bab 1

33
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Stress dapat dialami oleh setiap orang. Demikian juga mahasiswa, dengan berbagai tekanan situasi dapat mengalami kondisi yang disebut stress. Sebagai mahasiswa dengan aktivitas yang lebih padat jika dibandingkan mahasiswa pada fakultas lainnya, mahasiswa fakultas kedokteran dianggap lebih rentan mengalami kondisi tersebut. Respon “fight or flight” yang merupakan suatu rangkaian perubahan biokimia dalam menghadapi ancaman yang dikemukakan pertama kali oleh Walter B. Cannon. Jika respon ini terjadi terus menerus sehingga perubahan biokimia dan hormon tetap berlanjut maka hal ini dapat mengakibatkan stress kronis. Stress yang seperti ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit. Dalam kondisi stress, menurut para ilmuwan, cenderung memperlihatkan adanya hiperaktivitas pada

Upload: gd-suaranta

Post on 20-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stress dapat dialami oleh setiap orang. Demikian juga mahasiswa, dengan

berbagai tekanan situasi dapat mengalami kondisi yang disebut stress. Sebagai

mahasiswa dengan aktivitas yang lebih padat jika dibandingkan mahasiswa pada

fakultas lainnya, mahasiswa fakultas kedokteran dianggap lebih rentan mengalami

kondisi tersebut.

Respon “fight or flight” yang merupakan suatu rangkaian perubahan

biokimia dalam menghadapi ancaman yang dikemukakan pertama kali oleh

Walter B. Cannon. Jika respon ini terjadi terus menerus sehingga perubahan

biokimia dan hormon tetap berlanjut maka hal ini dapat mengakibatkan stress

kronis. Stress yang seperti ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya

penyakit. Dalam kondisi stress, menurut para ilmuwan, cenderung

memperlihatkan adanya hiperaktivitas pada sistem tubuh tertentu, seperti sistem

kardiovaskular, otot-skeletal, atau pencernaan. Hal ini lebih lanjut dapat

menimbulkan hipertensi, merusak jantung, dan pembuluh nadi. Stres kronis

faktanya juga dapat mengakibatkan kelemahan otot. Jika meenghambat fungsi

pencernaan dapat berkembang menjadi penyakit seperti tukak lambung dan

kolitis. Stress dapat merusak hampir semua sistem tubuh.

Sebagai mahasiswa terutama mahasiswa fakultas kedokteran, tentunya

memiliki berbagai aktivitas. Dengan aktivitas yang beragam itu bisa saja muncul

masalah-masalah yang menjadi stressor atau pencetus stress ketika tidak dapat

Page 2: Bab 1

2

melakukan adaptasi terhadap masalah tersebut. Sebagai mahasiswa sering kali

mengalami stress dalam belajar karena terdapat tekanan-tekanan. Tekanan dalam

belajar tersebut salah satunya adalah saat menjelang ujian, tugas dan hal lainnya

(Alvin, 2007).

Ilmuwan dan para klinisi kini menyadari bahwa pikiran dan tubuh

merupakan faktor yang saling berkaitan. Dalam arti lain, kesehatan fisik dan

kesehatan mental tidak dapat dipisahkan (Kendler, 2001). Berdasarkan hal-hal

tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengidentifikasi gejala-

gejala penyakit fisik yang timbul akibat stress yang dialami mahasiswa FK Unram

saat menjelang ujian yang berguna untuk melakukan penanggulangan ataupun

pencegahannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut didapatkan masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah gejala-gejala penyakit fisik yang timbul akibat pengaruh

tingkat stress mahasiswa kedokteran Unram menjelang ujian. ?

1.3 TUJUAN

Mengetahui gejala-gejala penyakit fisik yang dapat timbul akibat pegaruh

tingkat stress menjelang ujian pada mahasiswa kedokteran Unram.

1.4 MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:

Page 3: Bab 1

3

1) Penelitan ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi gejala-

gejala penyakit fisik yang paling sering timbul pada mahasiswa

kedokteran Unram menjelang ujian.

2) Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak terkait dalam

melakukan perencanaan dalam penanganan maupun pencegahan

terhadap dampak yang lebih serius dari gejala penyakit fisik akibat

stress yang dialami mahasiswa saat menjelang ujian tersebut.

