paper tugas ak fertilitas
DESCRIPTION
Paper Tugas Ak FertilitasTRANSCRIPT
PAPER
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ANALISIS KEPENDUDUKAN
Disusun oleh :
Ahmad Mushthofa As’Adi 092110101018
Adi Purnomo 112110101141
Anindyka Widya Putri 112110101019
Anita 112110101082
Avianti Rahma Dianita 112110101014
Devi Asri Saraswati 112110101120
Ecy Haqy Zhanah H 112110101051
Emy Dwi Astuti 112110101164
Hafifah Khoiriyah Anwar 112110101146
Hafis Nur Wicaksono 112110101154
M. Syukron Ma’mun 112110101071
Mirza Khoirotul Fauziah 112110101112
Muhibatul Karimah 112110101006
Rafika Respitasari 112110101070
Yevi Dwi Yulia Nur Avita 112110101107
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2013
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi
yang nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Dengan kata lain
fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fertilitas
mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk.
Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda
kehidupan; misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya
(Mantra, 2003:145).
Seorang perempuan yang secara biologis subur (fecund) tidak selalu
melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya dia mengatur fertilitas dengan
abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi. Kemampuan biologis
seorang perempuan unuk melahirkan sangat sulit untuk diukur. Ahli
demografi hanya menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live
birth).
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran
mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia
dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Disamping itu seorang yang
meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut
tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang perempuan yang
telah melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan
tersebut menurun.
B. KONSEP
Dalam analisis fertilitas dikenal beberapa konsep tentang kelahiran, yaitu
lahir hidup, lahir mati, dan abortus. Berikut ini definisi menurut Perserikatan
Bangsa – bangsa (PBB) atau united nations dan organisasi kesehatan dunia
(world Health Organization - WHO).
Live birth
Lahir hidup (live birth) adalah kelahiran seorang bayi tanpa
memperhitungkan lamanya di dalam kandungan dimana sibayi
menunjukkan tanda – tanda kehidupan pada saat dilahirkan. Misalnya,
pada si bayi ada napas (bernapas), ada denyut jantung, ada denyut tali
pusat, atau gerakan – gerakan otot.
Still birth
Lahir Mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan
yang sudah berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukan tanda –
tanda kehidupan pada saat dilahirkan.
Abortus
Aborsi adalah peristiwa kematian bayi dalam kandungan dengan umur
kehamilan kurang dari 28 minggu. Ada dua macam aborsi, yaitu sebagai
berikut.
a. Aborsi disengaja (induced abortion) adalah peristiwa pengguran
kandungan karena alasan kesehatan atau karena alasan non kesehatan
lainnya, seperti malu dan tidak menginginkan janin anak yang
dikandung.
b. Aborsi tidak disengaja atau secara spontan (spontaneus abortion) adalah
peristiwa pengguguran kandungan karena janin tidak dapat
dipertahankan lagi dalam kandungan.
Konsep Masa Reproduksi (Childbering age)
Masa usia reproduksi adalah usia di mana seorang perempuan mampu
untuk melahirkan (subur), yakni kurun waktu sejak mendapat haid pertama
(menarche) dan berkhir pada saat berhenti haid (menopause). Dalam
analisis fertilitas, pada umumnya umur 15 – 49 tahun dijadikan rujukan
sebagai masa subur (reproduksi) seorang wanita.
D. SUMBER DATA
a. Registrasi / pencacatan rutin
Cara pengumpulannya prospektif, yaitu pencatatan yang kontinyu
terhadap tiap - tiap peristiwa kelahiran, di laksanakan oleh Kantor
Pemerintahan Dalam Negeri (yg melaksanakan adl KaDes dan
perangkatnya) dilakukan dengan sistem pasif.
b. Sensus
Suatu proses keseluruhan dari pengumpulan, pengolahan, penyajian,
dan penilaian data penduduk yang menyangkut: geografi dan migrasi
penduduk, rumah tangga, karakteristik sosial dan demografi, kelahiran dan
kematian, pendidikan, dan ekonomi, sensus penduduk bersifat aktif,
individu, universal (menyeluruh), serentak, dan periodik (dilaksanakn tiap
thn yg berakhiran angka 0).
c. Survei
Biasanya dijadikan satu dg penelitian kematian (mortalitas) yg disebut
dengan penelitian statistik vital, informasi yg dikumpulkan lebih luas dan
mendalam, dilaksanakan dg sistem sampel/ dlm bentuk studi kasus.
