bab 1
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin. Kadar asam urat
yang tinggi dalam urin mudah menyebabkan pengendapan kristal urat yang dapat
membentuk batu ginjal urat. Kristal di jaringan menyebabkan respon peradangan,
akibatnya adalah sendi yang membengkak, meradang dan nyeri (Sacher dan
McPherson, 2004). Kelebihan asam urat dalam darah menjadi masalah yang
cukup serius, terutama bagi orang yang berusia 40 tahun keatas. Kadar asam urat
darah yang berlebihan bisa menyebabkan timbulnya suatu penyakit yang disebut
dengan artritis gout. Penyakit ini memang tidak mematikan, namun menyebabkan
nyeri luar biasa serta menurunkan kualitas hidup. Prevalensi Artritis Reumatoid
adalah sekitar 1% populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1%). Artritis Reumatoid
lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar
3:1. Serangan pertama terjadi pada dewasa muda, tetapi dapat mulai pada usia
kapan saja (Ekbom dkk, 1993; Robbins dkk, 1995).
Jumlah penderita asam urat cenderung meningkat dengan prevalensi
gout di Amerika Serikat 2,6% dalam 1000 kasus, dan 10% kasus gout terjadi pada
hiperurisemia sekunder (Walker dan Edward, 2003). Prevalensi Gout tidak hanya
terjadi di Amerika Serikat saja tetapi juga dibeberapa negara berkembang,
seperti di Indonesia (Walker dan Edward, 2003). Asam urat atau artritis
gout lebih sering menyerang laki-laki terutama yang berumur di atas 30
tahun, karena umumnya laki-laki sudah mempunyai kadar asam urat yang tinggi
dalam darahnya, sedangkan kadar asam urat pada wanita umumnya rendah
dan baru meningkat tajam setelah menopause (Wijayakusuma, 2005).
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber
keanekaragaman hayati yang meliputi berbagai jenis flora dan fauna. Oleh sebab
itu setiap spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme yang terdapat di darat
dan di laut mempunyai nilai-nilai kimia yang banyak jumlahnya.
Keanekaragaman hayati yang tersedia di Indonesia dapat diartikan sebagai sumber
bagi keanekaragaman bahan kimia (Achmad, dkk, 1999).
1
Salah satu sumbangan yang penting dari kekayaan flora di Indonesia adalah
tersedianya senyawa-senyawa bioaktif. (Farnsworth, 1966). Daun salam
merupakan salah satu dari beberapa flora yang banyak ditemukan dan dapat
digunakan sebagai obat asam urat.Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
ekstrak ekstrak daun salam mampu menurunkan kadar asam urat dalam serum
darah setara dengan allopurinol dosis 10 mg/kg BB.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah mengkaji struktur senyawa kimia
metabolit sekunder yang terkandung dalam Daun Salam (Syzygium polyanthum)
dan potensi Daun Salam (Syzygium polyanthum) sebagai anti atrtithis gout
ditinjau dari strukturnya.
1.3 Manfaat Penulisan dijabarkan: informasi, pemanfaatan/ pembuatan
1. Memberikan informasi tentang kandungan senyawa kimia metabolit
sekunder dalam Daun Salam (Syzygium polyanthum)
a. Memanfaatkan kandungan senyawa kimia metabolit sekunder
dalam Daun Salam (Syzygium polyanthum) sebagai anti atrtithis
gout.
2
BAB 2. KONSEP DASAR OBAT TRADISIONAL
2.1 Definisi
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (DepKesRI).
2.2 Tingkatan Obat Tradisional
Obat bahan alam yang ada di Indonesia saat dapat dikategorikan menjadi 3
kategori, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
2.2.1 Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disiapkan dan disediakan secara
tradisional. Berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu
tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional
berdasarkan pengalaman. Jamu telah digunakan secara turun-temurun
selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada
umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur
atau pengalaman leluhur. Sifat jamu umumnya belum terbukti secara ilmiah
(empirik) namun telah banyak dipakai oleh masyarakat luas. Belum ada
pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi digunakan dengan bukti
empiris berdasarkan pengalaman turun temurun.
2.2.2 Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)
Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan
alam (dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral). Untuk
melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan
berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses
produksi dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan)
dengan mengikuti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan
3
ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan
telah dilakukan uji toksisitas akut maupun kronis.