Page 4: Bab 1

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stress

2.1.1. Definisi

Secara umum keadaan tertekan baik fisik maupun psikologis disebut

stress (Chapplin, 1999). Selain itu, ada pendapat bahwa stress adalah

keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau

kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak

terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya

(Lazarus & Folkman, 1986).

Ada 3 bentuk stress yang dikemukakan oleh Lazarus & Folkman,

yaitu:

1. Stimulus: atau disebut juga dengan stressor, yaitu pencetus atau

sumber penyebab stress.

2. Respon: stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang

muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres.

Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung

berdebar, gemetar, pusing, serta respon psikologis seperti: takut,

cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.

3. Proses: stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu

secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi

tingkah laku, kognisi maupun afeksi.

Page 5: Bab 1

5

2.1.2. Penyebab Stress (Stressor)

Seyley (dalam Rice, 2002) yang prtama kali mengenalkan istilah

stressor. Stressor adalah sumber-sumber stress atau faktor-faktor

dalam kehidupan manusia yang menimbulkan terjadinya respon stres.

Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari

kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi

kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya.

Stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik, seperti polusi udara, dan

dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial, seperti interaksi sosial

(Lazarus & Folkman, 1986). Suatu ancaman baik yang nyata maupun

imajinasi dapat juga menjadi stressor. Pikiran dan perasaan individu

sendiri yang dianggap demikian.

Lazarus & Cohen (1977) mengemukakan ada kejadian yang dapat

menyebabkan stres:

a. Daily hassles. Kejadian-kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang

setiap hari seperti masalah kerja di kantor, sekolah, rumah dan sebagainya.

b. Personal stressor. Ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau

keadaan kehilangan sesuatu yang besar terhadap sesuatu yang terjadi pada

level individual seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang

dicintai , masalah keuangan dan masalah-masalah pribadi lainnya.

Freese Gibson (dalam Rachmaningrum, 1999) mengatakan umur juga

merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan stres. Semakin

Page 6: Bab 1

6

bertambah umur seseorang, semakin mudah ia mengalami stres. Hal

tersebut antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami

kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual,

berpikir, mengingat dan mendengar. Selain itu, masih ada beberapa faktor

lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres, seperti kondisi fisik, ada

tidaknya dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga tipe kepribadian

tertentu seperti yang dikatakan Dipboye, Gibsin, dan Riggio (dalam

Rachmaningrum, 1999).

Stre

2.1.3. Klasifikasi Tingkat Stress

Terdapat pengklasifikasian 3 tingkatan stress menurut Sarafino, yaitu:

1. Stres tingkat rendah, seseorang akan merasakan sedikit stres dan merasa

tidak memiliki tantangan ketika seseorang dengan kemampuan lebih dari

cukup untuk menghadapi situasi yang sulit.

2. Stres tingkat sedang, seseorang akan merasakan perasaan stres dengan

tingkatan menengah atau sedang ketika seseorang merasa cukup akan

kemampuannya untuk menghadapi suatu kejadian tetapi dia harus

berusaha keras. Seseorang masih bisa beradaptasi terhadap stresor yang

dihadapinya.

3. Stres tingkat tinggi, seseorang akan mengalami perasaan stres yang besar

ketika seseorang merasakan bahwa kemampuannya mungkin tidak akan

Page 7: Bab 1

7

mencukupi pada saat berurusan dengan stresor dari dalam diri dan

lingkungannya.

2.1.4. Reaksi Tubuh Saat Stress

a. Aspek Fisiologis

Deskripsi mengenai bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu

peristiwa yang mengancam dikemukakan oleh Walter Canon (dalam

sarafino, 2006). Disebutkan bahwa reaksi tersebut sebagai mekanisme

fight-or-fight response karena respon fisiologis mempersiapkan

individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam

tersebut. Individu dapat berespon dengan cepat terhadap situasi yang

mengancam akibat Fight-or-fight response. Namun, jika arousal

yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan

individu tersebut.

Selye (dalam Sarafino, 2006) mengembangkan istilah General

Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan

reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:

1) Fase reaksi yang mengejutkan / alarm reaction

Fase ini adalah menjadi pertanda awal seseorang terkena stres. Saat

fase ini seseorang secara fisiologis merasakan adanya

ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin,

wajah menjadi pucat, leher terasa kaku dan tegang, nadi berdenyut

cepat dan sebagainya.

