paper tekbor

9
JTM Vol. XVIII No. 1/2011 11 OPTIMALISASI DESAIN PRODUCTION CASING PADA PERENCANAAN PEMBORAN SUMUR GEOTHERMAL DI LAPANGAN X Berlando Einstinhard 1 , Hernansjah 1 Sari Dalam perencanaan pemboran, desain production casing termasuk bagian dari desain casing keseluruhan yang dipersiapkan sebelum operasi pemboran dan berhubungan langsung dengan fluida produksi pada sumur geothermal. Optimalisasi desain dilakukan dengan mempertimbangkan lingkungan geothermal yang memiliki ciri khusus temperatur tinggi dan kandungan H 2 S. Temperatur tinggi akan menyebabkan adanya thermal stress yang mempengaruhi material casing dan H 2 S akan menyebabkan korosi pada casing. Kata kunci: desain production casing, thermal stress, korosi Abstract In drilling plan, production casing design is part of whole casing design that must be prepared before the drilling operation and become the main casing which contact to production fluid directly in geothermal well. Design optimization is done by considering geothermal environment which has high temperature and H 2 S compositional as its characteristic. High temperature will give thermal stress to casing material and H 2 S will cause corrosion to casing. Keywords: production casing design, thermal stress, corrosion 1) Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp: +62 22-2504955, Fax: +62 22-2504955, Email: [email protected] I. PENDAHULUAN Rangkaian casing string yang biasa digunakan dalam proses pemboran dan penyelesaian sumur geothermal adalah: 1. Conductor Pipe 2. Surface Casing 3. Intermediate Casing 4. Drilling Liner 5. Perforated Production Liners 6. Tieback Production Casing Production casing dalam rangkaian ini adalah gabungan dari drilling liner dan tieback production casing (penyelesaian dengan dua tahap). Pada sumur geothermal di lapangan X, production casing diselesaikan dengan dua tahap karena formasi yang ditemui di bawah intermediate casing shoe merupakan zona loss. Apabila pada zona loss ini production casing dilakukan dengan single string dari permukaan, maka semen tidak akan pernah bisa mencapai permukaan karena semen akan mengalami loss. Secara umum, desain casing yang dilakukan pada rangkaian casing mempertimbangkan tiga kriteria utama yaitu Burst, Collapse, dan Tension. Namun, khusus untuk desain production casing pada sumur geothermal, dibutuhkan tambahan pertimbangan yang berkaitan dengan ciri khas sumur geothermal, yaitu: 1. Thermal stress yang merupakan pertimbangan untuk memperkirakan material casing sehingga casing masih dalam kondisi yang aman walaupun memasuki kondisi plastik. 2. Korosi yang merupakan pertimbangan untuk memilih grade casing yang cocok dalam lingkungan asam akibat adanya kandungan H 2 S. II. TEORI DASAR Ketika sumur akan dikomplesi, rangkaian casing yang disemen akan dipengaruhi oleh axial stress akibat perubahan drastis temperatur dari temperatur tinggi fluida produksi geothermal ke temperatur injeksi air dingin (temperatur kill) yang banyak menyebabkan failure pada casing. 2.1 Thermal Stress Thermal stress adalah tegangan yang terjadi pada casing akibat perubahan temperatur. Thermal stress akan membuat casing mengembang (memuai dan menyusut) dan akan mengalami failure pada suatu kondisi temperatur tertentu. Salah satu keunikan pada sumur geothermal adalah temperatur tinggi. Temperatur tinggi akan mempengaruhi material casing dan menyebabkan efek plastic deformation. Plastic deformation adalah efek stress pada casing sehingga casing akan berada dalam kondisi plastis. Thermal stress dan Plastic deformation berhubungan dengan yield strength casing. Yield strength menunjukkan ketahanan casing untuk tetap mempertahankan bentuk awalnya (tidak failure) pada keadaan tension dan compression. Nilai yield strength casing bergantung pada material casing dan akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan temperatur. Pertimbangan thermal stress akan diaplikasikan hanya pada drilling

