bab 1
DESCRIPTION
PenelitianTRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Stress dapat dialami oleh setiap orang. Demikian juga mahasiswa, dengan
berbagai tekanan situasi dapat mengalami kondisi yang disebut stress. Sebagai
mahasiswa dengan aktivitas yang lebih padat jika dibandingkan mahasiswa pada
fakultas lainnya, mahasiswa fakultas kedokteran dianggap lebih rentan mengalami
kondisi tersebut.
Respon “fight or flight” yang merupakan suatu rangkaian perubahan
biokimia dalam menghadapi ancaman yang dikemukakan pertama kali oleh
Walter B. Cannon. Jika respon ini terjadi terus menerus sehingga perubahan
biokimia dan hormon tetap berlanjut maka hal ini dapat mengakibatkan stress
kronis. Stress yang seperti ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
penyakit. Dalam kondisi stress, menurut para ilmuwan, cenderung
memperlihatkan adanya hiperaktivitas pada sistem tubuh tertentu, seperti sistem
kardiovaskular, otot-skeletal, atau pencernaan. Hal ini lebih lanjut dapat
menimbulkan hipertensi, merusak jantung, dan pembuluh nadi. Stres kronis
faktanya juga dapat mengakibatkan kelemahan otot. Jika meenghambat fungsi
pencernaan dapat berkembang menjadi penyakit seperti tukak lambung dan
kolitis. Stress dapat merusak hampir semua sistem tubuh.
Sebagai mahasiswa terutama mahasiswa fakultas kedokteran, tentunya
memiliki berbagai aktivitas. Dengan aktivitas yang beragam itu bisa saja muncul
masalah-masalah yang menjadi stressor atau pencetus stress ketika tidak dapat
2
melakukan adaptasi terhadap masalah tersebut. Sebagai mahasiswa sering kali
mengalami stress dalam belajar karena terdapat tekanan-tekanan. Tekanan dalam
belajar tersebut salah satunya adalah saat menjelang ujian, tugas dan hal lainnya
(Alvin, 2007).
Ilmuwan dan para klinisi kini menyadari bahwa pikiran dan tubuh
merupakan faktor yang saling berkaitan. Dalam arti lain, kesehatan fisik dan
kesehatan mental tidak dapat dipisahkan (Kendler, 2001). Berdasarkan hal-hal
tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengidentifikasi gejala-
gejala penyakit fisik yang timbul akibat stress yang dialami mahasiswa FK Unram
saat menjelang ujian yang berguna untuk melakukan penanggulangan ataupun
pencegahannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut didapatkan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah gejala-gejala penyakit fisik yang timbul akibat pengaruh
tingkat stress mahasiswa kedokteran Unram menjelang ujian. ?
1.3 TUJUAN
Mengetahui gejala-gejala penyakit fisik yang dapat timbul akibat pegaruh
tingkat stress menjelang ujian pada mahasiswa kedokteran Unram.
1.4 MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:
3
1) Penelitan ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi gejala-
gejala penyakit fisik yang paling sering timbul pada mahasiswa
kedokteran Unram menjelang ujian.
2) Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak terkait dalam
melakukan perencanaan dalam penanganan maupun pencegahan
terhadap dampak yang lebih serius dari gejala penyakit fisik akibat
stress yang dialami mahasiswa saat menjelang ujian tersebut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stress
2.1.1. Definisi
Secara umum keadaan tertekan baik fisik maupun psikologis disebut
stress (Chapplin, 1999). Selain itu, ada pendapat bahwa stress adalah
keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau
kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak
terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya
(Lazarus & Folkman, 1986).
Ada 3 bentuk stress yang dikemukakan oleh Lazarus & Folkman,
yaitu:
1. Stimulus: atau disebut juga dengan stressor, yaitu pencetus atau
sumber penyebab stress.
2. Respon: stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang
muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres.
Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung
berdebar, gemetar, pusing, serta respon psikologis seperti: takut,
cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3. Proses: stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu
secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi
tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
5
2.1.2. Penyebab Stress (Stressor)
Seyley (dalam Rice, 2002) yang prtama kali mengenalkan istilah
stressor. Stressor adalah sumber-sumber stress atau faktor-faktor
dalam kehidupan manusia yang menimbulkan terjadinya respon stres.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari
kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi
kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya.
Stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik, seperti polusi udara, dan
dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial, seperti interaksi sosial
(Lazarus & Folkman, 1986). Suatu ancaman baik yang nyata maupun
imajinasi dapat juga menjadi stressor. Pikiran dan perasaan individu
sendiri yang dianggap demikian.
Lazarus & Cohen (1977) mengemukakan ada kejadian yang dapat
menyebabkan stres:
a. Daily hassles. Kejadian-kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang
setiap hari seperti masalah kerja di kantor, sekolah, rumah dan sebagainya.
b. Personal stressor. Ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau
keadaan kehilangan sesuatu yang besar terhadap sesuatu yang terjadi pada
level individual seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang
dicintai , masalah keuangan dan masalah-masalah pribadi lainnya.
Freese Gibson (dalam Rachmaningrum, 1999) mengatakan umur juga
merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan stres. Semakin
6
bertambah umur seseorang, semakin mudah ia mengalami stres. Hal
tersebut antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami
kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual,
berpikir, mengingat dan mendengar. Selain itu, masih ada beberapa faktor
lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres, seperti kondisi fisik, ada
tidaknya dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga tipe kepribadian
tertentu seperti yang dikatakan Dipboye, Gibsin, dan Riggio (dalam
Rachmaningrum, 1999).
Stre
2.1.3. Klasifikasi Tingkat Stress
Terdapat pengklasifikasian 3 tingkatan stress menurut Sarafino, yaitu:
1. Stres tingkat rendah, seseorang akan merasakan sedikit stres dan merasa
tidak memiliki tantangan ketika seseorang dengan kemampuan lebih dari
cukup untuk menghadapi situasi yang sulit.
2. Stres tingkat sedang, seseorang akan merasakan perasaan stres dengan
tingkatan menengah atau sedang ketika seseorang merasa cukup akan
kemampuannya untuk menghadapi suatu kejadian tetapi dia harus
berusaha keras. Seseorang masih bisa beradaptasi terhadap stresor yang
dihadapinya.
3. Stres tingkat tinggi, seseorang akan mengalami perasaan stres yang besar
ketika seseorang merasakan bahwa kemampuannya mungkin tidak akan
7
mencukupi pada saat berurusan dengan stresor dari dalam diri dan
lingkungannya.
2.1.4. Reaksi Tubuh Saat Stress
a. Aspek Fisiologis
Deskripsi mengenai bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu
peristiwa yang mengancam dikemukakan oleh Walter Canon (dalam
sarafino, 2006). Disebutkan bahwa reaksi tersebut sebagai mekanisme
fight-or-fight response karena respon fisiologis mempersiapkan
individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam
tersebut. Individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang
mengancam akibat Fight-or-fight response. Namun, jika arousal
yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan
individu tersebut.
Selye (dalam Sarafino, 2006) mengembangkan istilah General
Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan
reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
1) Fase reaksi yang mengejutkan / alarm reaction
Fase ini adalah menjadi pertanda awal seseorang terkena stres. Saat
fase ini seseorang secara fisiologis merasakan adanya
ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin,
wajah menjadi pucat, leher terasa kaku dan tegang, nadi berdenyut
cepat dan sebagainya.
8
2) Fase perlawanan / Stage of Resistence
Tubuh mulai membuat mekanisme perlawanan terhadap stres pada
fase ini, sebab stres akan membahayakan pada tingkat tertentu. Jika
stres dibiarkan berlarut-larut tubuh bisa mengalami disfungsi.
Tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang selama masa
perlawanan tersebut, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
3) Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
Fase ini adalah fase disaat individu atau seseorang sudah tidak
mampu lagi melakukan perlawanan. Dampak yang lebih buruk
apabila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat
menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.
b. Aspek psikologis
Reaksi psikologis terhadap penyebab stress meliputi hal berikut:
1) Kognisi
Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktifitas
kognitif seperti yang dikemukakan Cohen.
2) Emosi
Maslach, Schachter & Singer (dalam Sarafino, 2006)
mengemukakan bahwa emosi cenderung terkait stres, yang mana
individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk
9
mengevaluasi stres dan pengalaman emosional. Rasa takut, phobia,
kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah merupakan reaksi
emosional terhadap stres.
3) Perilaku Sosial
Perilaku individu terhadap orang lain dapat berubah karena stress.
Individu bisa saja berperilaku menjadi positif ataupun negatif
(Sarafino, 2006). Menurut Donnerstein & Wilson (dalam Sarafino,
2006) mengatakan bahwa stres yang diikuti dengan rasa marah
yang menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat
sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.
2.1.5. Coping
Semua orang dari semua umur mengalami stres dan mencoba
untuk mengatasi hal itu. Seseorang menjadi termotivasi untuk
melakukan sesuatu untuk mengurangi stres karena ketegangan fisik dan
emosional yang menyertai stres yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi itu merupakan bagian dari
coping (Jusung, 2006).
Proses seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang
diterima antara demands dan resources yang dinilai dalam suatu
keadaan yang stressful adalah coping (Colman, 2001). Coping sebagai
segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses
pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai
10
sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang (Lazarus &
Folkman, 1986). Ada juga yang mengemukakan coping adalah proses
dimana individu melakukan usaha untuk mengatur (management)
situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands)
dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya
situasi stres (Sarafino, 2006).
Usaha coping tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu
masalah yang menimbulkan situasi stres dan sangat bervariasi
(Sarafino, 2006). Melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara
perilaku dan kognitif, individu melakukan proses coping terhadap stres.
2.2 Stress dan Penyakit
Berbagai jenis penyakit fisik seperti gangguan pencernaan sampai penyakit
jantung dapat meningkat risikonya diakibatkan oleh stress (e.g., Cohen dkk.,
1993). Hubungan antara faktor-faktor psikologis, terutama stress, dengan cara
kerja sistem endokrin (kelenjar), sistem imun tubuh, dan sistem saraf dibahas
dalam bidang ilmu psikoneuroimunologi (Kiecolt-Glaser & Glaser 1992; Maier,
Watkins, & Fleshner, 1994).
Stress dan Sistem Endokrin
Sistem endokrin, yaitu sebuah sistem tubuh yang berupa kelenjar yang
memproduksi dan melepaskan sekresi yang disebut hormon, langsung ke saluran
11
darah dan mendistribusikannya ke seluruh tubuh. Stress memiliki efek domino
terhadap sistem ini..
Hipotalamus, suatu struktur kecil di otak, melepaskan hormon yang
merangsang ptituari untuk mensekresikan adenocorticotrophic hormone (ACTH)
yang selanjutnya menstimulasi adrenal di ginjal. Kemudian adrenal mensekrresi
sekelompok steroid misalnya kortikosteroid. Hormon ini memiliki sejumlah
fungsi yang berbeda-beda dalam tubuh seperti mendorong perlawanan terhadap
stress, membantu perkembangan otot, dan menyebabkan hati melepaskan gula.
Selain itu juga membantu mempertahankan diri dari reaksi alergi dan inflamasi.
Cabang saraf simpatis yang menstimulasi kelenjar adrenal lapisan dalam untuk
melepas zat adrenalin dan noradrenalin atau disebut juga epinefrin dan
nrepinefrin. Dalam sistem saraf zat ini berfungsi sebagai neurotransmitter, dan di
dalam darah sebagai hormon. Gabungan keduanya menggerakkan tubuh
menghadapi stressor dengan meningkatkan kerja jantung, juga menstimulasi hati
untuk melepaskan gula, menjadi tenaga yang bisa digunakan untuk melindungi
diri dari ancaman.
