bab 1

Upload: pascara-fajar

Post on 15-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

5

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakangAsma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran pernafasan yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan saluran udara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta orang di dunia adalah penderita asma, dan meningkat 180 ribu orang setiap tahun. Sedangkan di Indonesia, 2-5% penduduk menderita asma. Prevalensi asma dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur penderita, jenis kelamin, alergi, keturunan, dan lingkungan (Iskandar, 2006).Asma ditandai dengan adanya inflamasi saluran pernafasan yang dipicu dengan meningkatnya produksi sitokin pro-inflamasi. Sekresi sitokin pro-inflamasi memicu diferensiasi dan pengerahan eosinofil, sel mast, basofil serta produksi secretory-imunoglobulin E (s-IgE) oleh sel B (Akbari, et al., 2006). Studi pada populasi penderita asma menunjukkan adanya hubungan antara asma dengan kadar secretory-imunoglobulin E dalam serum total (Sunyer dkk., 1996). Secretory-imunoglobulin E memiliki peran yang penting dalam inflamasi saluran pernafasan sebagai respon awal, s-IgE akan mengaktifkan mast cell untuk melepaskan mediator inflamasi (Mayr dkk., 2002), sehingga pengukuran kadar s-IgE dapat digunakan untuk menentukan tingkat keparahan asma.Pada penderita asma, gejala yang selalu tampak adalah terjadinya peningkatan frekuensi pernafasan. Peningkatan frekuensi pernafasan ini diakibatkan karena terjadinya penyempitan jalan nafas akibat terjadinya remodelling jalan nafas sehingga udara yang masuk kedalam tubuh menjadi terbatas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya remodelling jalan nafas salah satunya disebabkan oleh adanya penyempitan lumen dari bronkus dan bronkiolus, terjadinya penyempitan tersebut diakibatkan adanya penebalan otot polos (hipertropi otot polos) yang terdapat pada jalan nafas. Beberapa studi menyatakan bahwa penebalan otot polos jalan nafas mempunyai peranan penting pada terjadinya remodelling jalan nafas. Sehingga pengamatan ketebalan otot polos seringkali digunakan pada penelitian yang terkait dengan penentuan tingkat keparahan asma (Busse & Lemanske, 2001). Asma merupakan salah satu manifestasi alergi (hiperreaktivitas tipe I) karena penderita asma merespon substansi asing (alergen) yang masuk ke dalam tubuh secara berlebihan (hiperresponsif). Infeksi pada mulut mampu mengakibatkan gejala sistemik melalui berbagai mekanisme, tetapi hubungan antara infeksi mulut dan asma sangat jarang dibahas. Salah satu sumber infeksi mulut adalah endotoksin lipopolisakarida (LPS) bakteri Gram negatif. Menurut Utomo (2006), bahwa 80% bakteri yang terdapat di rongga mulut adalah bakteri Phorpyromonas ginggivalis, bakteri tersebut adalah bakteri Gram negative. Lipopolisakarida yang masuk kedalam tubuh akan direspon oleh sistem imun tubuh sebagai alergen (Schwartz, 2002). LPS pada infeksi rongga mulut yang berperan sebagai alergen dapat memodulasi terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan. Endotoksin dari bakteri tersebut dapat direspon oleh sel-sel inflamator dan mengakibatkan inflamasi dengan melepaskan senyawa mediator inflamasi seperti eosinofil, s-IgE, makrofag, sitokin proinflamatori seperti interleukin-1 (IL-1), IL-1, IL-6, tumor necrosis factor- (TNF-), dan prostaglandin (PGE2) (Schwartz, 2002; Utomo, 2006). Respon imun melalui s-IgE pada permukaan sel mast menginduksi pengeluaran mediator inflamasi lainnya yang mengakibatkan terjadinya inflamasi dan perubahan Gambaran histologi saluran nafas penderita asma (Utomo, 2006).Dari paparan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan mempelajari apakah LPS berpengaruh terhadap tingkat keparahan asma pada hewan coba Rattus norvegicus, tingkat keparahan asma dinilai berdasarkan kadar s-IgE dalam fungsinya sebagai respon awal dan respon lanjut saluran pernafasan terhadap alergen dan hipertropi otot polos pada bronkiolus sebagai indikator keparahan jaringan paru akibat proses inflamasi pada kasus asma.

1.2 Rumusan MasalahRumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah :1) Apakah ada peningkatan kadar secretory imunoglobulin E (s-IgE) sebagai respon imun pada total serum tikus (Rattus norvegicus) model asma yang terpapar lipopolisakarida (LPS) ?2) Bagaimana tingkat keparahan asma tikus (Rattus norvegicus) model asma yang terapapar lipopolisakarida (LPS) berdasarkan Gambaran histopatologi otot polos bronkiolus ?

1.3 Batasan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi pada :1) Hewan model asma yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan strain Wistar yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan umur 8-12 minggu dan berat badan antara 150-250 gram.2) Pembuatan keadaan asma pada hewan model tikus dilakukan dengan cara injeksi intraperitonial dan inhalasi ovalbumin (OVA).3) Lipopolisakarida (LPS) yang digunakan adalah LPS yang didapatkan dari bakteri Porphyromonas gingivalis yang diberikan secara intrasulkuler pada sulkus gingiva molar rahang atas kiri tikus .4) Variabel tergantung yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar s-IgE yang diukur menggunakan teknik ELISA serta perubahan histopatologi otot polos bronkiolus sebagai parameter tingkat keparahan asma.

1.4 Tujuan Penelitian1) Untuk mengetahui adanya peningkatan kadar secretory imunoglobulin E (s-IgE) sebagai respon imun pada total serum tikus (Rattus norvegicus) model asma yang terpapar lipopolisakarida (LPS).2) Untuk mengetahui tingkat keparahan asma tikus (Rattus norvegicus) model asma yang terpapar LPS berdasarkan Gambaran histopatologi otot polos bronkiolus.

1.5 Manfaat PenelitianPenelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kadar secretory imunoglobulin E (s-IgE) dan tingkat keparahan asma berdasarkan Gambaran histopatologi otot polos bronkiolusyang diisolasi dari hewan coba tikus (Rattus norvegicus) model asma yang terpapar oleh lipopolisakarida (LPS) serta dapat digunakan sebagai informasi kajian ilmiah tentang patomekanisme asma dan tingkat keparahannya apabila terpapar alergen lipopolisakarida.