anes pikapou

47
BAB I PENDAHULUAN Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan mengurangi penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup. Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani a = tanpa dan aesthesis = rasa/sensasi yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Sedangkan anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, pemberian bantuan hidup dasar, perawatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. 1 Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) Anestesi lokal/regional, yaitu suatu tindakan menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) Anestesi umum yaitu keadaan ketidaksadaran yang reversible yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh. 1 1

Upload: arti-tyagita-kusumawardhani

Post on 24-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Anes Pikapou

BAB I

PENDAHULUAN

Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan mengurangi

penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat

berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat

mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup. Kata anestesi berasal dari

bahasa Yunani a = tanpa dan aesthesis = rasa/sensasi yang berarti keadaan tanpa

rasa sakit. Sedangkan anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang

mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi,

pengawasan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan

lainnya, pemberian bantuan hidup dasar, perawatan intensif pasien gawat, terapi

inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.1

Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

(1) Anestesi lokal/regional, yaitu suatu tindakan menghilangkan nyeri lokal tanpa

disertai hilangnya kesadaran, dan

(2) Anestesi umum yaitu keadaan ketidaksadaran yang reversible yang disebabkan

oleh zat anestesi, disertai hilangnya sensasi sakit pada seluruh tubuh.1

Sebagian besar operasi ( 70-75 %) dilakukan dengan anestesi umum,

lainnya dengan anestesi lokal / regional. Anestesi spinal merupakan salah satu

macam anestesi regional. Pungsi lumbal pertama kali dilakukan oleh Qunke pada

tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid dicoba oleh Corning, dengan

menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan kokain secara injeksi

columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin akibat difusi

pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah

tindakan pada bedah obstetri dan ginekologi.1

Dalam persalinan membutuhkan tindakan anestesi karena nyeri sangat

mungkin terjadi saat persalinan berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi

karena kontraksi uterus, dilatasi servik, selain itu, tindakan dalam persalinan

seperti ekstraksi cunam, vakum, versi dalam, versi luar, dan bedah caesar juga

menimbulkan nyeri sehingga membutuhkan anestesi.1,2

1

Page 2: Anes Pikapou

Sectio caesaria berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat risiko

morbiditas dan mortalitas ibu dibandingkan persalinan pervaginam. Kematian ibu

akibat risiko sectio caesaria itu sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000 persalinan.

Adanya anggapan bahwa trauma lahir pada sectio caesaria lebih kecil dibanding

persalinan pervaginam tapi tetap berisiko pada ibunya.. Kompliksi tindakan

anestesi sekitar 10 persen dari seluruh angka kematian ibu. Kebanyakan kematian

ibu ini sehubungan dengan anestesi umum, 50 persen diantaranya karena aspirasi

isi lambung. Dan lainnya mengalami cardiac arrest karena kesukaran intubasi.

Dengan anestesi regional ibu masih sadar, refleks protektif masih ada, sehingga

kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung kecil sekali. Ibu tidak menerima

banyak macam obat dan perdarahannya lebih sedikit. Dari segi janin, anestesi

regional ini bebas daripada obat – obat yang mempunyai efek depresi terhadap

janin.1,2

Fetal compromised merupakan salah satu indikasi untuk mengakhiri suatu

persalinan, mengingat tingkat morbiditas dan mortalitas janin meningkat. Faktor

risiko untuk terjadinya fetal compromised disebabkan antara lain bayi dengan

berat badan lahir rendah, prematur, postmatur, bayi dengan nilai apgar score

rendah (<7), bayi dengan infeksi intrapartum, kelaina kongenital, dan trauma

kelahiran.3,4

Adanya gangguan dalam persalinan (distosia) yang disebabkan baik oleh

tenaga persalinan, kelainan janin, maupun kelainan jalan lahir, menyebabkan

suatu kegawatan bilamana tidak ditangani secara tepat.3,4

2

Page 3: Anes Pikapou

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERSIAPAN PRA ANESTESI

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat)

harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif

dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan pada bedah darurat sesingkat mungkin.

Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan

pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk

keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:1,2

1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai

dengan fisik dan kehendak pasien.

3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society

Anesthesiology):

a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa

disertai kelainan faali,biokimiawi,dan psikiatris.

Angka mortalitas 2%.

b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan

sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses

patofisiologis. Angka mortalitas 16%.

c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas

harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam

jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal :

insufisiensi fungsi organ, angina menetap.

Angka mortalitas 68%.

e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi

hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24

jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.

