tugas paper

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam fase (tahap) perkembangan yang terakhir perhatian para antropolog hukum tidak saja pada proses penyelesaian sengketa semata-mata, masalah hukum atau pluralisme hukum di luar penyelesaian sengketa mulai mendapatkan perhatian. Salah satu tema masalah di luar sengketa adalah masalah kesejahteraan sosial yang menyita banyak waktu para antropolog. Hal ini berhubungan dengan banyaknya tatanan nilai atau norma yang berlaku di masyarakat tertentu yang mempengaruhi kesejahteraan sosial masyarakat. Pada mulanya, para antropolog memulai kajiannya dengan upaya untuk menjawab pertanyaan; Apakah masyarakat di luar Eropa-Amerika mengenal kesejahteraan sosial seperti yang sudah dikenal di negara-negara tersebut ? Pertanyaan itu muncul karena adanya pemahaman bahwa tolok ukur kesejahteraan sosial di setiap negara atau wilayah kerap berbeda dengan negara lain. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan antropologi, kajian mengenai masalah kesejahteraan sosial makin beragam, dengan mengkaji masalah kesejahteraan dalam masyarakat negara berkembang maupun masyarakat industri. 1

Upload: destu-argianto

Post on 23-Jan-2017

458 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas paper

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam fase (tahap) perkembangan yang terakhir perhatian para

antropolog hukum tidak saja pada proses penyelesaian sengketa semata-mata,

masalah hukum atau pluralisme hukum di luar penyelesaian sengketa mulai

mendapatkan perhatian. Salah satu tema masalah di luar sengketa adalah

masalah kesejahteraan sosial yang menyita banyak waktu para antropolog. Hal

ini berhubungan dengan banyaknya tatanan nilai atau norma yang berlaku di

masyarakat tertentu yang mempengaruhi kesejahteraan sosial masyarakat.

Pada mulanya, para antropolog memulai kajiannya dengan upaya untuk

menjawab pertanyaan; Apakah masyarakat di luar Eropa-Amerika mengenal

kesejahteraan sosial seperti yang sudah dikenal di negara-negara tersebut?

Pertanyaan itu muncul karena adanya pemahaman bahwa tolok ukur

kesejahteraan sosial di setiap negara atau wilayah kerap berbeda dengan negara

lain.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan antropologi, kajian mengenai

masalah kesejahteraan sosial makin beragam, dengan mengkaji masalah

kesejahteraan dalam masyarakat negara berkembang maupun masyarakat

industri.

Dalam masalah kesejahteraan sosial, para antropolog biasanya

mengungkapkan hubungan-hubungan yang terjadi dalam kerangka pembedaan

(dikotomi) dengan landasan pranata umum atau biasa (konvensional), misalnya

antara kesejahteraan sosial di sektor umum dan perorangan, formal dan informal,

modern dan tradisional.

Pendekatan antropologi hukum dapat menjelaskan masalah-masalah

hukum yang muncul dalam masalah penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Permasalahan yang dimaksud adalah permasalahan karena adanaya berbagai

pranata hukum yang mendasari berbagai mekanisme (cara kerja)

1

Page 2: Tugas paper

penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bersifat kontekstual dan

bagaimanakah pranata itu bekerja dalam realita.

Apa relevansi mengkaji masalah kesejahteraan sosial dengan pendekatan

antropologi hukum?

Dalam rangka menggali pranata-pranata yang dihayati sebagai hukum

oleh individu, kelompok atau masyarakat, maka sebagai upaya untuk

mengungkapkan kasus-kasus sengketa maupun non-sengketa, dapat diberikan

penjelasan mengenai apa yang disebut sebagai hukum yang hidup itu? Pada

tahap selanjutnya dapat ditelusuri bagaimanakah pranata hukum bekerja dalam

praktiknya. Kemudian melalui kasus-kasus yang diperoleh di lapangan dapat

dijembatani/dihubungkan jurang antara pranata hukum yang ideal dengan

keadaan yang nyata terjadi. Hal ini dilakukan dengan cara mengkaji berbagai

aspek di luar hukum (sosial, ekonomi, politik) yang mempengaruhi hukum

secara terintegrasi (berpadu; bergabung supaya menjadi kesatuan yang utuh ).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah Kesejahteraan Sosial dan Pluralisme Hukum?

