presentasi kasus anes moewardi

32
BAB I PENDAHULUAN Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun. Anestesia untuk pasien yang harus dibedah secara darurat mempunyai kekhususan karena keadaan umum pasien dapat sangat bervariasi dari yang masih normal sehat sampai yang menderita penyakit dasar berat yang kemudian masih dibebani lagi dengan kelainan bedahnya. Tidak hanya sampai disini saja karena pemakaian obat-obatan juga dapat berinteraksi dengan obat-obat anestesia. 1 Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi lumbal pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid dicoba oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan kokain secara injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin akibat difusi pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah tindakan pembedahan pada daerah papila mamae kebawah, termasuk pada kasus bedah darurat daerah abdomen. 2 Pada umumnya masalah yang dihadapi oleh dokter anestesi pada kasus bedah darurat daerah abdomen adalah : 1

Upload: arti-tyagita-kusumawardhani

Post on 25-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Anes Moewardi

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang

meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami

pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi

inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.

Anestesia untuk pasien yang harus dibedah secara darurat mempunyai

kekhususan karena keadaan umum pasien dapat sangat bervariasi dari yang masih

normal sehat sampai yang menderita penyakit dasar berat yang kemudian masih

dibebani lagi dengan kelainan bedahnya. Tidak hanya sampai disini saja karena

pemakaian obat-obatan juga dapat berinteraksi dengan obat-obat anestesia. 1

Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi lumbal

pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid

dicoba oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan

kokain secara injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin

akibat difusi pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah satunya

adalah tindakan pembedahan pada daerah papila mamae kebawah, termasuk pada kasus

bedah darurat daerah abdomen.2

Pada umumnya masalah yang dihadapi oleh dokter anestesi pada kasus bedah

darurat daerah abdomen adalah : (1) Keterbatasan waktu untuk melakukan evaluasi pra

anestesia yang lengkap, (2) Pasien sering dalam keadaan takut gelisah, (3) Lambung

sering berisi cairan dan makanan, (4) Sistem hemodinamik sering terganggu, keadaan

umum sering buruk (hipotensi,takikardi), (5) Menderita cidera ganda, (6) Kelainan yang

harus dibedah kadang-kadang belum diketahui dengan jelas, (7) Riwayat sebelum sakit

sering tak diketahui, (8) Komplikasi/penyakit yang ada kadang-kadang tidak dapat

diobati dengan baik sebelum pembedahan. Keadaan terakhir ini yang sering

menyebabkan mortalitas pasien bedah darurat menjadi tinggi dibanding dengan bedah

elektif. 1

1

Page 2: Presentasi Kasus Anes Moewardi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERSIAPAN PRA ANESTESI

Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan

pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan

tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:

1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan

fisik dan kehendak pasien.

3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society

Anesthesiology):1

a. ASA I Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan

faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.

b. ASA II Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang

sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas

16%.

c. ASA III Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas

harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

d. ASA IV Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,

tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,

angina menetap. Angka mortalitas 68%.

e. ASA V pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi

hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa

operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .1

B. PREMEDIKASI ANESTESI

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan

dari premedikasi antara lain :1

1. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.

2

Page 3: Presentasi Kasus Anes Moewardi

2. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam

3. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

4. memberikan analgesia, misal pethidin

5. mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid

6. memperlancar induksi, misal : pethidin

7. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin

8. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.

9. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin

C. ANESTESI SPINAL

Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat

analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri

dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh

sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap sadar.

Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita

menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara

vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat

lebih cenderung berkumpul di kaudal).

Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen

bagian bawah (termasuk appendektomi), perineum dan kaki. Anestesi ini memberi

relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain hanya sekitar 90

menit. Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain, atau tetrakain, maka

lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam.

Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit jantung,

kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang meninggi.

1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai berikut:

a. Sadle block anestesi, yang kena pengaruhnya adalah daerah lumbal bawah dan

segmen sakrum.

b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah umbilikus / Th X

di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan sakral.

3

Page 4: Presentasi Kasus Anes Moewardi

c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk thoraks

bawah, lumbal dan sakral.

d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk daerah

thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.

e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih tinggi.

