anemia
TRANSCRIPT
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sistem hematologis terdiri dari jaringanpembentuk darah dan darah--
sumsum tulang merah, nodus limfe dan limpa. Anemia adalah kondisi dimana
jumlah sel darah merah dan/atau konsentrasi haemoglobin turun di bawah normal.
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi
anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar
26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi
anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia
6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi
tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau
iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang
tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia karena
pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah
dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia karena yang
bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll,
tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar.
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen lebih
berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan
tidak mungkin dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa amas dan
kritis perlu mendapat perhatian.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan penyakit anemia?
1 | A n e m i a
b. Apa penyebab dari anemia?
c. Bagaimana patofisiologis dari anemia?
d. Apa saja manifestasi klinis dari anemia?
e. Bagaimana proses perawatan pasien anak dengan anemia?
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian dari anemia.
b. Untuk mengetahui penyebab dari anemia.
c. Untuk memahami patofisiologis dari anemia.
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis anemia.
e. Untuk mengetahui perawatan pasien anak dengan anemia.
BAB II
PEMBAHASAN
2 | A n e m i a
2.1 DEFINISI
Istilah anemia mendiskripsikan keadaan penurunan jumlah SDM dan atau
hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat penurunan ini, kwmampuan
darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen
untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan hematologic
yang paling sering di kumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. Anemia bukan
suatu penyakit tetapi merupakan suatu indikasi dan manifestasi proses patologik
yang mendasarinya.
2.2 KLASIFIKASI
Anemia diklasifikasikan menurut:
1. Etiologi atau fisiologi, yang dimanifestasikan dengan deplesi eritrosit dan Hb.
2. Morfologi, yaitu perubahan khas dalam suatu ukuran bentuk dan warna SDM.
Meskipun klasifikasi morfologi lebih berfungsi lebih berguna dalam
kaitannya dengan evaluasi laboratorium terhadap anemia, pendekatan etiologi
akan memberikan arah bagi perencanaan asuhan keperawatan. Sebagai contoh,
anemia dengan penurunan konsentrasi Hb dapat disebabkan oleh kekurangan zat
besi dalam diet, dan intervensi utamanya adalah mengembalikan simpanan zat
besi.
KONSEKUENSI ANEMIA
Defek fisiologi dasar yang disebabkan oleh anemia adalah penurunan
kemampuan darah untuk membawa oksigen sehingga mengakibatkan penurunan
jumlah oksigen yang tersedia ke sel-sel tubuh.apabila anemia tersebut muncul
secara perlahan, anak biasanya dapat beradaptasi dengan penurunan kadar Hb.
Efek anemia pada sistem sirkulasi dapat tampak mencolok. Karena viskositas
darah hampir seluruhnya bergantung pada konsentrasi SDM, hemodelusi yang
ditimbulkan pada keadaan anemia berat akan menurunkan resistensi perifer,
dengan demikian aka nada lebih banyak darah yang mengalir kembali ke jantung.
Peningkatan sirkulasi dan turbulensi di dalam jantung dapat menimbulkan bising
(murmur). Karena beban kerja jantung mengalami peningkatan yang sangat besar,
3 | A n e m i a
terutama selama pasien melakukan olahraga, mengalami infeksi atau stress
emosional, dapat terjadi gagal jantung (cardiac failure; dekompensasi kordis).
Tampaknya tubuh anak memiliki kemampuan yang luar biasa untuk tetap
berfungsi dengan cukup baik kendati kadar Hb nya rendah. Gejala sianosis (akibat
peningkatan jumlah Hb yang tidak mengikat oksigen dalam darah arteri) secara
tipikal tidak terlihat dengan jelas. Retardasi pertumbuhan, yang terjadi karena
penurunan metabolism selular dan anoreksia yang menyertai, merupakan keadaan
yang lazim dijumpai pada anemia berat serta kerap kali disertai dengan
keterlambatan maturasi seksual pada anak yang lebih besar.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Secara umum, kemungkinan adanya anemia dicurigai dari hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik, seperti keluhan kehilangan tenaga, mudah lelah, dan pucat.
Kecuali pada anemia berat, tanda pertama yang menunjukkan keadaan anemia
adalah perubahan hasil penghirungan darah lengkap, seperti penurunan jumlah
SDM, da penurunan kadar Hb serta hematokrit. Meskipun kadang-kadang anemia
didiagnosis kedtika kadar Hb berada dibawah 10 atau 11 g/dl, nilai batasan yang
sudah disepakati ini kurang tepat bila diterapkan pada semua anak karena kadar Hb
normalnya bervariasi sesuai dengan usia anak.
Uji lain yang spesifik bagi tipe anemia tertentu dapat digunakan untuk
menentukan penyebab anemia.
Uji (Nilai Rata-rata) Keterangam/komentar
1. Hitung sel darah merah (SDM) (4,5-
5,5 juta/mm3)
2. Kadar Hemoglobin (Hb) (11,5-15,5
g/dl)
Jumlah SDM/mm3 darah secara tidak
langsung memperkirakan kandungan Hb
dalam darah mencerminkan fungsi
sumsum tulang
Jumah Hb/dl darah lengkap. Kadar Hb
dalam darah total terutama bergantung
pada jumlah sel darah merah yang
4 | A n e m i a
3. Hematokrit (HT) (35%-45%)
4. Indeks SDM
a. Mean Corpuscular Volume
(MCV) (77-95µm3)
b. Mean Corpuscular Hemoglobin
(MCH) (25-33 pg/sel)
c. Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration I (MCHC) (31%-
37% Hb[g]/dl SDM)
5. Rentang distribusi volume SDM
bersirkulasi, kendati bergantung juga
pada jumlah Hb di setiap sel darah merah
Persentase atau volume packed red cells
terhadap whole blood. Secara tidak
langsung mengukur kadar Hb. Kurang
lebih tiga kali kadar Hb
MCV (mean corpuscular volume) dan
MCH (mean corpuscular hemoglobin)
bergantung pada angka SDM yang
akurat, sedangkan MCHC tidak
bergantung pada angka ini,oleh karena
itu, MCHC seringkali dapat diandalkan.
Semua indeks bergantung pada ukuran sel
rata-rata dan tidak memperlihatkan
anisositosi(keberagaman SDM per
individu)
Rata-rata volume (ukuran) rerata (mean
volume) sebuah SDM
Nilai MCV dinyatakan sebagai mikro
kubik (µm3) atau femtoliter (FL)
Kuantitas (berat) rata-rata atau rerata Hb
dalam sebuah SDM.
Nilai MCH dinyatakan sebagai pikogram
(pg) atau mikromikrogram(µµg)
Rata-rata konsentrasi Hb dalam SDM
tunggal.
Nilai MCHC dinyatakan sebagai % Hb
(g)/sel atau Hb (g)/dl SDM
Ukuran rata-rata SDM
5 | A n e m i a
(RBC volume didistribusikan width,
RDW) (13,4%± 1,2 %)
6. Hitung retikulosit (0,5%-1,5%
eritrosit)
7. Hitung sel darah putih (SDP) (4,5-
13,5 x 103 sel/mm3)
8. Hitung jenis SDP (leukosit)
Membedakan beberapa tipe anemia
% retikulosit terhadap SDM
Indeks produksi SDM yang matur oleh
sumsum tulang
Penurunan angka retikulosit menunjukan
depresi fungsi sumsum tulang
Peningkatan angka retikulosit
menunjukkan eritrogenesis sebagai
respons terhadap stimulus tertentu
Jika angka retikulosit sangat tinggi,
mungkin terdapat bentuk SDM yang
imatur yang lain (normoblas, bahkan
eritroblas)
Secara tidak langsung memperkirakan
anemia hipokromik
Biasanya meninggi pada pasien-pasien
anemia hemolitik kronis
Jumlah SDP/mm3 darah
Jumlah total SDP kurang begitu penting
bila dibandingkan dengan hitung
jenisnya.
Inspeksi dan penghitungan jumlah
leukosit yang terdapat dalam darah
perifer. Nilainya dinyatakan dalam
persentase; untuk mendapatkan jumlah
absolut dari setiap tipe leukosit, kalikan
masing-masing persentasenya dengan
6 | A n e m i a
a. Neutrofil (polimorfonuklear)
(54%-62%) (3-5,8x103 selmm3)
batang (bands) (3%-5%) (0,15-
0,4x103 sel/mm3)
b. Eosinofil (1%-3%) (0,05-0,25x103
sel/mm3)
c. Basofil (0,075%) (0,015-
0,030x103 sel/mm3)
d. Limfosit (25%-33%) (1,5-3,0x103
sel/mm3)
e. Monosit (3%-7%)
9. Angka neutrofil absolut (absolute
neutrophil count, ANC) (>1000)
jumlah total SDP
Terutama sebagai pertahanan terhadap
infeksi bakteri; dapat memfagositosis dan
membunuh bakteri.
Neutrofil yang imatur
Jumlahnya meningkat pada infeksi
bakteri.
Juga dapat memfagositosis dan
membunuh
Disebut demikian karena sifatnya yang
bisa diwarnai dengan zat warna eosin.
Meningkat pada gangguan alergi,
penyakit parasit, neoplasma tertentu dan
beberapa penyakit lain.
Dinamakan demikian karena adanya
basophilic stippling yang khas.
Mengandung histamin, heparin dan
serotonin; diyakini menyebabkan
peningkatan aliran darah ke dalam
jaringan yang cedera selain mencegah
pembekuan darah yang berlebihan
Berperan dalam pembentukan antibodi
dan hipersensitivitas lambat
Sel-sel fagositik berukuran besar yang
terlibat dalam stadium dini reaksi
inflamasi
% neutrofil x jumlah SDP
Menunjukkan kemampuan tubuh untuk
menangani infeksi bakteri
7 | A n e m i a
10. Hitung Trombosit (150-400 x
103/mm3)
11. Sediaan apus darah yang telah
diwarnai
Jumlah trombosit/mm3 darah
Fragmen sel yang dibutuhkan untuk
terjadinya pembekuan
Secara visual memperkirakan jumlah Hb
dalam SDM dalam keseluruhan ukuran,
bentuk serta struktur SDP
Berbagai sifat pewarnaan pada struktur
SDM dapat membuktikan adanya bentuk-
bentuk eritrosit yang imatur
Memperlihatkan keberagaman ukuran
dan bentuk SDM: mikrositik, makrositik,
poikilositik (beragam bentuk)
Klasifikasi Anemia
Etiologi/patofisiologi
1. Kehilangan darah berlebihan: akibat perdarahan(internal atau eksternal) akut
atau kronis; sampai simpanannya digantikan, biasanya akan terjadi anemia
normositik(ukuran normal), normokromik (warna normal), dengan syarat
simpanan zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi.