2. Bagaimanakah relevansi pengkajian masalah kesejahteraan sosial dalam

hukum?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan Kesejahteraan Sosial dan Pluralisme Hukum

2. Mendeskripsikan relevansi pengkajian masalah kesejahteraan sosial dalam

hukum

1.4. Manfaat Penulisan

1. Bagi pemerintah, agar lebih peka dalam mengurus masalah kesejahteraan

sosial terutama agar memperhatikan masalah pluralisme hukum sehingga

tercapai kesejahteraan sosial yang diinginkan.

2. Bagi masyarakat, agar semakin menyadari tugasnya sebagai warga negara

dalam mengontrol segala bentuk kebijakan yang dilakukan pemerintah.

2

Page 3: Tugas paper

3. Bagi penulis, agar mampu menerapkan teori-teori yang telah diperoleh dalam

menganalisis masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat

dan sebagai salah satu persyaratan memenuhi tuntutan kuliah.

1.4. Metode Penulisan

Dalam menyusun karya tulis ini penulis menggunakan metode penelitian

kepustakaan yang dilaksanakan di perpustakaan Universitas Nasional dan

penelusuran di internet.

1.5. Sistematika Penulisan

BAB I : berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : berisi hakikat kesejahteraan sosial dan plularisme hukum

BAB III : berisi relevansi pengkajian masalah kesejahteraan sosial dalam

hukum

BAB IV : berisi penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

3

Page 4: Tugas paper

BAB II

HAKIKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PLURALISME HUKUM

2.1. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Sampai saat ini belum ada batasan kesejahteraan sosial yang dapat diterima

secara umum. Para cendekiawan ilmu kesejahteraan sosial atau praktisi

pekerjaan sosial merumuskan batasannya sendiri-sendiri sehingga terdapatlah

beraneka ragam definisi (Mohammad Suud; 4). Pengertian dari kesejahteraan

sosial tidaklah mutlak karena bersifat pluralistik dan kontekstual, karena harus

ditempatkan dalam konteks politik, ekonomi, dan sosiokultural setiap

masyarakat pada waktu tertentu.

2.1.1. Menurut para ahli

2.1.1.1.Menurut F. Benda Beckmann:

Pada tingkat pertama, kesejahteraan sosial menunjukkan keragaman nilai,

ideal-ideal, ideologi-ideologi, dan tujuan-tujuan kebijakan. Pada tingkat ini

tidak ada satu masyarakat pun yang memiliki gagasan yang sama tentang

kesejahteraan sosial.

Pada tingkat kedua, kesejahteraan sosial mengacu pada lembaga

penyelenggara. Pada sebagian masyarakat terdapat lembaga-lembaga khusus

yang didirikan untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Pada sebagian

masyarakat lain, lembaga semacam itu tidak ada.

Pada tingkat terakhir, yaitu tingkat pelaksanaan, kegiatan kesejahteraan

sosial yang diupayakan oleh individu atau kelompok dapat mewarnai

banyak proses yang beragam.

2.1.1.2.Menurut Suparlan

Kesejahteraan sosial, keadaan sejahtera pada umumnya, yang meliputi

keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial dan bukan hanya perbaikan dan

pemberantasan keburukan sosial tertentu saja; jadi merupakan suatu keadaan

dan kegiatan (Muh. Suud; 5)

4

Page 5: Tugas paper

2.1.1.3.Menurut Segal dan Brzuzy (1998:8)

Kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat.

Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan,

dan kualitas hidup rakyat (Muh. Suud: 5).

2.1.1.4.Menurut Midgley (1995:14)

Midgley menjelaskan bahwa suatu keadaaan sejahtera secara sosial

tersusun dari tiga unsur berikut. Pertama, setinggi apa masalah-masalah

sosial dikendalikan. Kedua, seluas apa kebutuhan-kebutuhan dipenuhi.

