paper sjsn

25
KEBIJAKAN KESEHATAN NASIONAL "KONSEP DASAR SJSN & BPJS” OLEH : KELOMPOK 1 D-IV KEPERAWATAN 1. Ni Made Desi Sugiani (P07120214017) 2. Ni Ketut Ayu Pratiwi Catur Wahyuni (P07120214019) 3. Ni Nyoman Tria Sunita (P07120214020) 4. Ayu Indah Agustini (P07120214027) 5. Ayu Putu Eka Tusniati (P07120214032)

Upload: sunita-tria

Post on 08-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

paper sjns

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Sjsn

KEBIJAKAN KESEHATAN NASIONAL

"KONSEP DASAR SJSN & BPJS”

OLEH :

KELOMPOK 1

D-IV KEPERAWATAN

1. Ni Made Desi Sugiani (P07120214017)

2. Ni Ketut Ayu Pratiwi Catur Wahyuni (P07120214019)

3. Ni Nyoman Tria Sunita (P07120214020)

4. Ayu Indah Agustini (P07120214027)

5. Ayu Putu Eka Tusniati (P07120214032)

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN AKADEMIK 2014/2015

Page 2: Paper Sjsn

SOAL

1. Jelaskan definisi dan sejarah SJSN dan BPJS !

2. Jelaskan alasan diperlukannya SJSN !

LANDASAN TEORI

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)

A. DEFINISI SJSN

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu program Pemerintah yang ditetapkan di

Indonesia dalam UU No. 40 tahun 2004 dengan tujuan memberikan kepastian jaminan

kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat

hidup sehat, produktif, dan sejahtera.

B. SEJARAH SJSN

Di Indonesia telah lama beroperasi program jaminan sosial yang diselenggarakan

oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial yaitu PT Jamsostek, PT Askes, PT

Taspen, PT Asabri, Bapel JPKM dan berbagai program-program jaminan sosial mikro,

tetapi cakupannya masih relatif rendah dan terbatas pada pekerja sektor formal. Badan-

badan penyelenggara tersebut beroperasi secara parsial masing-masing berlandaskan

Undang-undang atau peraturan-peraturan yang terpisah, tumpang tindih, tidak konsisten,

dan kurang tegas. Sementara itu, diketahui bahwa manfaat yang diterima peserta masih

terbatas sehingga peserta tidak terlindungi secara optimal. Pengelolaan lembaga dianggap

belum transparan dan dengan manajemen yang profesionalitasnya masih perlu

ditingkatkan.

Menyadari kekurangan-kekurangan di atas, pemerintah merasa perlu memiliki

undang-undang yang berlaku nasional dan mampu menyempurnakan undang-undang dan

peraturan yang mengatur baik substansi, kelembagaan maupun mekanisme penyelenggaraan

jaminan sosial. Undang-undang tersebut disusun berlandaskan konsep jaminan sosial nasional

yang sah dan integral sehingga dapat menjadi payung yang memberikan arahan dalam

Page 3: Paper Sjsn

peyelenggaraan jaminan sosial. Atas dasar itulah maka pada tanggal 19 Oktober 2004

Pemerintah mengesahkan UndangUndang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (UU SJSN). Reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia telah dimulai dengan

pengesahan UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada

tanggal 19 Oktober 2004. UU SJSN akan menyelaraskan penyelenggaraan yang ada

sekarang sehingga lebih menjamin terselenggaranya keadilan sosial.

Kronologis Penyusunan UU SJSN

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang

diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar

hidup yang layak, sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang HAM Tahun 1948 dan

Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952.

