anemia hiperkromik

23
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER Anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin hematokrit dan jumlah eritrosit di bawah nilai normal. Anemia juga diartikan sebagai suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan defisiensi pada ukuran dan jumlah eritrosit atau kadar hemoglobin yang tidak mencukupi untuk fungsi pertukaran O 2 dan CO 2 di antara jaringan dan darah (Depkes, 2007) Klasifikasi anemia dapat didasarkan atas gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg; anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg; anemia makrositer, bila MCV > 95 fl. Anemia mikrositik adalah anemia yang disebabkan oleh sintesis heme seperti gangguan, sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk menyerap, mengangkut, menyimpan atau menggunakan besi atau kekurangan keterampilan masalah sintetis askorbat protein, zat besi, vitamin A, piridoksin, tembaga atau mangan. Mikrositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis. Kemampuan untuk mensintesis heme juga dapat terganggu oleh toksisitas tembaga, seng, timah, kadmium, atau logam berat lainnya. Anemia hemolitik

Upload: febi-suantari

Post on 02-Dec-2015

250 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

HEMATOLOGI

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia Hiperkromik

ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER

Anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin hematokrit

dan jumlah eritrosit di bawah nilai normal. Anemia juga diartikan sebagai suatu

keadaan tubuh yang ditandai dengan defisiensi pada ukuran dan jumlah eritrosit

atau kadar hemoglobin yang tidak mencukupi untuk fungsi pertukaran O2 dan CO2

di antara jaringan dan darah (Depkes, 2007)

Klasifikasi anemia dapat didasarkan atas gambaran morfologik dengan

melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia

dibagi menjadi tiga golongan, yaitu anemia hipokromik mikrositer, bila MCV <

80 fl dan MCH < 27 pg; anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan

MCH 27-34 pg; anemia makrositer, bila MCV > 95 fl.

Anemia mikrositik adalah anemia yang disebabkan oleh sintesis heme

seperti gangguan, sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk menyerap,

mengangkut, menyimpan atau menggunakan besi atau kekurangan keterampilan

masalah sintetis askorbat protein, zat besi, vitamin A, piridoksin, tembaga atau

mangan. Mikrositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis. Kemampuan

untuk mensintesis heme juga dapat terganggu oleh toksisitas tembaga, seng,

timah, kadmium, atau logam berat lainnya. Anemia hemolitik mungkin karena

defisiensi atau kelebihan tanda-tanda klinis dari vitamin E.

Anemia mikrositik hipokrom dapat disebabkan karena kehilangan besi

(perdarahan menahun), asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang,

kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan prematuritas).

Mikrositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis. Kemampuan untuk

mensintesis heme juga dapat terganggu oleh toksisitas tembaga, seng, timah,

kadmium, atau logam berat lainnya. Anemia hemolitik mungkin karena defisiensi

atau kelebihan tanda-tanda klinis dari vitamin E.

Anemia hipokromik mikrositer dengan gangguan metabolisme besi

merupakan penyebab anemia tersering yang dijumpai, baik dalam praktek klinik

maupun dilapangan. Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom

adalah:

1. Anemia defisiensi besi (gangguan besi)

Page 2: Anemia Hiperkromik

2. Anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)

3. Thalasemia (gangguan globin)

4. Aanemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)

A. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya

cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyedian besi untuk

eritropoesis berkurang. Kelainan ini ditandai oleh anemia hipokromik

mikrositerm, besi serum menurun, TIBC (total iron binding capacity)

meningkat, saturasi transferrin menurun, ferritin serum menurun,

pengecatan besi sumsum tulang negative dan adanya respon terhadap

pengobatan dengan preparat besi.

a. Patofisiologi dan Gejala Anemia Defisiensi Besi

Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap,

melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.

Stadium 1 : Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga

menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang.

Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah

berkurang secara progresif.

Stadium 2 : Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat

memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah,

sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.

Stadium 3: Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah

merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar

hemoglogin dan hematokrit menurun.

Stadium 4: Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan

kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan

menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil

(mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.

Page 3: Anemia Hiperkromik

Stadium 5: Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi

dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat

besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang

tenaga dan gejala lainnya. Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri,

yaitu:

Pika : suatu keinginan memakan zat yang bukan

makanan seperti es batu, kotoran atau kanji

Glositis : iritasi lidah

Keilosis : bibir pecah-pecah

Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya

seperti sendok.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat

dijumpai adalah :

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia

hiprokomik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai

dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCV

< 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan

thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat

yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat

mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar

hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala

anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.

Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer,

anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel

target. Derajat hipokromia dan mikrositis berbanding lurus dengan

derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan

trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat

anemia. Pada kasus ankilostomasis sering dijumpai eosinophilia.

Page 4: Anemia Hiperkromik

2. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity

(TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferrin < 15%.

3. Kadar serum ferritin < 20µg/dl (ada yang memakai < 15 µg/dl, ada

juga < 12µg/dl). Jika terdapat inflamasi maka ferritin serum sampai

dengan 60 µg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.

