anosmia paper
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Indra penghidu yang merupakan fungsi nervus olfaktorius, sangat erat
hubungannya dengan indra pengecap yang dilakukan oleh nervus trigeminus, karena
seringkali kedua sensoris ini bekerja bersama-sama. Stimulusnya juga sama-sama berupa
rangsangan kimiawi, bukan rangasangan fisika seperti pada penglihatan dan
pendengaran. Reseptor organ penghidu terdapat region olfaktorius berjalan melalui
lubang-lubang pada lamina kribrosa os etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fossa
kranii anterior.1,2,3,4,5
Partikel bau dapat mencapai reseptor penghidu bila menarik nafas dengan kuat
atau partikel tersebut larut dalam lendir yang selalu ada dipermukaan mukosa daerah
olfaktorius. Gangguan penghidu akan terjadi bila ada yang menghalangi sampainya
partikel bau ke reseptor saraf atau ada kelainan pada n.olfaktorius, mulai dari reseptor
sampai pusat olfaktorius. 1,2,3,4,5
Kelainan penghidu meliputi berbagai macam jenis penyakit yaitu hiposmia,
anosmia, parosmia dan kakosmia 1,2,3,4,5
Anosmia merupakan suatu tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal
ini berarti hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera penciuman.
Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI HIDUNG
A. ANATOMI HIDUNG BAGIAN LUAR
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar
menonjol pada garis tengah diantara pipi dan bibir atas. Struktur hidung luar dibedakan
atas tiga bagian, yaitu yang paling atas adalah sebuah kubah yang tidak dapat digerakkan,
dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan, dan yang paling
bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan.1,2,3,4
Gambar.1 Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:1
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
2
3. Puncak hidung (apeks)
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Gambar 2. Anatomi hidung luar
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan dan menyempitkan
lubang hidung.1,2,4,6
Kerangka tulang terdiri dari :1,2,4,6
1. Sepasang os nasalis (tulang hidung)
2. Prosesus frontalis os maksila
3. Prosesus nasalis os frontalis
Kerangka tulang rawan terdiri dari :1,2,4,6
1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago ala mayor)
3. Beberapa pasang kartilago ala minor
4. Tepi anterior kartilago septum nasi1,2,4,6
3
Gambar 3. Kerangka tulang dan tulang rawan pada hidung12
Gambar 4. Kerangka tulang dan tulang rawan pada hidung13
4
B. ANATOMI HIDUNG BAGIAN DALAM
Rongga hidung atau kavum nasi terbentuk terowongan dari depan ke belakang,
dipisahkan oleh septum nasi bagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior disebut nares
anterior dan bagian posterior disebut nares posterior (koana yang menghubungkan kavum
nasi dengan nasofaring). Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi
dua ruangan yang membentang dari nares sampai koma (apertura posterior). Kavum nasi
ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa
kranial media. Batas-batas kavum nasi : 1,2,3,4,5,6
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus
sfenoidale dan sebagian os fomer.
Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampIr horizontal,
bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar dari pada bagian atap.
Bagian ini dipisahkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan
(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh
kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang
terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna
Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os
etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sphenoid. Konka nasalis
suprema, superior, dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.
Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di
atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang
berhubungan dengan sinus sphenoid. Kadang-kadang konka nasalis suprema
dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini. 1,2,3,4,5,6
5
Gambar 5. Anatomi hidung dalam14
1. Vestibulum
Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae.
2. Septum nasi
Septum nasi dibentuk oleh bagian tulang dan tulang rawan. 1,3,6
Bagian tulang terdiri dari :
Lamina perpendikularis os etmoid
Vomer
Krista nasalis maksilla
Krista nasalis palatine. 1,3,6
Bagian tulang rawan terdiri dari :
Kartilago septum (lamina kuadrangularis)
Kolumela. 1,3,6
6
3. Kavum nasi
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksilla dan prosesus
horizontal os palatum.
Atap hidung
Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus
frontalis os maksilla, korpus eitmoid dan korpus sphenoid. Sebagian besar
atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen - filamen
olfaktorius yang berasal dari permukaan cranial konka superior.
Dinding lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os
maksilla, os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior lamina
perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.
Konka
Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yaitu terbesar dan
letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka
media dan konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka
suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang
melekat pada os maksilla dan labirin etmoid.
Meatus nasi
Diantara konka – konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar
hidung dan dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksilla, sinus
frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sphenoid.
Dinding medial
Dinding medial adalah septum nasi.