Ketiga, setinggi apa kesempatan-kesempatan untuk maju tersedia. Tiga

unsur ini berlaku bagi individu-individu, keluarga-keluarga, komunitas-

komunitas dan bahkan seluruh masyarakat (Muh. Suud: 5).

2.1.1.5.Menurut Walter A. Friedlander

Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-

pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu

individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang

memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka

mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan

kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan

masyarakat.” (Drs. Syarif Muhidin, Msc; 1961).

2.1.1.6.Menurut Dwi Heru Sukoco

Kesejahteraan sosial mencakup semua bentuk intervensi sosial yang

secara pokok dan langsung untuk meningkatkan keadaan yang baik antara

individu dan masyarakat secara keseluruan. Kesejahteraan sosial mencakup

semua tindakan dan proses secara langsung yang mencakup tindakan dan

pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia dan

peningkatan kualitas hidup.” (Max Siporin; 1995).

2.1.2. Batasan PBB

Kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dengan

tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan

lingkungan sosial mereka. tujuan ini dipakai secara saksama melalui teknik-

teknik dan metode-metode dengan maksud agar memungkinkan individu-

5

Page 6: Tugas paper

individu, kelompok-kelompok maupun komunitas-komunitas memenuhi

keutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka

terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama

untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial (Muh. Suud: 6-7).

2.1.3. Menurut Undang-Undang No. 6/1979 pasal 2.1.

Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial

material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan

dan ketenteraman lahir dan bathin, yang memungkinkan setiap warga

negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan

jasmaniah-rohaniah dan sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta

masyarakat, dengan menjunjung tinggi hak-hak, azas serta kewajiban

manusia sesuai dengan Pancasila. (Moh. Suud, 4-5)

Setelah membaca beberapa definisi tentang kesejahteraan sosial di atas di

atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan  sosial adalah suatu tindakan

yang mengarah kepada kondisi sosial masyarakat yang menjamin kehidupan

masyarakat dalam lingkungan untuk hidup dengan rasa nyaman, aman, dan

tentram untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. 

2.2. Pengertian Pluralisme Hukum

2.2.1. Menurut Griffith

Pluralisme hukum merupakan adanya lebih dari satu tatanan hukum

dalam suatu arena sosial (By ‘legal pluralism’ i mean the presence in a

social field of more than one legal order), (1986:1). Menurutnya, istilah

pluralisme hukum muncul sebagai tanggapan terhadap adanya paham

sentralisme hukum, yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa hukum

seharusnya merupakan hukum negara yang berlaku seragam untuk semua

orang, berdiri sendiri dan terpisah dari semua hukum yang lain dan

dijalankan oleh seperangkat lembaga-lembaga negara”...law is and should

be the law of the state, uniform for all persons, excluzive of all other law,

and administered by a single set of state institutions” (1986:1).

6

Page 7: Tugas paper

Konsep pluralisme hukum yang dikemukakan Griffiths di atas pada

dasarnya dimaksudkan untuk menonjolkan keberadaan dan interaksi sistem-

sistem hukum dalam suatu masyarakat, antara hukum negara (state law)

dengan sistem hukum rakyat (folk law) dan sistem hukum agama (religious

law) dalam suatu kelompok masyarakat.

Dalam kaitan ini, Tamanaha (1992:25-6) memberi komentar kritis

terhadap konsep pluralisme dari Griffiths yang cenderung terfokus pada

penekanan dikotomi keberadaan hukum negara dengan sistem-sistem

hukum yang lain, seperti berikut :

1. Konsep pluralisme hukum dari Griffiths pada dasarnya dibedakan menjadi

dua macam, yaitu pluralisme yang kuat (strong legal pluralism) dan

pluralisme yang lemah (weak legal pluralism). Pluralisme yang lemah

merupakan bentuk lain dari sentralisme hukum (legal centralism), karena

walaupun dalam kenyataannya hukum negara (state law) mengakui adanya

sistem-sistem hukum yang lain, tetapi hukum negara tetap dipandang

sebagai superior, dan sementara itu sistem-sistem hukum yang lain bersifat

inferior dalam hierarki sistem hukum negara.

