anosmia-case

29
BAB I STATUS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Encup Jenis Kelamin : perempuan Umur : 49 tahun Alamat : Jalaksana Pekerjaan : Buruh Agama : Islam B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 Maret 2014. KELUHAN UTAMA Tidak dapat mencium bau secara tiba-tiba sejak 1 bulan yang lalu. KELUHAN TAMBAHAN Pusing berputar, kedua telinga terasa panas. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Satu minggu sebelum OS ke RS, OS menyadari bahwa dia tidak dapat mencium bau parfum anaknya, gangguan penciuman ini dirasakan OS secara tiba-tiba. OS juga merasa pusing dan berputar di sertai telinga terasa panas. OS mengaku

Upload: icigajah

Post on 01-Feb-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Anosmia-Case

TRANSCRIPT

Page 1: Anosmia-Case

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Encup

Jenis Kelamin : perempuan

Umur : 49 tahun

Alamat : Jalaksana

Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 Maret 2014.

KELUHAN UTAMA

Tidak dapat mencium bau secara tiba-tiba sejak 1 bulan yang lalu.

KELUHAN TAMBAHAN

Pusing berputar, kedua telinga terasa panas.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Satu minggu sebelum OS ke RS, OS menyadari bahwa dia tidak dapat mencium

bau parfum anaknya, gangguan penciuman ini dirasakan OS secara tiba-tiba. OS juga

merasa pusing dan berputar di sertai telinga terasa panas. OS mengaku bahwa adanya

gangguan penghidu yang tidak dia ketahui penyebabnya. OS tidak mengalami gatal-

gatal, kesemutan, rasa haus berlebih, kencing berlebih, pendengaran berkurang,

penglihatan berkurang, dan tidak juga kesemutan atau kebas. OS tidak sedang pileg

tetapi satu bulan yang lalu OS mengalami batuk pileg dan berobat ke puskes. Batuk pileg

yang dialami OS tersebut sekarang sudah sembuh. OS menyangkal pernah terbentur,

jatuh, dan tertusuk benda tajam pada hidung. OS juga menyangkal pernah mengkorek-

korek hidung dan tidak pernah melakukan operasi pembedahan pada bagian hidung. OS

menyangkal adanya operasi pada muka. OS menyangkal memiliki penyakit kencing

manis dan hipertensi. OS menyangkal penggunaan obat apapun. OS mengatakan tidak

Page 2: Anosmia-Case

terdapat demam, menggigil, dan lemas. Nafsu makan OS baik dan tidak terdapat

penurunan berat badan.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat penyakit serupa : (-)

Riwayat Trauma hidung Sebelumnya : (-)

Batuk-pilek : (-)

Sakit tenggorokan : (-)

Riwayat Trauma : (-)

Riwayat Keganasan : (-)

Riwayat Dirawat di RS : (-)

Alergi : (-)

TBC : (-)

Asma : (-)

Hipertensi : (-)

DM : (-)

D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat keluhan serupa : (-) disangkal

Hipertensi : (-) disangkal

DM : (-) disangkal

Batuk lama : (-) disangkal

Keganasan : (-) disangkal

Alergi : (-) disangkal

E. RIWAYAT KEBIASAAN

Merokok : (-)

Makan makanan instan / berpengawet : (-)

Riwayat mengkonsumsi alkohol : (-)

Riwayat konsumsi obat-obatan : (-)

F. PEMERIKSAAN FISIK

Page 3: Anosmia-Case

a. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Tampak sehat

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

o TD : 120/70 mmHg

o Nadi : 80 x / menit

o Respirasi : 24 x / menit

o Suhu : 36,5o C

Kulit : Sawo matang, turgor kulit baik

Kepala ( Status lokalis ) : Bulat, simetris, tidak ada deformitas

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

Page 4: Anosmia-Case

b. STATUS LOKALIS

STATUS THT

1. PEMERIKSAAN TELINGA

Kanan Kiri

Normotia, Nyeri tarik (-)

Nyeri tekan tragus (-)Daun telinga

Normotia, Nyeri tarik (-)

Nyeri tekan tragus (-)

Hiperemis (-), fistula (-), oedem (-),

nyeri tekan (-), sikatriks(-) Preaurikuler

Hiperemis (-), fistula (-), oedem (-),

nyeri tekan (-), sikatriks(-)

