analisis program p2m mumun

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengamatan Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum pada Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang mana dikatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, tindakan serta bawaan (congenital). Hidup sehat merupakan hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang ada di dunia ini, akan tetapi diperlukan berbagai cara untuk mendapatkannya. 1 Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2011, pemerintah telah menyusun berbagai program pembangunan dalam bidang kesehatan antara lain kegiatan pemberantasan Penyakit Menular (P2MM) baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di semua aspek lingkungan kegiatan pelayanan kesehatan. 1 1

Upload: astri-indah-hapsari

Post on 09-Aug-2015

325 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Program P2M Mumun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pengamatan

Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum pada Sistem

Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang

dilaksanakan oleh bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat

bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

yang mana dikatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, tindakan

serta bawaan (congenital). Hidup sehat merupakan hak yang dimiliki oleh setiap

manusia yang ada di dunia ini, akan tetapi diperlukan berbagai cara untuk

mendapatkannya.1

Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2011, pemerintah

telah menyusun berbagai program pembangunan dalam bidang kesehatan antara

lain kegiatan pemberantasan Penyakit Menular (P2MM) baik yang bersifat

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di semua aspek lingkungan kegiatan

pelayanan kesehatan.1

Untuk dapat mengukur derajat kesehatan masyarakat digunakan beberapa

indikator, salah satunya adalah angka kesakitan dan kematian balita. Angka

kematian balita yang telah berhasil diturunkan dari 45 per 1000 kelahiran hidup

pada tahun 2003 menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007.1

World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian

balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada

golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap

tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, dimana

1

Page 2: Analisis Program P2M Mumun

pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta

anak balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006).

Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati

urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu

ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei

mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan

ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan

persentase 22,37% dari seluruh kematian balita.1

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut

berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan

menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya,

seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.1

Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian

diikuti dengan napas cepat dan napas sesak. Pada tingkat yang lebih berat terjadi

kesukaran bernapas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun dan

meninggal bila tidak segera diobati. Usia Balita adalah kelompok yang paling

rentan dengan infeksi saluran pernapasan. Kenyataannya bahwa angka morbiditas

dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada balita di negara berkembang.1

Di wilayah kerja Puskesmas Cililin ISPA merupakan jumlah kasus yang

selalu menduduki 10 besar penyakit tersering pada setiap bulannya. ISPA

merupakan salah satu penyakit yang sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan.

Di wilayah kerja Puskesmas Cililin angka kejadian ISPA yang diterima masih

cukup tinggi terutama kunjungan berobat di bagian rawat jalan.

2

Page 3: Analisis Program P2M Mumun

Tabel 1.1 Rekapitulasi Sepuluh Penyakit Terbanyak 2011

NO. Nama Penyakit Jumlah

1 ISPA 7209

2 GIGI 4755

3 MYALGIA 1852

4 GASTRITIS 2173

5 HYPERTENSI 2579

6 OBS. FEBRIS 1566

7 KULIT 1744

8 DIARE 905

9 ASMA 320

10 VARISELLA 97

Sumber: Laporan Tahunan 2011 Puskesmas Cililin

Atas dasar tersebut diatas penulis berkeinginan untuk melakukan

pengamatan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai prevalensi, penyebab ISPA

yang timbul di wilayah kerja Puskesmas Cililin, serta program P2M ISPA untuk

menanggulanginya.2

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana gambaran masalah ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cililin

2. Mengetahui mengenai program P2M ISPA serta faktor – faktor apa saja

yang dapat mempengaruhi dan menghambat jalannya program P2M ISPA

di Puskesmas Cililin

3

Page 4: Analisis Program P2M Mumun

3. Usaha apa yang dilakukan tenaga kesehatan di Puskesmas untuk

meningkatkan cakupan program P2M ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Cililin

1.3 Tujuan Pengamatan

1.3.1 Tujuan Umum

1. Memberikan gambaran tentang program Pemberantasan Penyakit

Saluran Pernapasan Akut (P2M ISPA) di wilayah kerja Puskesmas

Cililin

2. Mengetahui mengenai program P2M ISPA serta faktor- faktor yang

mempengaruhi timbulnya ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cililin

3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi dan faktor-faktor yang

menghambat jalannya program P2M ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Cililin

4. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

bemaksud untuk meningkatkan cakupan P2M ISPA diwilayah kerja

Puskesmas Cililin.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan di Puskesmas Cililin untuk meningkatkan cakupan program

P2M ISPA

1.4 Manfaat Pengamatan

1.4.1 Bagi Puskesmas

Mengetahui gambaran mengenai angka kejadian ISPA di wilayah kerja

Puskesmas Cililin sebagai masukan untuk pihak Puskesmas untuk

meningkatkan kegiatan di bidang program P2M ISPA.