Page 8: Bab 1

8

2) Fase perlawanan / Stage of Resistence

Tubuh mulai membuat mekanisme perlawanan terhadap stres pada

fase ini, sebab stres akan membahayakan pada tingkat tertentu. Jika

stres dibiarkan berlarut-larut tubuh bisa mengalami disfungsi.

Tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang selama masa

perlawanan tersebut, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.

3) Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )

Fase ini adalah fase disaat individu atau seseorang sudah tidak

mampu lagi melakukan perlawanan. Dampak yang lebih buruk

apabila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat

menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.

b. Aspek psikologis

Reaksi psikologis terhadap penyebab stress meliputi hal berikut:

1) Kognisi

Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktifitas

kognitif seperti yang dikemukakan Cohen.

2) Emosi

Maslach, Schachter & Singer (dalam Sarafino, 2006)

mengemukakan bahwa emosi cenderung terkait stres, yang mana

individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk

Page 9: Bab 1

9

mengevaluasi stres dan pengalaman emosional. Rasa takut, phobia,

kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah merupakan reaksi

emosional terhadap stres.

3) Perilaku Sosial

Perilaku individu terhadap orang lain dapat berubah karena stress.

Individu bisa saja berperilaku menjadi positif ataupun negatif

(Sarafino, 2006). Menurut Donnerstein & Wilson (dalam Sarafino,

2006) mengatakan bahwa stres yang diikuti dengan rasa marah

yang menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat

sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.

2.1.5. Coping

Semua orang dari semua umur mengalami stres dan mencoba

untuk mengatasi hal itu. Seseorang menjadi termotivasi untuk

melakukan sesuatu untuk mengurangi stres karena ketegangan fisik dan

emosional yang menyertai stres yang menimbulkan ketidaknyamanan.

Hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi itu merupakan bagian dari

coping (Jusung, 2006).

Proses seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang

diterima antara demands dan resources yang dinilai dalam suatu

keadaan yang stressful adalah coping (Colman, 2001). Coping sebagai

segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses

pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai

Page 10: Bab 1

10

sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang (Lazarus &

Folkman, 1986). Ada juga yang mengemukakan coping adalah proses

dimana individu melakukan usaha untuk mengatur (management)

situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands)

dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya

situasi stres (Sarafino, 2006).

Usaha coping tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu

masalah yang menimbulkan situasi stres dan sangat bervariasi

(Sarafino, 2006). Melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara

perilaku dan kognitif, individu melakukan proses coping terhadap stres.

2.2 Stress dan Penyakit

Berbagai jenis penyakit fisik seperti gangguan pencernaan sampai penyakit

jantung dapat meningkat risikonya diakibatkan oleh stress (e.g., Cohen dkk.,

1993). Hubungan antara faktor-faktor psikologis, terutama stress, dengan cara

kerja sistem endokrin (kelenjar), sistem imun tubuh, dan sistem saraf dibahas

dalam bidang ilmu psikoneuroimunologi (Kiecolt-Glaser & Glaser 1992; Maier,

Watkins, & Fleshner, 1994).

Stress dan Sistem Endokrin

Sistem endokrin, yaitu sebuah sistem tubuh yang berupa kelenjar yang

memproduksi dan melepaskan sekresi yang disebut hormon, langsung ke saluran

Page 11: Bab 1

11

darah dan mendistribusikannya ke seluruh tubuh. Stress memiliki efek domino

terhadap sistem ini..

Hipotalamus, suatu struktur kecil di otak, melepaskan hormon yang

merangsang ptituari untuk mensekresikan adenocorticotrophic hormone (ACTH)

yang selanjutnya menstimulasi adrenal di ginjal. Kemudian adrenal mensekrresi

sekelompok steroid misalnya kortikosteroid. Hormon ini memiliki sejumlah

fungsi yang berbeda-beda dalam tubuh seperti mendorong perlawanan terhadap

stress, membantu perkembangan otot, dan menyebabkan hati melepaskan gula.