2. Teknik anestesi :

a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik dan

berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.

b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi obat

anestesi lokal.

c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil lumbal

pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah untuk pungsi.

Asisten harus membantu memfleksikan posisi penderita.

d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan kiri

akan memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.

e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.

f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.

g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai sarung

tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan jarum lumbal no.

22 lebih halus no. 23, 25, 26 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat

terhadap bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antar vertebra lumbalis

yang sudah dipilih. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa

ligamen, yang terakhir ditembus adalah duramater subarachnoid.

h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya

disuntikkan larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Cabut

jarum, tutup luka dengan kasa steril.

i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika terjadi

hipotensi diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg, infus 500-1000 ml

NaCl atau hemacel cukup untuk memperbaiki tekanan darah.

4

Page 5: Presentasi Kasus Anes Moewardi

3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :

BupivakainBupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih kuat

dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk anestesi

daerah luas (larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000.

derajat relaksasinya terhadap otot tergantung terhadap kadarnya. Presentase

pengikatannya sebesar 82-96%. Melalui N-dealkilasi zat ini dimetabolisasi

menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya melalui kemih 5% dalam keadaan

utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan sisanya metabolit-metabolit lain. Plasma

t1/2 1,5-5,5jam. Untuk kehamilan, sama dengan mepivakain dapat digunakan

selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml. Dari semua anestetika lokal,

bupivakain adalah yang paling sedikit melintasi plasenta.3,4

Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah 1,003-

1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS disebut isobarik

sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik. Anestesi lokal yang

sering digunakan adalah jenis hiperbarik yang diperoleh dengan mencampur

anestesi lokal dengan dekstrosa.

Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis

Bupivakain (decain)

0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)

0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)

Pethidin Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.

Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi

kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah,

memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis

dengan naloxon.

5

Page 6: Presentasi Kasus Anes Moewardi

Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat

menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan

pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan depresi pusat

pernapasan di medulla yang dapat ditunjukkan dengan respon turunnya CO2.

mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di

medulla. Posisi tidur dapat mengurangi efek tersebut.5

Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc

Dosis : 1 mg/ kgBB

Pemberian : IV, IM, Intradural

4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :

a. Keuntungan

1). Respirasi spontan

2). Lebih murah

3). Ideal untuk pasien kondisi fit

4). Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada pasien

dengan perut penuh

5). Tidak memerlukan intubasi

6). Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal

7). Fungsi usus cepat kembali

8). Tidak ada bahaya ledakan

9). Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan

b. Kerugian

1). Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem

2). Menyebabkan post operatif headache.

5. Komplikasi tindakan anestesi spinal

a. Hipotensi berat

Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah

dengan pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum

tindakan

6

Page 7: Presentasi Kasus Anes Moewardi

b. Bradikardi

Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok

sampai T-2

c. Hipoventilasi

Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

d. Trauma pembuluh darah

e. Trauma saraf

f. Mual-muntah

g. Gangguan pendengaran

h. Blok spinal tinggi atau spinal total

D. Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati

jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk

:

1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.

2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.

Pemberian cairan operasi dibagi :

1. Pra operasi

Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,

penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada

ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk

dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 1 0

Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

2. Selama operasi

Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan

pada dewasa untuk operasi :

Ringan= 4 ml/kgBB/jam.

Sedang= 6 ml / kgBB/jam

Berat = 8 ml / kgBB/jam.

7

Page 8: Presentasi Kasus Anes Moewardi

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari

10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali

volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat

dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali

darah yang hilang.

3. Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan

selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.

E. PEMULIHAN

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi

yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan

untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar batu loncatan sebelum

pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU.

Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi

yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.

F. Appendisitis Akut6

Epidemiologi

Insidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang, namun demikian dalam tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara

bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh peningkatan penggunaan makanan

berserat dalam menu sehari-hari. Insidens laki-laki dan perempuan umumnya

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens laki-laki lebih tinggi.

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu

tahun jarang dilaporkan, mungkin karena tidak diduga. Insidens tertinggi pada

kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.

