosinkratik. Agen yang menyebabkan hepatotoksik langsung adalah racun sistemik atau metabolit toksik yang masuk ke dalam hati sehingga mengakibatkan abnormalitas morfologi yang agak khas dan reproduktif untuk tiap-tiap racun (ketoksikan ini tidak dapat dikenal sampai terjadinya ikterus). Pada hepatotoksik iodosinkratik timbulnya hepatotoksik seringkali jarang dan tidak dapat diramalkan karena responnya tidak bergantung pada dosis obat yang diberikan dan dapat tejadi pada setiap, selama atau setelah terpajan obat (Schilling et al., 2010: 19-27).

2.4 Antioksidan2.4.1 Definisi AntioksidanAntioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang terdapat dalam kadar rendah bila dibandingkan dengan substratnya, yang secara signifikan dapat mencegah atau menghambat oksidasi subtrat tersebut sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas terhadap sel, jaringan atau organ dapat dicegah. Biasanya efektivitas antioksidan disebabkan oleh sifat senyawa yang akan dilindungi. Tubuh mempunyai mekanisme yang dapat menetralisir bahaya radikal bebas dengan sistem antioksidan, namun timbulnya penyakit disebabkan karena jumlah radikal bebas melebihi jumlah sistem antioksidan. Antioksidan berperan dengan cara : (a) Mengkatalisis radikal bebas oleh enzim SOD, katalase dan peroksidase. (b) Mengikat pro-oksidan (ion Fe, Cu, dan hem), contohnya transferin, haptoglobin, hemopeksin dan seruloplasmin. (c) Membersihkan ROS oleh antioksidan dari senyawa-senyawa dengan berat molekul kecil seperti glutation tereduksi (GSH), asam askorbat, bilirubin, -tokoferol dan asam urat (Simanjuntak, 2010: 28). Antioksidan memberikan perlindungan pada hati secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, antioksidan melindungi sel hati dari gangguan radikal bebas dengan mekanisme menghambat oksidasi radikal bebas. Secara tidak langsung, antioksidan menjaga fungsi hati dengan menetralisir radikal bebas yang dapat mengganggu fungsi hati (Syafruddin, 2008).

2.4.2 Macam-macam AntioksidanAntioksidan dapat dibedakan menjadi 5 golongan, yaitu : (a) Antioksidan enzimatik (SOD, glutation peroksidase, katalase), (b) Antioksidan hidrofilik (asam askorbat, GSH, asam urat), (c) Antioksidan lipofilik (tokoferol, flavonoid, karotenoid, ubikuinol), (d) Antioksidan pereduksi (glutation reduktase, dehidroaskorbat reduktase, tioredoksin reduktase), (e) Antioksidan pendukung pereduksi (glukosa 6-fosfat dehidrogenase) (Simanjuntak, 2007: 28-29).Winarsi (2007) membagi antioksidan berdasarkan mekanismenya menjadi 3 yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer meliputi enzim peroksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dikatakan antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang stabil. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif. Enzim antioksidan menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Sebagai contoh adalah enzim katalase dan glutation peroksidase dapat memutus polimerisasi dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2, sedangkan SOD bekerja dengan cara mengatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2. Antioksidan dalam kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant. Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non-enzimatik. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif. Kerja antioksidan non-enzimatik yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya (free radical scavenger) sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen selular. Antioksidan non-enzimatik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok antioksidan yang larut lemak seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin, serta antioksidan yang larut air seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme. Antioksidan non-enzimatik yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari berupa komponen nutrisi yang berasal dari sayuran dan buah-buahan. Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya single dan double strand, baik gugus non-basa maupun basa.Menurut Simanjuntak (2007) berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi 2, yaitu:a. Antioksidan EndogenAntioksidan endogen merupakan antioksidan yang dapat disintesis oleh tubuh. Contoh dari antioksidan endogen antara lain superoksida dismutase (SOD), katalase, dan peroksidase. SOD merupakan salah satu jenis antioksidan endogen yang mammpu mengkatalisis radikal bebas superoksida (O2*) menjadi hidrogen peroksida (H2O2), sehingga SOD disebut sebagai scavanger atau pembersih superoksida (O2*). Katalase merupakan senyawa hemotetramer dengan kofaktor Fe, dan dapat ditemukan pada hewan maupun tumbuhan. Katalase dapat mengkatalisis berbagai peroksida dan radikal bebas menghasilkan oksigen dan air. Superoksida adalah kelas enzim oksidoreduktase yang berfungsi mengatalisis substrat organik dengan H2O2 dan mereduksinya menjadi H2O. Peroksidase merupakan hemoprotein yang terdapat pada organisme prokariotik dan eukariotik. Glutation peroksidase (GPx) adalah salah satu jenis enzim peroksidase yang mengandung selenium (Se) pada sisi aktifnya. Enzim ini bekerja dengan cara memecah H2O2 dan berbagai lipid peroksida dengan mereduksinya menjadi H2O. Proses tersebut melibatkan reaksi redoks dari glutation teeduksi (GSH).b. Antioksidan EksogenAntioksidan eksogen merupakan antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh. Antioksidan eksogen dapat diperoleh dari makanan sehari-hari, terutama sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin (vitamin A,C, dan E) dan mineral (Zn dan Se). vitamin E merupakan antioksidan eksogen yang paling umum digunakan.Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi : (Hariyatmi 2004)a. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan menyumbangkanatom H,misalnya vitamin Eb. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat pemulung,misalnya vitamin Cc. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe2+ dan Cu2+,misalnya flavonoidd. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentukstabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, glutation peroksidase.