3

Page 4: Anes Pikapou

f. ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil

(didonorkan)

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari

kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.

Pemeriksaan praoperasi anestesi1,2,5

1. Anamnesis

a. Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.

b. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.

c. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi

penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis

(asma bronkhial, pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi,

dan penyakit ginjal.

d. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan

obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan

obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik,

antibiotik, golongan aminoglikosid, dll.

e. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis

pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca

bedah.

f. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan

anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik, dan

muntah.

g. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi maligna.

h. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum,

pernafasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi,

neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi dan dermatologi.

i. Makanan yang terakhir dimakan.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan

yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.

4

Page 5: Anes Pikapou

b. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta

suhu tubuh.

c. Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk mengetahui adanya

trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi

leher, deviasi ortopedi dan dermatologi. Ada pula pemeriksaan

mallampati, yang dinilai dari visualisasi pembukaan mulut maksimal

dan posisi protusi lidah. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk

menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan intubasi.

Penilaiannya yaitu:

i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding posterior

oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla pharingeal

ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding posterior

iii. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula

iv. Mallampati IV : palatum durum saja

d. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung.

e. Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi.

f. Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau

tanda regurgitasi.

g. Ekstrimitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis,

adanya jari tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi

vena atau daerah blok saraf regional.

B. PREMEDIKASI ANESTESI

Dewasa ini dengan kemajuan teknik anestesi, tujuan premedikasi

bukan hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-

obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai

persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum

anestesi. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain:2,5

1. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.

2. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam

3. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

5

Page 6: Anes Pikapou

4. memberikan analgesia, misal pethidin

5. mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid

6. memperlancar induksi, misal : pethidin

7. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin

8. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.

9. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan

hiosin.

Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis

pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan

demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu

dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat

kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat

hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh

terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan

rencana anestesi yang akan digunakan.2,5

Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat digunakan

sebagai obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini:2,5,6

1. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.

2. Transquillizer yaitu dari golongan benzodiazepin, misal diazepam dan

midazolam

3. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.

4. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.

5. Antihistamin, misal prometazine.

6. Antasida, misal gelusil

7. H2 reseptor antagonis, misal cimetidine

Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut, dalam

pemakaian sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat untuk mendapatkan

hasil yang diinginkan, misalnya kombinasi narkotik, benzodiazepin, dan

antikolinergik. Sebaiknya obat-obat premedikasi dilakukan 30 menit sampai

60 menit sebelum induksi.2,5,6

Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :

6

Page 7: Anes Pikapou

Bupivakain

Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih

kuat dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk

anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin

1:200.000. derajat relaksasinya terhadap otot tergantung terhadap kadarnya.

Presentase pengikatannya sebesar 82-96%. Melalui N-dealkilasi zat ini

dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya melalui kemih

5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan sisanya

metabolit-metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5jam. Untuk kehamilan, sama

dengan mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar 2,5-5

mg/ml. Dari semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit

melintasi plasenta.1,2,5,6

Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah

1,003-1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS

disebut isobarik sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik.

Anestesi lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik yang

diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan dekstrosa.1,2,5,6

Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis

Bupivakain (decain)

0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)

0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)

Pethidin

Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk

premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan

induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra

dan pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan ,

dan dapat diantagonis dengan naloxon.1,2,5,6

Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat

menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila

7

Page 8: Anes Pikapou

digunakan pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan

depresi pusat pernapasan di medulla yang dapat ditunjukkan dengan

respon turunnya CO2. mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi

narkotik pada pusat muntah di medulla. Posisi tidur dapat mengurangi efek

tersebut.1,2,5,6

Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc

Dosis : 1 mg/ kgBB

Pemberian : IV, IM, Intradural

C. REGIONAL ANESTESI (SPINAL)

Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan

obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga

impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik

dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap sadar.5,6,7

Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila

kita menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah

antara vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau

L4-L5 (obat lebih cenderung berkumpul di kaudal).5,6,7

Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi

abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi

ini memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain

hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain,

atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam.5,6,7

Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit

jantung, kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang

meninggi. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah

sebagai berikut:5,6,7

Sadle back anestesi, yang kena pengaruhnya adalah daerah lumbal

bawah dan segmen sakrum.

8

Page 9: Anes Pikapou

Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah

umbilikus / Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan

sakral.

Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk

thoraks bawah, lumbal dan sakral.

Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk

daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.

Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih

tinggi.