Hiperemis(-), fistula (-), oedema (-),

nyeri tekan Mastoid(-)Retroaurikuler

Hiperemis (-), fistula (-), oedem (-),

nyeri tekan mastoid (-)

Lapang, serumen (-)

sekret (-), hiperemis (-)Liang telinga

Lapang, serumen (-),

sekret (-), hiperemis (-)

Intak, refleks cahaya (+) jam 5,

retraksi (-), bulging (-)

Membrana timpani

Intak, refleks cahaya (+) jam 7,

retraksi (-), bulging (-)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tes Penala

Rinne

Weber

Swabach

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kesan : Telinga kanan dan kiri dalam batas normal.

Page 5: Anosmia-Case

2. PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

RHINOSKOPI ANTERIOR

Bentuk Simetris

Tanda peradangan diluar Tidak ditemukan

Daerah sinus frontalis dan maksilaris Nyeri tekan -/-

Nyeri ketuk -/-

Krepitasi -/-

Vestibulum Tampak bulu hidung +/+

Hiperemis -/-, benjolan -/- , nyeri -/-

Septum nasi Tidak ada deviasi

Konka inferior kanan dan kiri Hiperemis -/-, oedem -/-,

hipertrofi konka -/-, sekret -/-

Konka media kanan dan kiri Tidak dapat dinilai

Meatus nasi medius kanan dan kiri Tidak dapat dinilai

Kesan : Dalam Batas Normal

RINOSKOPI POSTERIOR Tidak dilakukan

Koana

fossa Rusenmuler

Mukosa konka

Sekret

Muara tuba eustachius

Adenoid

Atap nasofaring

3. PEMERIKSAAN FARING

Page 6: Anosmia-Case

Arkus Faring Simetris kiri dan kanan, tidak hiperemis

Mukosa faring Tenang

Dinding faring Tidak hiperemis, permukaan tidak rata,

post nasal drip (-)

Uvula Simetris ditengah, tidak hiperemis

Tonsil palatina Besar : T1 – T1

Warna : tidak hiperemis

Kripta : melebar -/-

Detritus : -/-

Perlekatan : tidak ada

Gigi geligi Oral higiene cukup baik, tidak terdapat

caries, radang gusi (-), bau mulut (-)

Kesan : Dalam Batas Normal

4. PEMERIKSAAN LARING (Laringoskopi) : Tidak dilakukan

o Epiglotis : -

o Plika aryepiglotis : -

o Arytenoid : -

o Ventricular band : -

o Pita suara asli : -

o Rima glotidis : -

o Cincin Trakea : -

o Sinus piriformis : -

5. LEHER :

Pemeriksaan kelenjar getah bening regional : tidak teraba membesar

Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar

Kelanjar limfe servikal : tidak teraba membesar

6. MAKSILO FASIAL :

Page 7: Anosmia-Case

a. Tidak tampak deformitas

b. Paralisis nervus kranialis (-)

c. Nyeri pada : dahi (-), pipi (-), hidung (-), depan telinga (-)

G. RESUME

Dari anamnesis didapatkan :

Seorang ibu berusia 49 tahun datang dengan keluhan anosmia. Sebelum

ke RS. OS tidak dapat mencium bau parfum anaknya. Hal ini tidak pernah

dialami sebelumnya. OS juga mengeluh pusing berputar dan kedua telinga terasa

panas. OS belum pernah berobat sebelumnya. Riwayat batuk pileg satu bulan

yang lalu.

H. DIAGNOSA BANDING :

1. Anosmia et causa Rinitis vasomotor

2. Anosmia et causa kerusakan n. olfaktorius

I. DIAGNOSA KERJA :

Anosmia et causa Rinitis

J. RENCANA PENGOBATAN

1. Operatif :

Medikamentosa:

Roborantia : Neurodex 3x 500 mg

2. Non-Medikamentosa :

Edukasi tentang bahayanya tidak memiliki indra penciuman

Memberi informasi kepada teman dan keluarga supaya dapat

memberi tahu bila mencium bau busuk atau gas.

BAB II

ANOSMIA

Page 8: Anosmia-Case

A. Definisi

Pengertian tentang penghidu menunjukan adanya hubungan rasa dan kemampuan

kecap. Bersama dengan sistem trigeminus, yang berfungsi sebagai monitor terhadap zat

kimiawi yang terhirup, termasuk bahan-bahan berbahaya seperti gas alam, asap, dan bau

busuk yang sering terhirup di dikehidupan sehari-hari.