2.4.3 GlutationGlutation (-glutaml-sisteinilglisin) adalah suatu tripeptida yang terdiri dari asam glutamat, sistein dan glisin. Glutation sering disingkat GSH (karena gugus sulfhidril sisteinnya, yaitu bagian molekul yang aktif) (Murray et al., 2009). Glutation merupakan sumber tiol non protein di dalam sel dan memiliki beberapa fungsi dalam proteksi jaringan dari kerusakan oksidatif dan mempertahankan stabilitas lingkungan intraselular. GSH dapat menurunkan hidrogen peroksida dan organic-peroksidase melalui reaksi katalisa dengan perantara GSH peroksidase (GPX). Antioksidan glutation ini bekerja sebagai scavenger/penangkap radikal bebas dan mengubah radikal bebas yang telah terbentuk dengan cara memutus reaksi berantai menjadi molekul yang kurang reaktif. (Laksmi, 2010: 13).Dalam metabolisme xenobitik, glutation memiliki peranan pada reaksi konjugasi yang menyebabkan xenobiotik menjadi lebih larut air dan akhirnya diekskresikan melalui urine atau empedu. Xenobiotik yang mengalami konjugasi dengan glutation adalah xenobiotik elektrofilik yang berpotensi toksik (misalnya, karsinogen tertentu). Proses pengkonjugasian xenobiotik elektrofilik dengan GSH nukleofilik dapat dilihat pada reaksi yang telah diringkas sebagai berikut :R + GSH R S GR adalah xenobiotik elektrofilik. Enzim yang mengatalisis reaksi ini disebut glutation S-transferase yang terdapat dalam jumlah besar di sitosol hati dan dalam jumlah lebih sedikit di jaringan lain. Di jaringan manusia terdapat beragam glutation S-transferase yang memperlihatkan spesifitas substrat yang berbeda dan dapat dipisahkan dengan menggunakan teknik elektroforesis dan teknik lainnya. Jika xenobiotik yang berpotensi toksik tidak dikonjugasikan dengan GSH, xenobiotik tersebut akan bebas berikatan secara kovalen dengan DNA, RNA, atau protein sel sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel serius. Oleh karena itu, GSH merupakan mekanisme pertahanan penting terhadap senyawa toksik, misalnya obat dan karsinogen tertentu. Jika kadar GSH di suatu jaringan, seperti hati menurun (seperti dapat terjadi pada pemberian senyawa tertentu yang bereaksi dengan GSH kepada tikus), jaringan tersebut terbukti lebih rentan terhadap cedera akibat berbagai bahan kimia, yang dalam keadaan normal dikonjugasikan dengan GSH. Konjugat glutation mengalami metabolisme lebih lanjut sebelum diekskresikan. Gugus glutamil dan glisin yang berasal dari glutation dikeluarkan oleh enzim spesifik, dan sebuah gugus asetil (diberikan oleh asetil-KoA) ditambahkan ke gugus amino pada residu sisteinil yang tersisa. Senyawa yang terbentuk adalah asam merkapturat, suatu konjugat L-asetilsistein, yang kemudian diekskresikan dalam urine (Murray et al., 2009).Glutation memiliki fungsi penting lain pada sel manusia selain peranannya dalam metabolisme xenobiotik. a. Ikut serta dalam dekomposisi hidrogen peroksida, yang berpotensi toksik dalam reaksi yang dikatalisis oleh glutation peroksidase. b. Merupakan reduktan intrasel penting yang membantu mempertahankan gugus SH esensial enzim dalam keadaan tereduksi dan memiliki keterlibatan dalam anemia hemolitik akibat defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase. c. Pada pengangkutan asam amino tertentu yang menembus membran di ginjal, diduga terdapat suatu siklus metabolik yang melibatkan GSH sebagai pembawa. Reaksi pertama dalam siklus tersebut diperlihatkan dibawah ini :Asam amino + GSH Asam amino -glutamil + SisteinilglisinReaksi ini membantu memindahkan asam amino tertentu menembus membran plasma. Asam amino tersebut kemudian dihidrolisis dari kompleksnya dengan GSH dan GSH tersebut disintesis dari sisteinilglisin. Enzim yang mengatalisis reaksi di atas adalah -glutamil-transferase (GGT). Enzim ini terdapat didapat di dalam membran plasma sel tubulus ginjal dan sel duktulus empedu, dan di dalam retikulum endoplasma hepatosit. Enzim ini memiliki nilai diagnostik karena pada berbagai penyakit hepatobiliaris terjadi pembebasan enzim ini ke dalam darah yang berasal dari sel hati (Murray et al., 2009).