Pada sectio caesaria, regional anestesi lebih disukai karena risiko untuk

ibu dan berkaitan dengan apgar score yang lebih baik dibanding pada general

anestesi (GA).3,7

1. Blok spinal (subarakhnoid)

Pemasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang subarakhnoid untuk

menghasilkan blok spinal merupakan teknik yang sering digunakan pada

tindakan sectio caesaria (62%). Spinal anestesi mempunyai banyak

keuntungan diantaranya :1,2,6,7

a. Tekniknya sederhana.

b. Onsetnya cepat.

c. Risiko keracunan sistemik lebih kecil.

d. Blok anestesi yang baik.

e. perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangannya telah

diketahui dengan baik.

f. Pasien masih sadar sehingga mengurangi terjadinya aspirasi.

g. Pengaruh terhadap bayi minimal.

Potensi untuk hipotensi dengan teknik ini merupakan risiko

terbesar bagi ibu, yang disebabkan:1,2,6,7

a. Perubahan kardiovaskular pada ibu

Yang pertama kali di blok pada analgesi subarakhnoid yaitu

serabut saraf preganglionik otonom, yang merupakan serat saraf halus

(serat saraf tipe B). Akibat denervasi simpatis ini akan terjadi

9

Page 10: Anes Pikapou

penurunan tahanan pembuluh tepi, sehingga darah tertumpuk di

pembuluh darah tepi karena terjadi dilatasi arteri, arteriol dan post-

arteriol. Besarnya perubahan kardiovaskuler tergantung pada

banyaknya serat simpatis yang mengalami denervasi. Bila hanya

terjadi penurunan tahanan tepi saja, akan timbul hipotensi yang

ringan. Tetapi bila disertai dengan penurunan curah jantung akan

timbul hipotensi berat. Pada posisi terlentang terjadi penurunan rata –

rata tekanan darah, curah jantung (34%), dan isi sekuncup (44%).

Sedangkan denyut jantung mengalami kenaikan rata-rata (17%).

Pengaruh pengeluaran bayi terhadap hemodinamik menunjukkan

kenaikan rata-rata curah jantung (52%) dan isi sekuncup (67%).

Sedangkan denyut jantung menurun disertai kenaikan rata – rata

tekanan sistolik, diastolik, dan tekanan vena sentral. Hal ini

disebabkan karena masuknya darah dari sirkulasi uterus ke dalam

sirkulasi utama akibat kontraksi uterus

b. Pengaruh terhadap bayi

Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar uri

terhadap bayi dapat diabaikan. Penyebab utama gangguan terhadap

bayi pasca seksio sesaria dengan analgesia subarakhnoid yaitu

hipotensi yang menimbulkan berkurangnya arus darah uterus dan

hipoksia maternal. Besarnya efek tersebut terhadap bayi tergantung

pada berat dan lamanya hipotensi. Bila tekanan darah rata – rata turun

melebihi 31%, arus darah uterus turun sampai 17%. Sedangkan

penurunan tekanan darah rata-rata sampai 50% akan disertai dengan

penurunan arus darah uterus sebanyak 65%.

Efek hipotensi terhadap bayi berupa perubahan denyut jantung,

keadaan gas darah, Apgar skor, dan sikap neurologi bayi.. Beberapa

penulis melaporkan bahwa pada pasien yang mengalami hipotensi

karena analgesia subarakhnoid pada tindakan seksio sesaria, sering

dijumpai bayi dengan Apgar skor yang rendah, lebih asidotik serta

interval mulai menangis yang panjang. Lamanya hipotensi lebih

10

Page 11: Anes Pikapou

penting daripada besarnya hipotensi. Ph arteri umbilical rendah

mencerminkan asidosis respiratorik maupun metabolik, sedangkan

kelebihan basa mencerminkan komponen metabolis saja (< -12mmol).

2. Anatomi Punggung untuk spinal anestesi

Secara anatomis dipilih segemen L2 kebawah pada penusukan oleh

karena ujung bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang

interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan

dengan segmen – segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan

menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan

segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4-5 interspace.7

3. Kontra indikasi spinal anestesi2,5,7

a. Kontra indikasi absolut

Pasien menolak

Infeksi pada tempat suntikan

Hipovolemia berat, syok

Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

Tekanan intra kranial meninggi

Fasiltas resusitasi minim

Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesi.

b. Kontra indikasi relatif

Infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )

Infeksi sekitar suntikan

Kelainan neurologis

Kelainan psikis

Bedah lama

Penyakit jantung

Hipovolemia ringan

Nyeri punggung kronis

4. Persiapan Analgesi Spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesi spinal seperti persiapan pada

anestesi umum. Hal – hal yang perlu diperhatikan dibawah ini :5,7

11

Page 12: Anes Pikapou

a. Informed consent ( izin dari pasien ).

b. Pemeriksaan fisik.

Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang, punggung,

dan lain- lainnya.

c. Pemeriksaan laboratorium, dianjurkan hemoglobin, haemotokrit, PT

(prothrombin time) dan PTT (partial thromboplastin time).

5. Teknik Spinal Anestesi1,2,5,6,7

- Infus Dextrosa / NaCl / Ringer Laktat sebanyak 500 – 1500 ml.

- Oksigen 3 L/mnt.

- Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.

- Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada.

- L3 – 4 interspace ditandai.

- Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.

- Sebelum penusukan betadin yang ada dibersikan dahulu.

- Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1

– 2% 2 – 3 ml.

- Jarum 22 – 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu

juga tanpa introducer dengan bevel menghadap keatas.

- Kalau liquor sudah keluar lancar dan jernih, disuntikkan xylocain 5%

sebabyak 1,25 – 1,5 cc.

- Penderita diletakkan telentang, dengan bokong kanan diberi bantal

sehingga perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi

trendelenburg.

- Monitoring tekanan darah, denyut jantung dan saturasi Oksigen.

- Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20

mmHg dibanding semula, efedrin diberikan 10 – 15 mg iv.

6. Komplikasi pada Spinal anestesi5,6

a. Hipotensi

Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer, komponen

blokade midthoracic yang tidak dapat dihindari dan tidak diinginkan.

Berkurangnya venous return dan penurunan afterload menurunkan

12

Page 13: Anes Pikapou

maternal mean arterial pressure (MAP). Hal ini dapat disebabkan oleh

karena posisi terlentang terjadi kompresi parsial atau total vena kava

inferior dan aorta oleh masa uterus.

b. Blokade Spinal total

Penyebab tersering, oleh karena pemberian dosis agen analgesia

jauh melebihi toleransi oleh wanita hamil. Hipotensi dan apneu cepat

timbul dan harus segera diatasi untuk mencegah henti jantung.

c. Kecemasan dan rasa sakit

Wanita dalam kondisi tersebut biasanya menyadari setiap

manipulasi bedah yang dilakukan dan menerima setiap perasat sebagai

perasaan yang tertekan, ia merasa tidak enak terhadap manipulasi –

manipulasi diatas blokade spinal total seringkali, derajat penghilang

rasa nyeri dari analgesia spinal tidak adekuat.

d. Sakit kepala spinal (Pasca pungsi)

Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges

dianggap merupakan faktor utama timbulnya sakit kepala. Dengan

tetap berbaring 24 jam pascaoperasi, nyeri kepala jelas membaik pada

hari ketiga dan menghilang pada hari kelima.

e. Disfungsi kandung kencing

Dengan anelgesi spinal, sensasi kandung kencing mungkin

dilumpuhkan dan pengosongan kandung kencing terganggu selama

beberapa jam setelah persalinan. Akibatnya, distensi kandung kencing

sering merupakan komplikasi masa nifas.

f. Oksitosin dan hipertensi

Hipertensi yang ditimbulkan oleh ergonovi (Ergotrate) atau

metilergonovin (methergin) yang disuntikan setelah persalinan, sangat

sering terjadi pada wanita yang telah menerima blok spinal atau

epidural

g. Arakhnoiditis dan meningitis

7. Penatalaksanaan

a. Hidrasi akut

13

Page 14: Anes Pikapou

Sebelum induksi harus dipasang infus intravena, dengan

memberikan cairan kristaloid sebanyak 1000 – 1500 ml tidak

menimbulkan bahaya overhidrasi. Dianjurkan pemberian cairan tidak

mengandung dekstrosa, karena infus dekstrosa 20 g/jam atau lebih

sebelum melahirkan menimbulkan hipoglikemia pada bayi 4 jam

setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan pankreas bayi yang cukup umur

akan menaikkan produksi insulin sebagai reaksi atas glukosa yang

melewati sawar uri.

b. Mendorong uterus kekiri

Untuk mempertahankan perfusi uteroplacenta. Diharapkan

dapat mencegah bahaya kompresi vena kava inferior dan aorta,

sehingga mencegah sindroma hipotensi terlentang.

c. Pemberian Vasopressor

Pemberian efedrin, seringkali dipakai untuk pencegahan

maupun terapi hipotensi pada pasien kebidanan. Obat ini merupakan

suatu simpatomimetik non katekolamin dengan campuran aksi

langsung dan tidak langsung. Meningkatkan curah jantung, tekanan

darah, dan nadi melalui stimulasi adrenegik alfa dan beta,

menimbulkan bronkhodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2.

d. Pemberian oksigen

Apabila terjadi hipoventilasi baik oleh obat – obat narkotik,

anestesi umum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemia

yang berat. Faktor – faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu :

Turunnya FRC sehingga kemampuan paru – paru untuk

menyimpan O2 menurun.