Upload: iwan-kurniawan

Post on 28-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


49 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Tekbor

JTM Vol. XVIII No. 1/2011

11

OPTIMALISASI DESAIN PRODUCTION CASING PADA PERENCANAAN PEMBORAN SUMUR GEOTHERMAL DI

LAPANGAN X Berlando Einstinhard1 , Hernansjah1

Sari Dalam perencanaan pemboran, desain production casing termasuk bagian dari desain casing keseluruhan yang dipersiapkan sebelum operasi pemboran dan berhubungan langsung dengan fluida produksi pada sumur geothermal. Optimalisasi desain dilakukan dengan mempertimbangkan lingkungan geothermal yang memiliki ciri khusus temperatur tinggi dan kandungan H2S. Temperatur tinggi akan menyebabkan adanya thermal stress yang mempengaruhi material casing dan H2S akan menyebabkan korosi pada casing.

Kata kunci: desain production casing, thermal stress, korosi Abstract In drilling plan, production casing design is part of whole casing design that must be prepared before the drilling operation and become the main casing which contact to production fluid directly in geothermal well. Design optimization is done by considering geothermal environment which has high temperature and H2S compositional as its characteristic. High temperature will give thermal stress to casing material and H2S will cause corrosion to casing.

Keywords: production casing design, thermal stress, corrosion 1) Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp: +62 22-2504955, Fax: +62 22-2504955, Email: [email protected] I. PENDAHULUAN Rangkaian casing string yang biasa digunakan dalam proses pemboran dan penyelesaian sumur geothermal adalah: 1. Conductor Pipe 2. Surface Casing 3. Intermediate Casing 4. Drilling Liner 5. Perforated Production Liners 6. Tieback Production Casing

Production casing dalam rangkaian ini adalah gabungan dari drilling liner dan tieback production casing (penyelesaian dengan dua tahap). Pada sumur geothermal di lapangan X, production casing diselesaikan dengan dua tahap karena formasi yang ditemui di bawah intermediate casing shoe merupakan zona loss. Apabila pada zona loss ini production casing dilakukan dengan single string dari permukaan, maka semen tidak akan pernah bisa mencapai permukaan karena semen akan mengalami loss. Secara umum, desain casing yang dilakukan pada rangkaian casing mempertimbangkan tiga kriteria utama yaitu Burst, Collapse, dan Tension. Namun, khusus untuk desain production casing pada sumur geothermal, dibutuhkan tambahan pertimbangan yang berkaitan dengan ciri khas sumur geothermal, yaitu: 1. Thermal stress yang merupakan

pertimbangan untuk memperkirakan material casing sehingga casing masih dalam kondisi yang aman walaupun memasuki kondisi plastik.

2. Korosi yang merupakan pertimbangan untuk memilih grade casing yang cocok dalam lingkungan asam akibat adanya kandungan H2S.

II. TEORI DASAR Ketika sumur akan dikomplesi, rangkaian casing yang disemen akan dipengaruhi oleh axial stress akibat perubahan drastis temperatur dari temperatur tinggi fluida produksi geothermal ke temperatur injeksi air dingin (temperatur kill) yang banyak menyebabkan failure pada casing. 2.1 Thermal Stress Thermal stress adalah tegangan yang terjadi pada casing akibat perubahan temperatur. Thermal stress akan membuat casing mengembang (memuai dan menyusut) dan akan mengalami failure pada suatu kondisi temperatur tertentu. Salah satu keunikan pada sumur geothermal adalah temperatur tinggi. Temperatur tinggi akan mempengaruhi material casing dan menyebabkan efek plastic deformation. Plastic deformation adalah efek stress pada casing sehingga casing akan berada dalam kondisi plastis. Thermal stress dan Plastic deformation berhubungan dengan yield strength casing. Yield strength menunjukkan ketahanan casing untuk tetap mempertahankan bentuk awalnya (tidak failure) pada keadaan tension dan compression. Nilai yield strength casing bergantung pada material casing dan akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan temperatur. Pertimbangan thermal stress akan diaplikasikan hanya pada drilling

Page 2: Paper Tekbor

Berlando Einstinhard, Hernansjah

12

liner dan casing tieback yang berperan sebagai production casing. 2.2 Perhitungan thermally induced axial stress Induced axial strain, εaxial, pada casing disebabkan oleh perubahan temperatur, ∆T, yang dapat ditentukan dari koefisien thermal expansion, αT, dengan menggunakan persamaan:

