paper sjsn
DESCRIPTION
paper sjnsTRANSCRIPT
KEBIJAKAN KESEHATAN NASIONAL
"KONSEP DASAR SJSN & BPJS”
OLEH :
KELOMPOK 1
D-IV KEPERAWATAN
1. Ni Made Desi Sugiani (P07120214017)
2. Ni Ketut Ayu Pratiwi Catur Wahyuni (P07120214019)
3. Ni Nyoman Tria Sunita (P07120214020)
4. Ayu Indah Agustini (P07120214027)
5. Ayu Putu Eka Tusniati (P07120214032)
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
SOAL
1. Jelaskan definisi dan sejarah SJSN dan BPJS !
2. Jelaskan alasan diperlukannya SJSN !
LANDASAN TEORI
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
A. DEFINISI SJSN
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu program Pemerintah yang ditetapkan di
Indonesia dalam UU No. 40 tahun 2004 dengan tujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat
hidup sehat, produktif, dan sejahtera.
B. SEJARAH SJSN
Di Indonesia telah lama beroperasi program jaminan sosial yang diselenggarakan
oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial yaitu PT Jamsostek, PT Askes, PT
Taspen, PT Asabri, Bapel JPKM dan berbagai program-program jaminan sosial mikro,
tetapi cakupannya masih relatif rendah dan terbatas pada pekerja sektor formal. Badan-
badan penyelenggara tersebut beroperasi secara parsial masing-masing berlandaskan
Undang-undang atau peraturan-peraturan yang terpisah, tumpang tindih, tidak konsisten,
dan kurang tegas. Sementara itu, diketahui bahwa manfaat yang diterima peserta masih
terbatas sehingga peserta tidak terlindungi secara optimal. Pengelolaan lembaga dianggap
belum transparan dan dengan manajemen yang profesionalitasnya masih perlu
ditingkatkan.
Menyadari kekurangan-kekurangan di atas, pemerintah merasa perlu memiliki
undang-undang yang berlaku nasional dan mampu menyempurnakan undang-undang dan
peraturan yang mengatur baik substansi, kelembagaan maupun mekanisme penyelenggaraan
jaminan sosial. Undang-undang tersebut disusun berlandaskan konsep jaminan sosial nasional
yang sah dan integral sehingga dapat menjadi payung yang memberikan arahan dalam
peyelenggaraan jaminan sosial. Atas dasar itulah maka pada tanggal 19 Oktober 2004
Pemerintah mengesahkan UndangUndang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN). Reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia telah dimulai dengan
pengesahan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada
tanggal 19 Oktober 2004. UU SJSN akan menyelaraskan penyelenggaraan yang ada
sekarang sehingga lebih menjamin terselenggaranya keadilan sosial.
Kronologis Penyusunan UU SJSN
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang
diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidup yang layak, sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang HAM Tahun 1948 dan
Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952.
Di Indonesia, jaminan sosial diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 dan
perubahannya Tahun 2002, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3), serta pasal 34 ayat (1) dan ayat (2). TAP MPR RI No. X/MPR/2001 menugaskan
kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Amanat ini direalisasikan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Pokja SJSN) Tahun 2001 oleh Wakil Presiden RI (Kepseswapres, No. 7
Tahun 2001, 21 Maret 2001), dengan tugas utama menyiapkan Naskah Akademik (NA) SJSN
dan konsep Rancangan Undang-Undang (RUU) SJSN. Kepseswapres tersebut
diperbaharui dengan Keppres No. 20 Tahun 2002, tanggal 10 April 2002, tentang
pembentukan Tim SJSN dengan bentuk penugasan yang sama.
Penyusunan NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan RUU
SJSN. NA SJSN yang merupakan hasil kajian dan pemahaman tentang jaminan sosial, yang
dilengkapi dengan hasil studi banding, lokakarya, pembahasan informal dengan DPR RI,
sosialisasi, dan masukan dari masyarakat lainnya. NA SJSN mengalami perubahan dan
penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali dan naskah terakhir dihasilkan tertanggal 26
Januari 2004. NA SJSN secara lengkap diterbitkan terpisah dan selanjutnya dituangkan
dalam konsep RUU SJSN. Perkembangan pembahasan sejak konsep awal RUU SJSN,
9 Februari 2003, terdiri dari 11 (sebelas) bab dan 42 (empat puluh dua) pasal, hingga
konsep terakhir, 14 Januari 2004, terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 74 (tujuh puluh
empat) pasal, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, setelah mengalami 52
(lima puluh dua) kali perubahan dan penyempurnaan. Kemudian Pemerintah menyerahkan
RUU SJSN yang terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 80 (delapan puluh) pasal kepada DPR
RI pada tanggal 26 Januari 2004.