2. Destruksi (hemolisis eritrosit): sebagai akibatdari defek intrakorpuskular di
dalam sel darah merah (mis. Anemia sel sabit) atau faktor ekstrakorpuskular
(Mis. Agens infeksius, zat kimia, mekanisme imun) yang menyebabkan
destruksi dengan kecepatan yang melebihi kecepatan produksi eritrosit
3. Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau komponennya: sebagai
akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang disebabkan oleh faktor-faktor
seperti penyakit neoplastik, iradiasi, zat-zat kimia, atau penyakit) atau
defisiensi nutrien esensial (mis. Zat besi)
Morfologi
1. Ukuran: ukuran sel darah merah;misalnya, normosit (normal), mikrosit (lebih
8 | A n e m i a
kecil dari ukuran normal) atau makrosit (leboh besar dari ukuran normal)
2. Bentuk: SDM yang bentuknya tidak teratur, misalnya poikilosit (sel darah
merah yang bentuknya tidak teratur), sferosit (sel darah merah yang
bentuknya globular) dan drepanosit (sel darah merah yang bentuknya
sabit;sel sabit)
3. Warna atau sifatnya terhadap pewarnaan: mencerminkan konsentrasi
hemoglobin;misalnya normokromik (jumlah hemoglobin cukup atau normal)
atau hipokromik (jumlah hemoglobin berkurang)
2.3 Manifestasi klinis anemia
Manifestasi umum
1. Kelemahan otot
2. Keadaan mudah letih
3. Sering istirahat
4. Pendek nafas
5. Kesulitan menghisap susu (pada bayi)
6. Kulit pucat (warna pucat seperti lilin terlihat pada anemia yang berat)
7. Pica-makan tanah, es (cat) pasta
Manifestasi pada sistem saraf pusat
1. Sakit kepala
2. Pusing
3. Pening
4. Iritabilitas
5. Proses pikir melambat
6. Penurunan rentang perhatian
7. Apati
8. Depresi
Syok (anemia kehilangan darah)
1. Perfusi perifer buruk
9 | A n e m i a
2. Kulit lembap dan dingin
3. Tekanan darah dan tekanan vena sentral rendah
4. Frekuensi jantung meningkat
2.4 Penatalaksanaan Terapeutik
Penatalaksanaan medis bertujuan membalikkan keadaan anemia dengan
mengatasi penyebab yang mendasarinya dan memperbaiki setiap defisiensi darah,
komponen darah ataupun substansi dalam darah dibutuhkan agar darah dapat
berfungsi secara normal. Sebagai contoh, darah atau sel darah akan digantikan
kembali sesudah terjadi perdarahan, defisiensi spesifik pada anemia gizi akan
digantikan kembali.
Pada pasien yang menderita anemia berat, penanganan medis suportif dapat
meliputi terapi oksigen, tirah baring, dan penggantian volume intravaskuler dengan
pemberian cairan IV/infus. Prognosis anemia bergantung pada tindakan mengoreksi
penyebabnya.
Tipe anemia Keterangan Penatalaksanaan
1. Anemia karena
kehilangan darah
Kehilangan darah
sebanyak 20% atau lebih
dari volume darah total
dengan tanda-tanda vital
normal
Perubahan tanda-tanda
vital dengan kehilangan
30%-40% volume darah
dan tanda-tanda syok
Tidak dibutuhkan terapi
Transfusi untuk
menggantikan darah yang
hilang.
Transfusi plasma atau
produk protein plasma
sampai preparat darah
10 | A n e m i a
2. Anemia defisiensi
besi
3. Anemia pada
penyakit ginjal
4. Anemia hemolitik
Sferositosis
Eliptosistosis
5. Anemia sel sabit
(sickle cell anemia)
6. Talasemia
Penurunan produksi SDM
Biasanya tidak
memberikan gejala sampai
kadar Hb kurang dari 7
sampai 8 g/dl
Pemendekan usia SDM
Pemendekan usia SDM
Pemendekan usia SDM
tersedia
Lihat pembahasan dalam
teks
Transfusi SDM yang
sudah dikemas dalam
kantung (packed red blood
cells)
Splenektomi
Lihat pembahasan dalam
teks
Lihat pembahasan dalam
teks
2.5 Pertimbangan keperawatan
Pengkajian anemia meliputi teknik pemeriksaan dasar yang dapat
diaplikasikan pada setiap keadaan. Usia bayi atau anak dapat memberi petunjuk
mengenai penyakit-penyakit yang mungkin merupakan etiologi anemia. Sebagai
contoh, anemia defisiensi besi terjadi lebih sering terjadi pada bayi yang berusia
antara 6 dan 12 bulan dan selama periode lonjakan pertumbuhan pada masa remaja.
Latar belakang ras atau etnik merupakan faktor yang signifikan. Sebagai
contoh, anemia yang berkaitan dengan kadar Hb abnormal ditemukan pada pada
penduduk dikawasan Asia Tenggara dan orang-orang keturunan Afrika serta
Mediterania. Kelompok yang sama ini secara genetik memiliki defisiensi enzim
laktase setelah periode masa bayi. Mereka yang menderita defisiensi laktase tidak
memiliki toleransi terhadap laktosa yang ada dalam makanan sehingga terjadi iritasi
usus dan kehilangan darah kronis.
Penekanan khusus diberikan pada anamnesis riwayat penyakit yang cermat
11 | A n e m i a
untuk mengungkapkan setiap informasi yang mungkin membantu mengenali
penyebab anemia. Sebagai contoh, pernyataan seperti “ Bayi minum susu banyak
sekali” merupakan gambaran yang acap kali dijumpai pada bayi yang menderita
anemia defisiensi besi. Episode diare dapat memicu toleransi laktosa yang bersifat
sementara pada bayi.
Pemeriksaan feses untuk menemukan darah samar (darah yang tidak tampak)
(uji hemacult) dapat mengidentifikasi perdaraham usus kronis yang terjadi karena
defisiensi laktase primer atau sekunder. Penting untuk memahami makna berbagai
pemeriksaan darah. Kehilangan darah akibat perdarahan terbuka dapat
dimanifestasikan kedalam bentuk syok.
Mempersiapkan anak dan keluarga untuk pemeriksaan laboratorium.
Biasanya ada beberapa jenis pemeriksaan darah yang diprogramkan. Akan tetapi,
karena umumnya pemeriksaan ini dilakukan secara berangkai dan tidak sekaligus,
anak dapat mengalami penusukan jari tangan atau tumitkaki dan /atau pungsivena
secara berkali-kali. Kerap kali petugas laboratorium tidak menyadari trauma psiskis
yang ditimbulkan oleh penusukan berkali-kali pada anak. Kendati demikian, prosedur
yang invasif ini seharusnya tidak menimbulkan rasa nyeri. Sebagai contoh,
pemakaian anestesi lokal EMLA (Eutetic Mixture of Local Anesthetics) secara
topikal sebelum jarum pungsi ditusukkan dapat mengurangi setiap rasa nyeri. Oleh
karena itu, perawat bertanggung jawabmempersiapkan anak dan keluarganya dalam
menghadapi tes laboratorium dengan :
1. Menjelaskan setiap makna pemeriksaan, terutama alasan mengapa tes tidak
dilakukan sekaligus
2. Mendorong orang tua atau orang dekat yang lain untuk mendampingi anak selama
pelaksanaan prosedur
3. Membiarkan anak bermain dengan peralatan untuk dimainkan pada bonekanya
dan/atau berpartisipasi dalam prosedur pengambilan darah yang sebenarnya (mis.
Mengusapkan sendiri ujung jari tangannya dengan kapas beralkohol). Anak yang
lebih besar mungkin dapat menghargai pemberian kesempatan untuk mengamati
sel-sel darahnya dibawah mikroskop atau pada foto. Pengalaman ini merupakan
12 | A n e m i a
hal yang sangat penting khususnya bila anak menderita kelainan darah yang serius
seperti adanya kecurigaan terhadap kemungkinan leukimia. Pengalaman
menyaksikan sendiri sel-sel darahnya amat penting karena merupakan landasan
untuk menerangkan patofisiologi penyakitnya.
Aspirasi sumsum tulang bukan merupakan pemeriksaan hematologi yang
rutin tetapi esensial untuk menegakkan diagnosis pasti penyakit leukimia, limfoma,
dan jenis anemia tertentu.
TIP KEPERAWATAN Berikut ini merupakan penjelasan yang dianjurkan
dalam mengajarkan komponen darah kepada anak:
Sel darah merah-Membawa oksigen yang dihirup melalui pernapasan dari paru
Anda ke seluruh tubuh.
Sel darah putih-Membantu menjaga agar kuman dalam tubuh tidak menyebabkan
infeksi.
Platelet (trombosit)-Kepinga sel darah berukuran kecil yang membantu
menghentikan perdarahan; trombosit membantu tubuh Anda menghentikan
perdarahan dengan membentuk bekuan didaerah yang terluka.
Plasma-Bagian darah yang berbentuk cairan; bagian ini mengandung faktor
pembekuan yang membantu perdarahan berhenti.
Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan. Karena patologi dasar anemia
berupa penurunan kemampuan untun membawa oksigen, tanggung jawab
keperawatan yang penting adalah mengkaji tingkat energi anak dan mengurangi
kebutuhan energi yang berlebihan. Tingkat toleransi anak terhadap berbagai aktivitas
dalam kehidupan sehari-hari dan bermain harus dikaji; dan penyesuaian perlu
dilakukan agar anak sedapat mungkin merawat dirinya sendiri dengan upaya yang
wajar. Selama periode istirahat, perawat memeriksa tanda-tanda vital dan mengamati
perilaku anak untuk menetapkan nilai dasar pengeluaran energi tanpa pengerahan
tenaga. Selama periode aktivitas, perawat mengulangi pemeriksaan dan pengamatan
ini untuk membandingkannya dengan nilai-nilai dalam keadaan istirahat.
KEWASPADAAN Keperawatan. Tanda-tanda pengarahan tenaga meliputi
13 | A n e m i a
taikardia, palpitasi, takipnea, dispnea, pendek napas, hiperpnea, sesak napas, sakit
kepala, pening, diaforesis dan perubahan warna kulit. Anak tampak letih (postur
tubuh tampak lemas dan melorot; gerakan lambat dan berat; anak tidak mampu
melakukan aktivitas tambahan; pada bayi terlihat kesulitan untuk mengisap).
Berbagai ragam aktivitas perlu dirancang untuk memperpanjang waktu
istirahat tanpa menimbulkan perasaan jenuh dan terisolasi dalam diri anak. Karena
rentang perhatian yang pendek, kerewelan, dan kegelisahan lazim terjadi pada
anemia dan meningkatkan stres yang dibebankan pad tubuh, diperluka perencanaan
aktivitas yang tepat seperti mendengarkan musik, menyetel tape recorder, menonton
televisi, membaca komik, atau mendengarkan cerita, meneruskan kegemaran yang
disukai anak misalnya mengumpulkan perangko, menggambar atau mewarnai
gmbar; bermain halma atau kartu,atau anak dapat diajak kelar ruanga dengan kursi
roda atau brankarnya. Memilih teman sekamar yang tepat, seperti anak usia sebaya
dengan diagnosis yang juga membutuhkan pembatasan aktivitas, merupakan
intervensi yang sangat membantu.
Jika seseorang anak kecil atau bayi dirawat dirumah sakit, perlu
dipertimbangkan pentingnya tindakan untuk mencegah pemisahan anak dari orang
tuanya. Anak yang terus menangis dan rewel akan memperbesar stres yang
dibebankan pada tubuh yang kemudian akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Orang tua memerlukan batuan untuk untuk memahami pentingnya kehadiran mereka
disamping anaknya, walaupun anak mungkin tidak terlalu responsif dibandingkan
biasanya. Perawat juga harus dapat menjelaskan alasn terjadinya perubahan mood
dalam diri anak dan menerangkan pentingnya mengizinkan anak untuk tidak
mandiri. Mencegah komplikasi. Anak-anak yan menderita anemia berat
sehingga hrus dirawat dirumah sakit mungkin memerlukan oksigen untuk mencegah
atau mengurangi hipoksia jaringan. Karena anak-anak ini amat rentan terhadap
infeksi, setiap upaya harus dilakukan untuk mencegah keterpajanan terhadap agens
penyebab infeksi. Semua tindakan kewaspadaan yang lazim harus dilakukan untuk
mencegah infeksi; seperti tindakan mencuci tangan sampai benar-benar bersih,
memilih kamar yang tepat pada area non-infeksi, membatasi pengunjung atau
14 | A n e m i a
petugas rumah sakit yang menderita infeksi aktiv, dan mempertahankan nutrisi yang
adekuat. Perawat juga harus mengamati tanda-tanda infeksi, etrutama kenaikan suhu
tubuh dan leukositosis.
Memberi dukungan kepada keluarga. Lihat Rencana Asuhan Keperawatan;
Anak Anemia untuk mempelajari berbagai strategi yang bersifat suportif dan
edukatif lainnya.
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia akibat asokan zat besi dari makanan yang tidak memadai
merupakan masalah gizi yang paling dominan di Amerika Serikat, dan merupakan
masalah gangguan mineral yang paling sering ditemukan. Hampir 16% anak-anak
berusia 6 hingga 24 bulan dari keluarga berpenghasilan rendah menderita anemia
(Felt dan Lozoff, 1996; Pollitt, 1994). Kendati demikian, prevalensi tersebut sudah
menurun dalam hal ini mungkin terjadi sebagian karena partisipasi keluarga dalam
program Women, Infants, and Children (WIC), yang memberikan formula diperkaya
zat besi kepada bayi dalam satu tahun pertama (Lukens, 1995). Bayi prematur
terutama merupakan kelompok yang berisiko karena kurangnya pasokan zat besi
pada saat janin. Remaja juga menghadapi risiko karena laju pertumbuhannya yang
cepat dikombinasikan dengan kebiasaan makan yang buruk.
2.6 PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan karena oleh sejumlah faktor
yang mengurangi pasokan zat besi, mengganggu absorpsinya, meningkatkan
kebutuhan tubuh akan zat besi atau yang mempengaruhi sintesis Hb. Meskipun
manifestasi klinis dan evaluasi diagnostik defisiensi zat besi cukup serupa tanpa
memerhatikan penyebabnya , pertimbangan terapetik dan keperawatannya
bergantung pada penyebab spesifik terjadinya difisiensi zat besi. Pembahasan berikut
ini hanya dibatasi pada anemia defisiensi zat besi yang terjadi karena kandungan zat
besi yang tidak memadai dalam makanan.
Selama trimester terakhir kehamilan, zat besi dipindahkan dari dalam tubuh
ibu ke dalam tubuh janin sebagian besar zat besi disimpan dalam eritrosit janin yng
bersikulasi sementara sisanya berada di dalam hati, limpa dan sumsung tulang janin.
15 | A n e m i a
Biasanya simpanan zat besi ini sudah mencukupi kebutuhan selama 5 hingga 6 bulan
pertama pada bayi aterm tetapi pada bayi prematur atau kembar, simpana tersebut
hanya cukup 2 hingga 3 blan. Apabila makan bayi tidak ditambahakan zat besi untuk
memenuhi kebutuhannya dalam masa pertumbuhan setetah terjadi deplesi simpanan
zat besi di dalam tubuh janin, maka akan terjadilah anemia defisiensi zat besi.
Anemia fisiologis tidak boleh dibingungkan dengan anemia defisiensi besi yang
terjadi karena sebab-sebab zat gizi.
Meskipun kebanyakn bayi yang mebderita anemia defisiensi besi memilii
berat badan kurang, banyak diantara mereka mempunyai berat badan berlebih karena
minum susu berlebih secara berlebihan (yang dikenal dengan istilah milk babies).
Anak-anak ini menjadi anemia karena dua alasan: susu, yang merupakan sumber zat
besi yang buruk, diberikan hampir tanpa disertai pemberian makanan padat, dan
sebagian bayi yang diberi susu sapi mengalami penigkatan kehilangan darah lewat
fesesnya.
PENATALAKSANAAN TERAPETIK
Begitu diagnosis anemia defisiensi dibuat, penatalaksanaan terapetiknya
difokuskan pada upaya peningkatan jumlah suplemen zat besi yang diterima anak.
Biasanya upaya ini dilakukan lewat konsultasi diet dan pemberian suplemen zat besi
per oral.
Pada bayi yang mendapatkan susu formula, sumber zat besi tambahan yang
paling mudah diperoleh dn paling baik adalah susu formual komersial dan bubur
sereal yang telah diperkaya zat besi untuk bayi. Susu formula yang diperkaya zat
besi memberikan zat besi dengan jumlah yang relatif konstan dan dapat
diperkirakaan dan tidak disertai dengan peningkatan insidensi gejala
gastrointestinal (GI), seperti kolik, diare atau konstipasi. Susu sapi segar tidak boleh
diberikan pada bayi berusia kurang dari 12 bulan; tindakan ini perlu dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan timbulnya defisiensi besi akibat perdarahan GI yang
terjadi karena alergi terhadap protein susu. Biasanya penambahan makana yang kaya
zat besi ke dalm diet bayi tidak cukup sebagi satu-satunya terapi untuk mengatasi
anemia defisiensi besi, karena zat besi dalam makana tersebut tidak diabsorpsi
16 | A n e m i a
dengan baik dan memberikan jumlah zat besi tambahan yang tidak mencukupi.
Jika sumber zat besi dalam makanan tidak menggantikan simpanan yang ada
dalam tubuh, pemberian suplemen zat besi per oral perlu diprogramkan selama
kurang lebih 3 bulan. Pemberian preprat besi fero yang lebih mudah diserap daripada
besi feri akan menaikkan kadar Hb. Pemberian asam askorbat (vitamin C) tampakny
mempermudah penyerapan zat besi dan dapat diesepkan selain meresepkan preparat
zat besi itu sendiri.
APABILA KADAR Hb sangat rendah atau ika kadar tersebu tidak berhasil
naik setelah terapi oral selama satu bulan, dilakukan secar benar. Pemberian zat besi
secara parenteral (IV atai Intramuscular [IM]) akan menimbulkan rasa nyeri, mahal
harganya dan kadag-kadang disertai dengan limfadenopati regional atau reaksi alergi
yang serius (Miller,1995). Karena itu, pemberian besi parenteral hanya dilakukan
pada anak-anak yang menderita malabsorpsi zat besi atau hemoglobinuria kronis.
Transfusi diindikasikan pada keadaan anemia yang paling berat dan pada kasus
infeks yang serius, disfungsi jantung atau keadaan kedaruratan bedah ketika anestesi
diperlukan. Digunakan packed RBC (2 sampai 3 cc/kgBB), bukan whole blood,
untuk mengurangi kemungkinan timbulnya kelebihan muatan/bebab sirkulasi
(circulatory overload). Terapi oksigen tambahan diberikan jika hipoksi jaringan
berat.
Prognosis. Prognosis anak yang menderita kelainan ini sangat baik. Akan
tetapi, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi itu
sangat berat sudah berlangsung lama, makan dapat terjadi gangguan kognitif,
perilkau dan motorik (Lozoff dkk, 2000).