Hormon-hormon stress dari kelenjar adrenal ini membantu tubuh menyiapkan
diri dalam menghadapi stressor. Kemudian akan kembali normal, bila stressor
sudah terlewati. Selama stress kronis tubuh terus-menerus melepaskan hormon
tersebut, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada keseluruhan tubuh,
termasuk menekan kemampuan sistem imun.
12
Stress dan Sistem Imun
Sistem imun tubuh sebagai sistem pertahanan melawan penyakit secara
konstan melakukan misi untuk mencari dan meembunuh mikroba. Berjuta sel
leukosit (sel darah putih) adalah sel yang terutama berperan dalam peperangan
mikroskopis ini. Leukosit menyelubungi dan kemudian membunuh pathogen
seperti bakteri, virus, dan jamur, serta sel tubuh yang telah rusak dan sel kanker.
Leukosit mengenali pathogen yang masuk ke dalam tubuh dari lapisan
permukaan mereka yang disebut antigen. Kemudian leukosit memproduksi
antibodi protein khusus yang melekat dan menonaktifkan sel-sel tersebut, dan
member tanda bagian mana yang harus dihancurkan.
Stress membuat kita rentan terhadap penyakit karena melemahnya sistem
kekebalan tubuh semakin banyak buktinya (Adler, 1999; Dougall & Baum, 2011;
Stenberg, 2000). Lemahnya sistem kekebalan tubuh membuat tubuh rentan pada
penyakit seperti flu dan demam.
Sumber stress fisik berupa udara dingin atau suara keras yang terjadi intens
dan lama akan mengurangi fungsi kekebalan tubuh. Begitu pula dengan stressor
psikologis seperti sulit tidur dan ujian akhir (Maier, Watkins, & Fleshner, 1994).
Sebagai contoh penelitian oleh Glaser dkk. (1987) terhadap sejumlah mahasiswa
kedokteran menunjukkanm fungsi kekebaalan tubuh yang menurun ketika musim
ujian dibandingkan satu bulan sebelum ujian. Stres traumatis seperti bencana
gempa bumi maupun kekerasan dan juga stressor peristiwa kehidupan seperti
13
perceraian juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh (Ironson dkk., 1997;
O’Leary 1990; Solomon, dkk., 1997).
Dukungan sosial sepertinya juga dapat membantu menguranagi efek negatif
sress pada sistem kekebalan tubuh. Seseorang yang memiliki banyak teman
mempunyai sistem kekebalan yang lebih baik dibandingkan yang hanya memiliki
sedikit teman (Jemmmot dkk., 1983; Kiecolt-Glaser dkk., 1984).
2.3 Persepsi
Persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan
menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran
keseluruhan yang berarti (Kotler, 2000). Gibson, dkk (1989) mengemukakan
bahwa proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan
memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek) adalah persepsi. Persepsi
merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh sebab
itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun
objeknya sama sehingga cara individu melihat situasi seringkali lebih penting
daripada situasi itu sendiri.
Walgito (1993) mengatakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif
yang memegang peranan. Bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga
individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi
serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus-stimulus tersebut.
Untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima, individu dalam
hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan, dan alat indera
dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar.
14
Diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian
merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan
pengamatan agar proses pengamatan itu terjadi.
2.4 Perilaku
Sikap merupakan suatu keadaan internal ( in ternals ta te)
yang mempengaruhi p i l ihan t indakan individu terhadap
beberapa obyek , pr ibadi , dan peristiwa (Gagne, 1974) . Hampir
semua batasan s ikap memil iki kesamaan pandang, bahwa s ikap
merupakan suatu keadaan internal a tau keadaan yang masih
ada dalam dar i manusia. Seper t i pendapat Piaget’s tentang proses
perkembangan kognitif manusia, keadaan internal tersebut berupa keyakinan
yang diperoleh dari proses akomodasi dan as imilas i pengetahuan yang
mereka dapatkan (Wadworth, 1971).
