tugas paper disosiatif

38
Tugas Paper GANGGUAN KEPRIBADIAN DISOSOIATIF Oleh: Rahma Audry Fitriany O80111156 BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Upload: sandro-pantouw

Post on 11-Nov-2015

83 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Tugas PaperGANGGUAN KEPRIBADIAN DISOSOIATIFOleh:Rahma Audry FitrianyO80111156

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2015DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... i

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 3

A. Defenisi ................................................................................4

B. Epidemiologi.....................................................................................................................6

C. Etiologi....................................................................................................................6

D. Gambaran Klinis.....................................................................................................7

E. Diagnosis.........................................................................................................................10

F. Diagnosis Banding...........................................................................13

G. Terapi......................................................................................................................15

H. Prognosis.................................................................................................................21BAB III. PENUTUP.... 22A. Kesimpulan.22KEPUSTAKAAN.................................................................................................................23BAB I

PENDAHULUAN

Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of self) yang utuh sebagaimana manusia dengan kepribadian dasar. Disfungsi utama pada gangguan disosiatif adalah kehilangan keutuhan keadaan kesadaran tersebut. Orang merasa tidak memiliki identitas atau mengalami kebingungan terhadap identitasnya sendiri atau memiliki identitas berganda.1Disosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma. Pertahanan disosiatif memiliki fungsi ganda untuk menolong korban melepaskan dirinya sendiri dari trauma pada saat hal tersebut terjadi sambil juga menunda menyelesaikannya yang menempatkan trauma dalam pandangan dengan sisa kehidupan mereka.1 Gangguan disosiatif itu artinya sebuah kelompok gangguan yang ditandai oleh suatu kekacauan atau disosiasi dari fungsi identitas, ingatan, atau kesadaran. Gangguan disosiatif merupakan suatu mekanisme pertahanan alam bawah sadar yang membantu seseorang melindungi aspek emosional dirinya dari mengenali dampak utuh beberapa peristiwa traumatik atau peristiwa yang menakutkan dengan membiarkan pikirannya melupakan atau menjauhkan dirinya dari situasi atau memori yang menyakitkan. Disosiasi dapat terjadi baik selama maupun setelah suatu peristiwa. Seperti pada mekanisme koping atau mekanisme perlindungan lainnya, disosiasi menjadi lebih mudah jika dilakukan berulang-ulang.Gangguan identitas disosiatif biasanya disebut sebagai kepribadian ganda.2Gangguan disosiatif memiliki gambaran esensial berupa gangguan pada fungsi yang biasanya terintegrasi mencakup kesadaran, memori, identitas, atau persepsi lingkungan. Hal ini sering menghambat kemampuan individu untuk melakukan fungsi dalam kehidupan sehari-hari , mengganggu hubungan, dan menghambat kemampuan individu untuk melakukan koping terhadap realitas peristiwa yang traumatik. Identitas gangguan ini sangat bervariasi pada individu yang berbeda dan dapat muncul tiba-tiba atau bertahap, bersifat sementara atau kronis.2Gejala utama disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal di bawah kendali kesadaran antara :

Ingatan masa lalu

Kesadaran identitas dan pengindraan segera (awareness of identity and immediate sensation) dan,

Kontrol terhadap gerakan tubuhGangguan identitas disosiatif adalah nama DSM IV untuk apa yang umumnya dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda. Gangguan identitas disosiatif adalah suatu gangguan disosiatif kronis, dan penyebabnya hampir selalu melibatkan suatu peristiwa traumatic, biasanya penyiksaan fisik atau seksual pada masa anak-anak. Konsep kepribadian mengesankan suatu integrasi cara seseorang berpikir , berperasaan dan berkelakuan dan pengungkapan diri sendiri sebagai suatu kesatuan. Orang dengan gangguan identitas disosiatif memiliki dua atau lebih kepribadian yang terpisah, masing- masingnya menentukan perilaku dan sikapnya setiap periode jika berada dalam kepribadian yang dominan. Gangguan identitas disosiatif biasa dianggap gangguan disosiatif yang paling serius, walaupun beberapa klinisi yang mendiagnosis berbagai pasien dengan gangguan ini telah menyatakan bahwa mungkin terdapat keparahn yang lebih luas dibandingkan keparahan lainnya.1BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan disosiatif itu artinya sebuah kelompok gangguan yang ditandai oleh suatu kekacauan atau disosiasi dari fungsi identitas, ingatan, atau kesadaran. Gangguan disosiatif merupakan suatu mekanisme pertahanan alam bawah sadar yang membantu seseorang melindungi aspek emosional dirinya dari mengenali dampak utuh beberapa peristiwa traumatik atau peristiwa yang menakutkan dengan membiarkan pikirannya melupakan atau menjauhkan dirinya dari situasi atau memori yang menyakitkan. Disosiasi dapat terjadi baik selama maupun setelah suatu peristiwa. Seperti pada mekanisme koping atau mekanisme perlindungan lainnya, disosiasi menjadi lebih mudah jika dilakukan berulang-ulang. Gangguan identitas disosiatif biasanya disebut sebagai kepribadian ganda.2Gangguan disosiatif memiliki gambaran esensial berupa gangguan pada fungsi yang biasanya terintegrasi mencakup kesadaran, memori, identitas, atau persepsi lingkungan. Hal ini sering menghambat kemampuan individu untuk melakukan fungsi dalam kehidupan sehari-hari , mengganggu hubungan, dan menghambat kemampuan individu untuk melakukan koping terhadap realitas peristiwa yang traumatik. Identitas gangguan ini sangat bervariasi pada individu yang berbeda dan dapat muncul tiba-tiba atau bertahap, bersifat sementara atau kronis.2 Gejala-gejala disosiatif : a) gangguan-gangguan yang tidak diminta dalam hal kesadaran diri dan perilaku, diikuti dengan hilangnya kontinuitas dalam pengalaman subjektif (gejala positif disosiatif : pemecahan identitas, depersonalisasi, dan derealisasi) b) ketidakmampuan untuk mengolah informasi atau mengontrol fungsi mental yang seharusnya secara normal mampu untuk dikontrol (gejala negatif disosiatif : amnesia). Gangguan disosiatif dapat terjadi akibat trauma. Gejala-gejala yang terjadi, termasuk hal yang memalukan dan membingungkan dalam gejala atau hasrat untuk menyembunyikan gejala-gejala tersebut, diakibatkan karena trauma.3