Contoh yang memperlihatkan pluralisme hukum yang lemah (weak legal

pluralism) adalah konsep pluralisme hukum dalam konteks interaksi sistem

hukum pemerintah kolonial dengan sistem hukum rakyat (folk law) dan

hukum agama (religious law) yang berlangsung di negara-negara jajahan

seperti dideskripsikan oleh Hooker (1975).

2. Sedangkan, pluralisme hukum yang kuat mengacu pada fakta adanya

kemajemukan tatanan hukum dalam semua kelompok masyarakat yang

dipandang sama kedudukannya, sehingga tidak terdapat hierarki yang

menunjukkan sistem hukum yang satu lebih dominan dari sistem hukum

yang lain. Untuk ini, teori Living Law dari Eugene Ehrlich yang menyatakan

dalam setiap masyarakat terdapat aturan-aturan hukum yang hidup (living

law) dari tatanan normatif (Sinha, 1993:227; Cotterrell, 1995:306), yang

biasanya dikontraskan atau dipertentangkan dengan sistem hukum negara

7

Page 8: Tugas paper

termasuk dalam kategori pluralisme hukum yang kuat (strong legal

pluralism).

3. Selain itu, yang dimasukkan kategori pluralisme hukum yang kuat adalah

teori Semi-Autonomous Social Field yang diintroduksi Moore (1978)

mengenai kapasitas kelompok-kelompok sosial (social field) dalam

menciptakan mekanisme-mekanisme pengaturan sendiri (self-regulation)

dengan disertai kekuatan-kekuatan pemaksa pentaatannya. Karena itu,

Griffiths kemudian mengadopsi pengertian pluralisme hukum dari Moore

(1978) :

2.2.2. Menurut Hooker

Pluralisme hukum merupakan situasi dimana dua atau lebih hukum

saling berinteraksi. The term ‘legal pluralism’ refers to the situation in

which two or more laws interact (1975:3). Pendapatnya berangkat dari

peristiwa dimana negara-negara jajahan mulai memerdekakan diri dan

terjadi saling mempengaruhi antara hukum Eropa dengan hukum pribumi di

negara-negara jajahan. Menurutnya, situasi pluralisme hukum adalah suatu

pertemuan antara dua atau lebih kebudayaan (hukum) yang mengakibatkan

konflik mengenai prinsip-prinsip menjadi hal yang sangat biasa.

2.2.3. Menurut F. Benda-Beckmann

Menurutnya, jika keanekaragaman sistem hukum merupakan situasi yang

umum maka hal yang menarik bukanlah terletak pada dapat ditunjukkannya

keanekaragaman peraturan hukum, tetapi yang lebih penting adalah apakah

yang terkandung dalam keanekaragaman hukum itu, bagaimanakah sistem-

sistem hukum itu saling berinteraksi satu sama lain, macam manakah

keberadaan sistem-sistem hukum itu secara bersamaan dalam suatu

lapangan pengkajian tertentu (1990:2).

8

Page 9: Tugas paper

BAB III

RELEVANSI PENGKAJIAN MASALAH KESEJAHTERAAN

SOSIAL DALAM HUKUM

Formulasi kesejahteraan sosial terletak dalam bentuk pranata hukum, termuat

dalam berbagai perundang-undangan, peraturan, hukum kebiasaan, nilai, norma dan

kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam arena sosial tempat orang mengadakan

interaksi. Dengan demikian relevansi mengkaji masalah kesejahteraan sosial dalam

pengkajian hukum adalah terletak pada tingkat abstraksi pertama yang diungkapkan

oleh Benda Beckmann, dimana istilah kesejahteraan sosial dapat mengacu pada

keragaman nilai-nilai, ideal-ideal, ideologi-ideologi dan dalam bentuknya yang

konkret ialah: tujuan-tujuan kebijakan.

Pengkajian kesejahteraan sosial pada tingkat abstraksi yang pertama ini

menghubungan antara nilai, cita-cita dan ideologi yang dianut suatu masyarakat

dengan program kesejahteraan yang ada. Dalam hal ini, manusia sebagai penganut

ideologi tersebut dipengaruhi oleh hukum yang berlaku di lingkungannya.