εaxial = αT ∆T (1)

Jika casing disemen dan konstan pada posisinya, dan jika axial stress kurang dari yield stress, maka perubahan axial stress σaxial, dapat ditentukan dari hubungan:

σaxial = -E αT ∆T (2)

dimana: E = Young’s Modulus, untuk peningkatan temperatur memiliki tanda negatif yang berarti kondisi compressive stress. Dengan menggunakan nilai 6.67 x 10-6/0F sebagai koefisien rata-rata thermal expansion dan 30 x 106 psi untuk nilai Young’s Modulus baja pada temperatur 1000F, perubahan pada axial stress dapat diperkirakan dari persamaan sederhana:

σaxial = -200 ∆T (3)

Persamaan di atas diasumsikan bahwa hasil koefisien thermal expansion dan Young’s modulus tetap konstan melampaui rentang temperatur operasi. Dexter Pazziuagan dari PGI memberikan masukan data untuk koefisien thermal expansion pada 1000F dan 6500F yang diasumsikan bernilai sama untuk semua jenis material casing (Tabel 1). Tabel 1. Nilai Thermal Expansion dan Young’s Modulus (1000F – 6500F) (Pazziuagan, 2000)

1000F 6500F Thermal Expansion

6.67 x 10-6/0F 9.00 x 10-6/0F

Young’s Modulus

30 x 106psi 27.3 x 106psi

Dengan mengasumsikan trend yang linier dari 1000F sampai 6500F dan mengambil nilai rata-ratanya, persamaan untuk memperkirakan perubahan pada axial stress menjadi:

σaxial = -224 ∆T (4) Persamaan (4) merupakan persamaan axial stress yang direkomendasikan pada lingkungan geothermal dan digunakan secara subjektif.

2.3 Desain Plastic Deformation Pada kondisi plastic deformation, beban temperatur tidak memberikan proses regangan yang melebihi batas temperatur maksimumnya. Desain yang dihasilkan mengacu pada nilai yield strength casing maksimum dalam keadaan compression pada temperatur maksimum. Contohnya yaitu secara teori, thermal induced compressive stress pada tieback casing akan melebihi nilai yield strength maksimum casing jika menggunakan casing L-80. Namun, saat casing mencapai nilai yield maksimum, compressive stress akan tetap konstan walaupun temperatur meningkat secara efektif dan memendekkan panjang casing. Saat casing didinginkan, casing akan menjadi lebih pendek daripada panjang awalnya dan tensile stress akan terjadi seiring dengan penurunan temperatur. Tahap awal analisa plastic deformation adalah mengeplot kurva thermal stress dan yield strength reduction dalam satu chart (Gambar 1). Yield strength reduction adalah penurunan nilai yield strength casing akibat kenaikan temperatur yang mempengaruhi material casing. Nilai persentasi penurunan ini berasal dari penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 2. Titik temu antara dua kurva tersebut menunjukkan bahwa titik tersebut merupakan temperatur maksimum casing untuk tidak mengalami deformasi. Temperatur maksimum ini merupakan titik awal casing akan mengalami kondisi plastic deformation. Pada temperatur maksimum ini, casing akan memiliki nilai yield strength baru yang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan thermal stress. Dari titik temperatur maksimum ini, nilai yield strength akan tetap konstan walaupun casing mengalami pemanasan melebihi temperatur maksimumnya karena casing telah memasuki kondisi plastik.

Gambar 1. Plot garis Thermal Stress dan Reduction Yield Strength

Page 3: Paper Tekbor

Optimalisasi Desain Production Casing pada Perencanaan Pemboran Sumur Geothermal di Lapangan X

13

Tabel 2. Persentasi pengurangan nilai Yield Strength pada temperatur tertentu

T (0F) Reduction (%) 300 12,5 400 17 500 22 600 27,5

Grafik analisa plastic deformation dapat dibentuk setelah mendapatkan temperatur maksimum (Gambar 2).