C. PENGUKURAN DAN TREND
a. Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Ratio (CBR)
Angka Kelahiran Kasar dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran
hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan
tahun. Atau dengan rumus dapat ditulis sebagai berikut :
CBR = B
Pm x k
Dimana :
CBR : Crude Birth Rate atau Angka Kelahiran Kasar
Pm : Penduduk pertengahan tahun
k : Bilangan konstan yang biasanya 1.000
B : Jumlah kelahiran pada tahun tertentu
Kebaikan dari perhitungan CBR ini adalah perhitungan ini sederhana,
karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan
dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Sedangkan kelemahan dari
perhitungan CBR ini adalah tidak memisahkan penduduk laki-laki dan
penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun
keatas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar.
b. Angka Kelahiran Umum atau General Fertility Rate (GFR)
Angka Kelahiran Umum adalah banyaknya kelahiran tiap seribu
wanita yang berumur 15-49 tahun atau 15-44 tahun. Dapat ditulis dengan
rumus sebagai berikut :
GFR = B
Pf (15−49) x k
Dimana :
GFR : Tingkat Fertilitas Umum
B : Jumlah kelahiran
Pf (15-49) : Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada
pertengahan Tahun.
Kebaikan dari perhitungan GFR ini adalah perhitungan ini lebih
cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-
49 tahun atau sebagai penduduk yang exposed to risk. Kelemahan dari
perhitungan GFR ini adalah tidak membedakan risiko melahirkan dari
berbagai kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun
dianggap mempunyai risiko melahirkan yang sama besarnya dengan
wanita yang berumur 25 tahun.
c. Angka Kelahiran menurut Kelompok Umur atau Age Specific Fertility
Rate (ASFR)
Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok
penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula
dibedakan menurut: jenis kelamin, umur, status perkawinan, atau
kelompok-kelompok penduduk yang lain. Diantara kelompok perempuan
usia reproduksi (15-49) terdapat variasi kemampuan melahirkan, karena
itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan pada tiap-tiap kelompok
umur Age Specific Fertility Rate (ASFR). Sehingga, ASFR dapat diartikan
sebagai banyaknya kelahiran tiap seribu wanita pada kelompok umur
tertentu, dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
ASFR : Age Specific Fertility Rate
Bi : Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i
Pfi : Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun
k : Angka konstanta 1.000
Kebaikan dari perhitungan ASFR ini adalah perhitungan ini lebih
cermat dari GFR Karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk
ke dalam berbagai kelompok umur. Dengan ASFR dimungkinkan
pembuatan analisis perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai
karakteristik wanita. Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi
fertilitas menurut kohor. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan
ukuran fertilitas dan reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).
Kelemahan dari perhitungan ASFR ini adalah membutuhkan data
yang terinci yaitu banyaknya kelahiran untuk kelompok umur. Sedangkan
data tersebut belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama di negara
yang sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapat
ukuran ASFR. Kemudian pada perhitungan ini tidak menunjukkan ukuran
fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.
d. Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR)
Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup
laki-laki dan perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir
masa reproduksinya dengan catatan:
1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum
mengakhiri masa reproduksinya
2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode
waktu tertentu.
Tingkat Fertilitas Total menggambarkan riwayat fertilitas dari
sejumlah perempuan hipotesis selama masa reproduksinya. Dalam praktek
Tingkat Fertilitas Total dikerjakan dengan menjumlahkan tingkat fertilitas
perempuan menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan,
dengan asumsi bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal sama dengan
rata-rata tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan. Maka rumus dari
Tingkat Fertilitas Total atau TFR adalah sebagai berikut :
TFR = 5 (i = 1,2,…..)
Dimana:
ASFR = Angka kelahiran menurut kelompok umur.
i = Kelompok umur 5 tahunan, dimulai dari 15-19.
Kebaikan dari perhitungan TFR ini adalah TFR merupakan ukuran
untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka
kelahiran menurut kelompok umur (Hatmadji, 2004 :63).
2. Reproductive History (cummulative fertility)
a. Children Ever Born (CEB) atau jumlah anak yang pernah dilahirkan
CEB mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok atau
beberapa wanita selama reproduksinya; dan disebut juga paritas.
Kebaikan dari perhitungan CEB ini adalah mudah didapatkan
informasinya (di sensus dan survey) dan tidak ada referensi waktu.
Kemudian kelemahan dari perhitungan ini adalah angka paritas
menurut kelompok umur akan mengalami kesalahan karena kesalahan
pelaporan umur penduduk, terutama di negara sedang berkembang.
Kemudian ada kecenderungan semakin tua semakin besar
kemungkinannya melupakan jumlah anak yang dilahirkan. Dan
kelemahannya fertilitas wanita yang telah meninggal dianggap sama
dengan yang masih hidup.
b. Child Woman Ratio (CWR)
CWR adalah hubungan dalam bentuk ratio antara jumlah anak di
bawah 5 tahun dan jumlah penduduk wanita usia reproduksi. Kebaikan
dari perhitungan CWR ini adalah untuk mendapatkan data yang
diperlukan tidak usah membuat pertanyaan khusus dan berguna untuk
indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di Negara yang registrasinya
cukup baik pun, statistic kelahiran tidak ditabulasikan untuk daerah
yang kecil-kecil.
