bab 1
DESCRIPTION
skripsi stikes surya global yykTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam Rencana Strategi Departemen Kesehatan (Renstra Depkes) tahun
2005-2009 disebutkan bahwa pembangunan kesehatan di Indonesia dalam tiga
dekade ini yang dilaksanakan secara berkesinambungan telah cukup berhasil
meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian, derajat kesehatan di Indonesia
tersebut masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara
tetangga. Memasuki milenium ketiga, Indonesia menghadapi berbagai perubahan
dan tantangan strategis yang mendasar baik internal maupun eksternal yang perlu
dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan nasional termasuk
pembangunan kesehatan. (Depkes, 2005).
Dalam sistem kesehatan, sekarang ini semakin dituntut adanya pelayanan
kesehatan yang profesional. Hal ini akan menjadi tantangan tenaga medis maupun
non medis untuk semakin meningkatkan kemampuannya dalam bekerja sehingga
mampu memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin kepada masyarakat.
Pelayanan kesehatan selain diharapkan terlaksana hubungan yang baik antara
pasien dengan tenaga kesehatan, juga harus terjadi kolaboratif antara pasien
dengan tenaga kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang sering dilakukan
dirumah sakit adalah pembedahan. Batasan kesehatan menurut WHO ini lebih
luas karena kesehatan mencakup empat aspek yakni aspek fisik, mental, sosial,
dan, ekonomi. Keempat aspek tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan
1
1
tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok atau masyarakat sehingga kesehatan
bersifat holistik atau menyeluruh (Notoatmodjo, 2003).
Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran menyebabkan perubahan indikasi
pembedahan. Saat ini pembedahan dilakukan dengan berbagai macam indikasi
diantaranya untuk diagnostik, kuratif, rekonstruktif bahkan untuk tujuan paliatif.
Pembedahan juga dilakukan sesuai dengan tingkat urgensinya seperti kedaruratan
dan elektif. Pembedahan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan yang
dilakukan di kamar operasi dan memerlukan perawatan pascaoperatif (Brunner
dan Suddarth, 2002).
Pembedahan merupakan prosedur medis yang bersifat invasif untuk
diagnosis atau pengobatan penyakit, trauma atau deformitas. Meskipun
pembedahan merupakan tindakan medis, perawat mempunyai peranan penting dan
aktif dalam memberikan asuhan kepada pasien sebelum, selama, dan sesudah
pembedahan. Asuhan yang bersifat kolaboratif dan asuhan keperawatan mandiri
secara bersama-sama dilaksanakan untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan
pemulihan secara optimal. Seluruh prosedur operasi akan berdampak terhadap
kemampuan fungsional pasien dalam melaksanakan fungsi kesehatan sehingga
keperawatan diharuskan dapat mengembalikan fungsi kesehatan secara optimal
(Hipkabi, 2005).
Sejumlah penyakit merupakan indikasi untuk pembedahan. Untuk tindakan
ini diperlukan perencanaan oleh dokter pembedah yang harus menyiapkan dirinya,
terutama dalam hal pengetahuan tentang penyakit bersangkutan dan teknik
bedahnya. Juga diperlukan persiapan dan perencanaan sarana bedah yang
2
diperlukan. Selain itu, juga para personil yang akan ikut dalam penanganan bedah
ini perlu dipersiapkan, jika perlu termasuk dokter ahli lain, seperti ahli anestesi
(Syamsuhidayat R, 2004).
Pada setiap pembedahan diperlukan upaya untuk menghilangkan nyeri.
Keadaan itu disebut anestesi. Dalam upaya menghilangkan nyeri, rasa takut perlu
dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan.
Untuk itu diperlukan cara untuk memilih obat yang rasional dan teknik anestesi
yang paling aman untuk penderita. Setiap waktu harus ada keseimbangan antara
unsur dasar anestesi. Setiap unsur dasar dapat diperkuat, ditambah, dikurangi atau
dihentikan sesuai dengan tahap pembedahan dan kebutuhan penderita
(Syamsuhidayat R, 2004).
Setelah operasi yang menggunakan anestesi umum pasien dipuasakan
sampai peristaltik (gerakan) usus baik. Sedangkan pada operasi yang melibatkan
usus, masa puasa menjadi lebih lama dan makanan diberikan secara bertahap.
Biasanya juga dipasang selang melalui hidung untuk mengistirahatkan usus dan
memantau keadaan usus. Dewasa ini perawatan rumah sakit pasien pascaoperasi
diusahakan sesingkat mungkin. Jika pasien berlama-lama di rumah sakit, resiko
terkena infeksi meningkat, disamping biaya perawatan juga akan menjadi mahal.