Selama pembahasan Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI, RUU SJSN
hingga diterbitkannya UU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan. Sehingga
dalam perjalanannya, konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU SJSN telah
mengalami perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh enam) kali. UU
SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN
pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004, terdiri dari 9 bab dan 53 (lima puluh tiga)
pasal.
C. DASAR HUKUM SJSN
1. Dasar Hukum pertama dari Jaminan Sosial ini adalah UUD 1945 dan
perubahannya tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28, pasal 34.
2. Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948
dan konvensi ILO No.102 tahun 1952.
3. TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI untuk
membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.
4. UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN
D. PROGRAM YANG DIADAKAN SJSN
Sistem Jaminan Sosial Nasional telah berlaku 1 Januari 2014. Beberapa program
diadakan SJSN adalah sebagai berikut :
1. Jaminan Kesehatan
Jaminan Kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memnuhi
kebutuhan dasar kesehatan.
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan Kecelakaan Kerja diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang
pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
3. Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta
menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap,
atau meninggal dunia.
4. Jaminan Pensiun
Jaminan Pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang
layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilan nya karena memasuki
uang pensiun atau mengalami cacat total tetap.
5. Jaminan Kematian
Jaminan Kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan
kematian yang di bayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Pelaksanaan SJSN juga didukung dengan 3 asas yaitu asas kemanusiaan, asas manfaat,
asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta 9 prinsip seperti kegotong-royongan,
nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan wajib, dana
amanat, dan hasil pengelolaan dana digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan
sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
E. ALASAN DIPERLUKANNYA SJSN
Pembiayaan kesehatan merupakan faktor terpenting dala upaya meningkatkan derajat
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia pembiayaan kesehatan masih sangat
kecil yaitu 2,5 % dari GDP atau12 dolar AS/kapita/tahun dan menempat posisi terendah
dibandingkan Negara ASEAN lainnya. Adapun pembiayaan kesehatan didominasi
pembiayaan yang berasal dari nonpemerintah 70%-75% yang sebagian besar merupakan
pengeluaran langsung oleh masyarakat, 75% berupa out of pocket payment. Pengeluaran
biaya kesehatan secara out of pocket ini tidak berarti mencerminkan adanya kemampuan
masyarakat untuk membayar biaya kesehatan karena biasanya dapat dilakukan dengan kredit
atau adanya kebersamaan keluaga menanggung biaya tersebut. Sementara itu biaya pelayanan
kesehatan semakin meningkat, antara lain karena perubahan demografi dengan bertambahnya
umur harapan hidup sehingga meningkatkan jumlah penduduk usia lanjut. Akibatnya,
terjadinya peningkatan kasus penyakit degenerative yang biasanya diderita penduduk usia
lanjut dengan perawatan dan pengobatan seumur hidup.
Kemudian adanya perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit
degenerative kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan lain-lain. Penyakti-
penyakit ini membutuhkan pengobatan dengan obat yang mahal dan jangka waktu yang lama
atau seumur hidup. Kemudian, peningkatan pengetahuan masyarakat sehingga meningkatkan
need dan demand terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Masyarakat makin menuntut
tersedianya fasilitas pelayanan yang baik dengan konsekunsi peningkatan sarana dan
prasarana lebih baik, peralatan canggih yang pada akhirnya meningkatkan biaya pelayanan
kesehatan. Lalu adanya penyebaran dan peningkata kemampuan sarana dan fasilitas serta
tenaga kesehatan akibat kemajuan dalam dunia kedokteran. Penyebaran ini meningkatkan
kasus yang dapat dilayani baik jenis maupun jumlahnya. Adanya teknologi canggih bidang
kedokteran sering dimanfaatkan tidak sesuai dengan indikasi medis. Sementara kenaikkan
biaya pelayanan kesehatan tidak diimbangi peningkatan pendapatan dan kemampuan
seseorang untuk membayar sehingga dapat mengakibatkan turunnya aksebilitas masyarakat
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya. Karena tidak memperoleh
pelayanan kesehatan, akan meningkatkan waktu produktif akibat sakit yang berdampak pada
turunnya tingkat pendapatan.