Kelemahan dari CWR ada tiga, pertama langsung dipengaruhi oleh
kekurangan pelaporan tentang anak, yang sering terjadi di Negara
sedang berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di
kelompok ibunya namun secara relatif kekurangan pelaporan pada
anak-anak jauh lebih besar. Kedua, dipengaruhi oleh tingkat mortalitas,
dimana tingkat mortalitas anak, khususnya di bawah satu tahun juga
lebih besar dari orang tua, sehingga CWR selalu lebih kecil daripada
tingkat fertilitas yang seharusnya. Ketiga, tidak memperhitungkan
distribusi umur dari penduduk wanita.
Dimana hal inilah yang menjadi variabel dependen dalam
penelitian ini, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-
variabel lainnya seperti PDRB perkapita, Angka Harapan Hidup, Indeks
Tingkat Pendidikan, Wanita berumur 15-49 tahun yang menggunakan
Alat Kontrasepsi dan Tingkat Urbanisasi dapat mempengaruhi tingkat
fertilitas di Indonesia.
Gross Reproduction Rate/ GRR
Angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak perempuan yang
dilahirkan oleh seorang wanita selama masa hidupnya, dengan mengikuti
pola fertilitas dan mortalitas yang sama seperti ibunya. Dalam reit
reproduksi kasar (GRR) tidak memperhitungkan unsur kematian. Rumus
perhitungan GRR yakni sebagai berikut.
GRR = 5 x å ASFRfi
Dimana:
GRR = Angka Reproduksi Bruto
ASFRfi = Angka Fertilitas menurut Kelompok Umur ke-i dari
kelompok berjenjang 5 tahunan
Kelemahannya :
Tidak memperhitungkan kemungkinan mati bayi wanita tersebut sebelum
masa reproduksinya.
Net Reproduction Rate/ NRR
Angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak perempuan yang
dilahirkan oleh seorang wanita selama hidupnya dan akan tetap hidup
sampai dapat menggantikan kedudukan ibunya, dengan mengikuti pola
fertilitas dan mortalitas yang sama seperti ibunya. Ukuran reit reproduksi
neto memperhitungkan pula unsur kematian. Adapun rumus
perhitungannya sebagai berikut:
NRR = 5 ΣASFR x rasio masih hidup hingga usia ibunya
D. DETERMINAN
FAKTOR DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS
Tingkat kelahiran di Indonesia tidak hanya angkanya yang relatif masih
tinggi, tetapi juga bervariasi antar status sosial, ekonomi, dan demografi.Dari
kajian fertilitas dengan pendekatan model yang Freedman berikan bersumber
dari pola pikir Davis dan Blake.SDKI sebagai sumber data utama cukup
memadai untuk melakukan pengujian terhadap faktor-faktor determinan
fertilitas.
a. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan perubahan sikap, perilaku,
pandangan, dan statussosial ekonomi suatu masyarakat.Dengan
perkembangan waktu tingkat pendidikan, terutama pendidikan wanita
semakin baik dibanding dengan waktu sebelum kemerdekaan.Wanita
yangmemperoleh kesempatan pendidikan tidak hanya di daerah perkotaan
saja, namun juga dialamiwanita di daerah perdesaan.Tingkat pendidikan
bila dikaitkan dengan fertilitas menunjukkan hubungan positif dan
signifikan, yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan semakin sedikit jumlah
anak yang dilahirkan. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan akan
mempengaruhi umur perkawinan pertama, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi fertilitas. Wanita yang tingkat pendidikannya lebih tinggi
umumnya umur perkawinan pertama juga tinggi dan pada akhirnya akan
mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan yang akan lebih sedikit.
b. Umur mulai ‘kumpul’ pertama
Umur wanita sangat besar pengaruhnya terhadap fertilitas, hal ini
berkaitan dengan umur perkawinan pertama dan umur ‘kumpul’ pertama,
semakin bertambah umur wanita semakin banyak jumlah anak yang
dilahirkan. Oleh karena itu umur wanita dipakai sebagai variable kontrol.
Wanita yang berumur lebih tua biasanya umur kawinnya lebih muda,
dengan demikian tingkat pendidikannya juga lebih rendah dan keadaan
sosial ekonominya lebih rendah.Sebaliknya wanita-wanita muda jumlah
anaknya lebih sedikit, karena umur kawin pertamanyalebih tinggi, maka
tingkat pendidikannya juga lebih tinggi, dan keadaan sosial ekonominya
juga lebih baik.