4. Protoporfirin eritrosit meningkat (>100 µg/dl)

5. Sumsum tulang : menunjukkan heperplasia normoblastik dengan

normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.

6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferrin :

kadar reseptor transferrin meningkat pada defisiensi besi, normal

pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

7. Pengecatan besi sumsum tulang denga biru prusia (Perl’s stain)

menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin

negative).

8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia

defisiensi besi : antara lain pemeriksaan feses untuk cacing

tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah samar dalam

feses, endoskopi,barium intake atau barium inloop, dan lain-lain,

tergantung dari dugaan penyebab defisiensi tersebut.

B. Anemia Akibat Penyakit Kronik (Anemia Of Chronic Disease)

Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada

penyakit kronik tertentu yang khas ditandai dengan gangguan metabolisme

besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya

penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi

cadangan besi sumsum tulang masih cukup. Beberapa penelitian,

menunjukkan bahwa anemia ini merupakan penyebab kedua tersering

setelah anemia defisiensi besi.

Penyebab anemia ini belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat

beberapa penyakit yang mendasari timbulnya nemia penyakit kronis,

yaitu:

1. Infeksi kronik

Page 5: Anemia Hiperkromik

Tuberkulosis paru

Infeksi jamur kronik

Bronkhietasis

Penyakit radang panggul kronik

Osteomyelitis

Infeksi saluran kemih kronik

Colitis kronik

2. Inflamasi kronik

Artritis rematoid

SLE

Inflammatory bowel disease

sarkoidosis

3. Neoplasma ganas

Karsinoma

Limfoma

a. Manifestasi Klinis dan Laboratorik

Gejala klinik anemia akibat penyakit kronik tidak khas karena

lebih banyak didominasi oleh gejala penyakit dasar. Sindrom anemia tidak

terlalu mencolok karena biasanya penurunan hemoglobin tidak terlalu

berat.

Anemia akibat penyakit kronik memberikan gambaran

laboratorium sebagai berikut :

1. Anemia ringan sampai sedang, hemoglobin jarang < 8 g/dL

2. Anemia bersifat normositer atau mikrositer ringan (MCV 75-90 fl)

3. Besi transferrin sedikit menurun

4. Protoporfirin eritrosit meningkat

5. Feritin serum normal atau meningkat

6. Reseptor transferrin normal

7. Pada pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia, besi sumsum

tulang normal atau meningkat dengan butir – butir hemosiderin yang

kasar.

Page 6: Anemia Hiperkromik

C. Anemia Sideroblastik

Anemia sideroblastik adalah anemia dengan sideroblas cincin (ring

sideroblas) dalam sumsum tulang. Anemia ini relative jarang dijumpai

tetapi perlu mendapat perhatian karena merupakan salah satu diagnosis

banding anemia hipokromik mikrositer.

a. Patofisiologi

Perubahan patofisiologi pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi

kegagalan inkorporasi besi ke dalam senyawa heme pada mitokondria

yang mengakibatkan besi mengendap pada mitokondria sehingga jika dicat

dengan cat besi akan kelihatan sebagai bintik-bintik yang mengelilingi inti

yang disebut sebagai sideroblas cincin. Hal ini menyebabkan kegagalan

pembentukan hemoglobin yang disertai eritropoesis inefektif dan

menimbulkan anemia hipokromik mikrositer.

b. Bentuk klinik

Anemia sideroblastik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu

bentuk herediter dan bentuk didapat (acquired).

1. Bentuk herediter

a. Jarang dijumpai, herediter dan sex linked (X-linked). Sebagian

menunjukkan defek enzim ALA synthetase.

2. Idiopathic acquired sideroblastic anemia

a. Mutasi somatik pada progenitor eritroid

b. Tergolong sebagai sindrom mielodisplastik

c. Menurut klasifikasi FAB disebut sebagai refractory anemia with ring

sideroblast (RARS)

3. Anemia sideroblastik sekunder

a. Akibat alkohol, obat anti TBC : INH, dan keracunan Pb

4. Anemia yang responsif pada terapi piridoksin (pyridoxine responsive

anemia)

Page 7: Anemia Hiperkromik

Gangguan inkorporasi besi ke dalam protoprfirin(pembentukan heme)

Besi menumpuk dalam Gangguan pembentukanmitochondria hemoglobin

Ring sideroblast Hipokromik mikrositer

Eritropoesis inefektif ANEMIA

Gambar 1: Skema Patofisiologi Anemia Sideroblastik

c. Gambaran Laboratorik

Pada anemia sideroblastik, dijumpai antara lain :

1. Anemia bervariasi dari ringan sampai berat

2. Anemia bersifat hipokromik mikrositer dengan gambaran populasi

ganda atau doble population dimana dijumpai eritrosit hipokromik

mikrositer berdampingan dengan eritrosit normokromik normositer

3. Pada bentuk dijumpai tada diplastik terutama pada eritrosit, kadang-

kadang juga pada leukosit dan trombosit.

4. Besi serum dan ferittin serum normal atau meningkat

5. Pada pengecatan besi sumsum tulang dengan cara Perl (memakai

biru prusia), dijumpai sideroblas cincin >15 % dari sel eritroblas

D. Thalasemia

Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter

dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari

meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau

insersi nukleotida.