4

Page 5: Analisis Program P2M Mumun

1.4.2 Bagi Pengamat

Untuk menambah pengetahuan kepada pengamat mengenai ISPA,

program P2M ISPA dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

5

Page 6: Analisis Program P2M Mumun

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini

diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

dan berkembang biak yang berakibat timbul gejala penyakit.3

ISPA sering disalah artikan sebagai Infeksi Saluran Pernapasan Atas. ISPA

meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut,

dengan pengertian sebagai berikut:4

- Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

- Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran

pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa

saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam

saluran pernafasan (respiratory tract).

- Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas

14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat

berlangsung lebih dari 14 hari.

6

Page 7: Analisis Program P2M Mumun

2.2 Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih 370 jenis bakteri, virus dan riketsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain darin genus Streptococcus, Staphylococcus,

Pnemococcus, Haemophyllus, Bordetella dan Corynobacterium. Virus penyebab

ISPA antara lain adalah golongan Mixovirus, Adenovirus, Coronavirus,

Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.5

Sebagian besar dari Infeksi Saluran Pernapasan hanya bersifat ringan

seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun

demikian, jika anak menderita pneumonia dan jika infeksi paru ini tidak diobati

dengan antibiotik, maka akan dapat mengakibatkan kematian.5,6

2.3 Klasifikasi ISPA menurut Program P2M ISPA7,8

Program Pemberantasan Penyakit (P2M) ISPA membagi penyakit ISPA

dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia, namun yang

menjadi acuan penilaian angka kejadian ISPA adalah golongan pneumonia.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses

infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini

berupa nafas cepat dan sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas

nafas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih

pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau

lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia

2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.9

Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat

dan pneumonia tidak berat.

Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada ke

dalam (chest indrawing).

Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya nafas cepat.

Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai

demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa nafas cepat.

7

Page 8: Analisis Program P2M Mumun

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit

ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk

golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

Pneumonia berat: ditemukan tarikan kuat dinding pada bagian bawah atau

nafas cepat. Batas nafas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60

kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat

dinding dada bagian bawah atau nafas cepat.

Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit

yaitu :

Pneumonia berat: bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa

anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta).

Pneumonia: bila disertai nafas cepat. Batas nafas cepat ialah untuk usia 2 -12

bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40

kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding

dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.

Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan

napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.

Epidemiologi

Dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, didapatkan

bahwa kejadian kematian ISPA adalah sebesar 74 kejadian dari populasi balita

sebesar 23.336. Dengan demikian, angka kematian balita akibat ISPA di

Indonesia adalah sebesar 2,7 per 1000 balita atau jika dibulatkan adalah sebesar 3

per 1000 balita.1

Diagnosis

8

Page 9: Analisis Program P2M Mumun

Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau

kesukaran bernafas disertai adanya peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat)

sesuai dengan umur. Adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung

frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak

50x/ menit atau lebih untuk anak usia 2 bulan- < 1 tahun dan 40x/menit atau lebih

untuk anak usia 1 tahun-<5 tahun. Pada anak < 2 bulan tidak dikenal diagnosis

pneumonia.7

Diagnosis pneumonia berat didasarkan adanya batuk dan atau kesukaran

bernafas disertai adanya sesak nafas atau penarikan dinding dada sebelah bawah

ke dalam.7

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu

tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.

Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu

bernafas dengan suara nafas bronkial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronkhi

basah halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya lebih dari 10.000/µl. Jika disebabkan oleh virus atau mikoplasma,

jumlah lekosit dapat normal atau menurun dan pada hitung jenis leukosit terdapat

pergeseran ke kiri, juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah positif pada 20 –

25 % penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar

ureum darah, akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal.6

Analisa darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut

dapat terjadi asidosis respiratorik.