Gambar 2. Plot axial stress vs

temperature untuk desain plastic deformation

Pada Gambar 2, titik awal temperatur adalah 1000F yang merupakan asumsi temperatur sementasi dengan nilai axial Stress = 0. Sebelum mencapai temperatur produksi, garis biru akan berhenti pertama kali pada temperatur maksimum dan memulai kondisi plastic deformation sampai temperatur produksi sumur (asumsi 5000F). Diatas nilai axial stress = 0, casing akan mengalami kondisi compression karena ekspansi casing akibat peningkatan temperatur tertahan oleh semen. Hal ini menunjukkan bahwa pada temperatur produksi, casing akan mengalami kondisi compression. Terjadinya kondisi plastic deformation mengubah kondisi material casing sehingga saat sumur dimatikan, kondisi material casing tidak sama dengan awalnya dan tidak akan kembali ke garis pertama melainkan membentuk suatu garis baru (garis merah). Garis merah ini menunjukkan penurunan temperatur dari temperatur produksi ke temperatur kill (asumsi 800F). Di bawah nilai axial stress = 0, casing akan mengalami kondisi tension karena penyusutan casing akibat penurunan temperatur tertahan oleh semen (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa pada temperatur kill, casing berada dalam kondisi tension. Nilai safety factor untuk desain plastic deformation ini ditentukan dari nilai awal yield strength (80.000 psi) relatif terhadap nilai akhir axial stress pada temperatur kill.

Gambar 3. Ilustrasi kondisi compression saat peningkatan temperatur dan kondisi tension

saat penurunan temperatur

2.4 Pertimbangan korosi Ada pertimbangan lain selain thermal stress pada desain production casing 13 3/8” yaitu faktor korosi karena fluida geothermal mengandung komposisi H2S yang signifikan dan cukup untuk menyebabkan korosi pada production casing selama masa produksi. H2S merupakan gas yang sangat beracun dan dapat terbakar. Gas ini memiliki densitas yang lebih berat dari udara dan cenderung berakumulasi di bagian bawah daerah yang memiliki sedikit pertukaran udara. Efek H2S ini membentuk lingkungan asam (sour service) yang membuat casing akan lebih cepat mencapai kondisi failure yang disebut Sulfide Stress Cracking (Gambar 4).

Gambar 4. Pengaruh H2S terhadap plastic

deformation

Sour service dapat terjadi apabila terdapat tekanan parsial H2S >= 0,05 psi dan kondisi pH = 4 (Gambar 5). Hasil penelitian menunjukkan 0,05 psi ini merupakan tekanan parsial H2S minimum untuk H2S larut dalam air. Semakin besar tekanan parsial H2S maka semakin besar potensi terjadinya SSC pada casing. Tekanan parsial H2S pada fluida produksi geothermal merupakan tekanan gas H2S pada sistem campuran uap air dan gas H2S. Sebagai contoh, apabila terdapat tekanan absolut fluida produksi sebesar 1.000 psi dan kandungan gas

Page 4: Paper Tekbor

Berlando Einstinhard, Hernansjah

14

H2S sebesar 0,005% dari total fluida produksi, maka tekanan parsial H2S: P[H2S] = 0,05 psi. Pengertian lain tentang tekanan parsial 0,05 psi ini yaitu adanya kandungan 5 ppm gas H2S yang memiliki tekanan maksimum 10.000 psi. SSC merupakan fenomena fisik dari sour service terhadap casing yang merupakan failure getas akibat retakan dibawah kombinasi tensile stress dan korosi dengan adanya air dan H2S (Gambar 6). SSC terjadi karena adanya kombinasi H2S dengan air serta pH rendah yang akan melepaskan hidrogen bebas (ion hidrogen). Oleh karena ukurannya yang kecil, partikel hidrogen diadsorbsi oleh material dan berinteraksi dengan baja yang menjadikannya getas. Difusi hidrogen ke dalam metal yang dikatalis oleh ion sulfida menghasilkan penggetasan hidrogen. Dua faktor kunci yang mengaktivasi adalah temperatur rendah dan stress tinggi pada material. Dalam keadaan kombinasi faktor-faktor ini, crack failure dapat