Umur sebagai variabel kontrol dalam analisis fertilitas adalah penting,
hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya semakin tua umur wanita,
maka semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan. Selain itu umumnya
wanita mengalami masa reproduksi pada umur 15-49 tahun dan bervariasi
antara wanita satu dengan lainnya. Umur dalam analisis dikelompokkan
dalam lima tahunan.
c. Jumlah perkawinan
Jumlah perkawinan merupakan salah satu variabel antara yang secara
langsung berpengaruh terhadap fertilitas, dikatakan bahwa jumlah
perkawinan lebih dari sekali akan menurunkan tingkat fertilitas, karena
masa reproduksi yang mempunyai risiko untuk hamil bagi wanita yang
menikah lebih dari sekali lebih pendek. Namundari analisis bivariat
terlihat bahwa wanita yang kawinnya lebih dari satu kali rata-rata jumlah
anak lahir hidup justru lebih banyak bila dibandingkan dengan wanita
yang kawinnya satu kali.Hal ini kemungkinan disebabkan wanita yang
kawin lebih dari satu kali dalam melangsungkan pernikahan berikutnya
memang sudah memiliki anak banyak.
d. Penggunaan kontrasepsi
Wanita yang pernah dan sedang menggunakan kontrasepsi terlihat
fertilitasnya sedikit lebih tinggi daripada wanita yang tidak pernah atau
saat ini tidak menggunakan kontrasepsi.Dalam melihat hal ini kita harus
hati-hati menyikapinya, karena teori menyatakan bahwa pemakaian
kontrasepsi secara langsung dapat menurunkan fertilitas, namun dari studi
ini hasilnya sebaliknya justru wanita yang tidak pakai kontrasepsi jumlah
anaknya lebih banyak daripada wanita yang menggunakan
kontrasepsi.Kalau dicermati menurut umur, wanita berumur di bawah 40
tahun sebagian besar (83 persen) mempunyai jumlah anak lahir hidup
antara 1-2 anak dan umumnya mereka pernah dan saat ini menggunakan
kontrasepsi.Sedangkan wanita berumur di atas 40 tahun umumnya (72
persen) telah mempunyai lebih dari 5 anak dan kebanyakan mereka tidak
pernah memakai kontrasepsi dan saat ini juga tidak menggunakan
kontrasepsi.Ini menunjukkan bahwa wanita lebih muda mulai
menggunakan kontrasepsi lebih awal dsbanding wanita lebih tua.
e. Status sosial ekonomi
Telah disampaikan bahwa tingkat pendidikan erat kaitannya dengan
status sosial ekonomimasyarakat, wanita yang tingkat pendidikannya
tinggi pada umumnya status sosial ekonominya juga tinggi dan pada
akhirnya mempengaruhi jumlah anak yang dimiliki. Kecenderungan
wanita yang status sosial ekonominya tinggi jumlah anak yang dimiliki
lebih sedikit, karena umumnya pada mereka ini selain disibukkan dengan
pekerjaan juga kegiatan sosial kemasyarakatan, sehingga jumlah anak
yang banyak akan menghalangi kegiatan mereka. Hasil studi
memperlihatkan bahwa baik tingkat pendidikan maupun status kekayaan
wanita menunjukkan hubungan negatif dengan fertilitas.Semakin tinggi
tingkat pendidikan wanita dan semakin tinggi status kekayaan wanita,
semakin sedikit jumlah anak lahir hidup yang dimiliki.
f. Jumlah anak meninggal
Jumlah anak meninggal erat kaitannya dengan fertilitas. Dalam
analisis ini ditemukan bahwa jumlah anak meninggal mempunyai
pengaruh paling besar terhadap banyaknya jumlah anak lahir hidup,
demikian pula hasil studi sebelumnya juga menunjukkan hasil yang
sama(Irawan, 2004). Pola hubungan positip terlihat antara banyaknya
jumlah anak yang meninggal dengan banyaknya jumlah anak lahir hidup,
semakin banyak jumlah anak yang meninggal dalam suatu keluarga
semakin banyak pula jumlah anak yang dilahirkan hidup.Hal ini berkaitan
dengan upaya suatu keluarga untuk menggantikan anak yang telah
meninggal (replacement).Hasil menunjukkan bahwa 95 persen wanita
yang memiliki lebih dari 5 anak telah mengalami kematian lebih dari 3
anak yang meninggal, sedangkan wanita yang memiliki antara 1-2 anak
lahir hidup 59 persen tidak pernah mengalami kematian anaknya. Dengan
melihat kenyataan ini menunjukkan bahwa kelangsungan hidup anak
memang terancam, sehingga perlu meningkatkan kualitas hidup anak agar
anak bisa hidup sehat dan dapat bertahan hidup lebih lama.Jumlah anak
yang meninggal merupakan faktor determinan utama terhadap anak
lahirhidup, hal ini mengindikasikan bahwa ada kecenderungan masyarakat
mempunyai anak banyak karena takut bila ada kejadian di antara anaknya
yang meninggal, bisa jadi mempunyai anakbanyak karena ada di antara
anaknya yang meninggal.Untuk mengatasi hal ini upaya
pelayanankesehatan dan program KB perlu dilakukan lebih intensif.
g. Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan yang rendah juga merefleksikan perilaku fertilitas
di Indonesia, ada kecenderungan keluarga menginginkan anak banyak
karena dapat membantu dalam memperoleh penghasilan keluarga.Tidak
mengherankan di beberapa tempat tenaga kerja di bawah umur
dipekerjakan untuk membantu menambah penghasilan keluarga.