Foto thorak merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto

thorak saja tidak secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan

petunjuk ke arah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air

bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh S. pneumoniae.6

Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman

Klebsiella sering menunjukan adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas

9

Page 10: Analisis Program P2M Mumun

kanan, kadang-kadang dapat mengenai penderita beberapa lobus. Gambaran

lainnya dapat berupa bercak-bercak kavitas. Kelainan radiologis lainnya yang

khas yaitu penebalan (bulging) fisura interlobaris.

Penatalaksanaan penderita:1,4,6

1. Penderita yang tidak dirawat

Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi dikompres.

Minum banyak

Obat-obat penurun panas, mukolitik dan ekspektoran

Antibiotika

Bila pneumonia berat : kirim segera atau rujuk ke rumah sakit, beri

antibiotika bila jarak ke rumah sakit jauh

Bila bukan pneumonia : Berikan nasihat cara perawatan di rumah : jaga bayi

agar tidak kedinginan, teruskan pemberian ASI lebih sering, bersihkan hidung

bila tersumbat.

2. Perawatan di rumah sakit.

Indikasi rawat penderita pneumonia adalah penderita dengan keadaan

klinis berat, adanya penyakit lain yang mendasarinya, adanya komplikasi,

maupun tidak adanya respon terhadap pengobatan yang diberikan.

a. Penatalaksanaan umum

Pemberian oksigen.

Pemasangan oksigen untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu lebih

dari 40OC, takikardi atau terjadi kelainan jantung.

Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Obat-obatan khusus pada keadaan tertentu.

Prognosis pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab

dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan

intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.

10

Page 11: Analisis Program P2M Mumun

BAB III

PERENCANAAN PROGRAM

Pelaksanaan Program P2M ISPA ditujukan pada kelompok usia balita,

yaitu bayi (0 s/d <1 tahun ) dan balita (1 s/d <5 tahun) dalam bentuk upaya

penanggulangan penyakit pneumonia.1

Pemilihan kelompok ini sebagai target populasi program didasarkan pada

kenyataan bahwa angka mortalitas dan morbiditas ISPA pada kelompok umur

balita masih tinggi di Indonesia, di samping itu keberhasilan upaya program P2M

ISPA dapat mempunyai daya ungkit dalam penurunan angka kematian bayi di

Indonesia.7 P2M atau program pemberantasan dan pencegahan penyakit menular

merupakan bagian dari program basic six yang mencakup banyak subprogram.

Tujuan program P2M ISPA adalah menurunkan angka kematian balita

akibat pneumonia dan menurunkan angka kesakitan balita akibat pneumonia.

Upaya penurunan angka kematian merupakan prioritas upaya karena dirasakan

mendesak mengingat tingginya angka kematian pneumonia pada balita di

Indonesia. Di samping itu upaya penurunan kematian diharapkan memberikan

dampak yang lebih cepat dibandingkan dengan upaya penurunan kesakitan.9

Upaya penurunan angka kematian pneumonia pada balita dilakukan

dengan melaksanakan kegiatan penemuan dan tatalaksana penderita. Menurut

perkiraan yang dibuat WHO, pelaksanaan tatalaksana standar pada penderita

pneumonia di sarana kesehatan tingkat pertama dan di sarana kesehatan rujukan

dapat mencegah kematian pada balita sebesar 60-80%.

Prioritas kegiatan pada Pelita VI adalah :

1. Penemuan dan tatalaksana penderita

2. Penyediaan dan distribusi logistik untuk mendukung tatalaksana penderita

3. Pelatihan dan penyebaran informasi tentang program P2M ISPA pada tenaga

kesehatan

11

Page 12: Analisis Program P2M Mumun

4. Penyuluhan dan pelaksanaan kegiatan komunikasi dengan khalayak sasaran

ibu balita

Kegiatan pokok program P2M ISPA terdiri atas 8 kegiatan pokok, yaitu:7

a. Penemuan dan tatalaksana penderita

b. Pelatihan tenaga kesehatan

c. Pengadaan, distribusi dan pengelolaan logistik

d. Pemantauan dan evaluasi

e. Komunikasi dan penyebaran informasi

f. Kerjasama lintas program dan lintas sektor serta peningkatan peran serta

masyarakat

g. Peningkatan manajemen program

h. Penelitian, pengembangan dan penyelidikan9

3.1 Target

Target penemuan penderita pneumonia balita bagi suatu puskesmas

didasarkan pada angka insidens pneumonia pada balita dan jumlah balita di

wilayah kerja puskesmas yang bersangkutan.