Di Indonesia, jaminan sosial diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 dan

perubahannya Tahun 2002, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat

(3), serta pasal 34 ayat (1) dan ayat (2). TAP MPR RI No. X/MPR/2001 menugaskan

kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Amanat ini direalisasikan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Sistem Jaminan

Sosial Nasional (Pokja SJSN) Tahun 2001 oleh Wakil Presiden RI (Kepseswapres, No. 7

Tahun 2001, 21 Maret 2001), dengan tugas utama menyiapkan Naskah Akademik (NA) SJSN

dan konsep Rancangan Undang-Undang (RUU) SJSN. Kepseswapres tersebut

diperbaharui dengan Keppres No. 20 Tahun 2002, tanggal 10 April 2002, tentang

pembentukan Tim SJSN dengan bentuk penugasan yang sama.

Penyusunan NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan RUU

SJSN. NA SJSN yang merupakan hasil kajian dan pemahaman tentang jaminan sosial, yang

dilengkapi dengan hasil studi banding, lokakarya, pembahasan informal dengan DPR RI,

sosialisasi, dan masukan dari masyarakat lainnya. NA SJSN mengalami perubahan dan

penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali dan naskah terakhir dihasilkan tertanggal 26

Januari 2004. NA SJSN secara lengkap diterbitkan terpisah dan selanjutnya dituangkan

dalam konsep RUU SJSN. Perkembangan pembahasan sejak konsep awal RUU SJSN,

9 Februari 2003, terdiri dari 11 (sebelas) bab dan 42 (empat puluh dua) pasal, hingga

konsep terakhir, 14 Januari 2004, terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 74 (tujuh puluh

empat) pasal, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, setelah mengalami 52

(lima puluh dua) kali perubahan dan penyempurnaan. Kemudian Pemerintah menyerahkan

Page 4: Paper Sjsn

RUU SJSN yang terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 80 (delapan puluh) pasal kepada DPR

RI pada tanggal 26 Januari 2004.

Selama pembahasan Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI, RUU SJSN

hingga diterbitkannya UU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan. Sehingga

dalam perjalanannya, konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU SJSN telah

mengalami perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh enam) kali. UU

SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN

pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004, terdiri dari 9 bab dan 53 (lima puluh tiga)

pasal.

C. DASAR HUKUM SJSN

1. Dasar Hukum pertama dari Jaminan Sosial ini adalah UUD 1945 dan

perubahannya tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28, pasal 34.

2. Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948

dan konvensi ILO No.102 tahun 1952.

3. TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI untuk

membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.

4. UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN

D. PROGRAM YANG DIADAKAN SJSN

Sistem Jaminan Sosial Nasional telah berlaku 1 Januari 2014. Beberapa program

diadakan SJSN adalah sebagai berikut :

1. Jaminan Kesehatan

Jaminan Kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memnuhi

kebutuhan dasar kesehatan.

2. Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan Kecelakaan Kerja diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang

pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

3. Jaminan Hari Tua

Jaminan Hari Tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta

menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap,

atau meninggal dunia.

Page 5: Paper Sjsn

4. Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang

layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilan nya karena memasuki

uang pensiun atau mengalami cacat total tetap.

5. Jaminan Kematian

Jaminan Kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan

kematian yang di bayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

Pelaksanaan SJSN juga didukung dengan 3 asas yaitu asas kemanusiaan, asas manfaat,

asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta 9 prinsip seperti kegotong-royongan,

nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan wajib, dana

amanat, dan hasil pengelolaan dana digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan

sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

E. ALASAN DIPERLUKANNYA SJSN

Pembiayaan kesehatan merupakan faktor terpenting dala upaya meningkatkan derajat

kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia pembiayaan kesehatan masih sangat

kecil yaitu 2,5 % dari GDP atau12 dolar AS/kapita/tahun dan menempat posisi terendah

dibandingkan Negara ASEAN lainnya. Adapun pembiayaan kesehatan didominasi

pembiayaan yang berasal dari nonpemerintah 70%-75% yang sebagian besar merupakan

pengeluaran langsung oleh masyarakat, 75% berupa out of pocket payment. Pengeluaran

biaya kesehatan secara out of pocket ini tidak berarti mencerminkan adanya kemampuan

masyarakat untuk membayar biaya kesehatan karena biasanya dapat dilakukan dengan kredit

atau adanya kebersamaan keluaga menanggung biaya tersebut. Sementara itu biaya pelayanan

kesehatan semakin meningkat, antara lain karena perubahan demografi dengan bertambahnya

umur harapan hidup sehingga meningkatkan jumlah penduduk usia lanjut. Akibatnya,

terjadinya peningkatan kasus penyakit degenerative yang biasanya diderita penduduk usia

lanjut dengan perawatan dan pengobatan seumur hidup.