Etiologi

Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria dan berbagai hal berperan sebagai

penyebabnya. Yang diduga ialah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti

Entomoeba Histolytica, kebiasaan makan rendah serat, dan pengaruh konstipasi.

8

Page 9: Presentasi Kasus Anes Moewardi

Appendiks pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

sebagai mengalami eksaserbasi akut.

Gambaran Klinik

Appendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari

oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.

Keluhan utama sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya

nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan

bawah ke titik Mc Burney. Di titik Mc Burney dirasakan lebih tajam dan lebih

jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada

nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa

memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa

mempermudah terjadinya perforasi.

Pemeriksaan

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu

lebih tinggi, mungkin terjadi perforasi. Pada palpasi didapatkan nyeri pada regio

iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya

rangsangan peritoneum parietale. Nyeri perut kanan bawah ini merupakan kunci

diagnosis. Tanda khusus:

1. Rebound Phenomena: Pada bagian appendiks ditekan pelan-pelan kemudian

dilepaskan secara mendadak, akan terasa nyeri.

2. Rovsing sign: Dilakukan penekanan pada sepertiga SIAS sinistra, akan

terasa sakit di daerah appendiks karena ileum bergerak ke kanan menyentuh

appendiks sehingga terasa nyeri.

3. Mc Burney Sign: Dilakukan penekanan pada daerah Mc. Burney akan terasa

sakit.

9

Page 10: Presentasi Kasus Anes Moewardi

4. Ten Horn Sign: Testis kanan ditarik akan menimbulkan rasa nyeri di

appendiks karena funiculus spermaticus ditarik sehingga peritoneum

bergerak menyentuh appendiks.

5. Psoas Sign: Pasien tidur terlentang, kaki kanan genu lurus dan pasien

diminta mengangkat, dan diberikan perlawanan akan menimbulkan rasa

nyeri di daerah appendiks.

6. Obturator Sign: Pasien terlentang, kemudian dilakukan antefleksi dan

endorotasi articulatio coxae dan diberikan perlawanan, akan menimbulkan

rasa nyeri di daerah appendiks.

Pemeriksaan 4,5, dan 6 merupakan tanda appendisitis yang letak

retrocaecal.

Diagnosis

Pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis

appendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20 % kasus. Kesalahan

diagnosis lebih sering pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul

gangguan yang mirip appendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genetalia

interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekolog

lain.

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendisitis akut bila

diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit

dengan pengamatan setiap 1-2 jam.

Laboratorium

Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis

appendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada

kasus dengan komplikasi.

Diagnosis Banding

- Gastroenteritis

- Demam Dengue

- Limfadenitis mesenterika

- Salpingitis Akut Kanan

- Kehamilan di Luar Kandungan

10

Page 11: Presentasi Kasus Anes Moewardi

- Kista Ovarium Terpuntir

- Endometriosis Eksterna

- Urolitiasis Ureter Kanan

11

Page 12: Presentasi Kasus Anes Moewardi

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. H

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

No RM : 01040123

Diagnosis pre operatif : Appendicitis Akut

Macam Operasi : Cito appendektomi

Macam Anestesi : Anestesi regional

Tanggal masuk : 30 November 2010 jam 14.00

Tanggal Operasi : 30 November 2010

B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI

1. Anamnesa

a. Keluhan utama : Nyeri pada perut kanan bawah

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien adalah konsulan dari bagian bedah dengan keterangan

appendisitis akut yang akan dilakukan cito appendektomi.

Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan nyeri

pada perut kanan bawah, nyeri dirasakan terus menerus mulai dari bagian

bawah umbilicus kemudian menjalar kearah perut bagian kanan atas. Nyeri

timbul, disertai gejala panas, serta mual-muntah. Pasien kemudian dibawa ke

RS dr.Oen Sawit, panas dan nyeri hanya sedikit berkurang. Karena nyeri

perut terasa semakin menghebat maka pasien dirujuk ke RSDM. Sesak napas

(-), batuk (-), nyeri kepala (-), makan & minum terakhir hari ini jam 12.00

WIB. Tidak ada keluhan pada BAB dan BAK.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat asma : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