Target cakupan penderita penemuan penderita pneumonia di Puskesmas

Cililin mengacu pada target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Bandung Barat. Untuk tahun 2011 ini, target SPM yang ditetapkan adalah 10 %.10

3.2 Proses

A. Planning

Puskesmas Cililin menentukan beberapa rencana aktivitas dalam

melaksanakan subprogram P2M ISPA , diantaranya ialah :

1. Penyusunan target : 10% dari jumlah balita yang ada = 446 balita/ tahun

(Asumsi jumlah balita adalah 10% jumlah penduduk)

2. Penyusunan kebutuhan logistik rutin berupa penyediaan parasetamol 500 mg,

12

Page 13: Analisis Program P2M Mumun

sirup parasetamol 120 mg/5ml dan cotrimoksazole 480 mg setiap waktu di

Puskesmas.

3. Kegiatan pemeriksaan dan pengobatan penderita ISPA

Dilaksanakan di dalam gedung puskesmas poklinik umum atau MTBS

jam 08.00 sampai 13.00 WIB

Dilaksanakan pada setiap kegiatan posyandu, dimana posyandu

dilaksanakan setiap 1 kali setiap bulan di setiap RW, dari pukul 08.00

sampai 12.00 WIB.

Dilaksanakan oleh dokter atau bidan swasta setiap hari kerja (tergantung

jam praktek dokter atau bidan swasta).

4. Kegiatan penyuluhan ISPA masyarakat

5. Pembinaan peran aktif masyarakat melalui kader

6. Kunjungan rumah penderita pneumonia

5. Kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat

6. Pencatatan dan Pelaporan

B. Organizing

Untuk melaksanakan subprogram ini, dilakukan koordinasi pihak Puskesmas

Cililin dengan para dokter atau bidan swata dalam hal pemeriksaan, pengobatan,

dan pendataan jumlah penderita ISPA. Pihak puskesmas juga melakukan

koordinasi melalui pertemuan berkala satu bulan satu kali dengan para kader,

serta melakukan kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh

masyarakat di wilayah kerja puskesmas.

Pemegang program P2M ISPA bekerjasama dengan program Kesehatan

Lingkungan, Gizi, dan KIA.

C. Actuating

Aktifitas yang dilaksanakan Puskesmas Cililin untuk mencapai cakupan

program ini selama bulan Oktober - Desember 2011 adalah:

13

Page 14: Analisis Program P2M Mumun

1. Kegiatan pemeriksaan dan pengobatan penderita ISPA

Dilaksanakan di dalam gedung puskesmas poklinik umum atau MTBS

jam 08.00 sampai 13.00 WIB

Dilaksanakan pada setiap kegiatan posyandu, dimana posyandu

dilaksanakan setiap 1 kali setiap bulan di setiap RW, dari pukul 08.00

sampai 12.00 WIB.

Dilaksanakan oleh dokter atau bidan swasta setiap hari kerja (tergantung

jam praktek dokter atau bidan swasta).

2. Kegiatan penyuluhan ISPA masyarakat

3. Pembinaan peran aktif masyarakat melalui kader

4. Kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat

setempat

5. Pencatatan dan Pelaporan

D. Controlling

Sistem pengawasan yang dilaksanakan Puskesmas Cililin untuk subprogram

ini adalah pengawasan langsung oleh kepala puskesmas dan koordinator program

P2M ISPA kepada dokter atau bidan swasta, serta kader yang melaksanakan

program ini melalui laporan tertulis setiap bulannya.

Pelaporan dan rapat bulanan antar penanggung jawab program dengan

Kepala Puskesmas merupakan suatu langkah yang perlu dipertimbangkan untuk

dilakukan secara rutin. Melalui rapat inilah, Kepala Puskesmas dan perangkatnya

dapat menilai cakupan penemuan kasus terhadap target dalam bulan sebelumnya,

kendala atau permasalahan apa yang dihadapi pada saat itu dan membicarakan

modifikasi metode pendekatan yang dapat dilakukan untuk program bulan

selanjutnya.

Pada tahap ini, program telah berjalan, maka evaluasi terhadap hasil

akumulasi terhadap sisa target perlu diperhatikan. Sebab dengan tidak tercapainya

targeet bulan lalu, itu merupakan beban yang perlu diakumulasikan pada program

bulan selanjutnya.