terjadi dalam material. Catatan utama yaitu crack failure ini terjadi pada stress di bawah batas elastis material. Oleh karena itu, material yang tahan penggetasan hidrogen akan tahan terhadap SSC. NACE MR - 0175 memberikan rekomendasi grade casing yang tahan terhadap SSC pada temperatur rendah yaitu H-40, J-55, K-55, L-80 (1), C-90 (1), dan T-95 (1). 2.5 Studi kasus Lapangan X merupakan lapangan geothermal di Indonesia dengan sistem dominasi uap dan telah mencapai produksi kurang lebih 260 MW. Sumur X-12 yang terletak di salah satu pad lapangan X ini merupakan sumur make up yang direncanakan untuk meningkatkan produksi uap. Untuk perencanaan desain casing sumur ini, analisa dimulai dengan data geologi, penentuan sumur offset, penentuan kedalaman casing, sampai menentukan pemilihan konfigurasi casing yang akan digunakan.

Gambar 5. Penentuan kondisi sour service berdasarkan tekanan parsial H2S dan pH

Gambar 6. Ilustrasi terjadinya SSC pada casing

Page 5: Paper Tekbor

Optimalisasi Desain Production Casing pada Perencanaan Pemboran Sumur Geothermal di Lapangan X

15

Gambar 7. Peta perencanaan sumur X-12

Gambar 8. Penampang cross section perencanaan sumur X-12

Page 6: Paper Tekbor

Berlando Einstinhard, Hernansjah

16

Berdasarkan peta geologi perencanaan pemboran sumur X-12 (Gambar 7 dan 8), informasi awal data geologi menyatakan bahwa: 1. Sumur ini memiliki kemungkinan

produktivitas sama baiknya dengan sumur-sumur terdekatnya (X-10 dan X-7). Dari peta terlihat bahwa sumur X-7, X-10, dan X-11 dapat dipertimbangkan sebagai sumur offset.

2. Menembus patahan Gagak. 3. Pemboran dilakukan pada area dimana

sumur X-7, X-10, dan X-11 berada yang terbukti sebagai sumur produksi yang sangat bagus.

Informasi data lainnya yang harus dipertimbangkan berkaitan dengan perencanaan sumur X-12 yaitu: 1. Informasi perencanaan pemboran berarah

- KOP = 1600 ft TVD - Inclination = 300 - Azimuth = 3100 - EOB = 3300 – 3400 ft MD - TD = 8000 ft MD

- Top of Reservoir (TOR) diperkirakan 3500 ft TVD

2. Data target yang akan ditembus ditunjukkan pada Gambar 9.

Untuk penentuan kedalaman casing, Leak Off Test (LOT) data akan digunakan sebagai data tekanan fracture. Data LOT didapatkan dari banyak data yaitu sumur offset dan sumur lapangan geothermal lainnya agar data LOT menjadi valid untuk setiap kedalaman. Pada basin sedimen, gradien fracture meningkat seiring meningkatnya kedalaman, tetapi pada lingkungan geothermal, gradien fracture cenderung turun seiring meningkatnya kedalaman. Hal ini terjadi karena litologi batuan lingkungan geothermal yang berkarakteristik fracture sehingga peningkatan kedalaman akan membuat batuan semakin mudah untuk dipecahkan. Data LOT geothermal dapat dilihat pada Gambar 10 yang didapatkan dari beberapa data lapangan geothermal di dunia yaitu A, B, C, D, E, F, dan X.

Gambar 9. Perencanaan target untuk sumur X-12

Gambar 10. Data LOT sumur geothermal berdasarkan data beberapa lapangan

Page 7: Paper Tekbor

Optimalisasi Desain Production Casing pada Perencanaan Pemboran Sumur Geothermal di Lapangan X