(Syamsuridjal D, 2005).
Manipulasi organ abdomen selama prosedur bedah dapat menyebabkan
kehilangan peristaltik normal selama 24 sampai 48 jam, tergantung pada jenis dan
lamanya pembedahan. Meski tidak diberi apapun melalui mulut, udara yang
tertelan dan sekresi gastrointestinal masuk kedalam lambung dan usus, jika tidak
3
dikeluarkan oleh aktivitas peristaltik, maka akan terkumpul dalam usus, sehingga
menyebabkan distensi dan menyebabkan pasien mengeluh kembung atau nyeri
pada abdomen (Brunner dan Suddarth, 2002).
Selama periode pascaoperatif, proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kembali equilibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan
pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu
pasien dalam kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman
mungkin. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan pasien setelah pembedahan
adalah sama pentingnya dengan prosedur bedah itu sendiri ( Brunner dan Suddart,
2002).
Pada umumnya panas cukup berguna untuk pengobatan, meningkatkan
aliran darah ke bagian yang cedera. Apabila panas digunakan selama 1 jam atau
lebih maka aliran darah akan menurun akibat refleks vasokontriksi karena tubuh
berusaha mengontrol kehilangan panas dari area tersebut. Pengangkatan dan
pemberian kembali panas lokal secara periodik akan mengembalikan efek
vasodilatasi (Potter dan Perry, 2005).
Pemakaian kompres hangat biasanya hanya dilakukan setempat saja pada
bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-pembuluh darah
melebar sehingga akan memperlancar peredaran darah didalam jaringan tersebut.
Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan
pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki, jadi timbul proses
pertukaran zat yang lebih baik. Aktivitas yang meningkat akan mengurangi rasa
sakit dan menunjang proses penyembuhan luka, seperti abses, bisul yang besar
4
dan bernanah, radang empedu serta beberapa radang persendian pada otot. Panas
juga memiliki efek dapat menghilangkan ketegangan (Steven, 1999).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 11
Juni dan 23 Juni 2009 di RSUD Panembahan Senopati Bantul diperoleh data
yakni pasien yang telah menjalani operasi pada bulan Mei dan Juni sebanyak 238
pasien. Dari jumlah pasien tersebut sejumlah 131 pasien menggunakan anestesi
umum. Hal ini menunjukkan bahwa 55% pasien yang telah menjalani operasi di
RSUD Panembahan Senopati Bantul menggunakan anestesi umum dimana salah
satu kerja anestesi umum adalah menghambat impuls saraf parasimpatik ke otot
usus yang dapat memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltik.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti kepada
kepala bangsal dan pasien di bangsal Melati diperoleh informasi bahwa sejumlah
30 orang perawat termasuk didalamnya adalah perawat pelaksana dan perawat
asosiasi sudah menerapkan mobilisasi dini seperti latihan napas dalam, latihan
miring kanan dan miring kiri di tempat tidur serta latihan duduk kepada pasien
yang telah menjalani operasi sebagai upaya untuk membantu menstimulasi
peristalsis. Perawat juga mengatakan kebiasaan pasien menggunakan balsem dan
sejenisnya yang digosok-gosokkan di bagian perut pasien untuk mengurangi rasa
kaku dan memberikan rasa hangat di daerah perut. Hal tersebut dibuktikan oleh
peneliti pada saat observasi langsung ke pasien yaitu dari 66 orang pasien sebesar
68% pasien pascaoperasi juga menggunakan balsem yang digosok-gosokkan di
bagian perut pasien dan kemudian pasien tersebut bisa flatus.
5
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari pihak perawat di bangsal Melati
Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul bahwa tindakan kompres hangat
belum pernah diterapkan pada pasien yang telah menjalani operasi untuk
membantu meningkatkan peristaltik yang berhenti akibat dari penggunaan
anestesi umum pada saaat tindakan pembedahan. Dari serangkaian uraian diatas,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh kompres hangat
terhadap peningkatan motilitas usus pada pasien pasca operasi dengan anestesi
umum di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, Memberikan dasar bagi peneliti
untuk merumuskan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut “ Apakah ada
pengaruh kompres hangat terhadap peningkatan motilitas usus pada pasien
pascaoperasi dengan anestesi umum di Bangsal Melati RSUD Panembahan
Senopati Bantul?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat
terhadap peningkatan motilitas usus pada pasien pascaoperasi dengan anestesi
umum di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul
2. Tujuan Khusus
6
a. Diketahuinya peningkatan motilitas usus pada pasien
pascaoperasi dengan anestesi umum yang diberi perlakuan kompres
hangat.