Selain itu juga membantu mempertahankan diri dari reaksi alergi dan inflamasi.

Cabang saraf simpatis yang menstimulasi kelenjar adrenal lapisan dalam untuk

melepas zat adrenalin dan noradrenalin atau disebut juga epinefrin dan

nrepinefrin. Dalam sistem saraf zat ini berfungsi sebagai neurotransmitter, dan di

dalam darah sebagai hormon. Gabungan keduanya menggerakkan tubuh

menghadapi stressor dengan meningkatkan kerja jantung, juga menstimulasi hati

untuk melepaskan gula, menjadi tenaga yang bisa digunakan untuk melindungi

diri dari ancaman.

Hormon-hormon stress dari kelenjar adrenal ini membantu tubuh menyiapkan

diri dalam menghadapi stressor. Kemudian akan kembali normal, bila stressor

sudah terlewati. Selama stress kronis tubuh terus-menerus melepaskan hormon

tersebut, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada keseluruhan tubuh,

termasuk menekan kemampuan sistem imun.

Page 12: Bab 1

12

Stress dan Sistem Imun

Sistem imun tubuh sebagai sistem pertahanan melawan penyakit secara

konstan melakukan misi untuk mencari dan meembunuh mikroba. Berjuta sel

leukosit (sel darah putih) adalah sel yang terutama berperan dalam peperangan

mikroskopis ini. Leukosit menyelubungi dan kemudian membunuh pathogen

seperti bakteri, virus, dan jamur, serta sel tubuh yang telah rusak dan sel kanker.

Leukosit mengenali pathogen yang masuk ke dalam tubuh dari lapisan

permukaan mereka yang disebut antigen. Kemudian leukosit memproduksi

antibodi protein khusus yang melekat dan menonaktifkan sel-sel tersebut, dan

member tanda bagian mana yang harus dihancurkan.

Stress membuat kita rentan terhadap penyakit karena melemahnya sistem

kekebalan tubuh semakin banyak buktinya (Adler, 1999; Dougall & Baum, 2011;

Stenberg, 2000). Lemahnya sistem kekebalan tubuh membuat tubuh rentan pada

penyakit seperti flu dan demam.

Sumber stress fisik berupa udara dingin atau suara keras yang terjadi intens

dan lama akan mengurangi fungsi kekebalan tubuh. Begitu pula dengan stressor

psikologis seperti sulit tidur dan ujian akhir (Maier, Watkins, & Fleshner, 1994).

Sebagai contoh penelitian oleh Glaser dkk. (1987) terhadap sejumlah mahasiswa

kedokteran menunjukkanm fungsi kekebaalan tubuh yang menurun ketika musim

ujian dibandingkan satu bulan sebelum ujian. Stres traumatis seperti bencana

gempa bumi maupun kekerasan dan juga stressor peristiwa kehidupan seperti

Page 13: Bab 1

13

perceraian juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh (Ironson dkk., 1997;

O’Leary 1990; Solomon, dkk., 1997).

Dukungan sosial sepertinya juga dapat membantu menguranagi efek negatif

sress pada sistem kekebalan tubuh. Seseorang yang memiliki banyak teman

mempunyai sistem kekebalan yang lebih baik dibandingkan yang hanya memiliki

sedikit teman (Jemmmot dkk., 1983; Kiecolt-Glaser dkk., 1984).

2.3 Persepsi

Persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan

menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran

keseluruhan yang berarti (Kotler, 2000). Gibson, dkk (1989) mengemukakan

bahwa proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan

memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek) adalah persepsi. Persepsi

merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh sebab

itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun

objeknya sama sehingga cara individu melihat situasi seringkali lebih penting

daripada situasi itu sendiri.

Walgito (1993) mengatakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif

yang memegang peranan. Bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga

individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi

serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus-stimulus tersebut.

Untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima, individu dalam

hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan, dan alat indera

dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar.

Page 14: Bab 1

14

Diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian

merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan

pengamatan agar proses pengamatan itu terjadi.