Naiknya konsumsi oksigen.

Airway closure.

Turunnya cardiac output pada posisi supine.

Pemberian oksigen terhadap pasien sangat bermanfaat karena :

Memperbaiki keadaan asam – basa bayi yang dilahirkan.

Dapat memperbaiki pasien dan bayi pada saat episode hipotensi.

14

Page 15: Anes Pikapou

Sebagai preoksigenasi kalau anestesi umum diperlukan.

D. TERAPI CAIRAN

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus

mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan

perioperatif bertujuan untuk:2,6

1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama

operasi.

2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang

diberikan.

Pemberian cairan operasi dibagi :2,6

1. Pra operasi

Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,

penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti

pada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan

cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap

kenaikan suhu 1 0 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

2. Selama operasi

Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan

cairan pada dewasa untuk operasi :

a. Ringan = 4 ml/kgBB/jam.

b. Sedang = 6 ml / kgBB/jam

c. Berat = 8 ml / kgBB/jam.

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang

dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak

3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 %

maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran

dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.

3. Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit

cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.

15

Page 16: Anes Pikapou

E. PEMULIHAN

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan

anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room

yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar

merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih

memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca

operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena

operasi atau pengaruh anestesinya.7

Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan

perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan

pembedahan. Untuk regional anestesi digunakan skor Bromage.7

Bromage Scoring System

Kriteria Skor

Gerakan penuh dari tungkai 0

Tak mampu ekstensi tungkai 1

Tak mampu fleksi lutut 2

Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3

Bromage skor ≤ 2 boleh pindah ke ruang perawatan.

F. SECTIO CAESARIA

1. Definisi3,4

Sectio caesaria adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban

melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim. Syarat sectio

caesaria:

a. Uterus dalam keadaan utuh

b. Berat janin diatas 500 gram

Indikasi sectio caesaria, prinsipnya:

a. Keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan pervaginam.

16

Page 17: Anes Pikapou

b. Keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan /

persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan

persalinan per vaginam secara fisiologis.

c. Indikasi ibu : panggul sempit absolut, tumor – tumor jalan lahir yang

menimbulkan obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa,

disproporsi sefalopelvik.

d. Indikasi janin : Kelainan letak ( malpresentasi dan malposisi), prolaps

talipusat, gawat janin.

2. Teknik Sectio Caesaria3,4

a. Sectio casarea transperitonealis profunda.

b. Sectio cesaria klasik.

c. Secio cesaria yang dilanjutkan histerektomi (cesarean hysterectomy).

d. Sectio cesarea transvaginal.

3. Komplikasi Sectio Caesaria3,4

Walaupun jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air ketuban

yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan ketuban

ke dalam pembuluh darah yang terbuka yang disebut sebagai embolus.

Jika embolus mencapai pembuluh darah pada jantung, timbul gangguan

pada jantung dan paru – paru dimana dapat terjadi henti jantung dan henti

nafas secara tiba – tiba. Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah

operasi caesar adalah infeksi yang banyak disebut sebagai morbiditas

pasca operasi.

G. FETAL COMPROMISED

Adalah suatu kondisi dimana janin tidak cukup mendapatkan oksigen

sehingga timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan hipoksia janin.

Hipoksia terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke

janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam

menghilangkan C02. Gangguan ini dapat berlangsung menahun akibat kondisi

atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal –

hal yang diderita ibu dalam persalinan. Faktor yang timbul dalam persalinan

17

Page 18: Anes Pikapou

bersifat lebih mendadak dan hampir mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin

dan berakhir dengan asfiksia bayi. Faktor – faktor tersebut terdiri dari :3,4

a. Faktor dari pihak janin, seperti :

1. Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.

2. Depresi pernapasan karena obat – obat anestesia / analgetika yang

diberikan kepada ibu, perdarahan intrakranial, dan kelainan bawaan

(hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru –

paru, dll).

b. Faktor dari pihak ibu, seperti :

1. Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani.

2. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada

plasenta previa.