Kelainan penghidu yaitu termasuk sebagai berikut: (1) Anosmia ( kehilangan

kemampuan menghidu); (2) Hyposmia (sensitivitas penghidu yang berkurang); (3)

Dysosmia (penyimpangan kemampuan menghidu); (4) Phantosmia (persepsi adanya

suatu aroma ketika tidak ada objek); (5) Agnosia (ketidakmampuan mengklasifikasikan,

membedakan, atau mengidentifikasi suatu aroma secara verbal, meskipun kemampuan

untuk membedakan aroma yang sama yang mungkin masih normal)

Istilah Anosmia berarti hilangnya kemampuan untuk menghidu. Ini juga

termasuk berkurangnya kemampuan untuk menghidu. Ageusia, diartikan untuk

hilangnya kemampuan untuk sensasi perasa. Pasien yang sebenarnya mempunyai

anosmia bisa salah mengeluhkan sebagai Ageusia, walaupun mereka menghalangi

kemampuan untuk membedakan rasa asin, manis, asam, dan pahit (Sensasi rasa yang

dimiliki manusia).

Kelainan penghidu disebabkan oleh kondisi yang mengganggu jalannya aroma ke

neuroepitel olfactorius (transport loss), cidera pada bagian reseptor (sensory loss), atau

kerusakan sentral dari jalur olfactorius (neural loss).

B. Klasifikasi

1. Transport Olfactory Loss

Transport olfactory loss dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi berikut:

Pembengkakan membran mukosa hidung pada infeksi saluran pernapasan atas

oleh virus; rhinitis oleh karena bakteri dan sinusitis; rhinitis alergi; kelainan

kongenital dan perubahan struktur rongga hidung (deviasi septum nasi, polip, dan

neoplasma). Selain itu, kelainan sekresi mukosa, dimana cilia olfactorius

terpengaruh, dapat menyebabkan kehilangan sensitivitas menghidu.

2. Sensory Olfactory Loss

Page 9: Anosmia-Case

Sensory olfactory loss merupakan dampak dari kerusakan neuroepitel olfactorius,

yang dimana kerusakan ini disebabkan oleh: infeksi virus, neoplasma, menghirup

zat beracun, obat-obatan yang mempengaruhi pergantian sel, dan terapi radiasi

pada kepala.

3. Neural Olfactory Loss

Neural olfactory loss dapat terjadi karena : AIDS, alkoholism, alzheimer,

malnutrisi, trauma kepala (dengan atau tanpa fraktur basis cranii bagian anterior

atau area lempeng kribiformis), neoplasma fossa cranii anterior, parkinson,

psikosis Korsakoff, defisiensi vit. B12, defisiensi zinc, tindakan bedah saraf,

terpapar zat neurotoxic (ethanol, amphetamines, kokain topikal, aminoglikosida,

tetrasiklin, asap rokok), huntington’s chorea, beberapa kelainan kongenital,

seperti Kallmann Syndrome dan beberapa kelainan endokrin juga dapat

mempengaruhi pesepsi penghidu, seperti Chusing syndrome, hipotiroid, dan

diabetes mellitus.

C. Patogenesis

Pada mamalia, kemungkinan terdapat 300-1000 gen reseptor olfactorius pada 20

famili berbeda yang terdapat pada bermacam-macam kelompok kromosom. Gen reseptor

terdapat pada lebih dari 25 lokasi berbeda pada kromosom manusia. Protein reseptor

olfactory adalah protein G yang berpasangan dimana terdapat 7 alpha-helical

transmembran. Setiap neuron olfactorius mengekspresikan hanya satu, atau sedikit gen

reseptor, memberikan dasar molekular dari beranekaragam aroma. Jadi, sistem

olfactorius memiliki 3 karakter penting, yaitu: (1) Gen reseptor yang sangat beragam

membuat respon terhadap aroma yang beragam, (2) Reseptor protein secara spesifik

membedakan aroma, (3) Asosiasi aroma disimpan dengan baik di memory dalam waktu

yang lama.