Kesejahteraan sosial di negara indonesia pada umumnya diselenggarakan oleh

negara, misalnya jaminan sosial, program kesejahteraan dalam bidang kesehatan,

pendidikan, dan digalakkannya koperasi. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial oleh

pemerintah seirngkali tidak tepat sasaran.

Selain itu, terdapat kesejahteraan sosial yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Kesejahteraan sosial yang terakhir itulah yang dalam kenyataannya justru lebih

banyak memberikan perlindungan sosial kepada orang banyak. Hal itu tidak

disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan upaya pemerintah, tetapi juga disebabkan

oleh tersedianya peluang-peluang yang sudah hidup dan berkembang dalam arena-

arena sosial.

Kesejahteraan sosial yang terdapat dalam masyarakat itu tersedianya dalam

hubungan-hubungan sosial: kelompok kekerabatan, persahabatan, pertetanggaan,

dan patronage dan brokerage. Hubungan-hubungan sosial yang melahirkan

9

Page 10: Tugas paper

kesejahteraan sosial itu ditandai oleh hak dan kewajiban diantara orang-orang yang

terikat di dalam hubungan-hubungan tersebut.

Dalam buku berjudul 3 orientasi kesejahteraan sosial dijelaskan bahwa ada

beberapa pandangan mengenai kebijakan kesejahteraan sosial. Salah satunya adalah

perspektif institusional, yang menjelaskan fungsi institusi sosial dalam mencapai

kesejahteraan sosial. Ada tujuh institusi sosial dasar dimana aktivitas-aktivitas

pokok kehidupan masyarkat berlangsung, yaitu; kekeluargaan, agama, tempat kerja,

pasar, tolong-menolong, dan pemerintah. (Moh.suud: 97).

Kesejahteraan sosial dengan dasar hubungan kekerabatan merupakan bagian

yang terbesar yang hidup di masyarakat. Pranata yang mendasarinya terdapat dalam

agama atau adat, atau perpaduan di antara keduanya. Dengan demikian hukum atau

kebiasaan yang dianut oleh suatu masyarakat lebih banyak dan lebih mudah

membantu mereka dalam meningkatkan kesejahteraan sosial.

Misalnya, Zakat yang dikenal sebagai salah satu rukun dalam agama Islam

dapat dipandang sebagai salah satu sistem kesejahteraan sosial. Zakat diberikan

kepada mereka yang digolongkan sebagai orang miskin dan membutuhkan. Mereka

yang dipertimbangkan menerima zakat pertama-tama adalah mereka yang memiliki

hubungan sosial (kerabat, tetangga) dengan si pemberi zakat. Institusi sosial agama

mempunyai fungsi kesejahteraan sosial yaitu melalui pelayanan-pelayanan sosial

(Suud: 98)

Kesejahteraan sosial juga terbentuk dalam hubungan patronage dan brokerage.

Ilustrasi berikut menggambarkan hubungan patronage dan brokerage tersebut.

Seorang hakim yang tinggal di Kota Ambon, datang ke desa asalanya, Hila,

pada akhir minggu saja. Bersama istrinya ia membangun usaha pembuatan es

mambo bersama kerabatnya yang terdiri dari wanita dan anak-anak miskin.

Kerabat-kerabatnya ini merupakan tenaga kerja yang tidak bayar. Namun, bagi

para kerabatnya itu, usaha tersebut mendatangkan penghasilan, kebutuhan-

kebutuhannya dibayar oleh sang hakim dan istrinya, dan mereka mendapatkan

akses kepada hubungan-hubunga (koneksi) dengan lembaga-lembaga pemerintah

dan swasta. Sebaliknya, apa yang dilakukan sang hakim berserta istrinya itu adalah

merupakan investasi dalam pengertian ekonomi tetapi juga membangun hubungan

10

Page 11: Tugas paper

sosial dengan kerabat-kerabatnya. Hal yang menarik dalam hal ini adalah pada

gilirannya sang hakim adalah juga merupakan calon penerima kesejahteraan

sosial di kemudian hari, karena apa yang dilakukannya itu adalah membangun

hubungan sosial dengan kerabat yang diharapkan akan menolongnya kembali bila

ia sudah tua dan pensiun, dan pulang ke kampung halaman. (1991:18-19).