Berdasarkan hasil studi ini dapat dirancang berbagai bentuk intervensi
apasaja yang bisa dilakukan dalam upaya menurunkan fertilitas.
h. Tempat Tinggal
Faktor tempat tinggal (desa, kota) merupakan faktor latar belakang
yang cukup berpengaruh terhadap tingkat fertilitas. Biasanya tingkat
fertilitas wanita daerah perkotaan relatif sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan wanita daerah perdesaan. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena segala akses sarana dan prasarana antar daerah
perkotaan dan perdesaan yang semakin baik.
i. Agama
Agama merupakan salah satu variabel pengaruh yang penting dalam
kaitannya dengan tingkat fertilitas. Menurut Hipotesis Theologi Khusus
(Particularized Theology Hypothesis), agama mempengaruhi fertilitas
karena doktrin-doktrin tertentu dari gereja, atau ideologi agama tentang
pembatasan kelahiran dan norma-norma besarnya keluarga. Misalnya,
gereja katolik mengajarkan hanya abstinensi dan pantang berkala saja
yang dapat diterima sebagai cara pembatasan kelahiran (Jones and
Nortman, 1968: 1). Menurut Kirk (1966), hubungan antara agama dan
fertilitas lebih erat pada kaum muslimin daripada pada agama lain.
Faktor-faktor yang mendorong tingginya fertilitas kaum muslimin antara
lain sebagian besar hidup dalam masyarakat pertanian tradisional, di
mana anak mempunyai peranan ekonomi yang penting dan tingkat
pendidikan relatif rendah. Selain itu ada dorongan dari agama untuk
kawin pada usia muda serta wanita mempunyai kedudukan rendah dan
kegiatannya terbatas pada rumah tangga saja.
j. Indeks Kekayaan Kuintil
Pada umumnya masyarakat dari golongan status ekonomi yang lebih
rendah mempunyai fertilitas yang relatif lebih tinggi dibanding dengan
golongan status ekonomi lebih tinggi. Dalam SDKI 2007 tidak
ditanyakan mengenai besarnya pendapatan, tetapi ditanyakan informasi
mengenai kepemilikan barang dalam rumah tangga, seperti radio, televisi,
atau mobil, serta karakteristik tempat tinggal dan fasilitas sanitasi.
Berdasarkan informasi ini dihitung Indeks Kekayaan Kuintil. Indeks
kekayaan dihitung dengan cara memberi penimbang tertentu terhadap
setiap aset rumah tangga melalui analisis komponen. Penimbang untuk
setiap rumah tangga dijumlahkan dan setiap individu diurutkan
berdasarkan besarnya jumlah penimbang dari rumah tangga dimana dia
berada. Kemudian dikelompokkan dalam kuintil penduduk, yaitu lima
kelompok dengan jumlah penduduk yang sama. Indeks kekayaan kuintil
ini digunakan sebagai pendekataan variabel pendapatan. Sebagai
pendekatan variabel pendapatan, indeks kekayaan kuintil diharapkan
mempengaruhi tingkat fertilitas. Dalam analisis ini diharapkan bahwa
wanita dari kelompok kuintil terbawah mempunyai tingkat fertilitas
tertinggi dibanding dengan kelompok kuintil lainnya. Indeks kekayaan
kuintil dibagi menjadi lima kelompok, yaitu terbawah, menengah bawah,
menengah, menengah atas, dan teratas.
k. Mendapatkan haid lagi setelah melahirkan (kurang dari 3 bulan)
Pada masa kini wanita banyak yang bekerja, sehingga pemberian ASI,
khususnya ASI eksklusif semakin pendek. Dengan tidak menyusui, maka
masa amenore semakin pendek, sehingga wanita akan mendapat haid lagi
setelah melahirkan semakin cepat. Cepatnya wanita mendapat haid
kembali setelah melahirkan kemungkinan untuk menjadi hamil setelah
melahirkan juga tinggi dan pada akhirnya akan mempengaruhi fertilitas.