Gejala utama disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal di bawah kendali kesadaran antara :

Ingatan masa lalu

Kesadaran identitas dan pengindraan segera (awareness of identity and immediate sensation) dan,

Kontrol terhadap gerakan tubuh 4 Gangguan Identitas DisosiatifA. Definisi Gangguan Kepribadian DisosiatifGangguan identitas disosiatif adalah nama DSM IV untuk apa yang umumnya dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda. Gangguan identitas disosiatif adalah suatu gangguan disosiatif kronis, dan penyebabnya hamper selalu melibatkan suatu peristiwa traumatic, biasanya penyiksaan fisik atau seksual pada masa anak-anak. Konsep kepribadian mengesankan suatu integrasi cara seseorang berpikir , berperasaan dan berkelakuan dan pengungkapan diri sendiri sebagai suatu kesatuan. Orang dengan gangguan identitas disosiatif memiliki dua atau lebih kepribadian yang terpisah, masing- masingnya menentukan perilaku dan sikapnya setiap periode jika berada dalam kepribadian yang dominan. Gangguan identitas disosiatif biasa dianggap gangguan disosiatif yang paling serius, walaupun beberapa klinisi yang mendiagnosis berbagai pasien dengan gangguan ini telah menyatakan bahwa mungkin terdapat keparahn yang lebih luas dibandingkan keparahan lainnya.1Suatu gangguan disosiatif dimana seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau kepribadian pengganti (alter). Terdapat beberapa variasi dari kepribadian ganda, seperti kepribadian tuan rumah atau utama mungkin tidak sadar akan identitas lainnya, sementara kepribadian lainnya sadar akan keberadaan si tuan rumah ada juga kepribadian yang berbeda benar-benar tidak sadar satu sama lain. Terkadang dua kepribadian bersaing untuk mendapatkan kontrol terhadap orang tersebut ada juga satu kepribadian dominan. Ada juga yang menyebutnya dengan gangguan kepribadian multipel. Seseorang memperlihatkan dua atau lebih identitas yang berbeda yang sering kali mengendalikan perilakunya. Gangguan ini disertai dengan ketidakmampuan untuk mengingat informasi personal yang penting (Videbeck, 2001)

Orang dengan kepribadian ganda seringkali sangat imajinatif pada masa kecilnya karena terbiasa dengan permainan make-believe (pura-pura atau bermain peran) mereka mungkin sudah mengadopsi identitas pengganti, terutama bila mereka belajar bagaimana menampilkan peran kepribadian ganda. Dalam kasus kepribadain ganda masih terdapat kontroversi, karena selama tahun 1920-1970 dilaporkan hanya sedikit kasus di seluruh dunia tentang kepribadian ganda. Sejumlah ahli percaya bahwa gangguan tersebut terlalu cepat didiagnosis pada orang-orang yang sangat mudah tersugesti yang bisa saja hanya mengikuti sugesti bahwa mereka mungkin memiliki gangguan tersebut (APA, 2000). Sejumlah pakar terkenal, seperti Alm. Psikolog Nicholas Spanos dan para psikolog lainnya telah menentang keberadaan gangguan identitas disosiatif. Bagi Spanos, kepribadian ganda bukanlah suatu gangguan tersendiri, namun suatu bentuk bermain peran dimana individu pertama-tama mulai menganggap diri mereka memiliki self ganda dan kemudian mulai bertindak dengan cara yang konsisten dengan konsepsi mereka mengenai gangguan tersebut. Pada akhirnya permainan peran mereka tertanam sangat dalam sehingga menjadi kenyataan bagi mereka.

Kepribadian ganda berbeda dengan skizofrenia. Dalam kepribadian ganda kepribadiannya seperti terbagi kedalam dua atau lebih kepribadian namun masing-masing biasanya menunjukkan fungsi yang lebih terintegrasi pada tingkat kognitif, afektif dan perilaku. Sedangkan skizofrenia adalahkelainan mentalyang ditandai oleh gangguan proses berpikir dan respon emosi yang lemah. Keadaan ini pada umumnya dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi pendengaran, paranoidatauwahamyang ganjil, ataucara berbicara dan berpikir yang kacau, dan disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan.5Identitas disosiatif merupakan kemunculan dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Kejelasan atau ketidakjelasan dari kepribadian ini bagaimanapun bervariasi dari fungsi motivasi psikologis, level stress sekarang, budaya, konflik internal dan dinamic, serta naik turunnya emosi. Penekanan periode-periode dari gangguan identitas mungkin terjadi ketika tekanan psikososial parah dan/atau berkepanjangan. Dalam beberapa kasus possession-form dari gangguan identitas disosiatif, dan dalam proporsi kasus non-possession-form yang kecil, perwujudan dari identitas alter akan sangat jelas. Kebanyakan individu dengan gangguan identitas disosiatif non-possession-form, tidak secara jelas menunjukkan ketidaksinambungan identitas diri dalam periode waktu yang lama; hanya sedikit bagian menujukkan pada perhatian klinis dengan identitas alternatif yang terobservasi. 5B. Epidemiologi 1Laporan anecdotal dan riset tentang gangguan disosiatif adalah bervariasi dalam perkiraanya tentang prevalensi gangguan. Penelitian terkendali baik telah melaporkan bahwa 0,5 sampai 2 persen pasien yang dirawat dirumah sakit psikiatrik umum memenuhi criteria diagnostic untuk gangguan disosiatif, seperti juga kemungkinan 5% dari semua pasien psikiatrik.Pasien yang mendapat diagnosis gangguan identitas disosiatif kebanyakan adalah wanita 90-100% dari sebagian besar sampel yang dilaporkan. Gangguan ini paling sering ditemukan pada masa remaja akhir dan dewasa muda, dengan rata- rata usia dewasa muda dengan rata-rata usia saat diagnosis adalah 30 tahun, walaupun pasien biasanya telah memiliki gejala selama 5 sampai 10 tahun sebelum diagnosis

