bab 1
DESCRIPTION
Bab 1 Fisika DasarTRANSCRIPT
atar Belakang Masalah
Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar mulai dari ia lahir
hingga akhir hayat. Baik belajar secara formal maupun secara informal, di dalam
lembaga pendidikan maupun di dalam kehidupan. Belajar bukanlah hanya suatu
kebutuhan melainkan keharusan bagi manusia dan untuk manusia itu sendiri agar
bisa berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan
pengalaman hidup yang diserap inderanya untuk belajar dan menjadikannya
kesempatan untuk terus berkembang. Belajar adalah kegiatan berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis
dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian
tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa,
baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya
sendiri (Syah, 2007).
Kemampuan intelektual siswa diduga dapat menentukan keberhasilan siswa
dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya seseorang
dalam belajar maka diperlukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui
prestasi yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Prestasi
belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena
kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari
proses belajar. Sehubungan dengan prestasi belajar, dalam kamus besar Bahasa
Indonesia (1989) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
2
ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Sedangkan menurut
Winkel (1996) prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau
kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan
bobot yang dicapainya. Jadi prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat
keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk
nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari
evaluasi dapat memperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa
tersebut.
Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka
perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu faktor
dari luar diri siswa (eksternal) dan faktor dari dalam diri siswa (internal). Faktor
eksternalnya antara lain: kesejahteraan lingkungan, kompetensi guru, dan
fasilitas belajar. Dan faktor internalnya antara lain: kecerdasan inteligensi,
kecerdasan emosional, sikap, minat, bakat, ketekunan, dan motivasi belajar
(Syah, 2007).
Sikap belajar siswa yang kurang baik misalnya: malas mengulang kembali
pelajaran, tertekan karena pekerjaan rumah yang berat, merasa rendah diri dan
menyerah ketika menghadapi soal-soal tes yang sulit, tertekan pada masalah
secara berlebihan, dan menjadi frustasi hingga lari dari masalah dan tanggung
jawab. Perasaan tertekan yang berulang kali terjadi pada diri siswa tersebut dapat
3
mengganggu proses berpikir yang normal sehingga berakibat rendahnya prestasi
belajar.
Untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik, dibutuhkan daya juang siswa
agar dapat meraih hasil yang maksimal. Ketangguhan dan daya juang inilah yang
dikonseptualisasikan oleh Paul G Stoltz (2000) sebagai kecerdasan ketegaran
atau daya juang atau disebut juga Adversity Quotient (AQ).
Konsep ini muncul dikarenakan konsep IQ (intelligence Quotient) yang
menggambarkan tingkat kecerdasan individu dan EQ (Emotional Quotient) yang
menggambarkan aspek afektif dan keefektifan dalam berinteraksi dengan orang
lain (Goleman, 2001), dianggap kurang dapat memprediksi keberhasilan
seseorang.
Dalam kenyataannya, individu yang cerdas dan baik secara emosional
terkadang tidak mendapatkan kesuksesan dalam hidupnya karena mereka cepat
menyerah bila dihadapkan pada kesulitan atau kegagalan dan akhirnya mereka
berhenti berusaha dan menyia-nyiakan kemampuan IQ dan EQ yang dimilikinya.
Ini menunjukkan bahwa IQ dan EQ kurang bisa menjadi prediktor dalam
kesuksesan seseorang. Karena seperti halnya IQ, tidak setiap orang mampu
memanfaatkan EQ dan potensi lain dalam dirinya.
Kemudian Stoltz (2000) mengajukan teori mengenai AQ yang menurutnya
dapat menjembatani antara IQ dan EQ seseorang. Dengan Adversity Quotient ini
individu dapat mengubah hambatan menjadi peluang karena kecerdasan ini
merupakan penentu seberapa jauh individu mampu bertahan dalam menghadapi
dan mengatasi kesulitan (Stoltz, 2000). Stoltz menempatkan AQ di antara EQ
4
dan IQ. Hal ini dimaksudkan bahwa peran EQ dan IQ akan dapat menjadi
maksimal dengan adanya AQ yang menjadi jembatan penghubung antara
keduanya.
AQ yang dikonsepkan sebagai seberapa besar individu mampu dan mau
untuk berjuang merupakan faktor penting yang mampu membuat seseorang
memaksimalkan potensi IQ dan EQ-nya. Sebab tanpa adanya usaha dan daya
juang yang tinggi, maka IQ dan EQ seseorang akan menjadi sia-sia, tidak
terpakai atau tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga prestasi belajar
yang ingin dicapai menjadi tidak maksimal. Untuk itu, daya juang sangat
diperlukan dalam usaha pencapaian keberhasilan prestasi belajar.