2.2.3 Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan
dengan obat modern. Dengan dilakukannya uji klinik, maka akan
meyakinkan para praktisi medis ilmiah untuk menggunakan obat herbal ke
dalam sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian
secara ilmiah.
2.3 Syarat Obat Tradisional
a. Proses pembuatannya yang telah terstandar,
b. Ditunjang bukti ilmiah atau uji klinik pada manusia dengan kriteria
memenuhi syarat ilmiah,
c. Protokol uji yang telah disetujui,
d. Dilakukan oleh pelaksana yang kompeten,
e. Memenuhi prinsip etika,
f. Tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat.
2.4 Payung Hukum Obat Tradisional
Payung hukum yang ada di Indonesia dalam pelaksanaan pengobatan
tradisional antara lain sebagai berikut:
1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 47 tentang
pengobatan tradisional
2. Peraturan Menkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tentang fitofarmaka
3. Permenkes No. 1109/Menkes/PER/IX/2007 tentang penyelenggaraan
pengobatan komplementer alternatif di fasilitas kesehatan.
4. Keputusan Menkes RI No. 1076/Menkes/SK//VII/2003 tentang
penyelenggaraan pengobatan tradisional
4
BAB 3. ANALISA ARTIKEL
3.1 Jenis Obat dan Taksonomi
Salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional untuk
menurunkan kadar asam urat adalah tanaman salam (Syzygium polyanthum
Wight). Bagian tanaman yang digunakan adalah daun yang masih segar atau yang
sudah dikeringkan. Tanaman Salam lebih dikenal sebagi bumbu masakan, karena
aromanya yang khas. Tetapi tanaman salam juga merupakan salah satu alternatif
obat tradisional. Daun salam memiliki berbagai khasiat obat yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya untuk mengatasi
3.1.1 Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Dialypetalae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Jenis : Syzygium polyanthum Wight
3.1.2 Nama Daerah
Sumatra : Meselangun, ubar serai (Melayu)
Jawa : Salam, gowok (Sunda), salam (Madura), manting
Kangean : Kastolam
3.2 Kandungan Bioaktif dalam Obat
Salam mengandung tanin, flavonoid, saponin, triterpen, polifenol, alkaloid
dan minyak atsiri (Sudarsono dkk., 2002).
a. Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermaen
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Secara kimia terdapat dua jenis utama
tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi
5
atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara
kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer
dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon
menghubungkan satu flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-6 atau
6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2-20 satuan flavon. Tanin terhidrolisis
terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana ialah depsida galoiglukosa. Pada
senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima atau lebih gugus
ester galoil. Pada jenis yang kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam
galat yaitu asam heksahidroksidifenat, yang berikatan dengan glukosa. Bila
dihidrolisis, elagitanin ini menghasilkan asam elagat (Harborne, 1987).
b. Flavonoid
Flavonoid sebagai suatu senyawa fenol dalam dunia tumbuhan dapat
ditemukan dalam bentuk glikosida maupun aglikonnya. Aglikon flavonoid
mempunyai kerangka dasar struktur C6-C3-C6. Berdasarkan tingkat oksidasi
serta subsituennya kerangka flavonoid dibedakan menjadi berbagai jenis
seperti flavon,6 flavonol, khalkon, santon, auron, flavon, antosianidin dan
leukoantosianidin (Pramono, 1989). Flavonoid mengandung cincin aromatik
yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan yang kuat pada
daerah spektrum UV (ultra violet) dan spektrum tampak. Flavonoid umumnya
terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula seperti glikosida. Aglikon
flavonoid terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi
glikosida (Harborne, 1989).
c. Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu dari daun,
bunga, biji, batang atau kulit dan akar atau rhizoma. Minyak atsiri disebut
juga minyak eteris yaitu minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari
tanaman dengan cara penyulingan, biasanya tidak berwarna terutama bila
masih dalam keadaan segar, setelah terjadi proses oksidasi dan pendamaran
makin lama akan berubah menjadi gelap, untuk menghindarinya harus
disimpan dalam keadaan penuh dan tertutup rapat (Angoes, 1991). Minyak
atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang
terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) serta
6
berbagai persenyawaan kimia yangmengandung unsur Nitrogen (N) dan
Belerang (S). Beberapa minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan
antiseptik internal dan eksternal, bahan analgesik, hemolitik atau enzimatik,
sedativ, stimulan, untuk obat sakit perut, bahan pewangi kosmetik dan sabun.
d. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan
dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuan
membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Triterpen tertentu terkenal
karena rasanya, terutama kepahitannya. Pencarian saponin dalam tumbuhan
telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah
diperoleh. Saponin dan glikosida sapogenin adalah salah satu tipe glikosida
yang tersebar luas dalam tumbuhan (Harborne, 1987). Dikenal dua macam
saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida dengan struktur
steroid. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam
eter (Robinson, 1995).
e. Polifenol
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau
dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air
karena umumnya sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan
biasanya terdapat dalam vakuola sel. Beberapa ribu senyawa fenol telah
diketahui strukturnya. Flavonoid merupakan golongan terbesar, tetapi fenol
monosiklik sederhana, fenil propanoid, dan kuinon fenolik juga terdapat
dalam jumlah yang besar. Beberapa golongan bahan polimer penting dalam
tumbuhan seperti lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa polifenol
(Harborne, 1987).
f. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada
umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari
sistem siklik alkaloid sering kali beracun pada manusia dan banyak yang
7
mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas
dalam bidang pengobatan. Umumnya alkaloid tidak berwarna, bersifat optis
aktif dan sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar (Harborne, 1987).
3.3 Farmasetika
Pemanfaatan daun salam untuk mengobati asam urat bisa dengan
meminum air rebusan daun salam atau sebagai ekstrak. Namun, selain dalam
bentuk ekstrak daun salam dapat dijadikan serbuk. Kemudian serbuk tersebut
dimasukkan ke dalam kapsul. Selama ini sudah ada di pasaran kapsul obat-
obatan herbal yang kandungannya sama seperti daun salam. Namun cara
pembuatannya tidak praktis dan lebih mahal. Perlu dilakukan ekstraksi atau dan
maserasi (mengairi, melunakkan). Serta perlu menambahkan pelarut.
Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun hewan tidak
perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Tiap-tiap bahan
mentah obat disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur saja tetapi
berbagai unsur(Ansel, 1989). Oleh karena itu lebih praktis apabila kita
membuatnya menjadi ekstrak. Dalam membuat ekstrak daun salam terdapat 3
tahap antara lain :
a. Persiapan, ambil 10 lembar daun salam segar
b. Perebusan, rebus daun salam dengan 700 cc air, hingga bersisa 200 cc
c. Penyaringan
d. Minum selagi hangat.
3.4 Farmakokinetik
Zat yang terkandung didalam daun salam berguna untuk mengobati gout
karena menurunkan kadar asam urat. Pengobatan jangka panjang mengurangi
frekuensi serangan, menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan
mengurangi besarnya tofi, memobilisasi asam urat ini dapat ditingkatkan dengan
urikosurik. Ekstrak daun salam berguna untuk mengobati penyakit gout kronik
dengan insufisiensi ginjal dan tetapi dosis awal harus dikurangi. Efek daun salam
tidak dilawan oleh salisilat, tidak berkurang pada insufisiensi ginjal dan tidak
menyebabkan batu urat. Ekstrak daun salam berguna untuk mengobati gout
8
sekunder akibat penyakit polisitemia vera, metaplasia myeloid, leukemia,
limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat dan radiasi (Tjay dan Raharja,
2002). Melalui penghambatan xantin oksidase maka hipoxantin dan xantin
diekskresi lebih banyak dalam urin sehingga kadar asam urat dalam darah dan
urin menurun (Mutschler, 1991).
3.5 Farmakodinamik
Keefektifan daun salam untuk mengobati asam urat diduga didasarkan
pada kandungan flavonoidnya. Kemampuan senyawa tersebut dalam menurunkan
asam urat adalah dengan mekanisme hambatan terhadap aktivitas xantin oksidase
pada basa purin sehingga akan menurunkan produksi asam urat. Jenis flavonoid
yang berperan dalam mekanisme penghambatan enzim xantin oxidase adalah
flavon dan flavonol (Cos et.al., 1998). Flavonoid dalam tanaman mahkota
dewa dapat berbentuk aglikon 3 maupun glikosida.