C. Etiologi

Penyebab gangguan identitas disosiatif adalah tidak diketahui, walaupun riwayat pasien hamper selalu (mendekati 100%) melibatkan suatu peristiwa traumatic, paling sering pada masa anak- anak. Pada umumnya, empat tipe faktor penyebab telah dikenali: (1) Peristiwa kehidupan traumatic, (2) kecendrungan bagi gangguan untuk berkembang, (3) faktor lingkungan formulatif, (tidak adanya dukungan eksternal).Identitas disosiatif dihubungkan dengan pengalaman yang berlimpah, peristiwa traumatik, dan pelecehan yang terjadi di masa kanak-kanak. Keseluruhan gangguan dapat terjadi pertama kali secara nyata hampir di seluruh umur (masa kanak-kanak awal sampai lansia). Disosiatif di masa anak berhubungan dengan permasalahan memori, konsentrasi, kelekatan, dan permainan traumatik. Bagaimanapun, anak-anak biasanya tidak menunjukkan perubahan identitas; malahan, mereka awalnya menunjukkan overlap dan campuran dari keadaan mental (Fenomena kriteria A) dengan gejala yang berhubungan dengan diskontinuitas dari pengalaman. Perubahan identitas secara tiba-tiba pada saat remaja dapat muncul hanya menjadi keadaan kacau atau tingkat awal dari gangguan mental lainnya. Individu yang lebih tua dapat memunculkan hal yang muncul pada gangguan mood, obsesif kompilsif, paranoid, gangguan mood psikotik, bahkan gangguan kognitif yang disebabkan karena amnesia disosiatif. Dalam beberapa kasus, pengaruh gangguan dan memori dapat meningkat, memaksakan kesadaran diri dengan mempercepat umur. Perubahan nyata dalam identitas dapat ditekan dengan 1) penghilangan dari situasi trauma 2) kanak-kanak dari individu tersebut mencapai umur dimana individu tersebut mengalami pelecehan atau peristiwa traumatik 3) pengalaman traumatik selanjutnya, biasanya tidak penting 4) kematian dari, atau onset dari penyakit fatal, pelaku pelecehan seksual.

D. Gambaran Klinis

Gejala-gejala yang berhubungan dengan diskontinuitas pengalaman yang dapat berpengaruh pada berbagai aspek fungsi individu. Individu dengan gangguan identitas disosiatif dapat menunjukkan perasaan yang tiba-tiba menjadi pengamat yang didepersonalisasi dari perkataan dan tindakan mereka, dimana mereka merasa tidak berdaya untuk menghentikannya (sense of self). Beberapa individu juga menunjukkan persepsi suara (contoh : suara anak; tangisan ; dan suara roh). Pada beberapa kasus, suara-suara tersebut terasa banyak, membingungkan, pikiran bebas mengalir melalui individu yang tidak terkontrol. Emosi yang kuat, impuls, dan perkataan atau tindakan lain tiba-tiba muncul tanpa rasa kepemilikan diri atau tanpa kontrol. Emosi-emosi dan impuls ini seringkali ditunjukkan sebagai ego yang tidak kuat dan membingungkan. Sikap, penampilan dan kesukaan pribadi (makanan, aktivitas, pakaian) dapat berubah secara tiba-tiba dan berubah lagi. Individu juga merasa tubuhnya berbeda (seperti tubuh anak-anak, jenis kelampin berbeda, besar dan berotot). Perubahan dalam perasan diri sendiri dan kehilangan agen personal dapat diikuti rasa bahwa sikap, emosi, dan perilaku dalam satu tubuh bukan milik sendiri dan bukan dalam kontrol diri. Kebanyakan dari diskontinuitas yang tiba-tiba dalam berbicara, pengaruh, dan perilaku dapat diamati oleh keluarga, teman, dan terapis. Serangan non-epilepsi dan gejala konversi lainnya menonjol dalam beberapa penjelasan dari identitas disosiatif, khususnya dalam setting non-Barat.7Individu yang memiliki gangguan identitas disosiatif berbeda dalam kesadaran diri dan sikap terhadap amnesia. Hal ini umum pada individu tersebut untuk memperkecil gejala amnesia mereka. Beberapa perilaku amnesia dapat menjadi nyata pada lainnya seperti ketika orang-orang tidak mengingat kembali sesuatu yang mereka sadari dalam berbuat atau berkata, ketika mereka tidak bisa mengingat nama mereka, atau ketika mereka tidak mengenal pasangan, anak, atau teman dekatnya.8Identitas possession-form dalam identitas disosiatif nyata sebagai perilaku yang muncul seperti ada spirit, kekuatan supernatural, atau ada orang lain di luar yang mengontrol. Contohnya, perilaku individu dapat memunculkan bahwa identitas mereka telah digantikan dengan hantu dari perempuan yang bunuh diri dalam komunitas mereka beberapa tahun yang lalu, berbicara dan berperilaku seakan-akan perempuan itu masih hidup. Atau, individu diambil alih oleh iblis, sebagai tuntutan dari individu untuk mendapatkan hukuman atas perilaku yang telah dia lakukan di masa lalu. Bagaimanapun, bagian utama dari keadaan kepemilikan di dunia ini normal, biasanya bagian dari spiritual dan tidak termasuk dalam gangguan identitas disosiatif. Identitas yang meningkat selama gangguan disosiatif disorder possession-form muncul berulang tidak diinginkan dan terpaksa yang menyebabkan distress atau kerusakan klinis yang signifikasn dan tidak dapat diterima oleh budaya atau agama secara luas.9

Pasien dengan gangguan identitas disosiatif sering kali diperkirakan memiliki suatu gangguan kepribadian (sering kali gangguan kepribadian ambang), skizofrenia, atau gangguan bipolar yang berputar cepat. Klinisi harus menyadari kategori diagnostic dan harus mendengarkanciri sugestif spesifik dan gangguan identitasdisosiatif dalam wawancara klinis (Tabel 1).1Tabel 1

NOTanda Kemajemukan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.Laporan distorsi waktu, kehilangan waktu, dan terpusatnya waktu.