D. Etiologi

Banyak pasien mengalami disfungsi olfactory disebabkan karena satu atau lebih

dari beberapa penyebab sebagai berikut: obstruksi nasal dan penyakit sinus, post infeksi

saluran napas atas, trauma tengkorak, dan kelainan kongenital. Penuaan, paparan toxin,

dan penyebab idiopatik juga berperan dalam hilangnya kemampuan menghidu.

Page 10: Anosmia-Case

1. Obstruksi nasal dan infeksi saluran napas atas

Aliran udara melewati medial dan anterior ke bagian bawah dari turbinate

medial untuk mencapai olfactory cleft. Obstruksi nasal pada area ini atau

yang diatasnya, dapat disebabkan oleh pembengkakan mukosa yang hebat,

tumor, polip nasi, atau deformitas tulang dapat menyebabkan hyposmia atau

anosmia. Pasien sering mengeluh kehilangan kemampuan menghidu selama

infeksi saluran napas atas. Umumnya, gejala ini disebabkan karena obstruksi

jalan napas yang merupakan akibat sekunder dari pembengkakan mukosa.

Kemampuan olfactorius dapat membaik atau kembali normal dengan

menghilangnya sumbatan tersebut.

2. Kerusakan Nervus Olfaktorius

Bisa disebabkan karena infeksi virus, tumor pada N.Olfaktorius itu

sendiri, tumor intrakranial yang menekan N.Olfaktorius. Pada infeksi virus

yang menyebabkan kerusakan N.Olfaktorius dapat menyebabkan anosmia

atau sensasi penghidu yang samar-samar dan tidak ada bedanya untuk semua

rangsang bau-bauan . Pada tumor N.Olfaktorius diagnosis pasti dengan

pemeriksaan histologik dan terapinya dengan pembedahan. Tumor

intrakranial yang menekan N.Olfaktorius mula-mula akan menaikkan ambang

penghidu dan mungkin akan menimbulkan kelelahan penghidu yang makin

lama makin memanjang. Osteoma atau meningioma di dasar tengkorak atau

sinus paranasal dapat menimbulkan anosmia unilateral.

3. Trauma tengkorak

Kurang lebih 5-10% pasien dewasa dengan trauma kepala mengeluh

kehilangan kemampuan menghidu sampai dalam tingkat anosmia. Derajat

kehilangan kemampuan menghidu pada umumnya dihubungkan dengan 2 hal,

yaitu: beratnya trauma dan area yang terkena trauma. Anosmia total

kemungkinan besar didapat lebih sering pada trauma occipital. Sedangkan

trauma pada frontal yang paling sering menyebabkan hilangnya kemampuan

menghidu. Kelainan pengidu ini mungkin dapat sembuh, terjadi beberapa

minggu setelah trauma. Bila setelah 3 bulan tidak membaik kemungkinan

prognosa buruk.

4. Anosmia kongenital

Page 11: Anosmia-Case

Kemungkinan, tipe anosmia congenital yang paling dikenal adalah

Kallmann Syndrome, dimana kelainan yang X-linked. Kallmann syndrome

dicirikan dengan adanya hipogonadotropik hipogonadism, dimana hasilnya

ketika neuron reseptor olfactorius dan neuron sintesis Gn-RH gagal

bermigrasi dari placode olfactorius. Gen yang bertanggung jawab (KAL)

sudah di clone.

5. Penuaan

Penuaan dan dementia yang berhubungan dengan penyakit dapat

menyebabkan hilangnya kemampuan menghidu. Sensitivitas menghidu

cenderung menurun drastis pada 6-7 decade kehidupan manusia. Berkurang

atau hilangnya daya penghidu terutama terhadap zat yang berbentuk gas.

Secara anatomi, elemen selluler yang berhubungan dengan penghidu

berkurang seiring dengan bertambahnya usia, misalnya pada volume bulbus

olfactorius (pada basis cortex bagian frontal). Penyakit Alzheimer dan

Parkinson dapat dihubungkan juga dengan disfungsi olfactorius. Pada pasien-

pasien ini, mekanisme tersering adalah kerusakan pada bulbus olfactorius

atau cortex sentral olfactorius yang menyebabkan kehilangan kemampuan

deteksi dan rekognisi olfactorius.

6. Kelainan psikologik dan psikiatrik

Merasa rendah diri karena menganggap dirinya bau badan atau bau napas.