Perlu diketahui bahwa sakit adalah resiko yang dihadapi setiap orang yang tidak
diketahui kapan dan seberapa besar terjadinya resiko tersebut. Sebab itu, perlu mengubah
ketidakpastian tesebut menjadi suatu kepastian dengan memperoleh jaminan adanya
pelayanan kesehatan pada saat resiko itu terjadi. Asuransi kesehatan atau jaminan
pemeliharan kesehatan adalah upaya untuk menciptakan suatu risk pooling, yaitu
mengalihkan resiko pribadi menjadi resiko kelompok sehingga menjadi risk sharing. Makin
besar jumlah peserta dalam kelompok makin meningkatkan kemampuan menjamin
pemeliharaan kesehatan yang lebih luas (law of the large number). Dalam UU Nomor 23
tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan jaminan pemeliharaan kesehatan adalah suatu
cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha
bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin, serta
pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya. Dengan demikian, jaminan pemeliharaan
kesehatan atau asuransi kesehatan merupakan alternative terbaik bagi masyarakat mengatasi
pembiayaan kesehatannya dengan mengharapkan asas gotong royong. Dalam hal ini, terjadi
risk sharing yaitu resiko pribadi menjadi resiko kelompok dan adanya subsidi silang; peserta
yang sehat membantu pembiayaan peserta yang sakit.
Dalam amandemen keempat UUD 1945 yang disetujui dalam sidang Umum MPR
Tanggal 11 Agustus 2002, telah berhasil meletakan fondasi pembiayaan dengan sistem
jaminan, yang tertera dalam pasal 34 (2) yaitu Negara diberi tugas untuk mengembangkan
jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Dua tahun kemudian , tepatnya tanggal 19 Otober 2004
disahkan Undang-Undang nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminnan sosial nasional
(SJSN), yang memberi landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jaminan Sosial yang dimaksud di dalam undang-undang
SJSN adalah perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak, termasuk diantaranya adalah kesehatan. Selain itu
juga, Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 1947 telah dengan jelas menyatakan bahwa
setiap manusia mempunyai hak dan jaminan kesehatan manakala ia sakit. Di Indonesia akses
ini juga telah diakui dalam UUD 45 dengan memberi hak jaminan sosial kepada setiap
penduduk. Dalam amandemen UUD 45 tahun 2000 wakil rakyat telah menetapkan bahwa
setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan. Hal ini merupakan landasan idiil untuk
memberikan garis besar tugas kepada pemerintah agar suatu ketika hak ini dapat diberikan
kepada setiap penduduk.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang melatarbelakangi adanya/
perlunya asuransi kesehatan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sub Sistem Pembiayaan Kesehatan
Asuransi kesehatan ada untuk:
Upaya meningkatkan dana
Perbaikan penyebaran dan pemanfaatan dana
Mengendalikan biaya
2. Sifat/ Ciri Pelayanan Kesehatan
Adanya asuransi kesehatan karena:
Uncertainly, yaitu ketidakpastian akan kebutuhan pelayanan kesehatan, baik
tempat, waktu, maupun besar biaya.
Asimetry information, yaitu pasien berada pada posisi lemah (dalam hal
finansial untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan)
Eksternality, yaitu adanya faktor-faktor luar yang mempengaruhi seseorang
sehingga bisa sakit.
3. Respon Atas Peningkatan Biaya Kesehatan
Hal ini diakibatkan karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan
peningkatan demand masyarakat, peningkatan pertumbuhan dan perkembangan
teknologi/ industry kedokteran,peran swasta lebih tinggi, jumlah penduduk lebih
banyak, dan masalah kesehatan semakin besar baik dari segi kualitas maupun
kuantitas.
4. Kemampuan Pemerintah Terbatas
Oleh karena iu perlunya mobilisasi dana dari masyarakat melalui asuransi kesehatan.
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
A. DEFINISI BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan
hukum nirlaba.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah
lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT.
Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT.
Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek
menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS
Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan
bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten
kota.