2.4.4 Vitamin CVitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C dikenal sebagai antioksidan terlarut air paling dikenal, vitamin C juga secara efektif memungut formasi ROS dan radikal bebas (Susanto et al.,2009)Sebagai antioksidan, vitmin C bekerja sebagai donor electron, dengan cara memindahkan satu electron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan electron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi dengan Fe-ferritin. Diluar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer electron ke dalam tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Susanto et al.,2009).Askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam aktivitas dengan cara mengubah tokoferol menjadi bentuk tereduksi. Reaksinya ternadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan komponen lainnya. Askorbat juga melindungi makromolekuk penting dari oksidatif. Reaksi terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi. Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi radikal bebas dapat beraksi dengan vitamin C kemidian akan berubah menjadi tokoferol setelah mendapat ion hidrogen dari vitamin C (Susanto et al.,2009).Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida. Sebagai reduktor asam askorbat akan mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Suhartono et al., 2007).Reaksi askorbat dengan superoksida secara fisologis mirip dengan kerja enzim SOD sebagai berikut.2O2 + 2H+ +Askorbat 2H2O2 + DehiroaskorbatReaksi dengan hidrogen peroksida dikatalisis oleh enzim askorbat peroksidase (Susanto et al.,2009)H2O2 + 2 Askorbat 2H2O+ 2 MonodehidroaskorbatAskorbat ditemukan dalam kloroplas, sitosol, vakuola, dan kompartemen ekstraseluler. Kloroplas mengandung semua enzim yang berfungsi untuk meregenerasi askorbat tereduksi dan produk-produk terioksidasi. Hidrogen peroksida juga dihancurkan dalam kloroplas melalui reaksi redoks askorbat dan pemanfaatan kembali glutation. Superoksida diubah menjadi hidrogen peroksida secara spontan melalui reaksi dismutasi atau oleh enzim SOD. Hidrogen peroksida ditangkap oleh askorbat dan enzim askorbat peroksidase (Susanto et al.,2009). Dalam hal ini monodehiroaskorbat memiliki 2 jalur regenerasi. Salah satunya melalui monodehidrosiaskorbat reduktase, yang lainnya melalui dehidroaskorbat reduktase dan glutation, sementara yang berperan sebagai donor elektron adalah NADPH. Jalur ini juga memberikan 2 manfaat, yaitu detoksifikasi hidrogen peroksida yang didiga berperan dalam reaksi Feton dan oksidasi NADPH.Vitamin C diperolehi daripada buah beri, buah-buahan sitrus, dan sayuran hijau. Sumber yang baik termasuk asparagus, avocado, black currants, kobis bunga, anggur, kubis, lemon, mempelam, biji sawi hijau, bawang, oreng, betik, kacang peas hijau, nenas, bayam, strawberri, tomato, dan selada air.

Tabel 2.3 Kandungan Vitamin C dalam Sayur-sayuran dan Buah-buahan

KomoditasVitamin C (mg/100g)

Daun katuk rebusK acang panjang rebus Kangkung Cabai hijau Bayam Pepaya Nanas Pisang raja Jeruk mandarinTaoge tumis Jeruk perasKubisJeruk valenciaMangga indramayu Jambu biji Tomat apel Apel malang 3,66