12

Page 13: Presentasi Kasus Anes Moewardi

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit jantung : disangkal

2. Pemeriksaan Fisik:

a. Keadaan umum : tampak sakit sedang, CM, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup

b. Vital sign :

Nyeri perut kanan bawah

T :120/80 mmHg

N : 84 x/menit

Rr : 20 x/menit

S : 36,80C

BB : 60 kg

TB : 165 cm

c. Status Generalis :

Kepala : Mesocephal , Jejas (-)

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Reflek Cahaya (+/+), Isokor

(3mm/3mm)

Hidung : Sekret (-), Darah (-), jejas (-)

Jalan nafas : tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), mallampati I, oedem

(-), kekakuan sendi rahang (-), kaku leher (-)

Telinga : Sekret (-), darah (-)

Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar

Thorax : retraksi (-)

Cor I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis tidak kuat angkat

P : Batas jantung kesan tidak melebar

A : Bunyi jantung I-II intensitas normal,reguler,bising (-)

Pulmo I : Pengembangan dada kanan=kiri

P : Fremitus raba kanan=kiri

P : Sonor/sonor

A : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

13

Page 14: Presentasi Kasus Anes Moewardi

Abdomen I : Perut setinggi dada, jejas (-), darm countur/darm steifung (-)

P : supel, nyeri tekan (+) pada titik Mc.Burney, nyeri lepas (-)

P : Tympani, nyeri ketok (+) di daerah Mc.Burney

A: Peristaltik normal

Pemeriksaan khusus :

1. Rectal Toucher : TMSA dbn, ampula tidak kolaps, mucosa licin, nyeri

tekan pada jam 10.00 - 11.00 (+), feses (-), STLD (-).

2. Psoas sign (+), Obturator sign (+), Rebound phen (+), Rovsing sign (+)

Ekstremitas : Oedem akral dingin

3. Pemeriksaan laboratorium :

Hemoglobin

Hct

Eritrosit

Lekosit

Trombosit

Gol. Darah

GDS

HBsAg

:

:

:

:

:

:

:

:

14,8 g/dl

44,7 %

4,71.106/ ul

20,3.103/ ul

175.103/ ul

O

117 mg/dl

negatif

Eosinofil

Basofil

Netrofil batang

Granulosit

Limfosit

Monosit

Na : 134

K : 4,1

Clorida : 104

:

:

:

:

:

:

-

-

-

95%

4%

1%

EKG : Sinus Rytme 80 x/ mnt

Foto Thorax PA : Cor dan Pulmo dalam batas normal.

Konsul Jantung : Tidak ada kontra indikasi dilakukan appendektomi

4. Kesimpulan :

Kelainan sistemik : ( + )

Kegawatan : ( + )

Status fisik ASA : II E

14

Page 15: Presentasi Kasus Anes Moewardi

C. RENCANA ANESTESI

1. Persiapan Operasi

a. Persetujuan operasi tertulis ( + )

b. Puasa > 6 jam

c. Infus RL 40 tetes / menit

2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

3. Teknik Anestesi : Spinal Blok Anestesi, Spinal needle no 25 L3-4 medial

4. Premedikasi : Ondansetron 4 mg, midazolam 5 mg

5. Induksi : Bupivakain (Decain) 10 mg + Pethidin 25 mg intradural

6. Maintenance : 02 = 3 L/menit

7. Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 10 menit, cairan, perdarahan,

ketenangan pasien dan tanda-tanda komplikasi anestesi

8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

D. TATA LAKSANA ANESTESI

1. Di ruang Persiapan

a. Cek persetujuan operasi

b. Periksa tanda vital dan keadaan umum

c. Lama puasa > 6 jam

d. Cek obat-obat dan alat anestesi

e. Infus RL 40 tetes/menit

f. Injeksi Ondansetron 4 mg, midazolam 5 mg IV

g. Posisi terlentang

h. Pakaian pasien diganti pakaian operasi

2. Di ruang Operasi

a. Jam 20.50 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang

b. Jam 20.55 mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai

berikut :

1). Pasien minta duduk dengan punggung flexi maksimal.