Kemudian adanya perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit

degenerative kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan lain-lain. Penyakti-

penyakit ini membutuhkan pengobatan dengan obat yang mahal dan jangka waktu yang lama

atau seumur hidup. Kemudian, peningkatan pengetahuan masyarakat sehingga meningkatkan

need dan demand terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Masyarakat makin menuntut

tersedianya fasilitas pelayanan yang baik dengan konsekunsi peningkatan sarana dan

prasarana lebih baik, peralatan canggih yang pada akhirnya meningkatkan biaya pelayanan

Page 6: Paper Sjsn

kesehatan. Lalu adanya penyebaran dan peningkata kemampuan sarana dan fasilitas serta

tenaga kesehatan akibat kemajuan dalam dunia kedokteran. Penyebaran ini meningkatkan

kasus yang dapat dilayani baik jenis maupun jumlahnya. Adanya teknologi canggih bidang

kedokteran sering dimanfaatkan tidak sesuai dengan indikasi medis. Sementara kenaikkan

biaya pelayanan kesehatan tidak diimbangi peningkatan pendapatan dan kemampuan

seseorang untuk membayar sehingga dapat mengakibatkan turunnya aksebilitas masyarakat

memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya. Karena tidak memperoleh

pelayanan kesehatan, akan meningkatkan waktu produktif akibat sakit yang berdampak pada

turunnya tingkat pendapatan.

Perlu diketahui bahwa sakit adalah resiko yang dihadapi setiap orang yang tidak

diketahui kapan dan seberapa besar terjadinya resiko tersebut. Sebab itu, perlu mengubah

ketidakpastian tesebut menjadi suatu kepastian dengan memperoleh jaminan adanya

pelayanan kesehatan pada saat resiko itu terjadi. Asuransi kesehatan atau jaminan

pemeliharan kesehatan adalah upaya untuk menciptakan suatu risk pooling, yaitu

mengalihkan resiko pribadi menjadi resiko kelompok sehingga menjadi risk sharing. Makin

besar jumlah peserta dalam kelompok makin meningkatkan kemampuan menjamin

pemeliharaan kesehatan yang lebih luas (law of the large number). Dalam UU Nomor 23

tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan jaminan pemeliharaan kesehatan adalah suatu

cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha

bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin, serta

pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya. Dengan demikian, jaminan pemeliharaan

kesehatan atau asuransi kesehatan merupakan alternative terbaik bagi masyarakat mengatasi

pembiayaan kesehatannya dengan mengharapkan asas gotong royong. Dalam hal ini, terjadi

risk sharing yaitu resiko pribadi menjadi resiko kelompok dan adanya subsidi silang; peserta

yang sehat membantu pembiayaan peserta yang sakit.

Dalam amandemen keempat UUD 1945 yang disetujui dalam sidang Umum MPR

Tanggal 11 Agustus 2002, telah berhasil meletakan fondasi pembiayaan dengan sistem

jaminan, yang tertera dalam pasal 34 (2) yaitu Negara diberi tugas untuk mengembangkan

jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Dua tahun kemudian , tepatnya tanggal 19 Otober 2004

disahkan Undang-Undang nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminnan sosial nasional

(SJSN), yang memberi landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jaminan Sosial yang dimaksud di dalam undang-undang

SJSN adalah perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidupnya yang layak, termasuk diantaranya adalah kesehatan. Selain itu

