apakah alergi bersifat herediter
TRANSCRIPT
Apakah alergi bersifat herediter?
Ya, alergi bersifat herediter dikarenakan faktor resiko terjadinya kelainan alergi
sendiri selain karena faktor lingkungan seperti obat-obatan dapat pula berasal dari
riwayat keluarga. Material genetic ayah dan ibu yang diturunkan pada anaknya selain
sifat fisiologis, dapat pula kelainan fisiologis atau biasa disebut penyakit bawaan, dalam
hal ini adalah kelainan alergi, misalnya dari gen ayah mempunyai riwayat penyakit
alergi, tetapi dari gen ibu tidak mengandung penyakit alergi maka anaknya bisa terturun
alergi, bisa tidak alergi tergantung material genetic mana yang lebih kuat. Namun, disini
karena adanya penggabungan 2 material genetic, maka juga dikenal dengan sifat yang
muncul dan sifat yang tidak muncul (alias membawa). Bisa jadi anak tersebut tidak
muncul alerginya, tetapi dia membawa sifat alergi yang tidak muncul pada dirinya dari
ayahnya.
Secara mudahnya, misalnya :
Bila ayah memiliki gen alergi, dilambangkan dengan Aa
Dan ibu memiliki gen non alergi (normal), dilambangkan dengan aa
Maka :
Aa >< aa
Anaknya : AA ; Aa; Aa; aa (AA dan Aa artinya alergi; aa artinya tidak alergi) sehingga
kemungkinan anaknya mengalami kelainan alergi sebesar 75%, lebih besar bila
dibandingkan resiko anak tidak mengalami kelainan alergi.
Selain itu, terdapat gen yang berasal dari material genetic tersebut yang
merupakan penyebab dari kelainan elergi, misalnya pada penderita asma dan atopi
dermatitis, gen yang mengkode kerentanan terhadap asma dan atopi dermatitis berada
pada kromosom 11q12-13. Gen tersebut mengkode pembentukan reseptor subunit β IgE
(FcεRI). Gen lain yang terlibat pada asma dan dermatitis atopi terletak pada kromosom
5q31-33. Kromosom 5q31-33 paling tidak membawa empat gen yang menyebabkan
terjadinya kerentanan pada penyakit dermatitis dan asma atopi. Pertama, terdapat bagian
cluster gen berpautan kuat yang mengkode sitokin yang diperlukan untuk meningkatkan
respon TH2, yaitu gen yang diperlukan untuk melakukan class switching pada
pembentukan IgE, pertahanan hidup eosinofil, dan proliferasi sel mast. Kelompok gen
ini meliputi gen yang mengode pembentukan IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan GM-
CSF (granulocyte-macrophage colony stimulating factor). Dalam hal tertentu, variasi
genetik pada bagian promoter gen pengkode IL-4 berasosiasi dengan peningkatan IgE
pada suatu individu. Variant promoter menyebabkan peningkatan ekspresi gen reporter
pada model eksperimen dan telah dibuktikan pada system in vivo pada peningkatan level
IL-4. Gen set kedua pada kromosom 5 adalah famili TIM (pada sel T, domain
imunoglobulin dan domain mucin) yang mengode protein permukaan pada sel T. Pada
mencit protein Tim-3 secara spesifik diekspresikan pada sel TH1 dan mengurangi
respon TH1, sedangkan Tim-2 dan juga Tim-1 lebih cenderung diekspresikan TH2 dan
berfungsi mengurangi respon TH2. Mencit yang mempunyai perbedaan varian gen TIM
mempunyai perbedaan dalam hal kepekaan terhadap reaksi alergen maupun produksi IL-
4 dan IL-13 oleh sel T. Pada manusia variasi gen TIM berhubungan dengan kepekaan
respon saluran pernafasan terhadap bahan-bahan irritant. Dalam hal ini otot polos
bronkus dari individu tertentu akan mengalami kontraksi sebagaimana yang terlihat pada
asma.
Gen ketiga yang ditengarai terkait dengan kerentanan terhadap reaksi alergi
adalah gen penyandi p40. Protein p40 merupakan salah satu subunit dari dua subunit IL-
12. IL-12 mempunyai peran meningkatkan respon TH1. Variasi gen penyandi p40
terkadang dapat menurunkan produksi IL-12, kondisi tersebut terjadi pada penderita
asma yang parah. Gen keempat yang diduga menyebabkan kerentanan terhadap asma
dan dermatitis adalah gen penyandi reseptor β-adrenergic. Variasi reseptor β-adrenergic
dengan perubahan respon otot polos terhadap ligan endogen maupun ligan dari obat-
obatan.
Selain itu, para ilmuwan menduga ada gen-gen yang secara khusus hanya
berhubungan dengan masalah alergi. Sebagai contoh adalah penyakit asma. Pada
penyakit ini telah ditemukan bukti ada beberapa gen bekerja minimal pada tiga aspek
yakni, produksi IgE, respon inflmasi, dan respon terhadap perlakuan klinik tertentu.
Polimorfisme gen pada kromosom 20 yang menyandi ADAM33, suatu
metalloproteinase, yang diekspresikan oleh sel-sel otot polos dari bronkus dan juga
diekspresikan oleh fibroblas paru mempunyai kaitan erat dengan asma dan hiperreaktif
bronkus. Hal ini merupakan contoh variasi gen pada kasus inflamasi paru dan perubahan
anatomi-patologi pada saluran pernafasan, sehingga menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap asma.
Pengelompokan gen yang menimbulkan kerentanan penyakit ditemukan pada
pengkode MHC pada kromosom 6p21, dan juga pada beberapa bagian lain. Ada
sedikit tumpang tindih antara gen penyandi asma dan penyandi dermatitis atopi,
hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik yang spesifik berperan pada dua
penyakit tersebut. Terdapat pula overlap antara gen pembawa asma dan penyakit
autoimun., dan juga antara penyakit psoriasis yang derupa inflamasi kulit dan
dermatitis atopi.
Gen Polimorfisme MekanismeIL-4 Variasi promoter Variasi ekspresi IL-4IL-4Rα Variasi struktur Peningkatan signal
dalam merespon IL-
Afinitas reseptor β
IgE yang tinggi
Variasi struktur Efek yang berbeda-
beda atas ligasi
Gen MHC kelas II Variasi struktur Peningkatan
presentasi peptida
yang berasal dari Lokus TCR-α Penanda
mikrosatelit
Meningkatkan
pengenalan sel T
terhadap peptida dari ADAM33 Variasi struktur Variasi remodeling
saluran pernafasanReseptor adrenegic-
β-2
Variasi struktur Peningkatan
hiperreaktif bronkus5-Lipoxygenase Variasi promoter Variasi produksi
leukotrinFamili gen TIM Variasi promoter
dan struktur
Keseimbangan
regulasi rasio
Gambar 4. Gen yang berpotensi sebagai penyebab kerentanan terhadap
asma. Gen ini juga berpengaruh pada terapi bronkodilator dengan
menggunakan agonist β2-adrenergic. Pasien yang mempunyai kelemahan dalam
memproduksi enzim tidak dapat menunjukkan adanya respon yang membantu
penyembuhan saat treatment dengan menggunakan obat yang dapat melakukan
inhibisi terhadap produksi 5-lipoksigenase. Contoh ini merupakan contoh efek
parmakogenetik dimana varian genetik mempunyai dampak terhadap respon
pengobatan.
Kekomplekan di atas menggambarkan tantangan secara umum dalam
mengidentifikasi sifat penyakit alergi berdasarkan gen.