Ilustrasi di atas mau menjelaskan bahwa usaha untuk mencapai kesjahteraan

sosial dalam arti yang sederdana di masyarakat desa tidak selalu dilakukan oleh

pemerintah pusat atau daerah. Sistem pranata atau hukum kebiasaan, hubungan

kekerabatan dan sistem kekeluargaaan lebih mudah dalam mencapai kesejahteraan

sosial. Sistem-sistem yang berlaku dalam masyarakat dipandang sebagai bentuk dari

pluralisme hukum. Pluralisme hukum ada dan berkembang karena setiap masyarakat

mempunyai hukum dan sistemnya sendiri-sendiri dalam mengatur kehidupan

bersama.

Meskipun masing-masing lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial memiliki

komunitas atau golongan-golongan sosial tertentu yang dilindunginya, namun dalam

praktiknya hampir tidak ditemukan seorang individu, kelompok, atau masyarakat

yang hanya terlindung dalam satu macam sistem kesejahteraan sosial saja. Setiap

orang dapat terjaring dalam berbagai macam mekanisme kesejahteraan sosial pada

waktu yang sama.

Kesejahteraan sosial bersifat kontekstual dan pluralistik. Oleh karena itu, di

samping terdapat pluralisme hukum, terdapat pula pluralisme kesejahteraan sosial.

Seseorang yang dianggap kategori “orang miskin” dan “orang yang membutuhkan”

yang perlu mendapat perlindungan kesejahteraan sosial akan berbeda menurut

sistem-sistem hukum negara, agama, adat, atau kebiasaan setempat yang lain.

Hal ini nampak dalam penelitian F dan K Von Benda Beckmann di Hila.

Seorang pegawai negeri yang sakit adalah “orang yang membutuhkan” perlindungan

kesejahteraan sosial menurut hukum negara, namun belum tentu masuk dalam

kategori “orang yang membutuhkan menurut adat, atau orang yang berhak

menerima zakat menurut agama”. Sebaliknya seorang guru yang tidak menikah,

tidak memiliki hubungan-hubungan sosial di desa yang asing tempat dia datang dan

menetap, tidaklah dianggap sebagai “orang yang membutuhkan” menurut sistem

11

Page 12: Tugas paper

hukum negara, tetapi termasuk kategori orang “yang membutuhkan” menurut adat

(1991:22).

Namun, untuk kepentingan analitik, membuat pemisahan antara kesejahteraan

sosial yang dibuat negara, agama, ikatan-ikatan adat tradisional atau lokal, dan

ikatan-ikatan lain dapat mengakibatkan salah pengertian. Dan dalam praktiknya

sering terjadi saling interaksi dan pengaruh antara pranata-pranata hukum negara,

adat, agama, dan kebiasaan-kebiasaan setempat.

12

Page 13: Tugas paper

BAB IV

PENUTUP

Setelah mengkaji dan membahas masalah kesejahteraan dalam sudut pandang

pliralisme hukum, pada bab ini penulis akan menyimpulkan berbagai hal yang telah

dibahas sebelumnya. Selain itu penulis mencoba memberikan jalan keluar dan saran

kepada pihak-pihak tertentu.

4.1. Kesimpulan

Kesejahteraan sosial berhubungan dengan masalah pangan, papan,

penanggungan terhadap orang yang tidak bisa bekerja lagi karena sakit; usia lanjut dan

kematian; pemeliharaan terhadap anak adan orang lanjut usia; penanggungan terhadap

anak dan istri apabila suami mereka sakit, menganggur, meninggal dan sebagainya

(Ihromi, 2001;237).