B. SEJARAH BPJS
Adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi
tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti hemodialisa atau biaya
operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari
pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-
obatan, operasi, dan lain lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri
maupun keluarga. Sehingga munculah istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat
disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya
dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap kekayaan yang dimiliki seseorang dapat
hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan
kematian. Suatu peristiwa yang tidak kita harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja
dimana kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun kematian
karenanya kita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen.
Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasa datang
semakin bertambah. Pada tahun Pada 2030, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia adalah
270 juta orang. 70 juta diantaranya diduga berumur lebih dari 60 tahun. Dapat disimpulkan
bahwa pada tahun 2030 terdapat 25% penduduk Indonesia adalah lansia. Lansia ini sendiri
rentan mengalami berbagai penyakit degenerative yang akhirnya dapat menurunkan
produktivitas dan berbagai dampak lainnya. Apabila tidak aday ang menjamin hal ini maka
suatu saat hal ini mungkin dapat menjadi masalah yang besar.
Seperti menemukan air di gurun, ketika Presiden Megawati mensahkan UU No. 40/2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004, banyak pihak
berharap tudingan Indonesia sebagai ”negara tanpa jaminan sosial” akan segera luntur dan
menjawab permasalahan di atas.
Munculnya UU SJSN ini juga dipicu oleh UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun
2002 dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 34
ayat (1) dan ayat (2) mengamanatkan untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Hingga disahkan dan diundangkan UU SJSN telah melalui proses yang panjang,
dari tahun 2000 hingga tanggal 19 Oktober 2004.
Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana Presiden Abdurrahman
Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN. Pernyataan Presiden tersebut
direalisasikan melalui upaya penyusunan konsep tentang Undang-Undang Jaminan Sosial
(UU JS) oleh Kantor Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No.
25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus 2000, tentang Pembentukan Tim
Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sejalan dengan pernyataan Presiden, DPA
RI melalui Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan
perlu segera dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat sejahtera.
Dalam Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang
Tahunan MPR RI Tahun 2001 (Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RI Tahun 2001 butir 5.E.2)
dihasilkan Putusan Pembahasan MPR RI yang menugaskan Presiden RI “Membentuk Sistem
Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih
menyeluruh dan terpadu”.
Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengarahkan Sekretaris
Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja
SJSN-Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 jo. Kepseswapres, No. 8 Tahun
2001, 11 Juli 2001) yang diketuai Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir dan pada Desember 2001
telah menghasilkan naskah awal dari Naskah Akademik SJSN (NA SJSN). Kemudian pada
perkembangannya Presiden RI yang pada saat itu Megawati Soekarnoputri meningkatkan
status Pokja SJSN menjadi Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tim SJSN - Keppres No. 20
Tahun 2002, 10 April 2002).
“NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan Rancangan Undang-undang
(RUU) SJSN. Setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali,
dihasilkan sebuah naskah terakhir NA SJSN pada tanggal 26 Januari 2004. NA SJSN
selanjutnya dituangkan dalam RUU SJSN,” ujar Sulastomo, salah satu TIM Penyusun UU
SJSN pada saat itu.Konsep pertama RUU SJSN, 9 Februari 2003, hingga Konsep terakhir
RUU SJSN, 14 Januari 2004, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, telah
mengalami 52 (lima puluh dua) kali perubahan dan penyempurnaan. Kemudian setelah
dilakukan reformulasi beberapa pasal pada Konsep terakhir RUU SJSN tersebut, Pemerintah
menyerahkan RUU SJSN kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari 2004.
Selama pembahasan Tim Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI hingga
diterbitkannya UU SJSN, RUU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan. Maka dalam
perjalanannya, Konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU SJSN telah mengalami
perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh enam) kali. UU SJSN tersebut
secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada tanggal 19
Oktober Tahun 2004.
Dengan demikian proses penyusunan UU SJSN memakan waktu 3 (tiga) tahun 7 (tujuh)
bulan dan 17 (tujuh belas) hari sejak Kepseswapres No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001.
Lanjutan Implementasi UU SJSN hingga ke UU BPJS
Setelah resmi menjadi undang-undang, 4 bulan berselang UU SJSN kembali terusik.