Page 8: Anemia Hiperkromik

Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada

sintesis hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya

sintesis rantai globin. (robbins,2007)

Thalasemia adalah penyakit darah bawaan (keturuna) yang

menyebabkan sel darah merah (eritrosit) pecah/hemolisa. (suryo,2005)

a. Klasifikasi

Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat

pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan

ketidakseimbangan produksi rantai globin.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe

utama thalassemia yaitu α thalassemia dan β thalassemia. Selain itu juga

terdapat tipe thalassemia lain seperti thalassemia intermediate. Talasemia

diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot

biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih

berat dari talasemia α atau β.

Thalassemia-α

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-

α banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian

besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini.

Terdapat empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk

thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,

tiga, dan semua empat gen ini.

Silent carrier thalassemia-α

Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya

ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-

Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang

terletak pada kromosom 16.

Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16

menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat

secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah

merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.

Page 9: Anemia Hiperkromik

Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan

elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih.

Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga

(misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah

lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia

dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup

kuat menuju diagnosis thalasemia.

Trait thalassemia-α

Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah

merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada

satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom.

Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan

Timur Tengah.

Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4)

dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts

tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Penyakit Hb H

Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α,

merepresentasikan thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang

sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang

abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan

supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai

tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit,

sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan

sebagai Heinz bodies.

Thalassemia-α mayor

Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi

semua gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.

Page 10: Anemia Hiperkromik

Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α,

maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi

pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang

tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga

mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2),

yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.

Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi

yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat

hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang

dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat

bergantung dengan transfusi.

Thalassemia-β (8)

Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari

thalassemia-β; antara lain :

1. Trait thalassemia-β+ heterozigot (Thalassemia minor)

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan

elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb

A2, Hb F, atau keduanya.

Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah

sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak

tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90%

individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2

yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai

sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang

benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar

dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ. (8)

2. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6

bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada

penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal

Page 11: Anemia Hiperkromik

jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita

meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.

Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang

menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan

eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-

tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi

masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk

wajah yang khas.

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat

kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis

ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa

mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan

ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas

terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder.

Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin

terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung

kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering

merupakan kejadian terminal.

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β°

homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping

hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang

terfragmentasi, sel bizarre dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang

berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi

intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga

terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5

gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan

saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran

biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi

dalam eritrosit.

Page 12: Anemia Hiperkromik

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis

thalassemia ialah:

1. Darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai

menderita thalasemia adalah :

Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah

eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel

PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah

trombosit.

Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.

Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,

poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

Serum Iron dan Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan

menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.

Tes Fungsi Hepar

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila

angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan

hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT

akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari

kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan

darah.

2. Elektroforesis Hb (2)

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis

hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita

Page 13: Anemia Hiperkromik

thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika

ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2.

Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.

Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan

dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang

sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8.

pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

4. Pemeriksaan rontgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis.

Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang

meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan

pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal

terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi

memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan

gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai

rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

5. EKG dan echocardiography

Untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang

ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.

6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.

7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk

memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent.

Page 14: Anemia Hiperkromik

E. Diagnosis Banding Jenis-Jenis Anemia Hipokromik Mikrositer

Cara membedakan keempat jenis anemia hipokromik mikrositer

tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

Anemia

defisiensi

besi

Anemia akibat

penyakit

kronik

Trait

thalassemia

Anemia

sideroblastik

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurn/N

Besi serum Menurun Menurun Normal Normal

TIBC Meningkat Menurun Normal/ Normal

Saturasi Menurun Menurun/N Meningkat Meningkat

Transferin <15% 10-20% >20% >20%

Besi

sumsum

tulang

Negatif Positif Positif kuat Positif

dengan ring

sideroblast

Protoporfirin

eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Feritin

serum

Menurun

<20 µg/dl

Normal

20-200µg/dl

Meningkat

>50µg/dl

Meningkat

>50µg/dl

Elektrofoesis

Hb.

N N Hb.A2

meningkat

N

Page 15: Anemia Hiperkromik

DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, Yayan. 2011. Anemia Defisiensi Besi.

http://yayanakhyar.wordpress.com/2011/08/19/anemia-defisiensi-besi-

fe/. Diakses 20 April 2013

Anonim. Tt. Anemia, Penyebab, Gejala, dan Diagnosisnya.

http://www.resep.web.id/tips/anemia-penyebab-gejala-dan-

diagnosanya.htm. Diakses 20 April 2013

Anonim. 2010. Anemia Defisiensi Besi (Anemia Mikrositik Hipokromik).

http://kumpulan-farmasi.blogspot.com/2010/11/anemia-mikrositik-

hipokromik.html. Diakses 20 April 2013

Bakta, Made. 2003. Hematologi Klinik ringkas. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Lanny. 2010. Anemia Mikrositik hipokrom.

http://enelyalanny.blogspot.com/2010/05/anemia-mikrositik-

hipokrom.html. diakses 20 April 2013