15

Page 16: Presentasi Kasus Anes Moewardi

2). Dilakukan tindakan antisepsis pada daerah kulit punggung bawah

pasien dengan menggunakan larutan iodin 1% + Alkohol 70%

3). Menggunakan sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan

menyuntikkan jarum spinal no 25 pada bidang median dengan arah

10-30 derajat terhadap bidang horisontal ke arah kranial pada ruang

antar vertebra lumbal 3-4.

4). Setelah jarum sampai di ruang subarachnoid yang ditandai dengan

menetesnya cairan LCS, stilet dicabut dan disuntikkan Bupivakain

0,5% 10 mg + Pethidin 25 mg .

5). Lokasi penyuntikan ditutup dengan perban.

6). Pasien dikembalikan pada posisi telentang, dan kepala

diekestensikan, Canul oksigen dipasang pada hidung dengan

maintenance O2 3 L/menit.

c. Jam 21.00 tensi 95/45 infus RL dipercepat dan diberikan efedrin 10 μg

d. Jam 21.05 operasi dimulai, selama operasi dimonitor tanda vital dan

saturasi O2 tiap 10 menit.

e. Jam 21.10 tensi 97/50 infus RL diganti HAES dipercepat dan diberikan

efedrin 10 μg

f. Jam 22.00 Operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.

Monitoring Selama Anestesi

Jam Tensi Nadi SaO2 RR KeteranganInfus RL

20.50 118/77 81 100 % 20 Masuk ruang OP20.55 117/78 80 100 % 20 Induksi Decain 20 mg 21.00 95/45 91 99 % 2421.05 100/55 90 99 % 22 O2 3 L/menit. Operasi

dimulai, tanda vital tetap dimonitor

21.10 97/50 84 100% 20 Infus HAES21.15 115/65 78 100 % 2021.20 118/69 77 100 % 20 Infus RL21.25 122/75 72 100 % 2021.30 121/76 80 100 % 1821.35 120/77 86 100 % 1621.40 121/76 88 100 % 2021.45 120/78 84 100 % 21

16

Page 17: Presentasi Kasus Anes Moewardi

21.50 121/70 82 100 % 21 Infus RL21.55 121/74 79 100 % 2222.00 122/76 82 100 % 2022.05 124/78 86 100 % 20 Operasi selesai

3. Di ruang pemulihan

a. Jam 22.05 : pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dalam keadaan

sadar penuh, dalam keadaan posisi terlentang, diberikan O2 3 liter/menit

b. Jam 22.15 : Pasien dipindah ke Bangsal.

Instruksi Pasca Anestesi

a. Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila tensi turun di bawah

90 mmHg, infus dipercepat. Bila muntah, berikan Ondansetron 1 ampul/4

mg. Bila kesakitan, berikan Ketorolac 1 amp/30 mg.

b. Lain-lain

- Anti biotik dari bagian bedah.

- Analgetik dari bagian bedah

- Post operasi cek Hb, bila < 10 mg/dL, transfusi sampai dengan Hb > 10

mg/dL.

- Kontrol balance cairan

- Monitor vital sign

Monitoring pasca Anestesi

Jam Tensi Nadi SaO2 RR22.00

120/77 74 99% 20

22.10

123/75 75 99% 20

17

Page 18: Presentasi Kasus Anes Moewardi

BAB IV

PEMBAHASAN

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi pada

kasus ini. Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik akan

dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.

A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK

1. Cito oleh karena jika tidak segera dilakukan tindakan dapat berakibat fatal pada

pasien ( dapat terjadi syok sepsis ).

2. Meningkatnya laju metabolisme tubuh karena radang, dimana kebutuhan cairan

dapat meningkat, sehingga pasien dapat mengalami dehidrasi.

3. Timbulnya takikardi kemungkinan besar penyebabnya adalah karena rangsangan

nyeri yang sangat pada daerah perut. Kemungkinan lain adalah dehidrasi, tapi

tidak ditemukan tanda-tanda fisik lain yang mendukung adanya dehidrasi.

B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH

1. Cito (termasuk gawat abdomen) yang tidak segera dilakukan pembedahan dapat

terjadi ruptur appendiks dan perforasi.