15
2.5 Kajian Penelitian terdahulu
No Judul Penelitian Pola Penenlitian Hasil Penelitian
1 PENGARUH STRES AKIBAT
CEMAS UJIAN SEMESTER
TERHADAP JUMLAH
LEUKOSIT MAHASISWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNDIP ANGKATAN 2001
OLEH ANDREW HARTONO,
IMAM BUDIWIYONO.
-Sampel : purposive
Sampling, 26 subjek
Metode : quasi-
eksperimental dengan
desain one group pretest-
posttest without control.
-Analisis Statistik : uji
beda Wilcoxon Signed
Ranks test, Paired T-test, uji
korelasi Pearson dan
Spearman
1. Sebanyak 24 (92,3%) subyek mengalami kenaikan jumlah leukosit, 2
(7,7%) subyek mengalami penurunan jumlah leukosit dan tidak ada
subyek yang jumlah leukosit sebelum dan saat ujian semesternya
tetap.
2. Berdasarkan uji sebarannya normal.
3. Berdasarkan hasil uji uji beda paired T-test, hasilnya ditemukan
perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,00.
16
Terdapat kesulitan dalam mencari penelitian sejenis dengan yang akan peneliti
lakukan. Berdasarkan dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian
tentang gejala-gejala penyakit fisik yang timbul akibat pengaruh tingkat stress mahasiswa
kedokteran Unram menjelang ujian.
17
2.6 Kerangka Konsep
Aspek Kognitif (Persepsi)
Aspek Afektif
Tingkat Stress:
1. Ringan
2. Sedang
3. Tinggi
Fisik
Aspek Perilaku
Stressor Mahasiswa FK Unram: Ujian
Gejala-Gejala
Penyakit
18
Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
2.7 Hipotesis
Ada gejala-gejala penyakit fisik yang timbul akibat pengaruh tingkat stress mahasiswa
kedoteran Unram menjelang ujian.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey dengan rancangan penelitian cros-
sectional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Metode penelitian
cross-sectional dipilih karena sampel diambil dalam satu waktu yang kemudian dilakukan
analisis untuk mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Setiap
mahasiswa fakultas kedokteran akan diberikan kuesioner sesudah ujian.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kampus FK UNRAM. Penelitian akan dilakukan pada
bulan-bulan ujian akhir Semester Gasal di tahun 2015.
3.3 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa fakultas kedokteran Unram.
3.4 Sampel
3.4.1 Pengambilan Sampel
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa FK UNRAM yang termasuk dalam kriteria
inklusi. Sampel diambil secara consecutive sampling. Dalam hal ini peneliti mengambil
semua subjek yang masuk kriteria inklusi sampai jumlah subjek minimal terpenuhi.
3.4.2 Besar Sampel
Penentuan besar sampel yang dibutuhkan untuk penelitian menggunakan rumus:
N = f(α,β,VB,R2)
20
Dengan
α : Kesalahan tipe I (5%)
β : Kesalahan tipe II (20 %)
VB : Variabel bebas (5)
R2 : Koefisien determinasi (0,15)
Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah 77 orang. Pengambilan sampel secara consecutive sampling dilakukan karena
sampling frame tidak bisa ditemukan dalam penelitian ini.
3.4.3 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi sampel adalah:
1. Mahasiswa kedokteran yang sedang memasuki bulan ujian dan akan mengikuti ujian.
3.4.4 Kriteria Eksklusi
Yang termasuk dalam kriteria eksklusi sampel :
1. Mahasiswa yang tidak diperbolehkan mengikuti ujian sesuai ketentuan.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.5.1.Variabel Penelitian
3.5.1.1 Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tingkat stress menjelang ujian.