Pada bulan Januari 2005, kebijakan ASKESKIN mengantar beberapa daerah ke MK untuk
menguji UU SJSN terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Penetapan 4 BUMN sebagai BPJS
dipahami sebagai monopoli dan menutup kesempatan daerah untuk menyelenggarakan
jaminan sosial. 4 bulan kemudian, pada 31 Agustus 2005, MK menganulir 4 ayat dalam Pasal
5 yang mengatur penetapan 4 BUMN tersebut dan memberi peluang bagi daerah untuk
membentuk BPJS Daerah (BPJSD).
Putusan MK semakin memperumit penyelenggaraan jaminan sosial di masa transisi.
Pembangunan kelembagaan SJSN yang semula diatur dalam satu paket peraturan dalam UU
SJSN, kini harus diatur dengan UU BPJS. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pun
akhirnya baru terbentuk. Pemerintah secara resmi membentuk DJSN lewat Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 110 tahun 2008 tentang pengangkatan anggota DJSN tertanggal
24 September 2008.
Pembahasan RUU BPJS berjalan alot. Tim Kerja Menko Kesra dan Tim Kerja Meneg
BUMN, yang notabene keduanya adalah Pembantu Presiden, tidak mencapai titik temu. RUU
BPJS tidak selesai dirumuskan hingga tenggat peralihan UU SJSN pada 19 Oktober 2009
terlewati. Seluruh perhatian tercurah pada RUU BPJS sehingga perintah dari 21 pasal yang
mendelegasikan peraturan pelaksanaan terabaikan. Hasilnya, penyelenggaraan jaminan sosial
Indonesia gagal menaati semua ketentuan UU SJSN yaitu 5 tahun.
Tahun berganti. DPR mengambil alih perancangan RUU BPJS pada tahun 2010.
Perdebatan konsep BPJS kembali mencuat ke permukaan sejak DPR mengajukan RUU BPJS
inisiatif DPR kepada Pemerintah pada bulan Juli 2010. Bahkan area perdebatan bertambah,
selain bentuk badan hukum, Pemerintah dan DPR tengah berseteru menentukan siapa BPJS
dan berapa jumlah BPJS. Dikotomi BPJS multi dan BPJS tunggal tengah diperdebatkan
dengan sengit.
Pro dan kontra keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) akhirnya
berakhir pada 29 Oktober 2011, ketika DPR RI sepakat dan kemudian mengesahkannya
menjadi Undang-Undang. Setelah melalui proses panjang yang melelahkan mulai dari
puluhan kali rapat di mana setidaknya dilakukan tak kurang dari 50 kali pertemuan di tingkat
Pansus, Panja, hingga proses formal lainnya. Sementara di kalangan operator hal serupa
dilakukan di lingkup empat BUMN penyelenggara program jaminan sosial meliputi PT
Jamsostek, PT Taspen, Asabri, dan PT Askes.
Meski bukan sesuatu yang mudah, namun keberadaan BPJS mutlak ada sebagai
implementasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), yang bahkan semestinya telah dapat dioperasionalkan sejak 9 Oktober 2009
dua tahun lampau. Perjalanan tak selesai sampai disahkannya BPJS menjadi UU formal, jalan
terjal nan berliku menanti di depan. Segudang pekerjaan rumah menunggu untuk diselesaikan
demi terpenuhinya hak rakyat atas jaminan sosial. Sebuah kajian menyebutkan bahwa saat
ini, berdasarkan data yang dihimpun oleh DPR RI dari keempat Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berstatus badan hukumnya adalah Persero tersebut, hanya terdapat sekitar 50
juta orang di Indonesia ini dilayani oleh Jaminan Sosial yang diselenggarakan oleh 4 BUMN
penyelenggara jaminan sosial.
Pasca Sah UU BPJS
Perubahan dari 4 PT (Persero) yang selama ini menyelenggarakan program jaminan
sosial menjadi 2 BPJS sudah menjadi perintah Undang-Undang, karena itu harus
dilaksanakan. Perubahan yang multi dimensi tersebut harus dipersiapkan dengan sebaik-
baiknya agar berjalan sesuai dengan ketentuan UU BPJS.Pasal 60 ayat (1) UU BPJS
menentukan BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Kemudian Pasal 62 ayat (1) UU BPJS menentukan
PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014
BPJS Ketenagakerjaan dan menurut Pasal 64 UU BPJS mulai beroperasi paling lambat
tanggal 1 Juli 2015.