Diceritakan tentang episode perilaku oleh orang lain yang tidak diingat oleh pasien.

Dikenali oleh orang lainatau dipanggil dengan nama lain oleh orang yang tidak dikenal oleh pasien

Perubahan perilaku pasien yang terlihat jelas yang dilaporkan oleh pengamat yang dapat dipercaya; pasien mungkin memanggil dirinya sendiri dengan nama yang bebrbeda atau merujuk dirinya sendiri kepada orang ketiga.

Kepribadian lain ditunjukkan dibawah hypnosis atau selama wawancara amobarbital.

Menggunakan kata kami selama keseluruhan wawancara

Menemukan tulisan, gambar, hasil kerja lain atau benda-benda (kartu pengenal, pakaian, dll) diantara barang pribadi pasienyang tidak dikenali atau tidakdapat dijelaskan.

Nyeri kepala

Mendengar suara yang berasal dari dalam dan dinyatakan sebagai terpisah.

Riwayat trauma emosional atau fisik yang parah semasa seorang anak (biasaya sebelum usia 5 tahun)

Tabel dari JL. Cummings : Dissociative states, depersonalization, multiple personality,episodic memory lapses. Dalam clinical Neuropsychiatry, J.L Cummingns, editor Hal 122 Grune & Straton, Orlando 1985. Digunakan dengan izin.1

Transisi dari satu kepribadian ke kepribadian lainnya sering kali tiba- tiba dan dramatic. Biasanya memilik mnesia pada masing- masing kepribadian untuk keberadaan kepribadian lainnya dan untuk peristiwa yang terjadi saat kepribadian lain dominan. Tetapi kadang- kadang, satu kepribadian adalah tidak diikuti oleh amnesia tersebut dan tetap menyadari sepenuhnya keberadaan, kualitas, dan aktivitas kepribadian lain.1

Pada pemeriksaan, pasien sering kali tidak menunjukkan sesuatu yang aneh selain status mentalnya, selain dari kemungkinan amnesia untuk periode lama yang bervariasi. Sering kali hanya dengan wawancara yang panjang atau banyak kontak dengan pasien gangguan identiras disosiatif seorang klinisi mampu untuk mendeteksi adanya kepribadian ganda yang terungkap dalam kesatuan catatan harian.1,15E. Diagnosis

Kriteria diagnostic untuk gangguan Identitas disosiatif menurut DSM IV adalah:1,131. Adanya dua atau lebih identitas atau keadaan kepribadian yang berlainan ( masing- masing dengan pola pengesanan,berhubungan dengan, atau berpikir tentang lingkungandan diri sendiri yang relative bertahan)

2. Sekurangnya dua identitas atau keadaan kepribadian tersebut secara rekuren mengendalikan perilaku orang tersebut.

3. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi personal yang terlalu sulit untuk dijelaskan oleh kelupaan biasa.

4. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat ( misalnya, blackouts atau perilaku, kacau selama intoksikasi alcohol) atau kondisi medis umum (misalnya, kejang kompleks parsial). Catatan : Pada anak-anak, gejala tidak berupa teman bermain khayalan atau permainan fantasi lain.Berdasarkan DSM V :4

Kriteria Diagnostik : 300.14 (F 44.81)

A. Disruption of identity characterized by two or more distinct personality states, which may be described in some cultures as an experience of possession. The disruption in identity involves marked discontinuity in sense of self and sense of agency, accompanied by related alterations in affect, behavior, consciousness, memory, perception, cognition, and/or sensory-motor functioning. These signs and symptoms may be observed by others or reported by the individual.

B. Recurrent gaps in the recall of everyday events, important personal information, and/ or traumatic events that are inconsistent with ordinary forgetting.

C. The symptoms cause clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning.

D. The disturbance is not a normal part of a broadly accepted cultural or religious practice.

Note: In children, the symptoms are not better explained by imaginary playmates or other fantasy play.

E. The symptoms are not attributable to the physiological effects of a substance (e.g., blackouts or chaotic behavior during alcohol intoxication) or another medical condition. (e.g., complex partial seizures).