Page 7: Paper Sjsn

juga, Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 1947 telah dengan jelas menyatakan bahwa

setiap manusia mempunyai hak dan jaminan kesehatan manakala ia sakit. Di Indonesia akses

ini juga telah diakui dalam UUD 45 dengan memberi hak jaminan sosial kepada setiap

penduduk. Dalam amandemen UUD 45 tahun 2000 wakil rakyat telah menetapkan bahwa

setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan. Hal ini merupakan landasan idiil untuk

memberikan garis besar tugas kepada pemerintah agar suatu ketika hak ini dapat diberikan

kepada setiap penduduk.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang melatarbelakangi adanya/

perlunya asuransi kesehatan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Sub Sistem Pembiayaan Kesehatan

Asuransi kesehatan ada untuk:

Upaya meningkatkan dana

Perbaikan penyebaran dan pemanfaatan dana

Mengendalikan biaya

2. Sifat/ Ciri Pelayanan Kesehatan

Adanya asuransi kesehatan karena:

Uncertainly, yaitu ketidakpastian akan kebutuhan pelayanan kesehatan, baik

tempat, waktu, maupun besar biaya.

Asimetry information, yaitu pasien berada pada posisi lemah (dalam hal

finansial untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan)

Eksternality, yaitu adanya faktor-faktor luar yang mempengaruhi seseorang

sehingga bisa sakit.

3. Respon Atas Peningkatan Biaya Kesehatan

Hal ini diakibatkan karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan

peningkatan demand masyarakat, peningkatan pertumbuhan dan perkembangan

teknologi/ industry kedokteran,peran swasta lebih tinggi, jumlah penduduk lebih

banyak, dan masalah kesehatan semakin besar baik dari segi kualitas maupun

kuantitas.

4. Kemampuan Pemerintah Terbatas

Oleh karena iu perlunya mobilisasi dana dari masyarakat melalui asuransi kesehatan.

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

Page 8: Paper Sjsn

A. DEFINISI BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk

untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan

hukum nirlaba.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah

lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT.

Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT.

Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek

menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS

Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan

bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten

kota.

B. SEJARAH BPJS

Adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi

tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti hemodialisa atau biaya

operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari

pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-

obatan, operasi, dan lain lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri

maupun keluarga. Sehingga munculah istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat

disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya

dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap kekayaan yang dimiliki seseorang dapat

hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan

kematian. Suatu peristiwa yang tidak kita harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja

dimana kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun kematian

karenanya kita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen.

Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasa datang

semakin bertambah. Pada tahun Pada 2030, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia adalah

270 juta orang. 70 juta diantaranya diduga berumur lebih dari 60 tahun. Dapat disimpulkan

bahwa pada tahun 2030 terdapat 25% penduduk Indonesia adalah lansia. Lansia ini sendiri

Page 9: Paper Sjsn

rentan mengalami berbagai penyakit degenerative yang akhirnya dapat menurunkan

produktivitas dan berbagai dampak lainnya. Apabila tidak aday ang menjamin hal ini maka

suatu saat hal ini mungkin dapat menjadi masalah yang besar.

Seperti menemukan air di gurun, ketika Presiden Megawati mensahkan UU No. 40/2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004, banyak pihak

berharap tudingan Indonesia sebagai ”negara tanpa jaminan sosial” akan segera luntur dan

menjawab permasalahan di atas.

Munculnya UU SJSN ini juga dipicu oleh UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun

2002 dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 34

ayat (1) dan ayat (2) mengamanatkan untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial

Nasional. Hingga disahkan dan diundangkan UU SJSN telah melalui proses yang panjang,

dari tahun 2000 hingga tanggal 19 Oktober 2004.

Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana Presiden Abdurrahman

Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN. Pernyataan Presiden tersebut

direalisasikan melalui upaya penyusunan konsep tentang Undang-Undang Jaminan Sosial

(UU JS) oleh Kantor Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No.

25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus 2000, tentang Pembentukan Tim

Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sejalan dengan pernyataan Presiden, DPA

RI melalui Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan

perlu segera dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka

mewujudkan masyarakat sejahtera.