17

Penentuan kedalaman casing dilakukan dengan menggunakan analisa casing setting depth. Data yang diperlukan adalah data tekanan pori dan data tekanan fracture untuk setiap kedalaman. Data tekanan fracture diambil dari data LOT geothermal dengan menarik garis linier untuk kasus terburuk. Data tekanan pori didapatkan dari data analisa shut in PT (kondisi full heating up) sumur-sumur offset. Namun, data tekanan pori ini hanya valid untuk data di bawah production casing shoe karena data di atas production casing shoe tertutup casing sehingga data tidak valid sebagai tekanan pori. Solusi untuk data tekanan pori di atas production casing shoe adalah menggunakan data gradien tekanan air 0,433 psi/ft. Pressure window (Gambar 11) memperlihatkan bahwa data gradien tekanan air (garis merah) dan tekanan fracture (garis biru) tidak dapat digunakan untuk menentukan penentuan kedalaman casing dengan metode bottom to up atau up to bottom. Garis hijau menunjukkan tekanan pori yang berasal dari

data shut in PT sumur-sumur offset (Gambar 12). Pada pressure window tersebut, kedalaman casing sebenarnya dapat ditentukan secara bebas dengan penggunaan air sebagai fluida pemboran dari permukaan hingga target. Untuk data yang akurat, solusi untuk mendapatkan penentuan kedalaman casing dilakukan dengan menggunakan data geologi dengan mempertimbangkan kedalaman TOR yaitu: 1. Korelasi dengan sumur-sumur offset. 2. Data temperatur pada saat pelaksanaan

operasi pemboran. 3. Adanya epidot pada cutting. 4. Litologi batuan penempatan casing shoe. Untuk perencanaan pemboran, korelasi data-data sumur offset dapat dilakukan sebagai acuan penentuan kedalaman casing shoe dan litologi batuannya harus batuan yang keras. Untuk keakuratan dan keberhasilan penempatan casing, analisa data temperatur, epidot, dan litologi batuan dilakukan saat operasi pemboran berlangsung dan keputusannya akan dilakukan oleh tim geologi.

Gambar 11. Pressure Window sumur X-12

Gambar 12. Data shut in PT sumur-sumur offset untuk tekanan dibawah Top of Reservoir (garis merah

menunjukkan keyakinan tekanan rata-rata untuk sumur X-12)

Page 8: Paper Tekbor

Berlando Einstinhard, Hernansjah

18

Tabel 3. Data kedalaman casing offset wells

Well Intermediate

(ft) Tieback

Casing (ft) Drilling

Linear (ft) Perf. Prod 1

(ft) Perf. Prod 2

(ft) Perf. Prod 3

(ft) X-7 1370 - 3678 6150 7998 -

X-10 1364 - 3658 6088 - - X-11 1503 1389 3550 6014 6926 8391

Tabel 4. Konfigurasi desain

CASING Size Bottom Depth Weight Grade

CONDUCTOR 30" 182' 310 ppf X-52 INTERMEDIATE 20" 1400' 133 ppf K-55 TIEBACK CASING 13 3/8" 1200' 68 ppf L-80 DRILLING LINER 13 3/8" 3660' 68 ppf L-80 PERFORATED PRODUCTION LINER 1 10 3/4" 6100' 40.5 ppf J-55 PERFORATED PRODUCTION LINER 2 8 5/8" 8000' 24 ppf K-55

Dari data sumur-sumur offset (Tabel 3), kedalaman casing ditentukan dengan keyakinan pribadi dan mengacu pada buku guideline dan target yang akan dicapai. Data kedalaman casing ini dimasukkan ke dalam program spreadsheet untuk mendapatkan hasil konfigurasi casing untuk desain (Tabel 4) dengan cara trial and error. Hasil dari program menunjukkan bahwa grade L-80 adalah grade paling optimal untuk desain drilling liner dan tieback casing. Desain ini sudah memperhitungkan pengaruh thermal stress dan efek plastic deformation. Pada Tabel 5 terlihat bahwa temperatur maksimum casing lebih kecil daripada temperatur produksi akibat thermal stress sehingga production casing berada dalam kondisi plastic deformation saat sumur berproduksi. Desain ini sudah memenuhi syarat aman berdasarkan buku guideline dimana nilai safety factor minimum untuk plastic deformation adalah 2. Untuk pertimbangan korosi, grade L-80 sudah sesuai dengan rekomendasi dari NACE MR-0175. Pada tabel perbandingan desain dan aktual (Tabel 6), hasil desain mendekati hasil aktualnya baik dari kedalaman casing shoe, berat casing, maupun grade casing (khususnya drilling liner dan tieback casing). Grade casing pada intermediate casing dan perforated production liner 1 berbeda karena pertimbangan properti yang dimiliki perusahaan. Perusahaan biasanya masih memiliki persediaan casing yang dapat dimanfaatkan sebagai pilihan utama untuk sumur baru berikutnya. Hal ini akan