Jika setelah diperiksa ternyata tidak ada kelainan perlu diyakinkan dan

dihilangkan gangguan psikologisnya. Kelainan psikiatrik seperti depresi,

skizofren, atau demensia senilis dapat menimbulkan halusinasi bau. Pasien

dengan depresi dan schizophrenia mungkin dapat kehilangan kemampuan

menghidu yang juga sebagai bagian dari penyakit yang dideritanya. Ketika

pasien depresi mengalami perubahan kemampuan mengecap, kemampuan

untuk identifikasi aroma biasanya normal. Apabila tidak demikian, keluhan

pada penghidu paling sering berasal dari masalah pada SSP. Ini mungkin

proses kimiawi yang sama yang menyebabkan gejala depresi mempengaruhi

hubungan neural antara sistem limbik dengan hipotalamus.

7. Toxin dan faktor lainnya

Page 12: Anosmia-Case

Kehilangan kemampuan menghidu oleh karena toxin dapat terjadi dalam

beberapa hari sampai tahunan. Paparan formalin adalah salah satu contoh

keracunan yang dapat terakumulasi dalam jangka waktu tahunan. Sebagian

besar bahan yang dapat menyebabkan kehilangan kemampuan menghidu,

baik gas atau aerosol yang masuk ke dalam hidung bersama dengan aliran

udara respirasi.

E. Gambaran Klinis

1. Tanda dan Gejala

Sangat penting mengetahui onset dan perkembangan dari gangguan

penghidu dalam membuat diagnosa berdasarkan etiologi. Anosmia unilateral

jarang menimbulkan keluhan; ini hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan

setiap rongga hidung secara tidak bersamaan. Lain halnya apabila Anosmia

bilateral, yang menimbulkan keluhan pada pasien. Pasien anosmia biasanya

mengeluh kehilangan kemampuan mengecap meskipun ambang pengecapan

mereka mungkin dalam batas yang normal. Dimana sebenarnya mereka

mengeluh kehilangan kemampuan mendeteksi rasa yang mana sebagian besar

merupakan fungsi dari penghidu.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan secara lengkap dari

telinga, saluran napas atas, kepala, dan leher. Kelainan di setiap area kepala

dan leher dapat menyebabkan disfungsi olfactory. Dengan adanya otitis

media serosa, dapat memicu terjadinya masa atau inflamasi pada nasofaring.

Pemeriksaan hidung yang teliti mencari masa di hidung, gumpalan sekret,

polip, dan inflamasi membran nasal sangat penting. Bila mungkin, rhinoskopi

anterior dan rhinoskopi posterior untuk melihat apakah ada kelainan

anatomik, yang menyebabkan sumbatan hidung, perubahan mukosa hidung,

tanda-tanda infeksi atau adanya tumor. Pemeriksaan juga dapat didukung

dengan pemeriksaan endoskopi rongga hidung dan nasofaring. Adanya

telechantus pada pemeriksaan mata mungkin dapat terjadi masa atau

inflamasi pada sinus. Masa di nasofaring yang menonjol kedalam rongga

mulut atau aliran cairan purulent pada orofaring dapat ditemukan pada

pemeriksaan mulut. Leher harus dipalpasi untuk mengetahui adanya masa

Page 13: Anosmia-Case

atau pembesaran tiroid. Pemeriksaan neurologis penting ditekankan pada

saraf cranial dan cerebellar dan fungsi sensorimotorik. Suasana hati pasien

secara umum dan tanda-tanda depresi harus dicatat.

3. Pemeriksaan laboratorium

Teknik sudah berkembang untuk biopsi neuroepitel olfactorius, tetapi

karena degenerasi neuroepitel yang tersebar luas dan adanya epitel

pernapasan pada area olfactorius orang dewasa tanpa disfungsi olfactorius

yang jelas, hasil biopsi harus diinterpretasikan dengan hati-hati.

4. Radiology

CT Scan atau MRI bagian kepala diperlukan untuk menyingkirkan

kemungkinan neoplasma pada fossa cranii anterior, sinusitis paranasal,

neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasal. Abnormalitas tulang

paling baik dilihat dengan CT Scan, sedangkan MRI sangat berguna untuk

mengevaluasi bulbus olfactorius, ventrikel, dan jaringan lunak lain pada otak.

Coronal CT sangat baik untuk memeriksa lempeng kribiform, fossa cranii

anterior, anatomi dan penyakit sinus.