Menurut Paul G Stoltz (2000) hidup ini seperti mendaki gunung. Kepuasan
dicapai melalui usaha yang tak kenal lelah untuk terus mendaki, meskipun
kadang-kadang langkah demi langkah yang dilalui terasa lambat dan
menyakitkan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat dimana seseorang
bergerak ke depan dan ke atas, terus maju dalam menjalani kehidupannya,
kendati terdapat beberapa rintangan. Oleh karena itu Stoltz (2000) membagi tipe
orang berdasarkan atas kemampuan mereka dalam mendaki. Yang pertama atau
tingkatan yang paling bawah adalah quitters, yaitu bagi mereka yang memilih
untuk berhenti, keluar, menghindari kewajiban, ataupun mundur darinya. Yang
kedua adalah campers, yaitu bagi mereka yang yang merasa cukup dalam
pendakiannya, untuk kemudian berhenti dan berkemah. Dan yang terakhir adalah
climbers, mereka yang digolongkan sebagai pendaki, yaitu mereka yang seumur
5
hidup memberikan dedikasinya tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan
atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik.
Banyak orang yang berhasil baik itu secara materi, ide, pengetahuan,
penemuan, karya seni, hak paten dan sebagainya didasarkan pada sikap pantang
menyerah, berani bangkit dari kegagalan dan selalu terus mencoba sampai
mendapatkan apa yang dicita-citakannya. Bagi siswa yang dapat mengatasi
hambatan atau kegagalan menjadi peluang, tentu akan mendapatkan prestasi
belajar yang baik.
Dari uraian diatas maka dapat diketahui bahwa prestasi belajar seseorang
dapat dilihat dari daya juang atau kegigihannya sehingga dapat meningkatkan
prestasi belajarnya. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini
sebagai bahan penelitian dengan judul: Hubungan antara Adversity Quotient
dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur.
1.2 Batasan dan Rumusan masalah
1.2.1 Batasan masalah
Untuk menghindari peninjauan yang terlalu luas terhadap masalah-masalah
yang akan diteliti, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut:
a. Adversity Quotient adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam merespon
kendali, asal usul kesulitan dan akibat dari kesulitan itu, jangkauan kesulitan,
dan berapa lama kesulitan itu akan berlangsung dalam dirinya serta memiliki
kesadaran dan kesanggupan untuk menjalani proses pencapaian tujuan
belajarnya dan memperbaiki cara merespon berbagai hambatan yang ada.
6
b. Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh dari evaluasi atau tes dan aspek-
aspek lainnya yang dikuantitatifkan dan tercermin dalam nilai rapor siswa
pada akhir semester. Pada penelitian ini akan digunakan nilai rapor siswa di
semester II.
c. Siswa yang dijadikan objek penelitian adalah siswa/siswi kelas XI Tahun
Ajaran 2010/2011 di SMUN 102 Jakarta Timur
1.2.2 Rumusan masalah
Berkaitan dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah ada hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan prestasi
belajar siswa?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang
hubungan antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa di SMUN 102
Jakarta Timur.
7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi berkembangnya ilmu
pengetahuan, khususnya dalam bidang psikologi, yaitu psikologi
pendidikan, dan dapat menjadi inspirasi untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
1.4.2 Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah
dapat membantu para guru, orang tua, dan para siswa untuk mengetahui
gambaran adversity quotient dan prestasi belajar pada siswa SMUN 102
Jakarta Timur. Dan membantu menyediakan informasi ilmiah yang dapat
digunakan untuk lebih mengenal, memahami dan mengarahkan siswa agar
dapat menjadi generasi penerus yang memiliki adversity quotient yang
baik.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah
yaitu pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
serta sistematika penulisan.
8
BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi pengertian prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar, pengertian adversity quotient, teori dasar adversity quotient, peran
adversity quotient, tipe-tipe dan ciri-ciri individu dalam adversity quotient,
dimensi dalam adversity quotient, dan faktor-faktor yang mempengaruhi adversity
quotient. Pada bab ini juga dijelaskan kerangka teori dan hipotesis penelitian.
BAB 3 : METODE PENELITIAN
Bab ini meliputi pendekatan penelitian, definisi operasional, variabel penelitian,
populasi dan sampel, tehnik pengumpulan data, prosedur uji instrumen penelitian
dan metode analisis data.
BAB 4 : HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum subyek penelitian, gambaran dan analisa kasus
serta analisis perbandingan kasus.
BAB 5 : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan, diskusi, dan saran.