3.5.1.2 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu gejala-gejala penyakit fisik, meliputi :
a) Tension headache
21
b) Takikardi
c) Flu
d) Hipertensi
e) Berat badan naik/turun
3.5.1 Definisi Operasional Variabel
a. Tingkat Stress
Terdapat pengklasifikasian 3 tingkatan stress menurut Sarafino, yaitu:
1. Stres tingkat rendah, seseorang akan merasakan sedikit stres dan merasa tidak
memiliki tantangan ketika seseorang dengan kemampuan lebih dari cukup untuk
menghadapi situasi yang sulit.
2. Stres tingkat sedang, seseorang akan merasakan perasaan stres dengan tingkatan
menengah atau sedang ketika seseorang merasa cukup akan kemampuannya untuk
menghadapi suatu kejadian tetapi dia harus berusaha keras. Seseorang masih bisa
beradaptasi terhadap stresor yang dihadapinya.
3. Stres tingkat tinggi, seseorang akan mengalami perasaan stres yang besar ketika
seseorang merasakan bahwa kemampuannya mungkin tidak akan mencukupi pada
saat berurusan dengan stresor dari dalam diri dan lingkungannya.
b. Takikardi
Adalah denyut jantung yang lebih dari 100 denyut per menit.
c. Flu
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang mengakibatkan
gangguan pada sistem pernapasan.
22
d. Hipertensi
Tekanan darah persisten yang mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg yang disebut keadaan hipertensi.
e. Berat badan naik/turun
Naik atau turunnya massa tubuh secara tiba-tiba.
3.6 Alat, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
3.6.1 Alat Pengumpulan Data
Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
kuesioner.
3.6.2 Jenis dan Sumber Data
3.6.2.1 Data Primer
Data penelitian yang diperoleh secara langsung dari responden disebut data primer.
3.6.2.2 Data Sekunder
Data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung, melalui media perantara atau
diperoleh dan dicatat oleh pihak lain maka disebut data sekunder.
3.6.3 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian adalah dengan
metode angket. Dalam pengambilan data dari sampel penelitian ini, peneliti akan
mewawancarai subjek dengan membagikan kuesioner.
3.6.4 Metode Analisis Data
3.6.4.1 Analisis Univariat
23
Analisis univariat dimaksudkan untuk mengetahui sebaran (distribusi) dari frekuensi
jawaban responden terhadap kuesioner yang telah diisi. Dari analisis ini diharapkan dapat
diketahui persentase dari variabel bebas yaitu tingkat stress mahasiswa menjelang ujian dan
variabel terikat yaitu gejala-gejala penyakit fisik.
3.6.4.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Spearman karena
distribusi data tidak normal. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
masing-masing variabel bebas yaitu flu, takikardi, hipertensi, tension headache dan berat
badan naik/turun.
1.6.4.2 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji regresi linier
berganda. Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis set data dengan satu
varibel tergantung berskala numerik dengan semua variabel bebas yang berskala numerik.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara seluruh variabel bebas gejala-gejala
penyakit fisik terhadap variabel tergantung yaitu tingkat stress.
1.6.5 Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner penelitian ini terdiri dari 27 pertanyaan untuk menilai semua variabel
penelitian. Rincian pertanyaan tersebut antara lain, variabel tension headache dinilai dengan 5
pertanyaan, variabel takikardi dinilai dengan 5 pertanyaan, variabel flu dinilai dengan 5
pertanyaan, variabel hipertensi dinilai dengan 5 pertanyaan, variabel berat badan naik/turun
dinilai dengan 4 pertanyaan, dan variabel tingkat stress dengan 6 pertanyaan.
24
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan hal ini untuk menguji validitas
kuisioner, sampel yang digunakan sebanyak 77 sampel. Sampel yang digunakan berjumlah
77 orang, metode analisis yang digunakan adalah uji korelasi Pearson dengan perangkat
lunak SPSS. Sedangkan untuk uji reliabilitas akan digunakan metode Cronbach’s Alpha,
yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, melalui program SPSS.