5. Evaluasi sensori

Evaluasi sensori fungsi olfactorius diperlukan untuk menguatkan keluhan

pasien, evaluasi keberhasilan pengobatan, menentukan derajat kerusakan

permanen.

Step 1: Menentukan sensasi secara kualitatif

Langkah pertama dalam evaluasi sensori adalah menentukan derajat

berdasarkan sensasi yang ada secara kulitataif. Beberapa metode yang

dapat digunakan untuk evaluasi penghidu:

a. The odor six test

The odor six test menggunakan spidol yang menghasilkan aroma.

Spidol dipegang ± 3-6 inch dari hidung pasien untuk memeriksa

persepsi aroma secara kasar.

b. The twelve-inch alkohol test

Page 14: Anosmia-Case

Test lain yang berguna untuk memeriksa persepsi terhadap aroma

secara kasar. Twelve inch alkohol test menggunakan paket isopropil

alkohol yang baru dibuka dan dipegang dengan jarak 12 inch dari

hidung pasien.

c. Scratch-and-Sniff card

Sekarang sudah dijual bebas scratch and sniff card yang terdiri dari 3

aroma untuk test penghidu secara kasar.

d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT)

Test ini sangat direkomendasikan untuk mengevaluasi pasien dangan

gangguan penghidu. Test ini menggunakan 40 objek yang sudah

ditentukan yang seperti aroma yang dihasilkan scratch and sniff card.

Contohnya, pada salah satu objek tertulis, “ Aroma ini paling

kemungkinan besar aroma (a) coklat, (b) pisang, (c) bawang atau (d)

buah-buahan.” Pasien diinstruksikan untuk memilih salah satu pilihan

jawaban. Tesi ini sangat dapat dipercaya dan sensitive terhadap umur

dan gender yang berbeda-beda. Test ini menentukan secara kualitatif

defisit olfaktorius relatif dengan akurat. Orang dengan fungsi

olfactorius yang hilang total mempunyai skor 7-19 dari 40. Skor rata-

rata untuk anosmia total agak sedikit tinggi dari yang diharapkan

karena adanya aroma yang masuk dan menstimulasi trigemius.

Step 2: Menentukan ambang deteksi

Setelah menentukan derajat berdasarkan sensasi yang ada secara kulitatif,

langkah kedua evaluasi sensori adalah untuk menetapkan ambang dalam

mendeteksi aroma fenil-etil alkohol. Ambang ini ditetapkan dengan

pemberian stimulus secara bertahap. Sensitivitas tiap sisi hidung

ditentukan dengan mendeteksi ambang penghidu terhadap fenil-etil metil

etil karbinol. Resistensi hidung juga dapat diukur dengan rhinomanometry

anterior pada tiap sisi hidung.

F. Differensial Diagnosis

Page 15: Anosmia-Case

Saat ini tidak ada metode psikofisik untuk membedakan sensori dari hilangnya

kemampuan olfactorius. Beruntung, dari beberapa pengalaman yang didapat tentang

hilangnya kemampuan olfactorius memberikan petunjuk penting terhadap penyebabnya.

Penyebab tersering gangguan olfactorius adalah trauma kepala dan infeksi virus. Trauma

kepala lebih sering menyebabkan anosmia pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan

infeksi virus lebih sering menyebabkan anosmia pada orang dewasa.

1. Infeksi virus

Infeksi virus merusak neuroepitel olfactorius; dan perannya digantikan

oleh epitel pernapasan. Parainfluenza virus tipe 3 secara khusus merusak

penghidu manusia. Infeksi HIV dihubungkan dengan penyimpangan

penghidu dan pengecap secara subjektif, dimana akan bertambah berat seiring

dengan berjalanya proses penyakit. Lebih penting lagi, kehilangan

kemampuan mengecap dan menghidu berperan penting dalam perkembangan

dan progresifitas dari HIV yang sudah berat.

2. Trauma tengkorak

Trauma tengkorak diikuti oleh kelemahan kemampuan menghidu bilateral

atau unilateral sampai 15% dari kasus yang ada. Anosmia lebih sering terjadi

daripada hyposmia. Disfungsi olfactorius lebih sering berhubungan dengan

hilangnya kesadaran, trauma kepala yang lebih berat (grade II-IV), dan

fraktur tengkorak. Cidera dan fraktur pada bagian frontal yang sampai

membentuk lubang dapat merusak lempeng kribiform dan axon olfactorius.