Pertimbangan Keperawatan
Tanggung jawab Keperawatan yang penting adalah menginstruksikan orang
tua untuk memberikan zat besi. Zat besi peroral harus diberikan sesuia program
dengan pemberian 2 kali sehari diantara waktu-waktu makan/menyusu, yang
merupakan masa ketika asam hidroklorida bebas mencapai puncaknya di dalam
17 | A n e m i a
lambung; hal ini perlu diperhatikan mengingat penyerapan zat besi akan lebih
banyak terjadi di dalam lingkungan traktus GI atas yang asam. Buah atau jus jeruk
yang diberikan bersama obat zat besi akan membantu penyerapannya.
Pemberian zat besi per oral dalam jumlah adekaut akan membuat feses
berwarna hijau gelap seperti ter. Perwatan harus memeberi tahu orang tua mengenai
perubahan warna yang secara normal diperkirakan terjadi dan menanyakan
terjadinya perubahan tersebut pada kunjunga berikutnya. Tidak adanya feses yang
berwarna hitam kehijauan dapat menjadi pertanda yang menunjukkan buruknya
pemberian zat besi, baik dari jadwal pemberian maupun dosisnya. Muntah dan/atau
diare dapat terjadi terapi pemberian zat besi. Jika orang tua melaporkan gejala ini,
zat besi dapat diberikan bersama makan dan dosisnya dikurangi, kemudian dosis
dinaikkna secara bernagsur-angsur sampai dosis yang ditoleransi.
Sediaan zat vesi cair dapat mewarnai gigi secara temporer. Jika mungki,
sediaan tersebut diberikan melalui sedotan atau spuit atau pipet yang diletakkan di
belakang mulut. Menyikat gigi sesudah pemberian obat dapat mengurangi perubahan
warna tersebut.
Jika sediaan zat besi perenteral diprogramkan, maka dekstran zat besi harus
duisuntikkan ke dalam masa otot yang besar denga metode Z-tract (lintasan zig-
zag). Tempat suntikan tidak boleh dimasase sesudah penyuntikan untuk mengurangi
perubahan warna atau iritasi kulit. Karena penyuntikan pada satu tempat tidak boleh
lebih dari 1 ml, pemberian per IV perlu dipertimbangkan untuk menghindari
penyuntikan multiple. Observasi cermat diperlukan karena adanya resiko reaks
merugikan, seperti reaksi anafilaksis, pada pemberian per IV. Dosis uji
direkomendasikan sebelum pemakaian yang rutin.
Diet. Tujuan keperawatan yang utama adalah mencegah anemia gizi lewat
penyuluhan pada keluarga. Perawat berdiskusi dengan orang tua mengenai
pentingnya penggunaan susu formula yang diperkaya zat besi dan pengenalan
makanan padat pada usia yang tepat. Sumber zat besi dalam makanan padat yang
terbaik adalah sereal bayi yang tersedia di pasaran. Pada awalnya mungkin terasa
sulit mengajarkan bayi untuk menerima makanan selain susu. Prinsip yang sama juga
18 | A n e m i a
berlaku pada saat mengenalkan makanan yang baru (lihat Nutrisi, BAB 10),
khususnya ketika akan memberi makanan padat sebelum memberi susu. Bayi yang
biasa menyusu akan berontak ketika diberi makanan padat, dan orang tua harus
diingatkan tentang kemungkinan ini serta perlunya bertindak tegas tanpa melepaskan
kendali pada anaknya. Mungkin dalam hal ini dilakukan pemecahan masalah yang
intens baik pada pihak keluarga maupun perawat untuk mengatasi perlawanan anak.
Kesulitan dalam mendorong orang tua agar tidak memberikan susu saja
tanpa menyertakan makanan padat bagi bayinya mungkin terjadi ketika kita
berupaya untuk menghilangkan mitos bahwa iar susu merupakan “makanan
sempurna”. Banyak orang tua beranggapan bahwa susu merupakan makana yang
terbaik bagi bayinya dan menyamakan kenaikan berat badan dengan pandangan
“anak yang sehat” dan “perawatan ibu yang baik”. Mereka tidak merasa perlu
memeberikan makanan lain selama anaknya masih meminum susu. Perawat dapat
juga menegaskan bahwa berat badan berlebih tidak sam dengan kesehtan yang baik.
Penyuluhan kepada remaja tentang makanan merupakan masalah yang sulit,
terutama pada remaja puteri yang cenderung mengikuti diet penurunan berat badan.
Menekankan efek anemia pada penampakan fisik (pucat) dan singkat energi
(kesulitan mempertahanka aktivitas yang populer di uisa remaja) mungkin
merupakan upaya yang berguna (lihat bab 11-Gangguan Mineral dan Tabel 1-1-
untuk sumber-sumber makanan yang kaya zat besi).
ANEMIA SEL SABIT
Anemia sel sabit (sickle cell anemia; SCA) merupakan salah satu kelompok
penyakit yang secara kolektif disebut hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA)
orang dewasa yang normal digantikan sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobin
sabit (HbS) yang abnormal. Penyakit sel sabit (sickle celldisease) meliputi semua
kelainan herediter yang gambaran klinik, hematologik dan patologik berhubungan
dengan keberadaan HbS. Kendati istilah penyakit sel sabit kadang-kadang dipakai
untuk menyatakan anemia sel sabit, penggunaan ini tidak benar. Istilah lain yang
benar untuk anemia sel sabit adalah SS dan penyakit sel sabit homozigot.
19 | A n e m i a
Berikut ini merupakan bentuk enyakit sel sabit yang paling sering ditemukan
di Amerika Serikat.
Anemia sel sabit (sickle cell anemia), bentuk homozigot penyakit (HbSS
atau SS)
Penyakit sel sabit-C (sickle cell-C disease), varian heterozigot penyakit sel
sabit yang meliputi HbS dan HbC (SC)
Penyakit sel sabit hemoglobin E (sickle cell-hemoglobin E disease),
varian penyakit sel sabit yang menggantikan lisin dengan asam glutamat pada posisi
nomor 26 dan rantai- β (SE)
Penyakit sabit talasemia (sickle thalasemia disease). Suatu bentuk
kombinasi antara sifat pembawa sel sabit dan sifat pembawa β-talasemia (S βthal) β+
menunjukkan masih adanya kemampuan untuk memperoduksi sejumlah HbA
normal. βo menunjukkan tidak adanya kemampuan untuk memproduksi HbA.
Diantara semua penyakit sel sabit, anemia sel sabit, anemia sel sabit
merupakan bentuk yang paling sering dijumpai pada orang-orang Amerika keturunan
Afrika, diikuti oleh penykit sel sabit-C dan penyakit sabit β-talasemia.
Di Amerika, anemia sel sabit terutama ditemukan pada orang kulit hitam,
kadang-kadang pada orang Hispanok (Meksiko), dan jarang terdapat pada orang
kulit putih (khususnya keturunan Mediteranean). Insidensi penyakit ini bervariasi
pada berbagai lokasi geografik yang berbeda. Di antara orang-orang Amerika
keturunan Afrika, insidensi sifat sel pembawa sel sabitnya adalah sekitar 8%. Di
Afrika Barat dilaporkan bahwa insidensi tersebut mencapai 40% pada orang-orang
pribumi kulit hitam. Insidensi sifat pembawa sel sabit yang tinggi di Afrika Barat
diyakini oleh sebagian pakar sebagai akibat dari proteksi selektif yang dimiliki
pembawa sifat pebawa tersebut terhadap slaah satu tipe penykit malaria.
Gen yang menentukan produksi HbS terletak pada sebuah autosom dan, jika
ada, gen tersebut selalu terdeteksi sehingga merupakan gen dominan. Individu
heterozigot yang memiliki HbA normal dan HbS abnormal dikatakan mempunyai
sifat pembawa sel sabit. Individu yang homozigot memiliki HbS dominan dan
menderita anemia sel sabit. Pola pewarisan tersebut pada hakikatnya berupa pola
20 | A n e m i a
pewrais kelainan autosomal resesif (lihat lampiran B). oleh karena itu , jika kedua
orang tua memliki sifat pembawa sel sabit, terdapat 25% kemungkinan bahwa orang
tua tersebut akan melahirkan anak yang menderita anemia sel sabit.
Meskipun defek ini diturunkan, biasanya fenomena pembentukan sel sabit
baru tidak terlihat sampai akhir masa bayi karena adanya hemoglobin Janin (HbF).
Selama HbF masih ada, pembentukan sel sabit tidak terjadi karena jumlah HbS lebih
kecil. Bayi baru lahir memiliki HbF sebanyak 60% hingga 80%, tetapi jumlah ini
berkurang dengan cepat dalam satu tahun pertama sehingga anak berisiko mengalai
komplikasi yang berkaitan dengan sel sabit (Lane, 1996).
Patofisiologi
Gambaran klinis anemia sel sabit terutama terjadi karean (1) obstruksi yang
disebabkan oleh sel darah merah yang menjadi sel sabit dan (2) peningkatan
destruksi sel darah merah (Gbr.26-1). Keadaa sel-sel berbentuk sabit yang kaku yang
saling terjalin dan terjaring akan menimbulkan obstruksi intermiten dalam
mikrosirkulasi sehingga terjadi vase-oklusi. Tidak adanya aliran darah pada jaringan
di sekitarnya akan mengakibatkan hipoksia lokal yang selanjutnya diikuti dengan
iskemia dan infark jaringan (kematian sel). Sebagian komplikasi yang terlihat pada
anemia sel sabit dapat ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya pada erbagai
organ tubuh. Efek pembentukan sel sabit dan infark pada struktur organ tubuh terjadi
dengan urutan berikut (lihat juga kinsekuensi pada Kotak 26-3):
1. Statis dengan pembesaan organ
2. Infark dengan iskemia dan destruks
3. Penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrosa (pembentukan jaringan
parut).
Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis anemia sel sabit memiliki intensitas dan frekuensi yang
sangat bervariasi. Gejala penyakit paling akut yang terjadi selama periode
eksaserbasi dinamakan krisis. Ada beberapa tipe krisis yang bersifat episodik: vase-
21 | A n e m i a
oklusif, sekuestrasi splenik, akut, aplastik, hiperhemolitik, cedera serebrovaskular
(stroke), chest syndrome, dan infeksi. Krisis dapat terjadi secara tunggal atau
bersamaan dengan satu atau lebih krisis lain. Episodenya dapat berupa krisis vaso-
oklusif ynag lebih baik dinamakan “episode nyeri”, ditandani dengan iskemia dan
rasa nyeri di bagian distal oklusi; krisis sekuestras, penumpukan darah dalam hati
dan limpa dengn penurunan volume drah dan syok; krisis
KOTAK 26-3 MANIFESTASI KLINIS ANEMIA SEL SABIT
UMUM
Kemungkinan retardasi pertumbuhan
Anemia kronis (Hb 6 hingga 9 gr/dl)
Kemugkinan terjadi perlambatan maturasi seksual
Kerentanan yang mencolok terhadap sepsis.
KRISIS VASO-OKLUSIF
Nyeri di daerah yang terkait
Manifestasi akibat iskemia pada daerah yang terkait:
Ekstremitas-pembengkakan yang nyeri pada tangan dan kaki (daktilitis sel
sabit atau “hand-foot-syndrome”), nyrei persendian
Abdomen-nyeri hebat yang menyerupai keadaan bedah akut
Serebrum-stroke, gangguan penglihatan
Dada-gejala yang menyerupai pneumonia, episode penyakit paru yang
berkepanjangan
Hati-ikterus obstruktif, koma hepatikum
Ginjal-hematuria
Genital-priapisme (ereksi penis yang terus-menerus dan terasa nyeri)
KRISIS SEKUESTRASI
22 | A n e m i a
Penimbunan sejumlah besar darah:
Hepatomegali
Splenomegali
Kolaps sirkulasi
EFEK FENOMENA VASO-OKSLUSIF KRONIS
Jantung-kardiomegali, murmur/bising sistolik
Paru-paru-perubahan fungsi paru, kerentana terhadap infeksi, insufisiensi
pulmonal
Ginjal-ketidak mampuan untuk memekatkan urine, gagal ginjal progresif, enuresis
Hati-hepatomegali, sirosi, kolestasis intrahepatik
Limpa-splenomegali, kerentanan terhadap infeksi, penurunan fungsi pada aktifitas
limpa yang berlanjut hingga terjadinyaautosplenektomi.
Mata-abnormalitas intraokuler dengan gangguan penglihatan, kadang-kadang
ablasio (pemisahan) retina yang progresif dan kebutaan
Ekstremitas-deformitas skeletal, terutama lordosis dan kifosis, ulkus kronis pada
tumgkai, kerentanan terhadap osteomielitis
Sistem saraf pusat-hemiparesis, serangan kejang (akut, bukan kronis)
Aplastik, berkurangnya produksi sel darah merah sehingga terjadi anemia yang
mencolok; atau krisis hiperhemolitik, merupakan episode meningkatnya laju
destruksi sel darah merah yang ditandai oleh anemia, ikterus dan retikulositosis.
Komplikasi ini acap kali menimbulkan kesan adanya kondisi penyerta lain, seperti
penyakit akibat virus atau defisiensi glukosa-6-fosfat dehidroginase (G6PD), yang
juga sering dijumpai di antara orang Amerika keturunan Afrika.
Komplikasi serius lainnya adalah chest syndrome, yang gejala klinisnya
serupa dengan pneumonia. Sindrom ini disertai dengan gejala nyeri dada, demam,
batuk mirip pneumonia dan anemia. Cedera cerebrovaskuler (CVA, stroke)
merupakan komplikasi yang mendadak dan berat, seringkali tanpa disertai penyakit
lainnya. Sel yang berbentuk sabit akan menyekat pembuluh darah besar di otka
sehingga terjadi infark serebri, yang menyebabkan berbagai derajat gangguan
neurologi. Serangan CVA berulang menimbulkan ketusakan otak yang lebih parah
23 | A n e m i a
secara progresif, yang terjadi pada 47% hingga 93% anak yang sudah pernah
mengalami satu kali stroke (Pegelow dkk, 1995).
Evaluasi Diagnostik
Skrining adanya anemia sel sabit pada bayi baru lahir merupakan pemeriksaan
wajib yang harus dilaksanakan disebagian besar negara bagian AS sehingga bayi-bayi
yang menderita penyakit ini dapat diidentifikasi sebelum gejalanya muncul. Pada saat
bayi lahir, bayi memiliki HbF hingga 80%,yang tidak membawa defek tersebut.
Dalam bulan-bulan pertama kehidupan, bayi mulai memproduksi sel darah merah
dengan HbA dan HbS jika gennya ada. Pada saat ini, bayi akan menunjukkan gejala.
Karena kadar HbS rendah pada saat lahir maka diperlukan pemeriksaan elektroforesis
Hb atau tes lain yang mengukur konsentrasi Hb. Diagnosis dini (sebelum bayi berusia
3 bulan) memungkinkan dimulainya tindakan intervensi yang tepat untuk
meminimalkan komplikasi. Keluarga diajar untuk memberikan antibiotik profilaksis
dan dididik agar mampu mengidentifikasi tanda-tanda awal infeksi agar mereka dapat
mencari terapi medis dengan cepat.
Jika sel anemia sel sabit tidak terdiagnosis pada awal masa bayi, gejalanya
cenderung akan muncul pada masa todler dan prasekolah. Kadang-kadang anemia sel
sabit didiagnosis pertama kali pada saat krisis yang terjadi setelah anak menderita
infeksi pernapasan atau pencernaan yang akut. Pemeriksaan hematologi yang rutin
harus dilaksanakan untuk mengevaluasi anemia. Beberapa uji spesifik dapat
mendeteksi keberadaan Hb yang abnormal pada heterozigot dan/atau homozigot.
Untuk tujuan skrinning, kerapnkali dilakukan uji sickle-Turbidity (Sikledex), karena
pemeriksaan ini dapat dilakukan pada darah yang diperoleh dengan menusuk ujung
jari tangan dan akan memberikan hasil yang akurat dalam 3 menit. Meski demikian,
jika hasil ujinya positif, pemeriksaan elektroforesis Hb tetap diperlukan untuk
membedakan antara anak-anak yang memiliki sifat pembawa dengan anak-anak yang
menderita penyakit tersebut. Elektroforesis Hemoglobin (“finger printing” protein)
merupakan pemeriksaan yang akurat, cepat dan spesifik untuk mendeteksi homozigot
dan heterozigot penyakit selain untuk menentukan presentase berbagai tipe Hb.
24 | A n e m i a
Penatalaksanaan Terapeutik
Terapi bertujuan (1) mencegah keadaan yang meningkatkan fenomena
pembentukan sel sabit (sickling phenomena), yang bertanggung jawab atas terjadinya
sekuele patologik, dan (2) mengatasi kondisi kedaruratan medis pada krisis sel sabit.
Pencegahan terdiri atas upaya mempertahankan modilusi. Keberhasilan
mengimplementasikan tujuan ini lebih sering bergantung pada intervensi keperawatan
dibandingkan terapi medis. Riset ini dilakukan untuk menyelidiki hodroksiurea dan
eritropoeitin, yang dapat meningkatkan kadar Hb janin dan pada akhirnya mengurangi
komplikasi (Charache dkk, 1996; Clester dan Vichinsky, 1996; Jayabose dkk, 1996;
Ware, Steinberg, dan Kinney, 1995). Bidang riset yang memberi harapan adalah
penggunaan transplantasi sumsum tulang sebagai terapi yang mungkin bisa
menyembuhkan penyakit sel sabit (Walters dkk, 1996). Faktor-faktor yang membatasi
meliputi pasien yang tepat (Bray dkk, 1994) dan ketersediaan donor yang sesuai
(Mentzer dkk, 1994). Teknologi ini telah menimbulkan banyak masalah etika
sehubungan dengan akses ke pasien dan ketersediaan terapi (Platt dan Guinans,
1996).
Biasanya penatalaksanaan medis terhadap krisis sel sabit merupakan
tindakan suportif dan simtomatik. Tujuan utamanya adalah memberi (1) kesemapatan
tirah baring untuk meminimalkan pengeluaran energy dan pemakaian oksigen; (2)
Hidrasi melalui terapi oral dan IV; (3) penggantian elektrolit, karena hipoksia
mengakibatkan asidosis metabolik, yang juga akan meningkatkan pemebentukan sel
sabit; (4) analgesic untuk mengatasi nyeri yang hebat akibat vaso-oklusi; (5) transfusi
darah untuk mengatasi anemia dan mengurangi viskositas darah yang mengalami
pembentukan sel sabit; dan (6) antibiotik untuk mengobati setiap infeksi yang terjadi.
Pemberian vaksin pneumokokus dan meningokokus telah direkomendasikan
bagi anak-anak yang menderita penyakit ini karena mereka rentan mengalami infeksi
akibat asplenia fungsional. Dengan semakin besarnya kemungkinan terapi transfuse
pada pasien anemia sel sabit, vaksin hepatitis B direkomendasikan bagi anak-anak ini
yang belum pernah memperolehnya sebagai bagian dari jadwal imunisasi rutin
25 | A n e m i a
mereka. Terapi profilaksis penisilin per oral juga direkomendasikan bagi bayi berusia
2 bulan. (Sickle Cell Disease Guideline Panel, 1993)
Terapi oksigen jangka pendek bermanfaat jika anak memiliki gejala sulit
bernapas. Hipoksia berat harus dicegah karena keadaan ini menimbulkan
pembentukan sel sabit sistemik masif yang berakibat fatal. Meskipun dapat mencegah
pembentukan sel sabiit (proses sickling) yang lebih bnayak, biasanya terapi oksigen
tidak efektif untuk membalikkan proses sickling, Karena oksigen tidak mampu
menjangkau eritrosit berbentuk sabit yang saling terjalin (Chioca. 1996) di dalam
pembuluh darah yang tersumbat. Selain itu, pemberian oksigen yang lama dapat
menekan sumsum tulang yang selanjutnya akan memperberat anemis (Khoury dan
Grimsley, 1995).