2.4 Perilaku

Sikap merupakan suatu keadaan internal ( in ternals ta te)

yang mempengaruhi p i l ihan t indakan individu terhadap

beberapa obyek , pr ibadi , dan peristiwa (Gagne, 1974) . Hampir

semua batasan s ikap memil iki kesamaan pandang, bahwa s ikap

merupakan suatu keadaan internal a tau keadaan yang masih

ada dalam dar i manusia. Seper t i pendapat Piaget’s tentang proses

perkembangan kognitif manusia, keadaan internal tersebut berupa keyakinan

yang diperoleh dari proses akomodasi dan as imilas i pengetahuan yang

mereka dapatkan (Wadworth, 1971).

Page 15: Bab 1

15

2.5 Kajian Penelitian terdahulu

No Judul Penelitian Pola Penenlitian Hasil Penelitian

1 PENGARUH STRES AKIBAT

CEMAS UJIAN SEMESTER

TERHADAP JUMLAH

LEUKOSIT MAHASISWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNDIP ANGKATAN 2001

OLEH ANDREW HARTONO,

IMAM BUDIWIYONO.

-Sampel : purposive

Sampling, 26 subjek

Metode : quasi-

eksperimental dengan

desain one group pretest-

posttest without control.

-Analisis Statistik : uji

beda Wilcoxon Signed

Ranks test, Paired T-test, uji

korelasi Pearson dan

Spearman

1. Sebanyak 24 (92,3%) subyek mengalami kenaikan jumlah leukosit, 2

(7,7%) subyek mengalami penurunan jumlah leukosit dan tidak ada

subyek yang jumlah leukosit sebelum dan saat ujian semesternya

tetap.

2. Berdasarkan uji sebarannya normal.

3. Berdasarkan hasil uji uji beda paired T-test, hasilnya ditemukan

perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,00.

Page 16: Bab 1

16

Terdapat kesulitan dalam mencari penelitian sejenis dengan yang akan peneliti

lakukan. Berdasarkan dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian

tentang gejala-gejala penyakit fisik yang timbul akibat pengaruh tingkat stress mahasiswa

kedokteran Unram menjelang ujian.

Page 17: Bab 1

17

2.6 Kerangka Konsep

Aspek Kognitif (Persepsi)

Aspek Afektif

Tingkat Stress:

1. Ringan

2. Sedang

3. Tinggi

Fisik

Aspek Perilaku

Stressor Mahasiswa FK Unram: Ujian

Gejala-Gejala

Penyakit

Page 18: Bab 1

18

Keterangan

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

2.7 Hipotesis

Ada gejala-gejala penyakit fisik yang timbul akibat pengaruh tingkat stress mahasiswa

kedoteran Unram menjelang ujian.

Page 19: Bab 1

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey dengan rancangan penelitian cros-

sectional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Metode penelitian

cross-sectional dipilih karena sampel diambil dalam satu waktu yang kemudian dilakukan

analisis untuk mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Setiap

mahasiswa fakultas kedokteran akan diberikan kuesioner sesudah ujian.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kampus FK UNRAM. Penelitian akan dilakukan pada

bulan-bulan ujian akhir Semester Gasal di tahun 2015.

3.3 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa fakultas kedokteran Unram.

3.4 Sampel

3.4.1 Pengambilan Sampel

Sampel penelitian ini adalah mahasiswa FK UNRAM yang termasuk dalam kriteria

inklusi. Sampel diambil secara consecutive sampling. Dalam hal ini peneliti mengambil

semua subjek yang masuk kriteria inklusi sampai jumlah subjek minimal terpenuhi.

3.4.2 Besar Sampel

Penentuan besar sampel yang dibutuhkan untuk penelitian menggunakan rumus:

N = f(α,β,VB,R2)

Page 20: Bab 1

20

Dengan

α : Kesalahan tipe I (5%)

β : Kesalahan tipe II (20 %)

VB : Variabel bebas (5)

R2 : Koefisien determinasi (0,15)

Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini

adalah 77 orang. Pengambilan sampel secara consecutive sampling dilakukan karena

sampling frame tidak bisa ditemukan dalam penelitian ini.

3.4.3 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi sampel adalah:

1. Mahasiswa kedokteran yang sedang memasuki bulan ujian dan akan mengikuti ujian.

3.4.4 Kriteria Eksklusi

Yang termasuk dalam kriteria eksklusi sampel :

1. Mahasiswa yang tidak diperbolehkan mengikuti ujian sesuai ketentuan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.5.1.Variabel Penelitian

3.5.1.1 Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tingkat stress menjelang ujian.

