bab 1
DESCRIPTION
bab 1TRANSCRIPT
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut data dari World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius.
WHO menyatakan, tahun 2001 paling tidak ada satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Yosep. 2009).
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik,
mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU
Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah
system biologis dan kondisi penyesuaian. Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat
emosional psikologis, dan social yang terlihat dari hubungan interpersonal yang
memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan
kestabilan emosionl (Videbeck, 2008).
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal
yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai
mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
(Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii
Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap
negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut.
1
2
( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen
Kesehatan, 2007). Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena
dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara
berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan
apapun pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah
kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen
Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional.
Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat
kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin
berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya
kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang
penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya
distress (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area
fungsi yang penting) (Videbeck, 2008). Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa
pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009).
Asuhan keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialistik, namun
tetap dilakukan secara holistik pada saat melakukan asuhan kepada klien. Tindakan
keperawatan yang tepat untuk mengatasi halusinasi mulai dengan melakukan
hubungan saling percaya dengan pasien. Selanjutnya membantu pasien mengenal
halusinasi dan membantu mengontrol halusinasi. Pelaksanaan dan pengotrolan
halusinasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara kelompok dan secara
individu. Secara kelompok selama ini sudah dikenal dengan istilah terapi aktifitas
kelompok (TAK) dan secara individu dengan cara face to face (Bahrudin, 2010).
Pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, menghardik
3
halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas secara terjadwal,
dan mengkoncumsi obat dengan teratur (Keliat, Akemat. 2012 ).
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan: bagaimana proses asuhan
keperawatan jiwa pada pasien halusinasi di Ruang Puri Anggrek RSJ Menur
Surabaya
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan jiwa pada pasien halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi proses asuhan keperawatan pada pasien halusinasi di
Ruang Puri Anggrek RSJ Menur Surabaya.
b. Mengidentifikasi kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien
halusinasi di Ruang Puri Angrek RSJ Menur Surabaya.
1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk membuat
dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa khususnya pada pasien halusinasi.
2. Bagi RSJ Menur
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan RS Jiwa Menur Surabaya
agar lebih memperhatikan pasien halusinasi.
3. Bagi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Sebagai bahan masukan atau literatur untuk perkembangan ilmu jiwa.