menghemat pengeluaran biaya apabila dibandingkan dengan mengikuti desain dan memesan grade casing baru. Tabel perbandingan konfigurasi desain production casing (Tabel 7) dibuat untuk menunjukkan kebutuhan pertimbangan thermal stress, desain plastic deformation, dan korosi. Pada tabel, desain yang tidak menggunakan pertimbangan thermal stress dan korosi menggunakan grade C-75, sedangkan dengan pertimbangan thermal stress dan korosi menggunakan grade L-80. Production casing aktual yang dipakai pada sumur X-12 ini adalah grade L-80. III. KESIMPULAN Dari studi kasus ini, dapat diambil kesimpulan: 1. Pertimbangan thermal stress dan korosi

harus digunakan dalam desain production casing sumur geothermal.

2. Production casing mengalami kondisi plastic deformation pada saat produksi.

3. Penentuan kedalaman casing tidak dapat dilakukan dengan pressure window, melainkan dengan data sumur-sumur offset.

4. Rekomendasi desain production casing sumur X-12 adalah grade L-80 pada kedalaman shoe tieback casing 1200' dan drilling liner 3660'.

5. Hasil rekomendasi desain ini cukup memuaskan dengan membandingkan data aktual X-12, grade L-80 pada kedalaman shoe tieback casing 1135' dan drilling liner 3490'.

Page 9: Paper Tekbor

Optimalisasi Desain Production Casing pada Perencanaan Pemboran Sumur Geothermal di Lapangan X

19

Tabel 5. Hasil analisa thermal stress dan desain plastic deformation

Temperautr maksimum (0F)

Axial stress @ Temp. Maksimum (psi)

Axial stress @ Temp. kill (psi)

Safety Factor

Tieback Casing 396 -66.352 27.728 2,88 Drilling Liner 396 -66.352 27.728 2,88

Tabel 6. Perbandingan rekomendasi desain casing dan casing aktual X-12

Casing Size Bottom Depth Weight Grade Bottom Depth Weight Grade

Conductor 30" 182' 310 ppf X-52 182' 310 ppf X-52

Intermediate 20" 1400' 133 ppf K-55 1328' 133 ppf K-55

Tieback Casing 13 3/8" 1200' 68 ppf L-80 1135' 68 ppf L-80

Drilling Liner 13 3/8" 3660' 68 ppf L-80 3490' 68 ppf L-80

Perforated Production Liner 1

10 3/4" 6100' 40.5 ppf J-55 5562' 40.5 ppf J-55

Perforated Production Liner 2

8 5/8" 8000' 24 ppf K-55 7787' 24 ppf K-55

Tabel 7. Perbandingan konfigurasi desain production casing X-12

Tanpa pertimbangan thermal stress dan korosi

Dengan pertimbangan thermal stress dan korosi Casing aktual

Drilling Liner C-75 L-80 L-80 Tieback Casing C-75 L-80 L-80

DAFTAR PUSTAKA 1. Bourgoyne, A.T.Jr., Millheim, K.K.,

Chenevert, M.E., Young, F.S.Jr. 1991. Applied Drilling Engineering, Society of Petroleum Engineers, p. 330 – 348.

2. Casing/Tubing Design Manual, 2005. 3. Geothermal and Power Operations –

Geothermal Well Design Guidelines, 2001.

4. Nace Standard MR0175, 2003. 5. Pazziuagan, D., 2000. Casing Stresses

Caused by Temperature Change, PGI Technical Memorandum.

6. V&M Steel Grades for Sour Service, 2011.

7. Well Design and Engineering, Prepared and Presented by PetrEX International and Rig SMARTS, Bangkok, 2006.

DAFTAR NOTASI

∆T = perubahan temperatur E = young’s Modulus SSC = Sulfide Stress Cracking MW = Mega Watt KOP = Kick of Point TVD = True Vertical Depth EOB = End of Build MD = Measure Depth TD = Total Depth TOR = Top of Reservoir LOT = Leak of Test εaxial = induced axial strain αT = thermal expansion σaxial = axial stress