Data SDKI 2007 menunjukkan bahwa persentase kelahiran pada wanita
dalam tiga tahun sebelum survei (9.882 kelahiran) yang sudah haid
sebanyak 50 persen wanita sudah haid kembali pada 2-3 bulan setelah
melahirkan.
l. Sudah ‘kumpul’ lagi setelah melahirkan (kurang dari 3 bulan)
Terlepas apakah wanita setelah melahirkan memberikan ASI eksklusif
atau tidak, atau wanita tersebut sudah haid kembali setelah melahirkan,
maka pasangan suami isteri yang telah melakukan hubungan seksual akan
mempunyai kemungkinan untuk menjadi hamil dan pada akhirnya akan
mempengaruhi fertilitas. Data SDKI 2007 menunjukkan bahwa
persentase kelahiran pada wanita dalam tiga tahun sebelum survei (9.882
kelahiran) yang sudah ‘kumpul’ sebanyak 57 persen wanita sudah
melakukan hubungan seksual setelah 2-3 bulan setelah melahirkan.
m. ASI Eksklusif (6 bulan)
Menurut teori menyusui setelah melahirkan dapat melindungi wanita
dari kehamilan melalui periode lamanya amenore (kembalinya haid).
Makin sering menyusui dan makin lama menyusui eksklusif (tidak
memberi makanan lainnya selain ASI) berhubungan dengan makin
lamanya amenore dan akan mempengaruhi fertilitas. Pada masyarakat
kebiasaan menyusui yang mempengaruhi tingkat fertilitas tidak
tergantung pada berapa anak yang dimiliki oleh sepasang suami isteri;
artinya mereka tidak melakukan itu demi mencapai besar keluarga yang
diinginkan atau untuk membatasi jumlah anak. Bahkan umumnya
masyarakat tidak mengetahui bahwa dengan menyusui wanita dapat
terhindar dari kehamilan.
E. Teori Fertilitas
1. Teori Transisi Demografi
Menjelaskan hubungan laju pertumbuhan penduduk dengan
tingkat pembangungan (level of modernisation) (Hugo, et.al, 1987).
2. Teori Sosiologi Fertilitas
Faktor- faktor yang mempengauhi tinggi rendahnya fertilitas
dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor demografi dan non demografi.
Faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, perkawinan, umur
kawin pertama, paritas, disrupsi perkawinan, dan proporsi yang kawin.
Sedangkan faktor non demografi antara lain keadaan ekonomi
penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status perempuan,
urbanisasi, dan industrialisasi.
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin
sosiologi. Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang
fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah lebih dahulu
dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-
bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain
demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis
and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah
mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas
yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and
fertility: an analytic framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith
Blake melakukan analisis sosiologis tentang fertilitas. Davis and
Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas
melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate
variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan
budaya yang mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”.
Ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-
masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai
berikut:
Faktor Sosial Variable Antara Fertilitas
Intermediate variables of fertility
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin
(intercouse variables) pada usia reproduksi:
Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:
1) Umur mulai hubungan kelamin
2) Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah
mengadakan hubungan kelamin
3) Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa
hubangan kelamin:
- Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
- Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami
meninggal dunia
Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
4) Abstinensi sukarela
5) Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah
sementara)
6) Frekuensi hubungan seksual
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception
variables):
7) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang tidak disengaja
8) Menggunakan atau tidak menggunakan metode
kontrasepsi:
- Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan
kimia
- Menggunakan cara-cara lain
9) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-
obatan dan sebagainya)
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation
variables)
10) Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang tidak disengaja
11) Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada
semua masyarakat.Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh
(nilai) positif dan negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya,
jika pengguguran tidak dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut
bernilai positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas dapat meningkat
karena tidak ada pengguguran. Dengan demikian ketidak-adaan variabel
tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel bernilai negatif
atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada
neraca netto dari nilai semua variabel.
Pentingnya norma-norma yang dianut oleh masyarakat yaitu norma
tentang besarnya keluarga. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya
keluarga di pengaruhi oleh struktur sosial ekonomi. (Freedman, 1962).
3. Teori Ekonomi Fertilitas
Teori perilaku konsumen (theory of consumer behaviour)
mengasumsikan bahwa anak dianggap sebagai suatu jenis barang
konsumsi dimana anak dianggap sebagai aset atau investasi untuk
menggarap lahan sebagai sandaran hidup dan atau tabungan hari tua
(Todaro dan Smith, 2003: 313)
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek
kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah
memberikan kepuasaan, dapat memberikan balas jasa ekonomi atau
membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang
dapat menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk
membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut. Biaya
memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya langsung
dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya
yang dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan
sandang dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud
biaya tidak langsung adalah kesempatan yang hilang karena adanya
tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja lagi
karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil,
atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan
keluarga besar (Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka
aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan
kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut
tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker dengan artikelnya
yang cukup terkenal yaitu “An Economic Analysis of Fertility”.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat
dianggap sebagai barang konsumsi (a consumption good, consumer’s
durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua.
Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan kepuasan
(satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan
keluarga, biaya memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan
(income) dapat meningkatkan permintaan terhadap anak.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat
fertilitas sebagai hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan atas
usaha untuk memaksimalkan fungsi utility ekonomis yang cukup rumit
yang tergantung pada biaya langsung dan tidak langsung, keterbatasan
sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas
antara lain berkaitan dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam
menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi
dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung
maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato
menulis tentang konsep demand for children and supply of children.
Konsep demand for children dan supply of children dikemukakan dalam
kaitan menganalisis economic determinan factors dari fertilitas. Bulato
mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang
dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak,
kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
F. STUDI KASUS
Perempuan dan Kebijakan Pengendalian Kelahiran
Masalah kesehatan Reproduksi terkait fungsi reproduksi atau
fertilitas permpuan secara umum dilihat sebagai suatu proses yang alami
atau kodrat perempuan. Namun dengan semakin terbukanya akses
perempuan ke dunia pendidikan dan kerja, fungsi reproduksi perempuan
berkembang menjadi program yang pelik. Tuntutan dunia kerja dan
keinginan mengembangkan kapabilitas. Membuat reproduksi harus
dikendalikan melalui pengunaan kontrasepsi.
Di sisi lain, pesatnya laju pertumbuhan penduduk – terutama di
negara sedang berkembang seperti di Indonesia – menyebabkan negara
juga perlu mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduknya . Kondisi ini
dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi.. Hal itu
diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah
sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban daripada modal
pembangunan. Logika seperti itu secara makro digunakan sebagai
landasan kebijakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk
Secara mikro hal itu juga digunakan untuk memberikan justifikasi
mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pengaturan pembatasan
jumlah anak.
Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah
kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk
mencapai sasaran kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari target atau sasaran di
awal program keluarga berencana dilaksanakan di Indonesia yaitu
menurunkan angka kelahiran total (TFR) menjadi separuhnya sebelum
tahun 2000. Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila program keluarga
berencana di Indonesia lebih diwarnai oleh target-target kuantitatif.
Indikasi keberhasilan tersebut sangat jelas, misalnya terjadinya
penurunan TFR yang signifikan selama periode 1967 – 1970 sampai
dengan 1994 – 1997 . Selama periode tersebut TFR mengalami penurunan
dari 5,605 menjadi 2,788 (SDKI 1997). Atau dengan kata lain selama
periode tersebut TFR menurun hingga lima puluh persen. Bahkan pada
tahun 1998 angka TFR tersebut masih menunjukkan penurunan, yaitu
menjadi 2,6
Penurunan fertilitas tersebut terkait dengan (keberhasilan)
pembangunan sosial dan ekonomi, yang juga sering diklaim sebagai salah
satu bentuk keberhasilan kependudukan, khususnya di bidang keluarga
berencana di Indonesia.
Namun kritik tajam yang sering dikemukakan berkaitan dengan
program keluarga berencana adalah masih rendahnya kualitas pelayanan
KB (termasuk kesehatan), khususnya dalam level operasional di lapangan.
Kritik terhadap kualitas pelayanan (salah satunya tercermin dalam hal cara
pemerintah mempopulerkan alat kontrasepsi, misalnya melalui berbagai
jenis safari) sejak awal sudah muncul, tetapi hal itu dapat diredam
sehingga tidak meluas melalui berbagai cara .
Dalam pespektif yang lebih luas, persoalan fertilitas tidak hanya
berhubungan dengan jumlah anak sebab aspek yang terkait di dalamnya
sebenarnya sangat kompleks dan variatif, misalnya menyangkut perilaku
seksual, kehamilan tak dikehendaki, aborsi, PMS, kekerasan seksual, dan
lain sebagainya yang tercakup di dalam isu kesehatan reproduksi.
Pendekatan KB yang sangat top – down juga tidak sejalan dengan
rekomendasi konferensi internasional mengenai kependudukan dan
pembangunan (ICPD) di Cairo tahun 1994 dan konferensi dunia mengenai
perempuan dan pembangunan IV di beijing tahun 1995 mengenai hak
reproduksi, kesehatan reproduksi, dan pemberdayaan perempuan dimana
Indonesia telah menyetujui dan melaksanakannya secara konsekuen.
Sesungguhnya pengendalian penduduk tidak hanya menyasar pada
perempuan, namun karena perempuan mempunyai oragan reproduksi –
rahim – maka perempuanlah yang dijadikan target penggunaan alat
kontrasepsi sehingga cenderung mengabaika hak dan kesehatan
reproduksinya. Hal ini menjadi semakin buruk dengan kuatnya nilai – nilai
sosial yang bias gender yang membuka peluang bagi dominasi laki – laki
di segala aspek kehidupan.
Untuk itu sudah saatnya dilakukan perubahan paradigma pelayanan
kesehataan reproduksi yang berorientasi pada perempuan, yang lebih
menghargai hak reproduksi perempuan (women – centered reproduction
health ).