3. Hipertensi pada eklampsia.

4. Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.

Tiga hal yang perlu mendapat perhatian3,4

1. Denyut jantung janin

Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit: selama

his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his embali lagi kepada keadaan

semula. Tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit diluar

his, dan lebih – lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2. Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan

oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan.

3. Pemeriksaan Ph darah janin

Apabila Ph itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai

tanda bahaya.

18

Page 19: Anes Pikapou

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. NH

Umur : 26 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No RM : 01188599

Diagnosis pre operatif : Fetal compromised pada sekundigravida hamil post

date belum dalam persalinan dengan

oligohidramnion

Macam Operasi : SCTP - Em

Macam Anestesi : Anestesi spinal

Tanggal masuk : 6 April 2013 jam 23.05

Tanggal Operasi : 7 April 2013 jam 01.30

B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI

1. Anamnesa

a. Keluhan utama : ingin melahirkan

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang wanita, G2P1A0, 26 tahun, usia kehamilan 41 minggu,

kiriman dari puskesmas dengan keterangan serotinus. Pasien merasa

hamil 9 bulan. Kenceng – kenceng teratur belum dirasakan. Gerakan

janin masih dirasakan. Air kawah belum dirasakan keluar. Lendir (-)

darah (-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asma :disangkal

Riwayat Hipertensi :disangkal

Riwayat DM :disangkal

Riwayat Alergi :disangkal

19

Page 20: Anes Pikapou

Riwayat makan minum terakhir : pukul 20.00

Riwayat pemasangan gigi palsu : disangkal

Riwayat gigi goyah : disangkal

2. Pemeriksaan Fisik

KU : Baik, CM, Gizi kesan baik, berat badan 54 kg

Vital Sign :T: 120 / 80 mmHg RR:20X/menit

HR: 86 X/menit Suhu: 36,50C

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor

3mm/3mm

Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)

Mulut : Buka mulut >3cm, Mallampati I

Leher : JVP tidak meningkat, KGB servikal tidak membesar,

gerak leher bebas

Thoraks : Retraksi (-)

Cor :Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi: Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi: BJ I-II, intensitas normal, reguler bising (-)

Pulmo :Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi: sonor/sonor

Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan

(-/-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uterine,

memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, kepala

masuk panggul < 1/3 bagian. Tinggi fundus uteri 28 cm ~

Taksiran berat janin 2325gram. His (-), DJJ (+) 8 – 9 – 8,

ireguler

20

Page 21: Anes Pikapou

Vaginal tuocher: v / u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio

lunak, diameter - cm, kulit ketuban dan penunjuk janin

belum dapat dinilai, STLD (-)

Ekstremitas : CRT <2 detik

Oedema Akral dingin Sianosis ujung jari

- - - - - -

- - - - - -

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium tanggal 6 April 2013

Hb : 10,5 gr/dl Albumin : 3,8 gr/dl

Hct : 31 % Golongan darah : B

AE : 3,77.106/ul Natrium : 136 mmol/l

AL : 9.106/ul Kalium : 3,4

mmol/l

AT : 168.103/ul Kalsium : 105 mmol/l

GDS : 90 mg/dl PT : 12,2 detik

Ureum : 11 mg/dl APTT : 33,3detik

Creatinin : 0,5 mg/dl HBsAg : Non reaktif

b. USG tanggal 6 April 2013

Tampak janin tunggal intra uterin, punggung di kanan, presentasi kepala.

BPD 8,72, AC 24,56, FL 7,06, EFBW 1937 gram. Air ketuban kesan

kurang. Tak tampak jelas adanya kelainan kongenital mayor.

4. Kesimpulan

Seorang wanita, G2P1A0, 26 tahun, usia kehamilan 41 minggu, kiriman

dari puskesmas dengan keterangan serotinus. Riwayat obstetri dan

fertilitas baik. Teraba janin tunggal, intra uterine, memanjang, punggung

di kanan, presentasi kepala, kepala masuk panggul < 1/3 bagian. His (-),

DJJ (+). STLD (-). BPD 8,72, AC 24,56, FL 7,06, EFBW 1937 gram. Air

21

Page 22: Anes Pikapou

ketuban kesan kurang. Tak tampak jelas adanya kelainan kongenital

mayor. Kelainan sistemik (-), kegawatan (+), status fisik ASA II E.