Dalam Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang

Tahunan MPR RI Tahun 2001 (Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RI Tahun 2001 butir 5.E.2)

dihasilkan Putusan Pembahasan MPR RI yang menugaskan Presiden RI “Membentuk Sistem

Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang lebih

menyeluruh dan terpadu”.

Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengarahkan Sekretaris

Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja

SJSN-Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 jo. Kepseswapres, No. 8 Tahun

2001, 11 Juli 2001) yang diketuai Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir dan pada Desember 2001

telah menghasilkan naskah awal dari Naskah Akademik SJSN (NA SJSN). Kemudian pada

perkembangannya Presiden RI yang pada saat itu Megawati Soekarnoputri meningkatkan

status Pokja SJSN menjadi Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tim SJSN - Keppres No. 20

Tahun 2002, 10 April 2002).

Page 10: Paper Sjsn

“NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan Rancangan Undang-undang

(RUU) SJSN. Setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali,

dihasilkan sebuah naskah terakhir NA SJSN pada tanggal 26 Januari 2004. NA SJSN

selanjutnya dituangkan dalam RUU SJSN,” ujar Sulastomo, salah satu TIM Penyusun UU

SJSN pada saat itu.Konsep pertama RUU SJSN, 9 Februari 2003, hingga Konsep terakhir

RUU SJSN, 14 Januari 2004, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, telah

mengalami 52 (lima puluh dua) kali perubahan dan penyempurnaan. Kemudian setelah

dilakukan reformulasi beberapa pasal pada Konsep terakhir RUU SJSN tersebut, Pemerintah

menyerahkan RUU SJSN kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari 2004.

Selama pembahasan Tim Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI hingga

diterbitkannya UU SJSN, RUU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan. Maka dalam

perjalanannya, Konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU SJSN telah mengalami

perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh enam) kali. UU SJSN tersebut

secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada tanggal 19

Oktober Tahun 2004.

Dengan demikian proses penyusunan UU SJSN memakan waktu 3 (tiga) tahun 7 (tujuh)

bulan dan 17 (tujuh belas) hari sejak Kepseswapres No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001.

Lanjutan Implementasi UU SJSN hingga ke UU BPJS

Setelah resmi menjadi undang-undang, 4 bulan berselang UU SJSN kembali terusik.

Pada bulan Januari 2005, kebijakan ASKESKIN mengantar beberapa daerah ke MK untuk

menguji UU SJSN terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Penetapan 4 BUMN sebagai BPJS

dipahami sebagai monopoli dan menutup kesempatan daerah untuk menyelenggarakan

jaminan sosial. 4 bulan kemudian, pada 31 Agustus 2005, MK menganulir 4 ayat dalam Pasal

5 yang mengatur penetapan 4 BUMN tersebut dan memberi peluang bagi daerah untuk

membentuk BPJS Daerah (BPJSD).

Putusan MK semakin memperumit penyelenggaraan jaminan sosial di masa transisi.

Pembangunan kelembagaan SJSN yang semula diatur dalam satu paket peraturan dalam UU

SJSN, kini harus diatur dengan UU BPJS. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pun

akhirnya baru terbentuk. Pemerintah secara resmi membentuk DJSN lewat Keputusan

Presiden (Keppres) Nomor 110 tahun 2008 tentang pengangkatan anggota DJSN tertanggal

24 September 2008.

Pembahasan RUU BPJS berjalan alot. Tim Kerja Menko Kesra dan Tim Kerja Meneg

BUMN, yang notabene keduanya adalah Pembantu Presiden, tidak mencapai titik temu. RUU

Page 11: Paper Sjsn

BPJS tidak selesai dirumuskan hingga tenggat peralihan UU SJSN pada 19 Oktober 2009

terlewati. Seluruh perhatian tercurah pada RUU BPJS sehingga perintah dari 21 pasal yang

mendelegasikan peraturan pelaksanaan terabaikan. Hasilnya, penyelenggaraan jaminan sosial

Indonesia gagal menaati semua ketentuan UU SJSN yaitu 5 tahun.