Identitas disosiatif merupakan kemunculan dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Kejelasan atau ketidakjelasan dari kepribadian ini bagaimanapun bervariasi dari fungsi motivasi psikologis, level stress sekarang, budaya, konflik internal dan dinamic, serta naik turunnya emosi. Penekanan periode-periode dari gangguan identitas mungkin terjadi ketika tekanan psikososial parah dan/atau berkepanjangan. Dalam beberapa kasus possession-form dari gangguan identitas disosiatif, dan dalam proporsi kasus non-possession-form yang kecil, perwujudan dari identitas alter akan sangat jelas. Kebanyakan individu dengan gangguan identitas disosiatif non-possession-form, tidak secara jelas menunjukkan ketidaksinambungan identitas diri dalam periode waktu yang lama; hanya sedikit bagian menujukkan pada perhatian klinis dengan identitas alternatif yang terobservasi. Ketika kepribadian alternatif tidak secara langsung terobservasi, gangguan tersebut dapat diidentifikasi oleh dua bagian dari gejala : 1) perubahan/alter yang tiba-tiba atau diskontinuitas dari dalam diri (Kriteria A) dan 2) amnesia disosiatif yang berulang (Kriteria B).Gejala-gejala dari kriteria A berhubungan dengan diskontinuitas pengalaman yang dapat berpengaruh pada berbagai aspek fungsi individu. Individu dengan gangguan identitas disosiatif dapat menunjukkan perasaan yang tiba-tiba menjadi pengamat yang didepersonalisasi dari perkataan dan tindakan mereka, dimana mereka merasa tidak berdaya untuk menghentikannya (sense of self). Beberapa individu juga menunjukkan persepsi suara (cth : suara anak; tangisan ; dan suara roh). Pada beberapa kasus, suara-suara tersebut terasa banyak, membingungkan, pikiran bebas mengalir melalui individu yang tidak terkontrol. Emosi yang kuat, impuls, dan perkataan atau tindakan lain tiba-tiba muncul tanpa rasa kepemilikan diri atau tanpa kontrol. Emosi-emosi dan impuls ini seringkali ditunjukkan sebagai ego yang tidak kuat dan membingungkan. Sikap, penampilan dan kesukaan pribadi (makanan, aktivitas, pakaian) dapat berubah secara tiba-tiba dan berubah lagi. Individu juga merasa tubuhnya berbeda (seperti tubuh anak-anak, jenis kelampin berbeda, besar dan berotot). Perubahan dalam perasan diri sendiri dan kehilangan agen personal dapat diikuti rasa bahwa sikap, emosi, dan perilaku dalam satu tubuh bukan milik sendiri dan bukan dalam kontrol diri. Walaupun kebanyakan gejala Kriteria A bersifat subjektif, kebanyakan dari diskontinuitas yang tiba-tiba dalam berbicara, pengaruh, dan perilaku dapat diamati oleh keluarga, teman, dan terapis. Serangan non-epilepsi dan gejala konversi lainnya menonjol dalam beberapa penjelasan dari identitas disosiatif, khususnya dalam setting non-Barat.

Individu yang memiliki gangguan identitas disosiatif berbeda dalam kesadaran diri dan sikap terhadap amnesia. Hal ini umum pada individu tersebut untuk memperkecil gejala amnesia mereka. Beberapa perilaku amnesia dapat menjadi nyata pada lainnya seperti ketika orang-orang tidak mengingat kembali sesuatu yang mereka sadari dalam berbuat atau berkata, ketika mereka tidak bisa mengingat nama mereka, atau ketika mereka tidak mengenal pasangan, anak, atau teman dekatnya.

Identitas possession-form dalam identitas disosiatif nyata sebagai perilaku yang muncul seperti ada spirit, kekuatan supernatural, atau ada orang lain di luar yang mengontrol. Contohnya, perilaku individu dapat memunculkan bahwa identitas mereka telah digantikan dengan hantu dari perempuan yang bunuh diri dalam komunitas mereka beberapa tahun yang lalu, berbicara dan berperilaku seakan-akan perempuan itu masih hidup. Atau, individu diambil alih oleh iblis, sebagai tuntutan dari individu untuk mendapatkan hukuman atas perilaku yang telah dia lakukan di masa lalu. Bagaimanapun, bagian utama dari keadaan kepemilikan di dunia ini normal, biasanya bagian dari spiritual dan tidak termasuk dalam gangguan identitas disosiatif. Identitas yang meningkat selama gangguan disosiatif disorder possession-form muncul berulang tidak diinginkan dan terpaksa yang menyebabkan distress atau kerusakan klinis yang signifikasn (Kriteria C) dan tidak dapat diterima oleh budaya atau agama secara luas (Kriteria D).F. Diagnosis Banding Gangguan disosiatif spesifik lainnya. Ciri gangguan identitas disosiatif adalah terbaginya identitas dengan berulangnya gangguan dari fungsi kesadaran dan pendirian. Sedangkan gangguan disosiatif spesifik lainnya tidak termasuk dalam kriteria A dan tidak diikuti amnesia berulang.10 Major depressive disorder. Depresi yang ditemukan dalam gangguan identitas disosiatif memiliki segi sendiri: mood depresi dan fluktuasi kognisi dalam beberapa identitas, tapi yang lain tidak.11 Gangguan bipolar. Dalam gangguan bipolar, pergantian mood yang secara cepat terjadi dalam waktu menit/jam dalam diri individu tanpa perbedaan identitas. Dalam identitas disosiatif, penaikan atau penurunan mood ditunjukkan dengan identitas yang jelas berbeda. Jadi, mood lain akan mendominasi dalam jangka waktu yang relatif lama (hari) atau menit.

PTSD dan identitas disosiatif. Untuk membedakan individu dengan gangguan PTSD saja atau PTSD dan identitas disosiatif cukup sulit. Beberapa individu dengan PTSD menunjukkan gejala disosiatif yang juga dapat terjadi di identitas disosiatif : 1) amnesia pada aspek traumatik, 2) dissosiative flashbacks, 3) gejala pengacauan dan penghindaran, perubahan negatif dalam kognisi dan mood, dan berlebihan dalam peristiwa traumatik. Sebaliknya, individu dengan identitas disosiatif menunjukkan gejala yang bukan menunjukkan PTSD : 1) amnesia yang terjadi hampir setiap hari (peristiwa non-traumatic) 2) dissosiative flashbacks yang diikuti amnesia dari konten flashbacks 3) gangguan yang kacau (tidak berhubungan dengan kerjadian traumatik) dalam pendirian 4) perubahan identitas diri yang tidak terduga.

Gangguan psikotik (schizphrenia). Gangguan identitas disosiatif seringkali dibingungkan dengan gangguan psikotik karena munculnya suara-suara tertentu (halusinasi psikotik). Individu dengan gangguan identitas disosiatif dapat menunjukkan penglihatan, taktil, rasa, penciuman, halusinasi somatik yang biasanya berhubungan dengan posttraumatic dan faktor disosiatif, seperti bagian dari masa lalu. Individu merasakan gejala ini karena perubahan identitas yang dimilikinya, bukan karena delusi saja dan sering menjelaskan gejala tersebut dengan sendirinya (aku merasa seperti orang lain ingin menangis dengan mataku). Identitas yang kacau dan kerusakan akut yang mengganggu pikiran, serta amnesia yang terjadi dalam beberapa episde pada identitas disosiatif dapat membedakan dengan gangguan psikotik.