3.5.1.2 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu gejala-gejala penyakit fisik, meliputi :

a) Tension headache

Page 21: Bab 1

21

b) Takikardi

c) Flu

d) Hipertensi

e) Berat badan naik/turun

3.5.1 Definisi Operasional Variabel

a. Tingkat Stress

Terdapat pengklasifikasian 3 tingkatan stress menurut Sarafino, yaitu:

1. Stres tingkat rendah, seseorang akan merasakan sedikit stres dan merasa tidak

memiliki tantangan ketika seseorang dengan kemampuan lebih dari cukup untuk

menghadapi situasi yang sulit.

2. Stres tingkat sedang, seseorang akan merasakan perasaan stres dengan tingkatan

menengah atau sedang ketika seseorang merasa cukup akan kemampuannya untuk

menghadapi suatu kejadian tetapi dia harus berusaha keras. Seseorang masih bisa

beradaptasi terhadap stresor yang dihadapinya.

3. Stres tingkat tinggi, seseorang akan mengalami perasaan stres yang besar ketika

seseorang merasakan bahwa kemampuannya mungkin tidak akan mencukupi pada

saat berurusan dengan stresor dari dalam diri dan lingkungannya.

b. Takikardi

Adalah denyut jantung yang lebih dari 100 denyut per menit.

c. Flu

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang mengakibatkan

gangguan pada sistem pernapasan.

Page 22: Bab 1

22

d. Hipertensi

Tekanan darah persisten yang mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg yang disebut keadaan hipertensi.

e. Berat badan naik/turun

Naik atau turunnya massa tubuh secara tiba-tiba.

3.6 Alat, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

3.6.1 Alat Pengumpulan Data

Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

kuesioner.

3.6.2 Jenis dan Sumber Data

3.6.2.1 Data Primer

Data penelitian yang diperoleh secara langsung dari responden disebut data primer.

3.6.2.2 Data Sekunder

Data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung, melalui media perantara atau

diperoleh dan dicatat oleh pihak lain maka disebut data sekunder.

3.6.3 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian adalah dengan

metode angket. Dalam pengambilan data dari sampel penelitian ini, peneliti akan

mewawancarai subjek dengan membagikan kuesioner.

3.6.4 Metode Analisis Data

3.6.4.1 Analisis Univariat

Page 23: Bab 1

23

Analisis univariat dimaksudkan untuk mengetahui sebaran (distribusi) dari frekuensi

jawaban responden terhadap kuesioner yang telah diisi. Dari analisis ini diharapkan dapat

diketahui persentase dari variabel bebas yaitu tingkat stress mahasiswa menjelang ujian dan

variabel terikat yaitu gejala-gejala penyakit fisik.

3.6.4.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Spearman karena

distribusi data tidak normal. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

masing-masing variabel bebas yaitu flu, takikardi, hipertensi, tension headache dan berat

badan naik/turun.

1.6.4.2 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji regresi linier

berganda. Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis set data dengan satu

varibel tergantung berskala numerik dengan semua variabel bebas yang berskala numerik.

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara seluruh variabel bebas gejala-gejala

penyakit fisik terhadap variabel tergantung yaitu tingkat stress.

1.6.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner penelitian ini terdiri dari 27 pertanyaan untuk menilai semua variabel

penelitian. Rincian pertanyaan tersebut antara lain, variabel tension headache dinilai dengan 5

pertanyaan, variabel takikardi dinilai dengan 5 pertanyaan, variabel flu dinilai dengan 5

pertanyaan, variabel hipertensi dinilai dengan 5 pertanyaan, variabel berat badan naik/turun

dinilai dengan 4 pertanyaan, dan variabel tingkat stress dengan 6 pertanyaan.

Page 24: Bab 1

24

Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan hal ini untuk menguji validitas

kuisioner, sampel yang digunakan sebanyak 77 sampel. Sampel yang digunakan berjumlah

77 orang, metode analisis yang digunakan adalah uji korelasi Pearson dengan perangkat

lunak SPSS. Sedangkan untuk uji reliabilitas akan digunakan metode Cronbach’s Alpha,

yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, melalui program SPSS.