MENUJU PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI YANG
BERSPEKTIF JENDER
Berbicara tentang hak reproduksi dan kesehatan reproduksi tidak
lepas dari kualitas pelayanan kesehatan reproduksi, khusunya pelayanan
KB. Karena kesehatan reproduksi dan hak reproduksi hanya dapat
terpenuhi apabila didukung adanya pelayanan keluarga berencana yang
berkualitas.
Menurut Pandi dan Sambung pelayanan KB adalah pelayanan KB
yang memungkinakan klien untuk secara sadar dan bebas memilih alat –
alat kontrasepsi yang diinginkan, aman, dan terjangkau harganya, serta
memuaskan kebutuhan perepmpuan dan laki- laki. Sedangkan sutedi dan
Tan mendefinisikan tentang pelayanan KB yan bermutu sebagai pelayanan
yang memberikan informasi yang terbuka secara rasional dan diikuti
pelayanan oleh tenaga profesional dengan jaringan pelayanan yang
memiliki sistem rujukan yang dapat diandalkan (dalam Agus Dwiyanto
1996).
Pelayanan KB di Indonesia seperti juga di negara sedang
berkembang lainnya, menurut Philip (dalam Watie 1996) mempunyai tiga
tujuan pokok yaitu : Pertama, tujuan demografis untuk mengatasi
pertumbuhan penduduk yang dianggap sebagai penyebab kemiskinan,
keterblakangan, dan degradasi lingkungan; kedua, mempromosikan
kesehatan ibu dan anak untuk mencegah kematian maternal dan anak
melalui penjarakan anak; ketiga menegakkan hak- hak asasi manusia, yang
didefinisikan sebagai mengikutsertakan pengetahuan dan akses pada
kontrasepsi yang aman.
Metode kontrasepsi yang idelanya dipilih pasangan untuk
merencanakan, menunda, atau membatasi anak, direduksi hanya menyasar
kepada perempuan. Ini tampak dari jumlah kontrasepsi lebih 90 persennya
ditujukan kepada perempuan. Kecenderungan mempromosikan metode
kontrasepsi terpilih seperti implant, IUD, dan sterilisasi telah mengurangi
nilai lebih program KB.
Akses untuk mendapatkan informasi tentang metode kontrasepsi
dengan segala efek sampingnya merupakan hak reproduksi yang
mendasar, Progress Reports on Milenium Development Goals Indonesia
(2004) menyebutkan 11 persen kematian maternal di Indonesia
disebabakan oleh aborsi yang tidak aman. Kematian maternal di Indonesia
disebabkan olh aborsi yang tidak aman. Kematian maternal ini bisa
dicegah apabila perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan
pelayanan kontrasepsi serta sadar akan komplikasi aborsi.
Berdasarkan data dan fakta diatas dirasa penting adanya pelayanan
kesehatan reproduksi yang lebih menghormati hak – hak reproduksi,
khusunya perepmpuan yang selama ini dikorbankan demi kepentingan
keluarga, masyarakat, maupun negara. Untuk itu pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkulitas harus berpijak pada kesehatan reproduksi
wanita itu sendiri (Women – centered approach) .
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas hubungan yang timpang ini tercermin dalam
proses pengambilan keputusan menyangkut fungsi reproduksi, khusunya
perempuan yang selama ini dikorbankan demi kepentingan keluarga, masyarakat,
maupun negara. Untuk itu sudah saatnya dilakukan perubahan paradigma
pelayanan kesehatan reproduksi yang berorientasi pada perempuan, yang lebih
menghargai hak reproduksi perempuan (Women – centered approach) .
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18186/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 9Februari 2013 )
http://nissaajah91.wordpress.com/2010/03/02/masalah-kependudukan-ditinjau-
dari sisi-fertilitas-pengaturan-kelahiran-kesehatan-reproduksi/ (diakses pada
tanggal 10 Februari 2013)
http://ppmb.unair.ac.id/files/Leaflet%20IKR%202012.pdf(diakses pada tanggal 9
Februari 2013 )
http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Jurnal/196307301990032002Perempuan
%20dan%20Kebijakan%20Pengendalian%20Kelahiran.pdf (diakses pada
tanggal 10 Februari 2013 )
http://banten.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=14&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE78
97(diakses pada tanggal 9 Februari 2013 )
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/
6954/6955.pdf (diakses pada tanggal 9Februari 2013 )
Iswarati. 2009 . Analisa Lanjut SDKI 2007 : Proximate Determinant Fertilitas Di
Indonesia . Jakarta : Puslitbang KB Dan Kesehatan Reproduksi Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
http://www.bkkbn.go.id/litbang/pusna/Hasil%20Penelitian/Analisis%20Lanjut/
Tahun%202009/Proximate%20Determinant%20%20FERTILITAS%20DI
%20INDONESIA.pdf.(Diakses pada 11 Februari 2013 )