LAPORAN ANESTESI

A. Rencana Anestesi

1. Persiapan Operasi

a. Persetujuan operasi tertulis ( + )

b. Puasa > 6 jam pre op

c. Infus RL 30 tetes / menit

2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

3. Teknik Anestesi : Spinal Blok Anestesi, Spinal needle no 25 L3-4

medial

4. Premedikasi : Metoklopramid 10 mg

5. Induksi : Bupivakain (Decain) 15 mg + Pethidin 20 mg intradural

6. Maintenance : 02 = 3 L/menit

7. Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 10 menit, cairan,

perdarahan, ketenangan pasien dan tanda-tanda komplikasi anestesi.

8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

B. Tata Laksana Anestesi

1. Di ruang Persiapan

a. Cek persetujuan operasi

b. Periksa tanda vital dan keadaan umum

c. Lama puasa > 6 jam

d. Cek obat-obat dan alat anestesi

e. Infus RL 30 tetes/menit

f. Injeksi Metoklopropamid 10 mg IV

g. Posisi terlentang

h. Pakaian pasien diganti pakaian operasi

2. Di ruang Operasi

a. Jam 01.20 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang

22

Page 23: Anes Pikapou

b. Jam 01.30 mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai

berikut :

a. Pasien diminta duduk dengan punggung flexi maksimal.

b. Dilakukan tindakan antisepsis pada daerah kulit punggung bawah

pasien dengan menggunakan larutan iodin 1% + Alkohol 70%

c. Menggunakan sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan

dengan menyuntikkan jarum spinal no 25 pada bidang median

dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horisontal ke arah

kranial pada ruang antar vertebra lumbal 3-4.

d. Setelah jarum sampai di ruang subarachnoid yang ditandai

dengan menetesnya cairan LCS, stilet dicabut dan disuntikkan

Decain Spinal 0,5% 15 mg + Pethidin 20 mg .

e. Lokasi penyuntikan ditutup dengan perban.

f. Pasien dikembalikan pada posisi telentang, dan kepala

diekestensikan, Canul oksigen dipasang pada hidung dengan

maintenance O2 3 L/menit.

c. Jam 01.40 operasi dimulai, selama operasi dimonitor tanda vital dan

saturasi O2 tiap 10 menit.

d. Jam 01.50 bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin perempuan,

berat badan 2400 gram, panjang badan 44 cm, APGAR 8-9-10, anus

(+), cacat (-). Berikan methergin 1 ampul IV, oxytocyn 1 ampul per

drip.

e. Jam 02.40 Infus RL habis diganti RL 500 ml dan diinjeksi Ketorolac

30 mg.

f. Jam 02.45 Operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.

g. Monitoring Selama Anestesi

Jam Tensi Nadi Sa02

01.20 120/80 100 99

01.30 110/70 90 99

01.40 110/70 90 98

23

Page 24: Anes Pikapou

01.50 120/75 92 99

02.00 120/80 100 99

02.10 125/75 95 99

02.20 110/70 92 99

02.30 125/80 95 99

02.40 120/80 98 98

3. Di ruang pemulihan

a. Jam 02.50 : pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dalam

keadaan sadar penuh, dalam keadaan posisi terlentang, diberikan

O2 3 liter/menit

b. Jam 03.00 : Pasien dipindah ke bangsal.

Monitoring Pasca Anestesi:

Jam Tensi Nadi RR

20.50 120/80 84 20

11.00 120/80 80 20

4. Intruksi pasca anestesi

a. Posisi supine dengan oksigen 3 L/ mnt

b. Kontrol vital sign, T < 100 mmHg infus dipercepat, beri efedrin

c. Bila muntah diberi metoklopramid dan bila kesakitan diberi

analgetik.

d. Lain-lain

Antibiotik sesuai Obsgin

Analgetik sesuai Obsgin

Puasa sampai dengan flatus

Post operasi, cek Hb. Bila <10 mg/dl tranfusi sampai Hb ≥

10

Kontrol balance cairan

Monitor vital sign

24

Page 25: Anes Pikapou

25

Page 26: Anes Pikapou

BAB IV

PEMBAHASAN

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi

pada wanita hamil yang akan melakukan persalinan. Karena dalam melakukan

tindakan anestesi harus memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai demi

menjaga keselamatan ibu, bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari

hal-hal yang tidak diinginkan saat melakukan tindakan anestesi pada wanita

hamil, maka kita harus mengetahui perubahan-perubahan fisiologis wanita hamil

serta efek masing-masing obat anestesi

Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki

keuntungan yaitu :1,2,3,6

A. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan

sadar.