2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.

3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)

Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan teknik

anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu dipersiapkan darah untuk

mengatasi perdarahan tetapi pada pasien ini belum perlu diberikan darah.

C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI

1. Pemeriksaan pra anestesi

Operasi pada penderita ini, adalah operasi cito, sehingga persiapan untuk

operasi tidak sebaik pada operasi yang elektif. Namun pada penderita ini telah

dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :

a. Puasa lebih dari 6 jam untuk operasi

18

Page 19: Presentasi Kasus Anes Moewardi

b. Pemeriksaan laboratorium darah

Dari hal tersebut diatas permasalahan yang timbul adalah :

- Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum dilakukan

anestesi dan operasi.

- Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan

keadaan umum penderita.

Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi pada

penderita perlu dilakukan :

- Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.

- Puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya

muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.

Jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi secara regional karena memiliki keuntungan yaitu :

- Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan

sadar.

- Relaksasi otot yang lebih baik.

- Analgesi yang cukup kuat.

2. Premedikasi : Ondansetron 4 mg dan midazolam 5 mg

3. Anestesi spinal : Bupivakain 10 mg dan Pethidin 25 mg.

4. Maintenance : Oksigen 3 liter/menit.

Pada kasus ini, yang dilakukan anestesi spinal, saat operasi terjadi penurunan

tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal biasanya sering terjadi.

Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal. Hipotensi

terjadi karena :

- Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.

- Penurunan resistensi perifer.

Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat gejala-gejala

penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari cedera ginjal,

jantung dan otak, di antaranya dengan memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan

tetesan infus dan jika perlu diberikan vasokonstriktor seperti pada pasien ini diberikan

efedrin 10 μg yang telah diencerkan jika tekanan sistolik dibawah 100 mmHg.

19

Page 20: Presentasi Kasus Anes Moewardi

Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk mengatasi

bradikardi yang terjadi dapat diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.

Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot

pernafasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami kesulitan

bernafas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang adekuat dan

pengawasan terhadap depresi pernafasan yang mungkin terjadi.

5. Terapi Cairan

Perhitungan cairan pada kasus ini adalah (BB = 60 kg)

Defisit cairan karena puasa 6 jam = 2 X 60 X 6 = 720 cc

Kebutuhan cairan selama operasi + kebutuhan operasi besar (lama 1jam) :

= (2 X 60 X 1) + (8 X 60 X 1)

= 120 + 480

= 600 cc

Perdarahan selama operasi ± 100 cc

EBV pada pasien ini = 70 X 60 kg = 4200 cc. Persentase perdarahan =

100/4200 X 100% = 2,38 % dari EBV.

Jadi kebutuhan cairan total = 720 + 600 + 100 = 1420 cc Jumlah cairan

yang telah diberikan :

1. Pra operasi : 500 cc

2. Saat operasi : 1500 cc

Total cairan yang diberikan 2000 cc, sedikit berlebih 580 cc, sehingga

pengawasan terhadap pemberian cairan masih diperlukan saat pasien

berada di bangsal, diperhatikan kemungkinan terjadinya overload dan

produksi urin.

20

Page 21: Presentasi Kasus Anes Moewardi

BAB V

KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang

melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi

pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat

mengantisipasinya.

Pada makalah ini disajikan kasus pengelolaan anestesi umum pada operasi cito

appendektomi pada penderita dewasa laki-laki, umur 51 tahun, status fisik ASA II E.

Dengan diagnosis appendisitis akut dengan menggunakan teknik regional anestesi dengan

Block Subarachnoid, vertebrae lumbal 3-4

Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang ada

diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi dapat

ditekan seminimal mungkin.

Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti dan

segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruangan pemulihan juga tidak

terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.

21

Page 22: Presentasi Kasus Anes Moewardi

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif,

FKUI, CV Infomedia, Jakarta.

2. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC, Jakarta.

3. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large

medical Book

4. Michael B D., (1994),Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta

5. Ery L., (1998), Belajar Ilmu Anestesi. FK Univ. Diponegoro. Semarang.

6. Wim de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku kedokteran

EGC, Jakarta.

22