4. VASKULARISASI HIDUNG
7
Bagian superior rongga hidung mendapat perdarahan dari a.etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmikus berasal dari a.karotis interna. Bagian
inferior hidung mendapat perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya adalah
ujung a.palatina mayor dan a.sfenopaltina yang keluar dari foramen sfenopalatina
bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka
media.1,2,4,5,6
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis. pada
bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid
anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach
(Little’s area) yang letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis pada anak-anak dan dewasa muda.1,2,4,5,6
Gambar 6: perdarahan hidung
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalanan berdampingan
dengan arterinya. Vena-vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika superior yang berhubungan dengan sinus kavernosus.1,2,4,5,6
8
Gambar 7. Vaskularisasi hidung15
5. PERSARAFAN HIDUNG4
a. Nervus olfaktorius
Sebagai saraf sensible (sataf pembau) masuk melalui lubang-lubang di lamina
cribrosa etmoidalis.
b. Nervus trigeminus
Mempunyai cabang n.oftalmikus dengan cabang kecil n.nasalis posterior superior
dan n.nasalis anterior superior untuk mempersarafi dinding lateralis cavum nasi
superior dan concha nasalis media.
c. Nervus etmoidalis anterior
Merupakan cabang dari n.oftalmikus masuk ke dalam cavum nasi melalui lubang
frontal di lamina cribrosa ossis etmoidalis.
d. Nervus palatines anterior
Nervus ini masuk ke dalam cavum nasi melalui lubang dalam pars
perpendikularis ossis palatini.
9
2. FISIOLOGI HIDUNG1,2,3,4,5
a. Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik setinggi konka media
dankemudian turun ke bawah kea rah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk
lengkungan atau arkus.
Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang
sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian
lagi kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari
nasofaring.
b. Pengantur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara
yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur
kelembaban udara dan mengatur suhu. Mengatur kelembabab udara dilakukan oleh palut
lendir.
Pada musim panas, udara hamper jenuh dengan uap air, penguapan dari lapisan
ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Fungsi mengatur suhu
dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan
konka dan septum yang luas sehinga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan
demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebuh 370C.
c. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri
yang dilakukan oleh : Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi; Silia dan Palut lender
(mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel
yang besar akan dilekuarkan cdengan reflex bersin. Palut lender ini akan dialirkan dengan
nasofaring oleh gerakan silia. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri
disebut lysozime.
d. Indra penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius
pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
10
e. Resonasi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan bernyanyi. Sumbatan hidung
akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.
f. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana
rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran
udara.
11
g. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan
refleks bersin dan nafas berhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar
liur, lambung dan pankreas.
Definisi
Anosmia adalah tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti
hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera penciuman. Hilangnya sensasi
ini bisa parsial ataupun total.1,2,3,4,7,8,9,10
Etiologi 4,5,6,7,8,9,10
Anosmia disebabkan oleh berbagai macam penyebab antara lain yaitu :
1. Defek konduktif
a. Proses inflamasi / peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan.
b. Adanya massa / tumor dapat menyumbat rongga hidung sehinga menghalangi
aliran adorant / ke epitel olfaktorius.
c. Abnormalitas development (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat
menyebabkan obstruksi.
d. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hisposmia karena
berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung.
2. Defek sentral / sensorineural
a. Proses infeksi / inflamasi menyebabkan defek sentral gangguan pada transmisi
sinyal.
b. Penyebab congenital menyebabkan hilangnya struktur syaraf.
c. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada
fungsi pembauan.
12
d. Trauma kepala, operasi otak atau perdarahan subarachnoid dapat
menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang
halus dan mengakibatkan anosmia.
e. Toksitisitas dari obat – obatan sistemik dan inhalasi
f. Defisiensi gizi (vit A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengarui pembauan.
13
Faktor resiko1,2,3,4,7,8,9,10
Faktor resiko dari anosmia adalah:
a. Proses degenerative patologi (penyakit Parkinson, Alzheimer)
b. Proses degenaratife normal (penuaan)
c. Lingkungan
d. Perokok
e. Pencemaran bahan kimia
f. Cuaca
g. Virus bakteri pathogen
h. Usia: Dengan bertambahnya usia seseorang jumlah neuron
olfaktorius lambat laun akan berkurang sehingga mengurangi daya
penciuman
i. Jenis kelamin: Perempuan lebih beresiko menderita anosmia
karena jumlah bulu hidung relative lebih sedikit daripada pria dan
imunitas yang kurang sehingga beresiko terhadap infeksi pada
hidung.
Tanda dan gejala anosmia1,2,3,4,7,8,9,10
a. Berkurangnya kemampuan dan bahkan sampai tidak bisa mendeteksi bau.
b. Gangguan pembau yang timbul bisa bersifat total / tidak bisa mendeteksi seluruh bau.
c. Dapat bersifat parsial / hanya sejumlah bau yang dapat dideteksi.
d. Dapat juga bersifat spesifik (hanya satu / sejumlah kecil yang dapat dideteksi)
e. Kehilangan kemampuan merasa / mendeteksi rasa dalam makanan yang di makan.
f. Berkurangnya nafsu makan.