Kadang-kadang ada rhinorrhea yang berasal dari CSF merupakan dampak

dari sobeknya duramater yang melewati lempeng kribiformis dan sinus

paranasal. Anosmia juga dapat terjadi pada trauma bagian occipital. Sekali

anosmia karena trauma berkembang, biasanya bersifat permanen, hanya

kurang dari 10% pasien pernah membaik atau pulih normal kembali. Perasaan

penghidu yang tidak wajar mungkin dapat terjadi pada fase proses

penyembuhan. Terapi dengan zinc-sulfat dapat memberikan perbaikan pada

gangguan penghidu post trauma.

3. Anosmia kongenital

Anosmia kongenital sangat jarang terjadi tetapi sangat penting. Kallmann

Syndrome, dimana kelainan yang X-linked, neuron reseptor olfactorius dan

neuron sintesis Gn-RH gagal bermigrasi dari placode olfactorius, gen (KAL)

Page 16: Anosmia-Case

sudah di clone. Kallmann syndrome dicirikan dengan adanya anosmia

kongenital, dan hipogonadotropik hipogonadism. Anosmia juga dapat terjadi

pada orang albino. Terdapat sel reseptor tetapi hipoplastik, tidak bercilia, dan

tidak berkembang diantara sel-sel pendukungnya.

4. Meningioma, adenoma, dan aneurisma

Meningioma pada bagian inferior frontal adalah penyebab neoplastic

tersering yang dapat menyebabkan anosmia; jarang anosmia yang disebabkan

karena glioma pada lobus frontalis. Kadang-kadang, adenoma hipofisis,

kraniofaringioma, meningioma suprasellar, dan aneurisma bagian anterior

dari lingkaran Willis mendesak dan merusak struktur olfactorius. Tumor-

tumor dan hamartoma tersebut dapat juga mencetuskan kejang dengan

halusinasi penghidu, yang menandakan keterlibatan uncus pada lobus

temporal.

G. Terapi

1. Transport Olfactory Loss

Terapi pasien dengan transport olfactory loss yang disebabkan karena

rhinitis alergi, rhinitis dan sinusitis karena bakteri, polip, neoplasma, dan

struktur rongga hidung yang abnormal dapat diatasi secara rasional dan

dengan kemungkinan besar dapat terjadi perbaikan. Pengobatan berikut ini

biasanya efektif dalam mengembalikan kemampuan penghidu: (1)

Management alergi; (2) Terapi antibiotik; (3) Terapi glukokortikoid topikal

dan sistemik; dan (4) Operasi polip nasi, deviasi septum nasi, dan kronik

hiperplastik sinusitis.

2. Sensorineural Olfactory Loss

Tidak ada pengobatan yang bermanfaat untuk sensorineiral olfactory loss.

Beruntung, perbaikan spontan sering terjadi. Beberapa ahli menganjurkan

pengobatan dengan pemberian zinc dan vitamin. Defisiensi Zinc yang berat

dapat menyebabkan kehilangan dan penyimpangan dalam menghidu, tetapi

tidak menimbulkan masalah kesehatan, kecuali pada daerah geografis yang

sangat terbatas. Terapi vitamin lebih dominan kepada pembentukan vitamin

A. Degenerasi epitel yang berhubungan dengan defisiensi vitamin A dapat

menyebabkan anosmia, tetapi defisiensi vitamin A bukanlah masalah

Page 17: Anosmia-Case

kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat negara barat. Paparan asap

rokok dan zat kimia beracun dalam udara dapat menyebabkan metaplasia

epitel olfactorius. Perbaikan spontan dapat terjadi bila paparan dihilangkan;

oleh karena itu, konsultasi pasien sangat membantu pada kasus ini.