B. Relaksasi otot yang lebih baik.

C. Analgesi yang cukup kuat.

Permasalahan pada kasus ini :

A. Permasalahan dari segi medik

1. Cito emergensi.

2. Menyangkut 2 nyawa yaitu nyawa ibu dan anak.

3. Kemungkinan terjadinya aspirasi.

4. Diphragma terdorong keatas, sehingga timbul sesak nafas.

5. Supine hipotensi, oleh karena janin menekan vena cava inferior ibu. Hal

ini juga mempengaruhi sirkulasi fetomaternal.

B. Permasalahan dari segi bedah

1. DIT (Delivery Intake Time) :

Kecepatan ahli bedah untuk mengeluarkan bayi dari kandungan, kurang

dari 10 menit setelah induksi.3,4

2. Perdarahan, terjadi karena atonia uteri yang dapat disebabkan karena :3,4

a. Grande multipara

b. Gemelli

26

Page 27: Anes Pikapou

c. Solutio Placenta

d. Polihidramnion

e. Preeklampsia, Eklampsia, Sindrom HELLP

f. Anemia gravis, Anemia sickle cell

g. Hepatic failure

h. Renal failure

i. Diabetes mellitus

j. Kelainan sistem hematopoetik, misalnya leukemia

k. Partus lama, partus infeksius

l. Dehidrasi

m. Perdarahan post partum

n. Depresi obat-obat anastesi

3. Trauma

C. Permasalahan dari segi Anestesi

Pada pasien dengan anastesi regional spinal dapat terjadi :2,5,6

a. Hipotensi

b. Kejang

c. Hipoventilasi

d. Mual-muntah

e. Post operatif headache

Pada kasus ini, yang dilakukkan anestesi spinal, saat operasi tidak terjadi

penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal

biasanya sering terjadi. Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg

atau terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi

untuk menghindari cedera ginjal, jantung dan otak, di antaranya dengan

memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus.

Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi

spinal. Hipotensi terjadi karena :

1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.

2. Penurunan resistensi perifer.

27

Page 28: Anes Pikapou

Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk

mengatasi bradikardi yang terjadi diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.

Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot

pernapasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami

kesulitan bernapas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen

yang adekuat. Pada kasus ini diberikan oksigen 3 lpm.

Terapi cairan

Perhitungan cairan pada kasus ini adalah (BB = 54 kg)

3. Defisit cairan karena puasa 6 jam = 2 X 54 X 6 = 648 cc

4. Kebutuhan cairan selama operasi dan karena trauma operasi besar selama

1 jam = kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi besar

= (2 X 54 X 1) + (8 X 54 X 1) = 108 + 432 = 540 cc

5. Perdarahan selama operasi 400 cc

EBV = 70 X 54 kg = 3780 cc.

Kehilangan darah = 400/3780 X 100% = 10,58 % dari EBV.

Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 400 cc = 1200 cc

6. Jadi kebutuhan cairan total = 648 + 540 + 1200 = 2388 cc

7. Jumlah cairan yang telah diberikan :

a. Pra anastesi : 700 cc

b. Saat operasi : 1300 cc

Total cairan yang diberikan 2000 cc, kurang 388 cc, sehingga pengawasan

terhadap pemberian cairan masih diperlukan saat pasien berada di bangsal

ditambah kebutuhan cairan per hari selama 24 jam.

28

Page 29: Anes Pikapou

BAB V

KESIMPULAN

Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar

tindakan anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan

anestesi. Anastesi dalam persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan

keamanan ibu dan bayi. Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang

peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang

baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan

masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya serta dapat

menentukan teknik anestesi yang akan dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan

dosisnya harus benar-benar diperhatikan agar tidak mendepresi janin, dimana

hampir semuanya dapat mendepresi nafas janin.

Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi spinal pada

operasi SCTP emergency pada penderita perempuan, umur 26 tahun, status fisik

ASA II E, dengan diagnosis fetal compromised pada sekundigravida hamil post

date belum dalam persalinan dengan oligohidramnion.

Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang

berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang

pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara

umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.

29

Page 30: Anes Pikapou

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi M. 1989. Anestesiologi. Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif

FKUI. Jakarta: CV Infomedia.

2. Michael BD. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

3. Rustam M. 1998. Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Cunningham FG. 1995. Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi HR.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Ery L. 1998. Belajar Ilmu Anestesi. Semarang: FK Univ. Diponegoro.

6. Snow JC. 1982. Manual of Anasthaesiology 2 nd edition, Boston: Little

Brown and Company.

7. Wirjoatmojo K. 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk

Pendidikan S1 Kedokteran, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Departemen Pendidikan Nasional.

30