Tahun berganti. DPR mengambil alih perancangan RUU BPJS pada tahun 2010.

Perdebatan konsep BPJS kembali mencuat ke permukaan sejak DPR mengajukan RUU BPJS

inisiatif DPR kepada Pemerintah pada bulan Juli 2010. Bahkan area perdebatan bertambah,

selain bentuk badan hukum, Pemerintah dan DPR tengah berseteru menentukan siapa BPJS

dan berapa jumlah BPJS. Dikotomi BPJS multi dan BPJS tunggal tengah diperdebatkan

dengan sengit.

Pro dan kontra keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) akhirnya

berakhir pada 29 Oktober 2011, ketika DPR RI sepakat dan kemudian mengesahkannya

menjadi Undang-Undang. Setelah melalui proses panjang yang melelahkan mulai dari

puluhan kali rapat di mana setidaknya dilakukan tak kurang dari 50 kali pertemuan di tingkat

Pansus, Panja, hingga proses formal lainnya. Sementara di kalangan operator hal serupa

dilakukan di lingkup empat BUMN penyelenggara program jaminan sosial meliputi PT

Jamsostek, PT Taspen, Asabri, dan PT Askes.

Meski bukan sesuatu yang mudah, namun keberadaan BPJS mutlak ada sebagai

implementasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN), yang bahkan semestinya telah dapat dioperasionalkan sejak 9 Oktober 2009

dua tahun lampau. Perjalanan tak selesai sampai disahkannya BPJS menjadi UU formal, jalan

terjal nan berliku menanti di depan. Segudang pekerjaan rumah menunggu untuk diselesaikan

demi terpenuhinya hak rakyat atas jaminan sosial. Sebuah kajian menyebutkan bahwa saat

ini, berdasarkan data yang dihimpun oleh DPR RI dari keempat Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) yang berstatus badan hukumnya adalah Persero tersebut, hanya terdapat sekitar 50

juta orang di Indonesia ini dilayani oleh Jaminan Sosial yang diselenggarakan oleh 4 BUMN

penyelenggara jaminan sosial.

Pasca Sah UU BPJS

Perubahan dari 4 PT (Persero) yang selama ini menyelenggarakan program jaminan

sosial menjadi 2 BPJS sudah menjadi perintah Undang-Undang, karena itu harus

dilaksanakan. Perubahan yang multi dimensi tersebut harus dipersiapkan dengan sebaik-

baiknya agar berjalan sesuai dengan ketentuan UU BPJS.Pasal 60 ayat (1) UU BPJS

menentukan BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan

Page 12: Paper Sjsn

kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Kemudian Pasal 62 ayat (1) UU BPJS menentukan

PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014

BPJS Ketenagakerjaan dan menurut Pasal 64 UU BPJS mulai beroperasi paling lambat

tanggal 1 Juli 2015.

Pada saat mulai berlakunya UU BPJS, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes

(Persero) dan PT Jamsostek (Persero) ditugasi oleh UU BPJS untuk menyiapkan berbagai hal

yang diperlukan untuk berjalannya proses tranformasi atau perubahan dari Persero menjadi

BPJS dengan status badan hukum publik. Perubahan tersebut mencakup struktur, mekanisme

kerja dan juga kultur kelembagaan.Mengubah struktur, mekanisme kerja dan kultur

kelembagaan yang lama, yang sudah mengakar dan dirasakan nyaman, sering menjadi

kendala bagi penerimaan struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang baru,

meskipun hal tersebut ditentukan dalam Undang-Undang.

Untuk itu diperlukan komitmen yang kuat dari kedua BUMN ini, BUMN yang

dipercaya mengemban tugas menyiapkan perubahan tersebut. Sebagai professional tentu

mereka paham bagaimana caranya mengatasi berbagai persoalan yang timbul dalam proses

perubahan tersebut, dan bagaimana harus bertindak pada waktu yang tepat untuk membuat

perubahan berjalan tertib efektif, efisien dan lancar sesuai dengan rencana.