Patofisilogi anosmia2,3,4,5,6,7,8,9,10
Indra penciuman dan pengecapan tergolong ke dalam system penginderaan
kimia(chemosensation). Proses yang kompleks dari mencium dan mengecap di mulai ketika
molekul–molekul dilepaskan oleh substansi di sekitar kita yang menstimulasi sel syaraf khusus
14
dihidung, mulut atau tenggorokan. Sel–sel ini menyalurkan pesan ke otak, dimana bau dan rasa
khusus di identifikasi. Sel – sel olfaktori (saraf penciuman) di stimulasi oleh bau busuk di sekitar
kita. Contoh aroma dari mawar adonan pada roti. Sel–sel saraf ini ditemukan di sebuah tambahan
kecil dari jaringan terletak diatas hidung bagian dalam, dan mereka terhubung secara langsung ke
otak penciuman (olfaktori) terjadi karena adanya molekul–molekul yang menguap dan masuk
kesaluran hidung dan mengenal olfactory membrane. Manusia memiliki kira–kira 10.000 sel
reseptor berbentuk rambut. Bila molekul udara masuk, maka sel–sel ini mengirimkan impuls
saraf (Loncent, 1988). Pada mekanisme terdapat gangguan atau kerusakan dari sel–sel olfaktorus
menyebabkan reseptor dapat mengirimkan impuls menuju susunan saraf pusat. Ataupun terdapat
kerusakan dari sarafnya sehingga tidak dapat mendistribusikan impuls reseptor menuju efektor,
ataupun terdapat kerusakan dari saraf pusat di otak sehingga tidak dapat menterjemahkan
informasi impuls yang masuk.
Pemeriksaan diagnostik anosmia2,3,4,5,6,7,8,9,10
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior untuk ,elihat apakah ada kelainan anatomic
yang menyebabkan sumbatan hidung, perubahan mukosa hidung, tanda-tanda infeksi dan adanya
tumor.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penghidu sederhana
Pasien dicoba untuk menghidu alkohol, kopi, minyak wangi, setelah itu pasien dicoba
untuk menghidu amoniak. Amoniak akan merangasang n.Trigeminus, bukan n.olfaktorius.
15
CT scan dan MRI dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii anterior
yang tidak diduga sebelumnya, sinusitis paranasolik dan neoplasma pada rongga hidung dan
sinus paranasalis.
Pemeriksaan Laboratorium : gula darah, pemeriksaan reduksi urine dll.
Penatalaksanaan anosmia2,3,4,5,6,7,8,9,10
a. Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan sesuai penciuman
antara lain antihistamin bila diindikasi penderita alergi
b. Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman
c. Koreksi operasi yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat digunakan
dekongostan nasal.
d. Suplemen zink kadang direkomendasikan
e. Kerusakan neuro olfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk, karena tidak dapat
di obati.
f. Terapi vitamin sebagian besar dalam bentuk vitamin A
16
Prognosis5
Dampak dari disfungsi olfaktorius sangat tergantung dari etiologinya. Disfungsi
olfaktorius karena sumbatan oleh polip, neoplasma, pembengkakan mukosa atau deviasi septum
dapat kembali normal. Ketika sumbatan dihilangkan, kemampuan olfaktorius akan kembali
normal. Namun jika terjadi kerusakan pada nervus olfactorius maka pronosisnya buruk.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N et al. Anatomi dan Fisisologi Hidung. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorokkan – Kepala Leher. Ed 6. FKUI. Jakarta. Hal:
119-122
2. Soepardi EA, Iskandar N et al. Gangguan Penghidu. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung dan Tenggorokkan – Kepala Leher. Ed 6. FKUI. Jakarta. Hal: 160-161
3. Adam GE, Boies LR. Anatomi dan Fisiologi Hidung, Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
6.EGC. Jakarta.1997Hal:174-188
4. Snell S Richard, Neuroanantomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed 5. EGC,
Jakarta 2006, Hal: 370-396
5. Ballenger JJ.Olfactory Disfunction in Ballenger’s Otolaringology Head and Neck
Surgery, Ed 16, P:561-576
6. Mardjono M, Anosmia dalam Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta, 2008,
Hal:115-116.
7. Anosmia Causes, Symptoms and Treatment Available in
www.everydayhealth.com/health-center/anosmia.aspx
8. Anosmia available in www.nhs.uk/anosmia/pages/introduction.aspx
9. Anosmia Available in en.wikipedia.org/wiki/Anosmia
10. Gangguan Penciuman/Penghidu Available in thtkl.wordpress.com/2008/09/25gangguan-
penciumanpenghidu/
18