Transfusi tukar (exchange transfusion) yang mengurangi jumlah sel sabit
yang bersirkulasi dan memperlambat lingkaran setan keadaan hupoksia, thrombosis,
iskemia jaringan dan cedera—telah member hasil yang baik. Terkadang prosedur ini
diajukan sebagai lemungkinan teknik preventif. Akan tetapi, transfuse yang berulang
menyebabkan resiko penularan infeksi virus, hiperviskositas, reaksi transfuse,
aloimnusasi dan hemosiderosis (Lane, 1996). Begitu terjadi CVA, transfuse darah
biasanya diberikan setiap 4 hingga 5 minggu sekali untuk membantu mencegah
serangan stroke berulang. Untuk mengurangi kelebihan muatan sat besi, terapi kelasi
subkutan dirumah dapat dimulai.
Pada anak-anak dengan sekuestrasi splenik rekuren yang mengancam jiwa,
splenektomi mungkin merupakan tindakan yang menyelamatkan jiwa. Akan tetapi,
biasanya limpa akan mengalami atrofi sendiri melalui perubahan fibrotic yang
progresif (asplenia fungsional), maka tindakan splenektomi yang rutin tidak
direkomendasikan karena terdapat risiko infeksi yang sangat besar. Setiap prosedur
yang memerlukan anestesi telah meningkatkan risiko pada anak-anak ini. Priapisme
(ereksi kontinu) yang nyeri dapat diatasi dengan melakukan aspirasi korpora
karnevosa. Komplikasi ini terutama sering terjadi pada keadaan krisis vaso-oklusif.
Permasalahan yang paling sering dijumpai pada pasien penderita anemia sel
26 | A n e m i a
sabit adalah nyeri vaso-oklusif . sifat kronis dari rasa nyeri ini dapat memebri
pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak. Pendekatan mutidisiplin
merupakan cara terbaik unutk penatalaksanaannya.apabila rasa nyeri yang dilaporkan
bersifat ringan hingga sedang, terapi awal yang diberikan adalah ibuprofen atau
asetaminofen. Jika obat-obatan ini tidak efektif pada pemberian tunggal (bukan
kombinasi), dapat ditambahkan kodein. Takaran dosis kedua obat tersebut disesuaikan
(dititrasi) hingga mencapai kadar terapeutik. Opioid seperti morfin, oksikodon,
hidromorfon (dilaudid), dan metadon yang bersifat immediate-release atau sustained-
release dapat diberikan sepanjang waktu 24jam. Terapi PCA (patient-controlled
analgesia) telah digunakan dengan hasil memuaskan dalam penatalaksanaan nyeri
yang berkaitan dengan sel sabit. PCA akan mendorong peran dan tanggung jawab
pasien sendiri dalam menatalaksana rasa nyerinya dan memberikan fleksibilitas dalam
menangani rasa nyeri yang intensitasnya mungkin berubah-ubah sepanjang waktu.
Pemberian metilprednisolon per IV dalam dosis tinggi telah mengurangi durasi rasa
nyeri yang hebat pada anak-anak (Griffin, Mclintire, dan Buchanan, 1994).
Prognosis. Prognosisnya beragam. Dalam sebagian besar waktu yang
dilewati, anak yang menderita anemia sel sabit tidak menunnjukkan gejala dan daoat
turut serta dalam aktivitas normal tanpa keterbatasan. Biasanya resiko yang lebih
besar dijumpai pada anak-anak yang berusia kurang dari lima tahun, dan mayoritas
kematian pada anak-anak ini disebabkan oleh infeksi yang hebat dan banyak. Sebagai
akibatnya, anemia sel sabit merupakan penyakit kroni dengan hasil akhir yang
berpotensi terminal.
Individu yang kadar HbF-nya lebih tinggi lebih cenderung mengalami lebih
sedikit komplikasi dibandingkan dengan individu yang kadar HbF-nya lebih rendah
(Gribbons, Zahr, dan Opas, 1995; Lane,1996). Kini sedang dilakukan riset untuk
menyelidiki hidroksiurea dan eritropeotin yang dapat meningkatkan konsentrasi
haemoglobin fetal dan pada akhirnya akan mengurangi komplikasi (Jayabose dkk,
1996).
Maturasi fisik dan seksual akan mengalami keterlambatan pada remaja yang
mengalami anemia sel sabit. Meskipun pasien yang berusia dewasa dapat mencapai
27 | A n e m i a
tinggi, berat badana, dan fungsi seksual yang normal, namun ketrelambatan itu dapat
bmenimbulkan permasalahan pada remaja (Gribbons, Zahr, dan Opas, 1995).
Transplantasi sumsum tulang member harapan kesembuhan sebagian anak, walaupun
mortalitas yang terkait dengan prosedur tersebut signifkan (Platt dan guinan, 1996;
Waletrs dkk, 1996).
PERTIMBANGAN KEPERAWATAN
Mendidik keluarga dan anak. Pendidikan keluarga dimulai dengan
memberikan penjelasan tentang oenyakit dan konsekuensinya. Sesudah penyampaian
penjelasan ini, masalah paling penting yang perlu diajarkan kepada keluarga adalah
(1) mencari intervensi dini untuk mengatasi permasalahan, seperti demam dengan
suhu 38,5° C atau lebih; (2) memberi penisilin sesuai program; (3) mengenali tanda
dan gejala sekukestrasi splenik serta masalah pernapasan yang dapat menimbulkan
hipoksia; dan (4) memperlakukan anak secara normal. Perawat harus memberi tahu
keluarga bahwa anak mereka normal tetapi dapat jatuh sakit melalui cara-cara yang
tidak menyebabkan sakit pada anak lain.
Perawat harus menekankan pentingnya hidrasi yang memadai untuk
mencegah pembentukan sel sabit (sickling) dan memperlambat siklus statis-
trombosis-iskemia pada saat kritis. Tidak cukup hanya menasehati orangtua untuk
“memaksa pemberian cairan” atau “mendorong anaknya agar mau minum”. Mereka
memerlukan instruksi spesifik mnegenai berapa gelas atau botol cairan yang
diperlukan dalam sehari. Banyak jenis makanan yang juga merupakan sumber cairan,
terutama seperti sup, es krim, serbat, agar-agaran dan pudding.
Mengenali komplikasi yang lain. Perawat juga harus mengetahui tanda-
tanda chest syndrome dan CVA, keduanya merupakan komplikasi yang berpotensi
fatal.
Laporkan tanda-tanda berikut dengan segera:
1. Sindrom dada (chest syndrome)
Nyeri dada hebat yang terkadang menyebar hingga ke abdomen.
28 | A n e m i a
Demam dengan suhu mencapai 38,8° C atau lebih
Batuk yang sangat kongestif
Dispnea, takipnea
Retraksi
Penurunan saturasi oksigen
2. Cedera serebrovaskular (CVA, stroke)
Kedutan atau sentakan pada wajah, tungkai atau lengan
Serangan kejang
Perilaku yang abnormal dan aneh
Ketidakmampuan menggerakkan lengan dan/atau tungkai
Berjalan terhuyung-huyung atau tidak stabil
Bicara pelo atau gagap
Kelemahan pada tangan, kaki atau tungkai
Perubahan penglihatan
Sakit kepala hebat dan tidak bisa diredakan
Muntah-muntah hebat
Mendukung keluarga. Keluarga pasien perlu diberikan kesempatan unutk
membicarakan perasaan mereka mengenai kemungkinan penularan penyakit kronis
dan fatal ini kepada anak-anak mereka. Karen prognosis pada anak yang menderita
anemia sel sabit sudah dipublikasikan secara luas, banyak orangtua
mengekspresikan ketakutan mereka terhadap kematian anaknya. Karena tidak ada
satu carapun untuk meramalkan anak mana yang akan memiliki perjalanan penyakit
yang baik, maka asuhan keperawatan bagi keluarga ini harus sama dengan asuhan
keperawatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah dan atau konsentrasi
hemoglobin turun dibawah normal.
3.1 Pengkajian
29 | A n e m i a
Lakukan pengkajian fisik
Dapatkan riwayat kesehaatan, termasuk riwayat diet cermat untuk
mengidentifikasi adanya effisiensi, bukti pica makan tanah, es, pasta, observasi
adanya manifestasi animea.
Manifestasi umum
Kelemahan otot, mudah lelah, sering beristirahat, nafas pendek, proses
menghisap yang buruk (bayi)kulit pucat, pucat lilin terlihatbpada anemia berat, pica
Manifestasi system saraf pusat
Sakit, kepala, pusing, kunang-kunang, peka rangsangan proses berpikir
lambat, penurunan lapann pandang, apatis, depresi
Syok (anemia kehilangan darah)
Perfusi perifer buruk, kulit lembab dan buruk, tekanan darah rendah dan
tekanan vena sentral, peningkatan frekuensi jantuung.
Bantu dnegan tes diagnostic-analisa elemen darah
3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan : ansietas/takut berhubungan dengan prosedur diagnostic /
transfuse
Sasaran pasien (keluarga) 1:pasien (keluarga) mendapatlan pengetahuan tentang
gangguan tesdiagnostik, dan pengobatan.
Intervensi keperawatan/ rasional
1. Siapkan anak untuk tes untuk menghilangkan ansietas/rasa takut
2. Tetap bersama anak selama tes dan memulai transfuse untuk memberikan
dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi
3. Jelaskan ujian pemberian komponen darah untuk meningkatkan pemahaman
terhadap gangguan, tes diagnostic, dan pengobatan.
Hasil yang diharapkan :
1. Anak dan keluarga menunjukan ansietas yang minimal
30 | A n e m i a
2. Anak dankeluarga menunjukan pemahaman tentang gangguan, tes diagnostic, dan
pengobatan.