14

Page 15: Analisis Program P2M Mumun

Pemantauan kegiatan yang meliputi :

- Pencatatan medik penderita

Pencatatan medik penderita dilakukan di poliklinik umum atau MTBS

(manajemen terpadu balita sakit).

- Logistik

Logistik yang diperlukan dipantau oleh pemegang program, namun untuk

ketersediaan obat-obatan masih digabungkan dengan pengobatan penyakit

yang lain di bagian apotek.

- Pencatatan dan Pelaporan penderita

Pencatatan dan pelaporan jumlah penderita dilakukan setiap bulan pada rapat

bulanan pemegang program.

3.3 Sumber Daya

Sumber daya yang direncanakan Puskesmas Cililin untuk tercapainya target

subprogram P2M ISPA oleh tenaga kesehatan meliputi 7M, yaitu :

a. Ketenagaan (Man)

Jumlah : 1 orang

Lama bekerja : 20 tahun

Pendidikan tenaga : 15 tahun

Pendidikan terakhir : DIII Akademi Keperawatan

b. Pembiayaan (Money)

Dana untuk pembiayaan berasal dari dinas kesehatan untuk program P2M

ISPA digabungkan dengan program P2MM lainnya, namun jumlah untuk

P2M ISPA sendiri tidak menentu karena digunakan bersama dengan program

lainnya. Sejak tahun 2011 dana didapatkan dari dana BOK, namun pada tahun

2011 dana bantuan operasioanal ini belum cair.

c. Bahan (Material)

Bantuan dari dinas kesehatan berupa obat parasetamol 500 mg, sirup

parasetamol 120mg/5ml, dan cotrimoksazole 480 mg.

15

Page 16: Analisis Program P2M Mumun

d. Peralatan (Machine)

Terdapat bantuan alat dari dinas kesehatan berupa 3 (lima) buah sound timer

yang terdapat di Puskesmas. Saat ini, semua alat yang sudah tidak berfungsi

dengan baik. Dahulu alat tersebut tidak selalu digunakan karena tidak semua

tenaga kesehatan dapat menggunakan alat tersebut.

e. Teknik Yang dikuasai (Method) :

Teknik penentuan diagnosa, penanganan pertama dan perujukan ke fasilitas

kesehatan tingkat lanjutan. Selain itu juga dilakukan teknik penjaringan dan

penilain faktor resiko dengan melakukan kunjungan rumah penderita

pneumonia.

f. Sasaran (Market)

a. Langsung : balita (2 bulan s/d <5 tahun).

b. Tidak langsung : ibu yang mempunyai balita yang sakit pneumonia.

g. Waktu (Minute)

Dilaksanakan di dalam gedung puskesmas poklinik umum atau MTBS

jam 08.00 sampai 13.00 WIB

Dilaksanakan pada setiap kegiatan posyandu, dimana posyandu

dilaksanakan setiap 1 kali setiap bulan di setiap RW, dari pukul 08.00

sampai 12.00 WIB.

Dilaksanakan oleh dokter atau bidan swasta setiap hari kerja (tergantung

jam praktek dokter atau bidan swasta).

16

Page 17: Analisis Program P2M Mumun

BAB IV

HASIL KEGIATAN PROGRAM

ISPA merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang selalu menduduki

peringkat 10 besar penyakit di Puskesmas Cililin. Dari hasil wawancara dengan

pemegang program P2M ISPA diketahui bahwa:.

Kegiatan penemuan dan pelaporan penderita dilaksanakan oleh petugas

kesehatan, khususnya pemegang program, dokter atau bidan swasta,

posyandu, kader kesehatan dan masyarakat. Waktu pelaksanaan dilaksanakan

saat dilaksanakannya kegiatan posyandu atau disesuaikan dengan anggaran

yang diberikan Dinkes atau dilakukan di tempat rawat jalan setiap hari kerja.

Kegiatan yang dilaksanakan biasanya adalah pemantauan penderita ISPA,

terutama ISPA sedang (pneumonia) dan ISPA berat (pneumonia berat).

Petugas harus mampu melaksanakan penatalaksanaan penderita termasuk

rujukannya, petugas mampu melakukan penyuluhan dan penggerakan

partisipasi masyarakat dan petugas mampu melakukan pencatatan dan

pelaporan.