Tahun 2012 merupakan tahun untuk mempersiapkan perubahan yang ditentukan

dalam UU BPJS. Perubahan yang dipersiapkan dengan cermat, fokus pada hasil dan

berorientasi pada proses implementasi Peraturan Perundang-undangan secara taat asas dan

didukung oleh pemangku kepentingan, akan membuat perubahan BPJS memberi harapan

yang lebih baik untuk pemenuhan hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial.

C. DASAR HUKUM BPJS

1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Kesehatan;

2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial;

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang

Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan

Kesehatan.

D. Manfaat BPJS

Manfaat BPJS yaitu memberikan pelayanan yang meliputi:

Page 13: Paper Sjsn

1. Penyuluhan kesehatan perorangan

Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai

pengelolahan faktor resiko penyakit dan PHBS.

2. Imunisasi dasar

Pelayananan imunisasi dasar meliputi:

a. Vaksin Baccile Calmett Guerin (BCG)

b. Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)

c. Vaksin Hepatitis-B

d. Vaksin Polio, dan

e. Vaksin Campak

3. Keluarga Berencana (KB)

Pelayanan KB yang dijamin meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan

tubektomi dimana BPJS akan bekerjasama dengan lembaga terkait.

4. Skrining kesehatan

Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk

mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko penyakit

tertentu.

E. FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG BPJS

a. Fungsi BPJS

UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan

program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan

secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan

menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program,

yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan

jaminan kematian.

Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara

nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang

pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar

Page 14: Paper Sjsn

peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total

tetap, atau meninggal dunia.

Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan

yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena

memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jaminan pensiun ini

diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian

yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

b. Tugas BPJS

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:

1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;

2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;

3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;

4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;

5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program jaminan sosial; dan

7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial

kepada peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan

data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran

dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau

membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka

sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi.

Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima

pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.

c. Wewenang BPJS

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang:

Page 15: Paper Sjsn

1. Menagih pembayaran Iuran;

2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan

jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,

kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;

3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan

pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;

4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang

ditetapkan oleh Pemerintah;

5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang

tidak memenuhi kewajibannya;

7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai

ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban

lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan

program jaminan sosial.

Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam

hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan

melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang

diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Paper Sjsn

Anonim. Akses Di Dalam Sistem Jaminan Nasional SJSN. Diambil dari :

https://www.academia.edu/8454994/AKSES_DI_DALAM_SISTEM_JAMINAN_SOSIAL_

NASIONAL_SJSN Diakses tanggal 14 Maret 2015 pukul 12.20 WITA

Soekamto, dkk. Buku Reformasi SJSN Ind. Pdf. Diambil dari :

http://sjsn.menkokesra.go.id/dokumen/publikasi/buku_reformasi_sjsn_ind.pdf Diakses

tanggal 14 Maret 2015 pukul 13.00 WITA

Arifianto, Alex. 2004. Jamsosnasind. Diambil dari :

http://www.smeru.or.id/report/workpaper/jamsosnas/Jamsosnasind.pdf Diakses tanggal 15

Maret 2015 pukul 13.10 WITA

Anonim. Program Jaminan Kesehatan. Diambil dari :

http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/Program/program_jaminan_kesehatan Diakses tanggal

15 Maret 2015 pukul 13.30 WITA

Anonim. Dunia Baru Itu Bernama SJSN. Diambil dari :

https://www.academia.edu/6882922/Dunia_Baru_itu_Bernama_SJSN Diakses tanggal 15

Maret 2015 pukul 15.00 WITA

Anonim. Makalah BPJS Fix. Diambil dari :

https://www.academia.edu/8872690/MAKALAH_BPJS_FIX Diakses tanggal 15 Maret 2015

pukul 16.15 WITA