3. Presbyosmia

Sebelumnya telah disebutkan, lebih dari setengah jumlah orang dengan

usia lebih dari 60 tahun menderita disfungsi olfactorius. Tidak ada terapi yang

efektif untuk presbyosmia, tetapi sangatlah penting mendiskusikannya dengan

pasien lansia. Hal ini dapat menenangkan pasien ketika dokter mengenali dan

mendiskusikan gangguan penghidu yang sering dialami. Lagipula

keuntungannya dapat mengidentifikasi masalah lebih awal; kejadian

kecelakaan yang berhubungan dengan gas alam sangatlah tidak seimbang

pada pasien lansia, mungkin karena kehilangan kemampuan menghidu yang

bertahap. Mercaptan, gas alam dengan aroma yang tajam, menstimulasi

olfactorius bukan trigeminus. Banyak pasien lansia dengan disfungsi

olfactorius mengalami penururnan kemampuan mengecap. Metode yang

paling sering dilakukan yaitu dengan menambah jumlah garam pada makanan

mereka. Konseling yang hati-hati dapat membantu pasien ini

mengembangkan strategi kesehatan untuk mengatasi masalah penurunan

kemampuan menghidu mereka.

H. Prognosis

Dampak dari disfungsi olfactorius sangat tergantung dari etiologinya. Disfungsi

olfactorius karena sumbatan oleh polip, neoplasma, pembengkakan mukosa, atau deviasi

septum dapat kembali normal. Ketika sumbatan dihilangkan, kemampuan olfactorius

akan kembali normal. Sebagian besar pasien yang kehilangan kemampuan menghidunya

karena infeksi saluran napas atas dapat sembuh total; meskipun demikian, beberapa

pasien tidak pernah sembuh setelah gejala di saluran napas atas membaik. Untuk alasan

yang kurang jelas, pasien ini sebagian besar adalah wanita pada 4,5,6 dekade

kehidupannya. Prognosa untuk sembuh secara umum kurang baik. Kemampuan

identifikasi olfactorius dan ambang mengalami kemunduran yang progresif seiring

dengan berjalannya usia. Trauma kepala pada bagian frontal paling sering menyebabkan

hilangnya kemampuan olfactorius, meskipun demikian, anosmia total 5 kali lebih banyak

Page 18: Anosmia-Case

pada cidera ocipital. Perbaikan dari fungsi olfactorius post trauma tengkorak hanya 10%

dan qualitas kemampuan olfactorius setelah perbaikan biasanya kurang baik. Paparan

toxin seperti asap rokok dapat menyebabkan metaplasia epitel olfactorius. Perbaikan

dapat terjadi dengan menghilangkan agen penyebabnya.

Terapi Alternatif

Menemukan dan mengobati faktor penyebab adalah hal yang pertama kali

dilakukan dalam pengobatan natural. Jika rinitis adalah penyebabnya, mengobati rinitis

akut dengan obat herbal yang mast cell stabilizers dan obat herbal dekongestan dapat

memberikan rasa nyaman sewaktu tubuh mulai menyembuh. Jika terdapat rinitis kronik,

ini biasanya berhubungan dengan iritans dari lingkungan atau alergi makanan.

Menghilangkan faktor penyebab merupakan langkah pertama untuk penyembuhan. Nasal

steam dengan menggunakan essential oils dapat menghilangkan sumbatan dan

menguatkan membran. Sumbatan seringkali dapat diobati dengan terapi spesifik

(meluruskan kembali dari nasal cavities). Sumbatan karena polip dapat diobati melalui

pengobatan botanikal yang disebut dengan hydrotherapy. Kerusakan dari nervus

olfaktorius tidak dapat disembuhkan. Penciuman yang kurang sensitif dapat diselesaikan

dengan mengunakan obat-obat homeopathic.

BAB III

Page 19: Anosmia-Case

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anosmia adalah ketidakmampuan penciuman/ penghidu sebagian atau total

kehilangan sensasi penciuman. Anosmia terjadi akibat obstruksi saluran kelenjar hidung

atau kerusakan syaraf. Anosmia biasanya disebabkan proses natural dari penuaan

ataupun kebanyakan karena common cold (influenza), anosmia dapat juga disebabkan

karena setelah operasi kepala atau alergi akut atau kronik. Banyak obat-obatan yang

dapat mengubah kemampuan penghidu. Sensasi penghidu menghilang karena kelainan

seperti tumor osteoma atau meningioma, sinus nasal atau operasi otak. Dapat juga

disebakan karena defisiensi zinc/ seng. Rokok tobacco adalah konsentrasi terbanyak dari

polusi yang dapat menyebabkan seorang menderita anosmia. Faktor siklus hormonal atau

gangguan dental juga dapat menyebabkan anosmia. Anosmia dapat juga terjadi karena

beberapa bagian otak yang mengalami gangguan fungsi.