Gangguan obat-obatan. Gangguan identitas disosiatif tidak disebabkan karena penggunaan obat.

Gangguan kepribadian. Individu yang memiliki gangguan identitas disosiatif terlihat seperti memiliki gangguan kepribadian. Bagaimanapun, gangguan identitas disosiatif tidak memiliki identitas yang menetap pada dirinya. Orang yang memiliki gangguan kepribadian tidak akan mengalami perubahan identitas, namun memiliki gangguan kepribadian yang lebih menetap.

Malingering. Individu yang mempunyai gangguan malingering biasanya membuat secara terbatas, berdasarkan stereotip tertentu, berpura-pura lupa, dan berhubungan dengan peristiwa yang terlihat kasat mata. Contohnya, mereka biasanya menunjukkan semua identitas yang baik dan identitas yang buruk dalam diri. Mereka juga serasa enjoy untuk berpura-pura memiliki gangguan tersebut. Orang yang memiliki gangguan identitas disosiatif akan bersikap malu dengan gejala-gejalanya dan menyangkal gejala tersebut. Maka, harus ada observasi secara beruntut, mengumpulkan sejarah dari individu, dan assesment psikologi. G. Terapi

Pendekatan yang paling manjur untuk identitas disosiatif adalah psikoterapi berorientasi tilikan, seringkali disertai dengan hipnoterapi atau tekhnik wawancara dengan bantuan obat. Hipnoterapi atau wawancara dengan bantuan obat dapat berguna dalam mendapatkan riwayat penyakit tambahan tambahan, mengidentifikasi kepribadian yang sebelumnya tidak dikenali, dan mempercepat Abreaksi. 1Beberapa klinisi dan peneliti telah menulis tentang psikoterapi pada pasien gangguan identitas disosiatif. Ringkasan prinsip dasar dan penjelasan pada stadium terapi adalah berguna dalam menuntun terapi yang sukar bagi pasien tersebut.1,14Prinsip terapi yang berhasil untuk gangguan identitas disosiatif adalah:

1. Kondisi diciptakan oleh ikatan yang rusak. Dengan demikian, terapi yang berhasil memiliki kerangka terapi yang kuat dan ikatan yang kokoh dan konsisten

2. Kondisi adalah suatu diskontrol subjektif dan penyerangan dan perubahan yang dilakukan secara pasif. Dengan demikian, pusat terapi harus pada penguasaan dan perasaan serta aktif pasien dalam proses terapi.

3. Kondisi adalah tidak disadari. Penderitanya tidak memilih untuk mengalami trauma dan merasakan bahwa gejalanya sering diluar kendali mereka. Dengan demikian, terapi harus didasarkan pada ikatan terappeutik yang kuat, dan usaha untuk mandapatkan ikatan harus dilakukan sepanjang proses.

4. Kondisi adalah suatu traumata yang dipendam dan afek yang terasing. Dengan demikian, apa yang disembunyikan harus diungkapkan, dan perasaan apa yang telah dipendam harus diungkapkan.

5. Kondisi adalah perasaan keterpisahan dan konflik diantara pribadi yang berubah (alters). Dengan demikian ,terapi harus menekankan kerjasama mereka, empati, dan identifikasi satu sama lain sehingga keterpisahan mereka menjadi reda dan konflik ditenangkan.

6. Kondisi adalah hipnotik yang menggantikan realitas . Dengan demikian, komunikasi dari ahli terapi harus jelas dan langsung. Tidak ada tempat untuk membingungkan komunikasi.

7. Kondisi adalah hubungan dengan inkonsistensi lain yang penting. Dengan demikian ahli terapi harus menangani semua pribadi yang berubah, menghindari mempermainkan perilaku yang menjadi kesukannya sendiri atau secara dramatis mengubah perilakunya sendiri kea rah berbagai kepribadian. Konsistensi ahli terapi terhadap semua perubahan pribadi adalah suatu penyerangan yang palin kuat pada pertahanan disosiatif pasien.

8. Kondisi adalah keamanan,harga diri, dan orientasi masa depan yang terpecah. Dengan demikian ahli terapi harus berusaha untuk mengembalikan moral dan menanamkan harapan yang realistic.

9. Kondisi berasal dari pengalaman yang melanda. Dengan demikian kecapatan terapi adalah penting. Sebagian besar kegagalan terapi terjadi jika kecepatan terapi melebihi kemampuan pasien untuk menoleransi materi yang didiskusikan.. Adalah bijaksana untuk mematuhi aturan ketiga: jika tidak dapat menyelesaikan materi yang sulit yang direncanakan selesai dalam sesuon pertama dari tiga sesion, mengerjakannya pada yang kedua, dan memproses serta menstabilkan kembali pada yang ketiga, jangan mendekati materi agar tidak membiarkan pasien meninggalkan session dalam keadaan penuh. Abreaksi tidak dapat dibiarkan untuk menjadi trauma ulang

10. Kondisi seringkali timbul dari orang lain yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, ahli terapi harus bertanggung jawab dan menangani pasien dengan standar tanggung jawab yang tinggi jika ahli terapi yakin bhwa pasien, dengan perubahannya, secara meyakinkan mencapai apa yang ditunjukkan tanggung jawab yang baik.

11. Kondisi sering kali disebabkan karena orang yang harus melindungi anak tidak melakukannnya. Ahli terapi dapatmengantisispasi bahwa kenetralan tekhnik akan diinterpretasikan sebagai tidak memperhatikan dan penolakan dan paling baik diajawab dengan berbicara dalam situasi hangat yang memungkinkan berbagai akspresi afektif.