Masalah kesejahteraan sosial yang merupakan masalah non-sengketa dapat

diteliti dengan pendekatan pluralisme hukum. Pluralisme hukum merupakan bahan

kajian antroplogi hukum, karena pluralisme muncul disebabkan masyarakat memiliki

sistem pranta, hukum, atau nilai yang berbeda-beda yang dianutnya. Tidak cukup bila

hanya dapat ditunjukkan beberapa sistem hukum dalam suatu arena sosial atau lapangan

pengkajian, tetapi juga bagaimana sistem-sistem hukum yang majemuk itu

mempengaruhi perilaku orang, mempengaruhi pilihan orang mengenai pranata hukum

mana yang akan dipilihnya.

Tentu saja pilihan atas dasar kemungkinan mendapatkan akses kepada

sumberdaya sangatlah memainkan peranan penting. Maka dapat dilihat bagaimana

hukum bekerja dalam realita, dan bagaimana sistem-sistem hukum yang berbeda itu

saling mempengaruhi dan berinteraksi. Pengaruh dan interaksi antara sistem-sistem

hukum yang beraneka ragam itu berpengaruh langsung dengan usaha mencapai

kesejahteraan sosial.

Dalam realitanya hukum yang sudah lama berlaku dan telah dihidupi oleh

masyarakat seringkali lebih banyak membantu mereka untuk mencapai tujuan-tujuan

13

Page 14: Tugas paper

bersama, termasuk usaha untuk mencapai kesejahteraan sosial. Oleh karena itu usaha

untuk membangun masyarakat harus dilakukan dengan memperhatikan hukum yang

hidup dan berlaku serta menjadi panduan kehidupan mereka.

Peran institusi-institusi sosial juga sangat besar dalam usaha meningkatkan

kesejahteraan sosial. Cara kerja institusi itu lebih mudah diterima dan lebih cepat dalam

mencapai tujuan yang ingin dicapai masyarakat. Kenyataan itu menunjukkan bahwa

dalam kehidupan masyarakat pranata-pranata yang mereka anut dan hukum yang hidup

di dalamnya mempunyai peran yang lebih baik dibandingkan dengan kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah.

4.2. Usul dan Saran

4.2.1. Bagi Masyarakat

Masyarakat hendaknya tetap mempertahankan kebiasaan untuk meningkatkan

kesejahteraan hidup, misalnya dengan usaha koperasi

Masyarakat diharapkan mau bekerja sama dengan pemerintah salam usaha

meningkatkan kesejahteraan.

Kebiasaan masyarakat yakni sikap saling membantu hendaknya tetap dijaga

dalam usaha mewujudkan kehidupan yang lebih baik

4.2.2. Bagi Pemerintah

Kebijakan pemerintah untuk mencapai masyarakat yang sejahtera diharapkan

sesuai dengan hukum atau pranata yang berlaku agar lebih mudah dilaksanakan

Pemerintah hendaknya mempelajari dan memahami hukum yang berlaku di

masyarakat sehingga tidak salah dalam membuat kebijakan.

Pemerintah hendaknya memberikan dukungan terhadap inisiatif masyarakat

dalam usaha mencapai kesejahteraan.

4.2.3. Bagi Institusi-Institusi sosial

Agar tetap membantu masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan sosial,

dengan usaha yang sesuai dengan budaya masyarakat.

14

Page 15: Tugas paper

Agar membantu pemerintah dengan mengusulkan cara-cara yang tepat dalam

mencapai kesejahteraan sosial.

Institusi sosial hendaknya mendorong masyarakat dalam usaha meningkatkan

taraf hidup sosial, misalnya dengan membuka usaha yang mengurangi

pengangguran dalam masyarakat.

4.2.4. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa hendaknya peka terhadap permasalah sosial yang ada di sekitarnya

dan berinisiaif untuk menganalisis permasalahan itu

Mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang diterimanya

di sekolah dalam sebuah karya ilmiah yang berguna untuk menambah

wawasannya dan wawasan bagi massyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

Ihromi, T.O. 2001. Antropologi hukum; sebuah bunga rampai. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Suud, Mohammad. 2009. 3 orientasi kesejahteraan sosial. Jakarta: Rajawali Pers

WWW. Artikata.Com

15