Mekanismenya adalah pada awalnya bertindak sebagai substrat kemudian
sebagai inhibitor xantin oksidase. Sintesis urat dari hipoxantin dan xantin segera
menurun setelah pemberian ekstrak daun salam sehingga menyebabkan
konsentrasi hipoxantin dan xantin serum meningkat, sedangkan kadar asam urat
menurun (Stryer, 2000). Ekstrak daun salam bekerja dengan cara menghambat
enzim xantin oksidase dan mempunyai durasi kerja yang cukup panjang. Ekstrak
daun salam menormalkan kadar urat darah tetapi kadar urat dalam kemih tetap
tinggi (Tjay dan Raharja, 2002).
3.6 Dosis Penggunaan
Ekstrak daun salam pada dosis 420 mg/kg BB mampu menurunkan kadar
asam urat dalam serum darah yang hasilnya setara dengan allopurinol dosis 10
mg/kg BB. Pemberian ekstraki daun salam yaitu sebanyak 200 cc dalam
seharisebanyak dua kali dan diminum setelah daun salam direbus dan disaring saat
masih hangat
9
3.7 Indikasi dan Kontraindikasi
3.7.1 Indikasi
a. Penderita atrithis gout
b. Penderita diabetes mellitus
c. Diare
d. Gastritis
3.7.2 Kontraindikasi
a. Ibu hamil
b. Angina pectoris
c. Myocardial infarction
d. Severe aortic stenosis
3.8 Efek Samping perkuat penjelasan untuk efek samping dan kontraindikasi
Efek samping mungkin tidak dialami oleh semua individu. Efek samping
yang lebih sering dialami adalah diare, mual, muntah, dan pusing. Penggunaan
ekstrak daun salam yang terlalu banyak karena ekstrak daun salam bersifat
diuresis.
3.9 Hal-Hal yang Harus Diperhatikan
a. Jangan terlalu sering memberikan ekstrak daun salam dalam satu hari
b. Berikan sesuai dosis yang sudah terstandart
c. Hentikan pemberian ekstrak daun salam apabila timbul reaksi
hipersensitivitas, mual, muntah atau pusing
d. Jangam memberikan ekstrak daun salam pada orang yang sakit jantung
atau mengeluhkan nyeri dada
e. Jangan diberikan bersama dengan garam besi dan obat diuretik golongan
tiazida.
10
BAB 4. IMPLIKASI KEPERAWATAN tidak ada hubungannya dengan isi
makalah di atas, buat lebih spesifik
Obat merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses penyembuhan
penyakit, pemulihan kesehatan dan juga pencegahan terhadap suatu penyakit (1).
Penentuan obat untuk pasien adalah wewenang dari dokter, tetapi para perawat
dituntut untuk turut bertanggung jawab dalam pengelolaan obat tersebut. Mulai
dari memesan obat sesuai order dokter, menyimpan dan meracik obat sesuai order
hingga memberikan obat kepada pasien(2). Memastikan bahwa obat tersebut
aman bagi pasien dan mengawasi akan terjadinya efek samping dari pemberian
obat tersebut pada pasien. Karena hal tersebut maka perawat dalam menjalankan
perannya harus dibekali dengan ilmu keperawatan sesuai UU No. 23 th. 1992
pasal 32 ayat 3.
Obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat
menjadi salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai
terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung
jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral
dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon
pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau
tidak dapat minum obat. Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau
motorik, yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus
dipertimbangkan.
Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat,
bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat,
efek samping, lama kerja, dan program dokter. Dalam pemberian obat yang aman
perawat perlu memperhatikan prinsip 6 benar dalam pemberian obat (Joyce 1996).