12. Pasien memiliki banyak kesalahn kognitif. Ahli terapi harus menjawabdan membenarkannya secara terus- menerus.

Stadium terapi untuk Gangguan Identitas Disosiatif:

1. Menegakkan psikoterapi termasuk anciptakan suasan yang aman dimana diagnosis dapat dibuat, keamanan dari kerangka terapi dapat dipastikan, pasien mulai mengerti konsep ikatan terapi dalam cara pendahuluan, sifat terapi diperkenalkan pada pasien, dan harapan serta keyakinan yang cukup ditegakkan sehingga pasien merasa siap untuk memulai dengan apa yang mungkin menjadi proses panjang dan sulit.

2. Intervensi pendahuluan adalah berupa menggali jalan kepada kepribadian yang paling mudah dicapai; menegakkan persetujuan atau perjanjian dengan pribadi- pribadi yang berubah untuk tidak menghentikan terapi secara tiba- tiba, membahyakan diri sendiri, bunuh diri, dan banyak perilaku disfungsional lain sepanjang pasien mampu setuju untuk membatasi; mendorong komunikasi dan kerja sama diantara pribadi- pribadi yang berubah (suatu proses merupakan inti terapi disini); memperluas ikatan terapeutik dengan menggali penerimaan pasien akan diagnosis melintasi peningkatan jumlah kepribadian (beberapa menyangkalnya sampai akhir); dan menawarkan bahwa peredaan simptomatik adalah dimungkinkan. Hypnosis dapat berguna dalam mempermudah tindakan tersebut.

3. Penggalian dan penentuan riwayat penyakit mempermudah mempelajari lebih banyak tentang kepribadian, asalnya, dan hubungan satu sama lain. Pasien dapat dipandang sebagai sebuah system dengan aturan interaksinya sendiri. Dissini kita mempelajari siapa, kapan ,mengapa, dimana, apa, dan bagaimana pribadi- pribadi yang berubah tersebut; nama- namanya (jika ada) usia onset dan usia usia onset dan usia yang diyakini; dan alas an untuk penciptaan dan persistennya; dimana makin brada didalam riwayat kesekuruhan pasien dan hubungan mereka didalam dunia kepribadian; dan masalah, fungsi, kekhawatiran khusus mereka. Dengan dasar itu, kita mulai bekerja dengan masalah individual, dan interaksi mereka dan menekankan lebih banyak kerjasama.

4. Metabolisme trauma berarti usaha kuat yang diperlukan untuk mencapai dan memprises kejadian yang melanda yang berhubungan dengan asal gangguan. Pekerjaan tersebut harus dilakukan sampai kita memiliki gagasan yang mendasari system kepribadian pasien dan sekurangnya suatu tilikanintelektual kedalam nateri apa yang kemungkinan ditemukan. Reaksi terapeutik yang negative sering ditemukan. Secara mendadak atau premature memiliki stadium ini sebelum tercapai stadium 1 sampai 3 adalah penyebab sering dari krisis yang tidak diperlukan dan memutus terapi.

5. Bergerak menuju integrasi resolusi termasuk bekerja untuk menemukan material yang ada diantara pribadi- pribadi yang berubah dan mempermudah kerja sama lebih jauh lagi, komunikasi dan kesadaran bersama dengan meningkatakan identifikasi dan empati bersama. Komunikasi bertambah banyak, banyak konflik internal menjadi diam atau terpecahkan, dan pribadi- pribadi yang berubah mulaimenunjukkan pengaburan jarak karakteristiknya sendiri, Beberapa mengalami difusi identitas (sebagai contoh, selama sejenak saya tidak yakin siapa saya, saya kira saya adalah Sally dan Joanie)

6. Integrasi- Resolusi terdiri dari kedatangan pasien ke keadaan yang baru dan lebih padat kearah dirinya sendiri dan dunia. Kerja sama yang baik antara pribadi- pribadi yang mempermudah resolusi; dan pencampuran mereka menjadi suatu kesatuan adalah perkembangan suatu integrasi.

7. Mempelajari keteerampilan baaru dalam mengatasi masalah adalah penting. Pasien mungkin harus menghadapi untuk pertma kalinya perspektif tentang kehidupannya sendiriyang tidak disadari sebelumnya dan dibantu untuk merundingkan keadaan yang dulu pernah ditangani secara disosiatif dalam cara yang konstruktif. Banyak keputusan dan hubungan hidup yang penting memerlukan perundingan ulang.

8. Pemadatan tujuan dan menyelesaikannya adalah memerlukan terapi yang sama banyaknya dengan seperti mencapai integrasi atau resolusi. Pasien harus mempelajari kembali bagaimana cara hidup di dunia. Sering kali bekerja melalui transfrensi mengenai apa yang dipelajari tentang masa lalu adalah berguna. Masalah karakterologi yang tidak dapat dicapai sebelumnya atau tersembunyi dibalik gejala harus dijawab sering kali pengaturan penatalaksanaan hubungan dan traumata yang ada adalah berguna.