Diagnose 2 : intoleransi aktivitas berhubungan dnegna kelemahan umum,
penurunan pengiriman oksigen ke jaringan
Sasaran pasien , pasien mendapat istirahat yang adekuat
Intervensi keperawatan / rasional
1. Observasi adanya tanda kerja fisik (takikardi, palpitasi, takipnea, dispnea, nafas
pandak, hiperpnea, sesak nafas, pusing, kunang-kunang, berkeringat, dan
perubahan warna kulit) dan keletihan (lemas, lemah, postur loyo, gerakan lambat
dan tegang, tidak dapat mentoleransi aktivitas tambahan) untuk merencanakan
istirahat yang tepat
2. Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar
batas toleransi anak untuk mencegah kelelahan
3. Beri aktivitas bermain pengalihan, meningkatkan istirahat yang tenang tetapi
mencegah kebosanan dan menarik diri
4. Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan dengan minat yang sama yang
memerlukan aktivitas terbatas untuk mendorong kepatuhan pada kebutuhan
istirahat
5. Rencanakan aktivitas keperawatan untuk memberikan istirahat yang cukup
6. Bantu pada aktivitas yang memerlukan kerja fisik
Hasil yang diharapkan
1. Anak bermain dan istirahat dengan tenang dan melakukan aktivitas yang sesuai
dengan kemampuan.
2. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas fisik atau keletihan.
31 | A n e m i a
SASARAN PASIEN 2: Pasien menunjukkan pernapasan normal.
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
1. Pertahankan posisi fowler-tinggi untuk pertukaran udara yang optimal.
2. Beri oksigen suplemen untuk meningkatan oksigen ke jaringan.
3. Ukur tanda vital selama periode istirahat untuk menentukan nilai dasar
perbandingan selama periode aktivitas.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Pasien bernapas dengan mudah, frekuensi dan kedalaman pernapasan normal
(lihat bagian dalam sampul depan).
SASARAN PASIEN 3: Pasien mengalami stress emosional minimal.
INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL
1. Antisipasi peka rangsang anak, rentang perhatian yang sempit, dan kerelawan
dengan membantu anak dalam aktivitas bukan menunggu dimintai bantuan.
2. Dorong orant tua untuk tetap bersama anak untuk meminimalkan stress karena
perpisahan.
3. Berikan tindakan kenyamanan (mis, dot, menimang, musik) untuk meminimalkan
stress.
4. Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan untuk meminimalkan ansietas/ rasa
takut.
5. Lihat juga Rencana Asuhan Keperawatan: Anak di Rumah Sakit.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak tetap tenang.
SASARAN PASIEN 4: Pasien menerima elemen darah yang tepat.
INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL
1. Berikan darah,sel darah merah, trombosit sesuai ketentuan.
2. Berikan faktor pertumbuhan Haematopoietik, sesuai dengan ketentuan untuk
merangsang pembentukan sel darah putih.
32 | A n e m i a
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak menerima elemen darah yang tepat tanpa masalah.
Diagnosa Keperawatan 3: Perubahan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan besi yang dilaporkan (kurang
dari RDA); kurang pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
SASARAN PASIEN 1: Pasien mendapat suplai besi adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
Berikan konseling diet pada pemberi perawatan, khususnya mengenai hal-hal
berikut ini:
1. Sumber besi dari makanan (mis, daging, legume, kacang, gandum, sereal bayi
yang diperkaya dengan besi dan sereal kering) untuk memastikan bahwa anak
mendapat suplai besi yang adekuat.
2. Beri susu pada bayi sebagai makanan suplemen setelah makanan padat diberikan
karena terlalu banyak minum susu akan menurunkan masukan makanan padat
yang mengandung besi
3. Ajarkan anak yang lebih besar tentang pentingnya besi yang adekuat dalam diet
untuk mendorong kepatuhan.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak sedikitnya mendapatkan kebutuhan besi minimum harian.
SASARAN PASIEN 2: Pasien mengkomsumsi suplemen besi.
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
Berikan preparat besi sesuai ketetntuan.
Instruksikan keluarga mengenai pemberian preparat besi oral yang tepat:
1. Berikan dalam dosis terbagi (uraikan) untuk absorpsi maksimum
2. Berikan diantara waktu makan untuk meningkatkan absorpsi pada traktus
gastrointestinal bagian atas.
3. Berikan dengan jus buah atau preparat multivitamin karena vitamin C
memudahkan absorpsi besi.
33 | A n e m i a
4. Jangan memberikannya bersama susu atau antasida karena bahan ini akan
menurunkan absorpsi besi.
5. Berikan preparat cair dengan pipet, spuit, atau sedotan untuk menghindari kontak
dengan gigi dan kemungkinan pewarnaan.
6. Kaji karakteristik feses karena dosis adekuat besi oral akan mengubah feses
menjadi berwarna hijau gelap.
HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Keluarga menghubungkan riwayat diet yang memperjelas kepatuhan anak terhadap
anjuran ini.
2. Anak diberikan suplemen besi yang dibuktikan dengan feses yang berwarna hijau,
seperti ter.
3. Anak meminum obat dengan tepat.
4. Lihat juga Rencana Asuhan Keperawatan: keluarga dengan Anak Sakit atau Di
Hospitalisasi.
34 | A n e m i a
ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK ANAK YANG MENDAPAT TRANSFUSI DARAH
KOMPLIKASI TANDA/GEJALA KEWASPADAAN/TANGGUNG JAWAB
KEPERAWATAN
REAKSI SEGERA
Reaksi Hemolitik
Tipe yang paling parah, tapi jarang.
Ketidakcocokan darah
Ketidakcocokan transfuse multiple.
Mengigil
Gemetar
Demam
Nyeri pada area tusukan jarum dan
sepanjang jalur vena
Mual atau muntah
Sensasi sesak didada
Urin kemerahan atau hitam
Sakit kepala
Nyeri panggul
Tanda progresif syok dan atau gagal
ginjal
Periksa identitas pasien
Identifikasi jenis dan golongan darah donor
dan resipien sebelum transfusi dimulai,
periksa bersama perawat atau praktisi yang
lain.
Transfusikan darah ssecara perlahan selama
15-20 menit dan atau awalnya 1/5 volume
darah; tetap tinggal bersama pasien.
Hentikan transfusi dengan segera pada
kejadian tanda atau gejala, pertahankan jalur
intravena pasien, dan beritahu praktisi.
Simpan darah donor untuk pencocokkan-
silang ulang dengan darah pasien.
Pantau adanya bukti-bukti syok.
Pasang kateter urin dan pantau keluaran urin
setiap jam.
Kirimkan semple darah dan urin pasien ke
35 | A n e m i a
Reaksi Demam
Antibodi leukosit atau trombosit
Antibodi protein plasma
Demam
Menggigil
laboratorium untuk diperiksa adanya
hemoglobin (menunjukkan hemolisis
intravaskular)
Observasi adanya tanda-tanda hemoragi yang
mengakibatkan koagulasi intravaskuler
diseminata (disseminated intravascular
coagulation [DIC])
Dukung terapi medis untuk menghadapi syok
ulang.
Dapat diberikan asetominofen untuk
profilaksis.
SDM yang kurang-leukosit cenderung
kurang-reaksi
Hentikan transfusi dengan segera; laporkan
pada praktisi untuk evaluasi.
Berikan antihistamin untuk profilaksis pada
anak dengan kecenderungan reaksi alergi
36 | A n e m i a
Reaksi alergi
Resipien bereaksi terhadap alergen
dalam darah donor
Overload sirkulasi
Transfusi terlalu cepat (bahkan dalam
jumlah kecil sekalipun)
Kelebihan jumlah darah yang
ditransfusikan (bahkan jika lambat
sekalipun)
Urtikaria
Kemerahan pada wajah
Mengi Asmatik
Edema laring
Nyeri prekordial
Dispnea
Rales
Sianosis
Batuk kering
Vena leher distensi
Hentikan transfusi dengan segera
Berikan epinefrin untuk mengi atau reaksi
antifilatik
Transfusikan darah secara perlahan
Cegah overload dengan menggunakan SDM
kemasan atau memberikan jumlah darah
yang sudah terbagi
Gunakan pompa infus untuk mengatur dan
mempertahankan kecepatan aliran
Hentikan transfusi dengan segera bila
terdapat tanda-tanda kelebihan beban
Tempatkan anak pada posisi duduk tegak
dengan kaki tergantung untuk meningkatkan
tahanan vena
Normalisasikan tekanan sebelum wadah
dikosongkan ketika menginfuskan darah
37 | A n e m i a
Emboli udara
Dapat terjadi bila darah ditransfusikan
dubawah tekanan.
Hipotermia
Kesulitan bernapas yang tiba-tiba
Nyeri tajam didada
Ketakutan
Menggigil
Suhu rendah
Frekuensi jantung tidak teratur
Kemungkinan henti jantung
dibawah tekanan
Bersihkan selang dari udara dengan
mengaspirasi udara yang terlihat di selang
dengan spuit, dibagian yang paling dekat
dengan konektor Y; putuskan sambungan
selang dan biarkan darah mengalir sampai
udara keluar hanya bila konektor Y tidak
tersedia
Biarkan darah menghangat di suhu ruangan
(kurang dari 1 jam)
Gunakan penghangat darah mekanis yang
diizinkan atau koil penghangat elektrik untuk
menghangatkan darah dengan cepat; jangan
pernah menggunakan oven microwave
Ukur suhu bila pasien mengeluh menggigil;
bila subnormal, hentikan transfusi
Gunakan SDM washed atau darah segar bila
pasien berisiko
38 | A n e m i a
Gangguan elektrolit
Hiperkalemia (pada transfusi masif atau
pada pasien dengan masalah ginjal)
Reaksi Lambat
Penularan infeksi
Hepatitis
Human Immunodefeciensy Virus (HIV)
Malaria
Sifilis
Bakteri atau Virus
Mual, muntah
Kelemahan otot
Paralisis flaksid
Parestesia ekstremitas
Bradikardi
Ketakutan
Henti jantung
Tanda-tanda infeksi (mis, ikterik)
Reaksi toksik: demam tinggi, sakit
kepala hebat atau nyeri substernal,
hipotensi, kemerahan wajah menetap,
muntah/ diare
Darah diuji untuk adanya antibodi terhadap
HIV, virus hepatitis C, dan antigen inti
hepatitis B; selain itu, darah juga diuji untu
adanya antigen permukaan hepatits B
(HBsAg) dan alanin aminotransferase (ALT),
dan tes serologi dilakukan untuk sifilis; unit
positif dirusak; individu yang berisiko
membawa virus tertentu ditangguhkan dari
pendonoran
Laporkan adanya tanda-tanda infeksi dan,
bila terjadi selama transfusi, hentikan
transfusi dengan segera, kirimkan sampel
untuk kultur dan tes sensitivitas, dan beri
39 | A n e m i a
Lain-lain
Aloimunisasi
(Pembentukan antibodi)
Terjadi pada pasien yang mendapat
transfusi multipel
Reaksi hemolitik lambat
Peningkatan resiko hemolitik, demam,
dan reaksi alergis
Destruksi SDM dan demam 5-10 hari
setelah transfusi
tahu dokter
Gunakan jumlah donor yang terbatas
Observasi dengan cermat adanya tamda-
tanda reaksi
Observasi adanya anemia pascatransfusi dan
penurunan manfaat dari keberhasilan
transfusi
40 | A n e m i a
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Anak Dengan Penyakit Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah gangguan herediter dimana hemoglobin orang
dewasa normal (Hemoglobin A [Hb A] sebagian atau seluruhnya diagntikan oleh
hemoglobin sabit abnormal [Hb S], yang menyebabkan penyimpangan dan
kekakuan sel darah merah dalam kondisi penurunan tegangan oksigen).