b. Diketahuinya peningkatan motilitas usus pada pasien
pascaoperasi dengan anestesi umum yang tidak diberi perlakuan kompres
hangat.
c. Diketahuinya perbedaan peningkatan motilitas usus pada
pasien pascaoperasi dengan anestesi umum antara pasien yang diberi
perlakuan kompres hangat dengan pasien yang tidak diberi perlakuan
kompres hangat.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Keperawatan khususnya Keperawatan Medikal Bedah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur sebagai
bahan bacaan untuk menambah wawasan dan sebagai bahan informasi bagi
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai perngaruh kompres hangat terhadap peningkatan
motilitas usus pada pasien pascaoperasi dengan anestesi umum.
2. Bagi Peneliti.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
kemampuan dalam melakukan perawatan pasien pascaoperasi di rumah sakit
serta dapat menambah pengalaman melalui proses penelitian yang dilakukan.
3. Bagi Institusi RSUD Panembahan Senopati Bantul
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien pascaoperasi serta dapat
meningkatkan mutu pelayanan di RSUD Panembahan Senopati bantul.
4. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pengaruh kompres hangat terhadap peningkatan motilitas usus pada pasien
pascaoperasi dengan anestesi umum dan sebagai tambahan pengetahuan serta
penilaian untuk penelitian selanjutnya.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lingkup variabel
Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Untuk variabel bebas adalah kompres hangat sedangkan untuk
variabel terikat adalah peningkatan motilitas usus pada pasien pascaoperasi
dengan anestesi umum.
2. Lingkup subyek
Subyek dalam penelitian ini adalah pasien pascaoperasi dengan
anestesi umum di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.
3. Lingkup lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bangsal Melati RSUD Panembahan
Senopati Bantul.
4. Lingkup waktu penelitian
8
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2009
F. Keaslian Penelitian
Adapun beberapa penelitian yang berhubungan dengan kompres hangat,
diantaranya :
1. Jatmiko Adi Ponco (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Pemberian Tepid Sponge Both Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada
Pasien Hipertermia Di Ruang Flamboyan RS TK II 04.05.01 dr,
SOEDJONO Magelang”. Karekteristik respondennya pada pasien
hipertermia pada anak usia 1 sampai dengan 12 tahun, dengan hasil
penelitian bahwa kompres hangat pada anak menurunkan suhu tubuh sebesar
0.57˚ C.
Perbedaan penelitian Adi ponco jatmiko dengan peneliti dilihat pada
variabel terikatnya yaitu penurunan suhu tubuh pada pasien
hipertermi,sedangkan peneliti variabel terikatnya adalah peningkatan
motilitas usus pada pasien pascaoperasi dengan anestesi umum. Persamaan
penelitian Adi ponco jatmiko dengan yang dilakukan peneliti adalah
menggunakan penelitian eksperimen.
2. Supriyanti Sri (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Pemberian Kompres Hangat Basah Terhadap Tingkat Keparahan Flebitis
9
Pada Pasien Dewasa di Ruang Rawat Inap kelas III RS PKU
Muhammadiyah”. Penelitian ini mengunakan pretest-posttest design with
control group dengan hasil penelitian bahwa Pemberian kompres hangat
basah lebih menurunkan tingkat keparahan flebitis dibandingkan tanpa
perlakuan apapun.
Perbedaan penelitian Sri Supriyanti dengan peneliti dilihat dari variabel
terikatnya yaitu tingkat keparahan flebitis,sedangkan pada peneliti variabel
terikatnya adalah peningkatan motilitas usus. Persamaan penelitian Sri
Supriyanti dengan yang dilakukan peneliti adalah menggunakan pretest-
posttest design with control group.
3. Wahyudi Soni (2008), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Kompres Hangat Terhadap Waktu Flatus Pada Pasien Post Operasi Sectio
Saesaria di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”. Penelitian ini
menggunakan Penelitian ini mengunakan pretest-posttest design with
control group dengan hasil penelitian bahwa responden yang dilakukan
perlakuan kompres hangat lebih cepat flatusnya daripada responden yang
tidak dilakukan kompres hangat.
Perbedaan penelitian Soni Wahyudi dengan peneliti dilihat dari variabel
terikatnya yaitu waktu flatus sedangkan pada peneliti variabel terikatnya
adalah peningkatan motilitas usus. Persamaan penelitian Soni Wahyudi
dengan yang dilakukan peneliti adalah menggunakan pretest-posttest design
with control group.
10