9. Follow up adalah dianjurkan dengan beberapa alasan. Stabilitas hasil akhir harus diperiksa, terutama bagi mereka yang condong mengalami resolusi bukannya integrasi. Juga, lapisan- lapisan kepribadian yang tidak dimasuki sebelum terapi dapat ditemukan, dan beberapa hasil tampaknya baik adalah pelarian kedalam kesehatan

Psikoanalisis berusaha membantu orang yang menderita gangguan identitas disosiatif untuk mengungkapkan dan belajar mengatasi trauma-trauma masa kecil. Mereka sering merekomendasikan membangun kontak langsung dengan kepribadian-kepribadian alter. Setiap dan semua kepribadian dapat diminta untuk berbicara tentang memori dan mimpi-mimpi ereka sebisa mereka. Setiap dan semua kepribadian dapat diyakinkan bahwa terapis akan membantu mereka untuk memahami kecemasan mereka untuk membangkitkan pengalaman traumatis mereka secara aman dan menjadikan pengalaman-pengalaman tersebut disadari. Menurut Wilbur, kecemasan yang dialami saat sesi akan menyebabkan perpindahan kepribadian. Bila terapi berhasil, self akan mampu bergerak melalui ingatan traumatis dan tidak lagi perlu melarikan diri ke dalam self pengganti untuk menghindari kecemasan yang diasosiasikan dengan trauma, sehingga terjadi integrasi kepribadian 12,17,19 al, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan disosiatif ini.13 Ahli terapi biasanya merekomendasikan menggunakan hypnosis yang biasanya berupa hypnoterapi atau hipnotis sugesti sebagai bagian dari penanganan pada gangguan disosiatif. Hypnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti. Selain itu, kita juga bisa melakukan pencegahan. Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan disosiatif. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal.13H. Prognosis

Lingkungan. Hubungan fisik interpersonal dan pelecehan seksual dikaitkan dengan meningkatnya resiko dari gangguan identitas disosiatif. Pelecehan seksual dan pengabaian adalah penyebab 90% penderita identitas disosiatif di United Stats, Canada dan Eropa di antara penderita. Bentuk-bentuk lain adalah pengalaman traumatik, termasuk prosedur operasi dan penanganan medis anak, perang, prostitusi anak, dan terorisme. 18,20

Lainnya. Pelecehan yang sedang terjadi, pengulangan trauma di kehidupan-selanjutnya, berkaitan dengan gangguan mental, penyakit medis yang parah, dan penundaan dalam beberapa treatmen dengan prognosis yang lemah.20 BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan identitas disosiatif adalah nama DSM IV untuk apa yang umumnya dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda. Gangguan identitas disosiatif adalah suatu gangguan disosiatif kronis, dan penyebabnya hampir selalu melibatkan suatu peristiwa traumatic, biasanya penyiksaan fisik atau seksual pada masa anak-anak. Konsep kepribadian mengesankan suatu integrasi cara seseorang berpikir , berperasaan dan berkelakuan dan pengungkapan diri sendiri sebagai suatu kesatuan. Orang dengan gangguan identitas disosiatif memiliki dua atau lebih kepribadian yang terpisah, masing- masingnya menentukan perilaku dan sikapnya setiap periode jika berada dalam kepribadian yang dominan. Gangguan identitas disosiatif biasa dianggap gangguan disosiatif yang paling serius, walaupun beberapa klinisi yang mendiagnosis berbagai pasien dengan gangguan ini telah menyatakan bahwa mungkin terdapat keparahn yang lebih luas dibandingkan keparahan lainnyaDAFTAR PUSTAKA1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis jilid 2. Edisi VII. Binarupa Aksara; 2010.hal 116-139

2. Videbeck, Sheile L. 2001. Buku Ajar Kedokteran Jiwa. Jakarta: EGC

3. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders, DSM V(5th ed., text revision).hal4. Rusdi Maslim. PPDGJ-III. 2001. Diagnosis Gangguan jiwa. PT Nuh Jaya . Jakarta

5. Butcher, J. N.,Mineka, S., Hooley, J. M. 2008.Abnormal Psychology:Core Concepts.Boston; Pearson6. Davison, G. C., Neale, J. M., Kring, A. M. 2006.Psikologi Abnormal(Edisi ke-9)(Noermalasari Fajar, Trans). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada7. Dorahy, M. J dan Rhoades, G. 2001 Dissosiative Identity Disorder and Memory Dysfunction. The Current state of experimental research, and its future direction. Clinical Psychology Review, 21, 771-7958. Guralnik, O., Schmeidler, J., dan Simeon, D. 2000. Feeling unreal: Cognitive Processes in depersonalization American Journal of Psychiatry, 157 (1), 103-1099. Hibbert, A. Godwin, A. dan Frances Dear. 2009. Rujukan Cepat Psikiatri. Jakarta:EGC10. Leksikon. 2001. Istilah Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: EGC11. Tomb, David A. . Psikiatri. 2004; Jakarta: EGC12. Maldonado J, Butler L, dan Spiegel D. Treatment for Dissosiative Disorder.1998. New York: Oxford University13. Huang Yueqin, Girolammo de Grounanni, Katov Roman, dkk. DSM IV Personality, disorders in the WHO World Mental Health Surveys. 2009; The British Journal of Psychiatry 2009 Vol 195 Hal 46-53

14. Tyrer Peter, Combs Natalie, Ibrahim Fatema dkk. Critical Developments In The Assessment Of Personality Disorder. 2007; The British Journal Of Psychiatry 2007 Vol 190 Hal 415-420

15. Skodol E W Andrew, Johnson G Jeffrey, Cohen Patricia, dkk. Personality Disorder and Impared Functioning From Adolesence to Adulthood. 2007; The British Journal Of Psychiatry 2007 Vol 190 Hal 415-420

16. Parker Gordon. Is Boderline Personality Disorder A Mood Disorder?. 2014; The British Journal Of Psychiatry 2014 Vol 204 Hal 252-253

17. Chanen M Andrew, Mccutcheon Louise. Cognitive Analytic Therapy For Personality Disorder; Current Status and Recent Evidence. 2013; The British Journal Of Psychiatry Vol 202 Hal 204-209

18. Cord Jeremy, Yang Min, Tyrer Peter, dkk. Prevalence and Correlates Of Personality Disorder in Great Britain.2006; The British Journal Of Psychiatry 2006 Vol 188 Hal 423-431

19. Moran Paul, Crawfard J Mike. Assessing The Severity Of Borderline Personality Disorder. 2013; The British Journalof Psychiatry 2013 Vol 202 Hal 163-164

20. Mulder Roger, Chanen Andrew. Effectiveness Of Cognitive Analytic Therapy For Personality Disorder. 2013; The British Journal Of Psychiatry Vol 202 Hal 89-90