PENGKAJIAN
Lakukan pengkajian fisik.
Dapatkan riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan bukti krisis sabit
dan riwayat penyakit pada anggota keluarga.
Observasi adanya manifestasi penyakit sel sabit:
Umum
Retardasi pertumbuhan
Anemia kronis (Hb 6,5 sampai 8 g/dl)
Perlambatan maturasi seksual
Kerentanan yang nyata terhadap sepsis
Krisis Vaso-oklusif
Nyeri di area yang sakit
Manifestasi berhubungan dengan iskemia pada area yang sakit:
Ekstremitas : bengkak dan nyeri pada tangan dan kaki (daktilitis sel sabit,
atau “sindrom tangan-kaki”), sendi nyeri
Abdomen : nyeri berat menyerupai kondisi bedah akut
Serebrum : stroke, gangguan penglihatan
Dada : gejala menyerupai pneumonia, episode penyakit paru yang
berlarut-larut
Hati : ikterik obstruktif, koma hepatik
41 | A n e m i a
Ginjal : hematuria
Krisis sekuestrasi
Penumpukan darah dalam jumlah banyak
Hepatomegali
Splenomegali
Kolaps sirkulasi
Efek dari Fenomena Vaso-Oklusif Kronis
Jantung : kardiomegali, murmur sistolik.
Paru : perubahan fungsi paru, kerentanan terhadap infeksi, insufisiensi
paru.
Ginjal : ketidakmampuan memekatkan urin, gagal ginjal progresif,
enuresis.
Genital : preapisme (nyeri, ereksi penis konstan)
Hati : hepatomegali, sirosis, kolestasis intrahepatik
Limpa : splenomegali, kerentanan terhadap infeksi, penurunan fungsi
pada aktivitas splenik yang berkembang menjadi
autosplenektomi
Mata : abnormalitas intraokuler dengan gangguan visual, kadang
pelepasan retina progresif dan kebutaan.
Ekstremitas : deformitas skelet, khususnya lordosis dan kifosis, ulkus kaki
kronis, rentan terhadap osteomielitis salmonela.
SSP : hemiparesis, kejang
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujuan mis, tes turbiditas sabit
(sickledex), elektroforesis hemoglobin.
Observasi adanya bukti-bukti komplikasi (krisis)
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1: Risiko tinggi cedera berhubungan dengan
42 | A n e m i a
hemoglobin abnormal, penurunan oksigen ambien, dehidrasi.
SASARAN PASIEN 1: pasien mempertahankan oksigenasi jaringan yang
adekuat
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
1. Jelaskan tindakan untuk meminimalkan komplikasiyang berhubungan dengan
aktivitas fisik dan stres emosional untuk menghindari tambahan kebutuhan
oksigen jaringan.
2. Cegah infeksi
3. Hindari lingkungan yang rendah oksigen.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak menghindari situasi yang menurunkan oksigenasi jaringn.
SASARAN PASIEN 2: pasien mempertahankan hidrasi yang adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN/RASIONAL
1. Hitung masukan cairan harian yang direkomendasikan (150 ml/kg) dan
kebutuhan dasar cairan anak pada jumlah minimun (uraikan), untuk menjamin
hidrasi adekuat.
2. Tingkatkan masukan cairan di atas kebutuhan minimun selama aktivitas fisik/
stres emosional dan selama krisis untuk mengkompensasi tambahan kebutuhan
cairan .
3. Berikan pada orangtua instruksi tertulis mengenai jumlah spesifik cairan yang
dibutuhkan untuk mendorong kepatuhan.
4. Dorong anak untuk minum untuk mendorong kepatuhan.
43 | A n e m i a
5. Ajarkan pada keluarga mengenai tanda-tanda dehidrasi untuk menghindari
keterlambatan terapi dehidrasi.
Rencana Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan cairan dan elektrolit
Tekankan pentingnya menghindari panas yang berlebihan sebagai
penyebab kehilangan cairan.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak meminum jumlah cairan yang adekuat dan tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi.
SASARAN 3: pasien
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
1. Tekankan pentinganya nutrisi adekuat; imunisasi ruin, termasuk vaksin
pneumokokal dan meningokokal, perlindungan dari sumber infeksi yang tidak
diketahui; dan seringnya pengawasan kesehatan.
2. Laporkan dengna segera adanya tanda-tanda infeksi pada praktisi untuk
menghindari keterlambatan pengobatan.
3. Tingkatkan kepatuhan terhadap terapi antibiotik baik untuk pencegahan dan
pengobatan infeksi.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak tetap bebas dari infeksi.
SASARAN PASIEN 4: Pasien mengalami penurunan resiko berkaitan denga
prosedur bedah.
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
1. Jelaskan alasan pemberian transfusi darah praoperasi diberikan untuk
meningkatkan konsentrasi HB A
44 | A n e m i a
2. Jaga agar anak tetap terhidrasi dengan baik untuk mencegah sickling.
3. Kurangi rasa takut melalui persiapan yang tepat karena ansietas meningkatkan
kebutuhan oksigen.
4. Berikan obat nyeri untuk mempertahankan rasa nyaman anak dan mengurangi
respon stres.
5. Hindari aktivitas yang tidak perlu untuk menghindari tambahan kebutuhan
oksigen.
6. Tingkatkan hygiene paru pascaoperasi untuk mencegah infeksi.
7. Gunakan latihan rentang gerak pasif untuk meningkatkan sirkulasi.
8. Berikan oksigen, bila ditentuka. untuk menjenuhkan hemoglobin.
9. Pantau adanya bukti-bukti infeksi untuk menghindari keterlambatan
pengobatan.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak menjalani prosedur pembedahan tanpa krisis.
Diagnosa Keperawatan 2: nyeri berhubungan dengan anoreksia jaringan (krisi
vaso-oklusif)
SASARAN PASIEN 1: pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai
tingkat yang dapat diterima anak.
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
1. Rencanakan jadwal obat pencegahan, bukan sesuai kebutuhan untuk mencegah
nyeri.
45 | A n e m i a
2. Kenali bahwa bermacam-macam analgesik, termasuk oploid, serta penjadwalan
obat mungkin perlu dicoba untuk mencapai penghilangan nyeri yang
memuaskan.
3. Hindari pemberian meperidin (Demerol) karena penigkatan resiko kejang
akibat normeperidin.
4. Yakinkan pasien dan keluarga bahwa analgesik, teramsuk oploid, diindikasikan
secara medis dan bahwa dosis tinggi mungkin diperlukan (anak-anak jarang
yang menjadi teradiksi) karena penderitaan yang tidak berguna dapat
disebabkan oleh rasa takut mereka yang tidak jelas.
5. Berikan pemanasan pada area yang sakit karena dapat menghilangkan nyeri.
6. Hindari penggunaan kompres dingin karena hal ini akan meningkatkan sickling
dan vasokontriksi.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak tidak mengalami nyeri atau nyeri minimal.
Diagnosa Keperawatan 3: perubahan proses keluarga berhubungan dengan
anak yang menderita penyakit yang berpotensi mengancam kehidupan.
SASARAN PASIEN (KELUARGA) 1: Pasien (Keluarga) mendapatkan
pendidikan mengenai penyakit.
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
1. Ajari kelurga dan anak yang lebih besar tanda-tanda defek dasar dan
tindakannya untuk meminimalkan komplikasi sickling.
46 | A n e m i a
2. Tekankan pentingnya menginformasikan personel kesehatan tentang penyakit
anak untuk memastikan pengobatan yang segera dan tepat (mis, untuk nyeri)
3. Jelaskan tanda-tanda terjadinya krisis, khusunya demam, pucat, distress
pernapasan, dan nyeri untuk menghindari keterlambatan pengobatan.
4. Beri tahu sifat dasar penularan dan rujuk pada pelayanan konseling genetik
untuk keluarga membuat keputusan reproduktif berdasarkan informasi.
5. Ajari orangtua untuk menjadi advokat bagi anak mereka sendiri untuk
memastikan perawatan yang terbaik.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit, etiologi, dan
terapinya.
SASARAN PASIEN (KELUARGA) 2: Pasien (keluarga) menerima dukungan
yang adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN/ RASIONAL
1. Rujuk pada organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga khusus, agar
mendapatkan dukungan yang terus-menerus.
2. Rujuk anak pada klinik sel sabit komprehensif untuk perawatan yang terus-
menerus.
3. Sadar akan kebutuhan keluarga bila penyakit ini menyerang dua orang atau
lebih anggota keluarga.
HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Keluarga mendapatkan manfaat dari pelayanan komunitas
2. Anak mendapatkan perawatan yang terus-menerus dari fasilitas yang tepat.
47 | A n e m i a
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Istilah anemia mendiskripsikan keadaan penurunan jumlah SDM dan
atau hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat penurunan ini,
48 | A n e m i a
kwmampuan darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga
ketersediaan oksigen untuk jaringan mengalami penurunan.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan penyusun dan pembaca
mengetahui anemia dan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada anak
dengan anemia dengan baik.
49 | A n e m i a