Pada saat mulai berlakunya UU BPJS, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes
(Persero) dan PT Jamsostek (Persero) ditugasi oleh UU BPJS untuk menyiapkan berbagai hal
yang diperlukan untuk berjalannya proses tranformasi atau perubahan dari Persero menjadi
BPJS dengan status badan hukum publik. Perubahan tersebut mencakup struktur, mekanisme
kerja dan juga kultur kelembagaan.Mengubah struktur, mekanisme kerja dan kultur
kelembagaan yang lama, yang sudah mengakar dan dirasakan nyaman, sering menjadi
kendala bagi penerimaan struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang baru,
meskipun hal tersebut ditentukan dalam Undang-Undang.
Untuk itu diperlukan komitmen yang kuat dari kedua BUMN ini, BUMN yang
dipercaya mengemban tugas menyiapkan perubahan tersebut. Sebagai professional tentu
mereka paham bagaimana caranya mengatasi berbagai persoalan yang timbul dalam proses
perubahan tersebut, dan bagaimana harus bertindak pada waktu yang tepat untuk membuat
perubahan berjalan tertib efektif, efisien dan lancar sesuai dengan rencana.
Tahun 2012 merupakan tahun untuk mempersiapkan perubahan yang ditentukan
dalam UU BPJS. Perubahan yang dipersiapkan dengan cermat, fokus pada hasil dan
berorientasi pada proses implementasi Peraturan Perundang-undangan secara taat asas dan
didukung oleh pemangku kepentingan, akan membuat perubahan BPJS memberi harapan
yang lebih baik untuk pemenuhan hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial.
C. DASAR HUKUM BPJS
1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Kesehatan;
2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan
Kesehatan.
D. Manfaat BPJS
Manfaat BPJS yaitu memberikan pelayanan yang meliputi:
1. Penyuluhan kesehatan perorangan
Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai
pengelolahan faktor resiko penyakit dan PHBS.
2. Imunisasi dasar
Pelayananan imunisasi dasar meliputi:
a. Vaksin Baccile Calmett Guerin (BCG)
b. Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
c. Vaksin Hepatitis-B
d. Vaksin Polio, dan
e. Vaksin Campak
3. Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan
tubektomi dimana BPJS akan bekerjasama dengan lembaga terkait.
4. Skrining kesehatan
Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko penyakit
tertentu.
E. FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG BPJS
a. Fungsi BPJS
UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program,
yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang
pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar
peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total
tetap, atau meninggal dunia.
Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan
yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jaminan pensiun ini
diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian
yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
b. Tugas BPJS
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial; dan
7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan
data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran
dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau
membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka
sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi.
Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima
pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.
c. Wewenang BPJS
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang:
1. Menagih pembayaran Iuran;
2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam
hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan
melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang
diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Akses Di Dalam Sistem Jaminan Nasional SJSN. Diambil dari :
https://www.academia.edu/8454994/AKSES_DI_DALAM_SISTEM_JAMINAN_SOSIAL_
NASIONAL_SJSN Diakses tanggal 14 Maret 2015 pukul 12.20 WITA
Soekamto, dkk. Buku Reformasi SJSN Ind. Pdf. Diambil dari :
http://sjsn.menkokesra.go.id/dokumen/publikasi/buku_reformasi_sjsn_ind.pdf Diakses
tanggal 14 Maret 2015 pukul 13.00 WITA
Arifianto, Alex. 2004. Jamsosnasind. Diambil dari :
http://www.smeru.or.id/report/workpaper/jamsosnas/Jamsosnasind.pdf Diakses tanggal 15
Maret 2015 pukul 13.10 WITA
Anonim. Program Jaminan Kesehatan. Diambil dari :
http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/Program/program_jaminan_kesehatan Diakses tanggal
15 Maret 2015 pukul 13.30 WITA
Anonim. Dunia Baru Itu Bernama SJSN. Diambil dari :
https://www.academia.edu/6882922/Dunia_Baru_itu_Bernama_SJSN Diakses tanggal 15
Maret 2015 pukul 15.00 WITA
Anonim. Makalah BPJS Fix. Diambil dari :
https://www.academia.edu/8872690/MAKALAH_BPJS_FIX Diakses tanggal 15 Maret 2015
pukul 16.15 WITA