Tindakan – tindakan dalam komponen prinsip enam tepat :
1. Tepat obat
a. Menegecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Menanyakan ada tidaknya alergi obat
c. Menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat
11
d. Mengecek obat tradisional sebelum memberikan obat
e. Mengetahui interaksi obat
f. Mengetahui efek samping obat
g. Hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri
2. Tepat dosis
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mengecek hasil hitungan dosis
c. Mencampur obat tradisional sesuai petunjuk
3. Tepat waktu
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mengecek obat masih bisa digunakan atau tidak
c. Memberikan obat dalam rentang 30 menit sebelum sampai 30 menit
setelah waktu yang diprogramkan
4. Tepat pasien
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Memanggil nama pasien yang akan diberikan obat
c. Mengecek identitas pasien yang akan diberikan obat
5. Tepat cara pemberian
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mengecek cara pemberian obat
c. Mengecek kemampuan menelan, menunggui pasien sampai meminum
obatnya
6. Tepat dokumentasi
a. Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b. Mencatat nama pasien, nama obat tradisional, dosis, cara dan waktu
pemberian obat
c. Mencantumkan nama/ inisial dan paraf
d. Mencatat keluhan pasien
e. Mencatat penolakan pasien
f. Mencatat jumlah cairan yang digunakan untuk melarutkan obat
tradisional dan cara pembuatannya
12
Adapun peran perawat dalam pengobatan yaitu :
a. Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi dengan
menerapkan prinsip 6 benar ( klien, obat, dosis, cara, waktu dan dokumentasi)
b. Mengelola penempatan, penyimpanan dan pemeliharaan dan administrasi
obat di ruangan agar selalu tersedia, siap pakai, tidak rusak, mudah ditemukan
dan tidak kadaluarsa.
c. Memberikan penyuluhan berkaitan dengan obat yang digunakan meliputi
khasiat obat, makanan yang boleh selama terapi dan cara mengatasi
kepatuhan obat, dampak ketidakpatuhan dan penghentian obat
d. Mengamati dan mencatat efek samping, efek terapi, efek toksis dari
pengalaman klinis beberapa pasien selama menggunakan obat untuk bahan
masukan dan laporan
e. Beberapa peran perawat dalam memberikan obat yaitu peran dalam
mendukung keefektifan obat, mengobservasi efek samping obat, menyiapkan
menyimpan dan administrasi obat, melakukan pendidikan kesehatan tentang
obat
13
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman
Daun salam merupakan salah satu dari beberapa flora yang banyak
ditemukan dan dapat digunakan sebagai obat asam urat.Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa ekstrak ekstrak daun salam mampu menurunkan kadar
asam urat dalam serum
Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada
pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan
memastikan bahwa obat itu benar diminum. Bila ada obat yang diberikan kepada
pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat
yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan.
5.2 Saran
a. Penggunaan obat harus sesuai dengan prinsip pemberian obat
b. Kaji indikasi dan kontraindikasi diberikannya ekstrak daun salam
c. Jangan terlalu sering memberikan ekstrak daun salam dalam satu hari
d. Berikan sesuai dosis yang sudah terstandart
14
DAFTAR PUSTAKA
Ali Zaidin.2001. Dasar – dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.
BPOM. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat tradisional Yang Baik. Jakarta: Percetakan Negara.
Brunzell JD.Hipertriglyceridemia.[Serial online]. New England Journal of Medicine 2007 Sep 6;357(10):1009-1017.
Dalimatha Setiawan. 2008. Resep Tumbuhan Obat Untuk Asam Urat. Jakarta : Penebar Swadaya.
Endah, steela. 2010. Efek Fraksi Kloroform Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium Polyanthum Wight.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada Mencit Putih (Mus Musculus) Jantan Galur Balb-C Yang Diinduksi Kalium Oksonat. http://etd.eprints.ums.ac.id/2252/1/K100040082.pdf. diakses pada tanggal 17 Februari 2012.
Gaffar Junaidi. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Fisiologi kodekteran. Jakarta : EGC.
Misnadiarly. 2007. Rematik, Asam Urat, Hiperurisemia, Arthritis Gout. Jakarta : Pustaka Obor Populer.
Kuntarti. 2005. Tingkat Penerapan Prinsip Enam Tepat dalam pemberian obat oleh Perawat. Jakarta : FKUI.
Sukandar Y, Elin. 2005. Trend an Paradigma Dunia Farmasi. [Online] http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf
Wijayakusuma Hembing. 2006. Atasi Asam Urat da Rematik ala Hembing. Jakarta : Puspa Swara.
World Health Organization. Research guidelines for evaluating the safety and efficacy of herbal medicine. Manila: World Health Organization Regional Office for the Western Pacific. 1993 : 35.
15