Sumber pendanaan program berasal dari Dinas Kesehatan baik secara dana

maupun bantuan peralatan berupa sound timer (alat bantu hitung pernafasan)

dan obat-obatan. Alat hitung pernafasan digunakan untuk membantu petugas

mengklasifikasi penderita ISPA secara tepat melalui perhitungan frekuensi

nafas dalam 1 menit. Obat yang digunakan (bila demam) adalah paracetamol

500 mg, sirup parasetamol 120mg/5ml, dan antibiotoka kotrimoksazol 480

mg. Jika keluhan disertai batuk maka dapat diberikan OBH (obat batuk

hitam). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan bersifat ringan seperti

batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan antibiotika, namun jika

dibiarkan atau tidak diobati, keadaan tersebut dapat berkembang menjadi

17

Page 18: Analisis Program P2M Mumun

pneumonia (radang paru) yang apabila tidak diobati dengan antibiotika dapat

menyebabkan kematian.

Cakupan penentuan penderita ISPA ditujukan pada 2 kelompok usia. Kedua

kelompok yang dimaksud adalah kelompok bayi (<1 tahun) dan anak balita

(1-5 tahun) dengan fokus penanggulangan pada penyakit pneumonia.

Pemilihan kelompok ini sebagai target populasi program didasarkan data

epidemik bahwa angka morbiditas dan mortalitas ISPA pada kelompok umur

ini masih cukup tinggi.

Jumlah target penemuan ISPA adalah sebesar 10% dari total populasi

dibagi dengan target cakupan penemuan penderita pneumonia di wilayah kerja

Puskesmas Cililin, yang berarti 10% dari populasi balita dalam 1 tahun. Populasi

balita di wilayah kerja adalah 446 bayi (sebanyak 10 % dari jumlah penduduk

yang berjumlah 44.679 jiwa). Untuk target perbulannya yaitu 446 : 12 bulan = 37

orang perbulan. Jumlah target dalam 1 tahun yaitu 37 balita x 12 bulan = 444

balita.

Perhitungan target perbulan P2M ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Cililin adalah sebagai berikut :

Target penemuan = 10% x Total Populasi Balita

= 10% x 44.679

= 446

Target perbulan = Target Penemuan : 12 bulan

= 446 : 12

= 37

Nilai 10% dari populasi balita merupakan target penemuan kasus yang

ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat yang mengacu pada

target populasi. Perhitungan berdasarkan pada nilai rata-rata insidensi kejadian

ISPA balita di propinsi Jawa Barat.

18

Page 19: Analisis Program P2M Mumun

Cakupan yang diperoleh tiap bulannya selama Oktober - Desember 2011

yaitu :

Bulan Oktober 2011 :

Cakupan =

=

Kesenjangan =

=

Bulan November 2011:

Cakupan =

Kesenjangan =

Bulan Desember 2011 :

Cakupan =

Kesenjangan =

19

HasilX 100%

Target

14X 100% = 46,67%

37

Selisih HasilX 100%

Target

16X 100% = 53,33%

37

16X 100% = 53,33%

37

14X 100% = 46,67%

37

23X 100% = 76,67%

37

17X 100% = 23,23%

37

Page 20: Analisis Program P2M Mumun

Jumlah cakupan dalam 3 bulan (tahun 2011) = 53 balita

Persentase(%) cakupan dalam 3 bulan (tahun 2011)

=

Persentase (%) kesenjangan =

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka

cakupan penemuan penderita pneumonia selama bulan Oktober - Desember 2011

sebesar 58,89%. Angka ini hanya diperoleh dari kegiatan program yang dilakukan

di poliklinik (balai pengobatan) dan saat dilakukannya kegiatan posyandu yang

sasarannya adalah populasi balita, baik yang ditemukan oleh petugas kesehatan,

khususnya pemegang program, dokter atau bidan swasta, kader ataupun yang

dilaporkan oleh masyarakatnya sendiri.

Grafik 4.1 Rekapitulasi Pelaporan P2M ISPA

20

53X 100% = 58.89%

90

37X 100% = 41,11%

90

Page 21: Analisis Program P2M Mumun

Puskesmas Cililin Kurun Waktu Oktober - Desember 2011

Oktober November Desember0

5

10

15

20

25

30

35

Target Cakupan Kesenjangan

Grafik 4.2 Rekapitulasi Persentase P2M ISPA

Puskesmas Cililin Kurun Waktu Oktober - Desember 2011

Oktober November Desember0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

TARGET (%)CAKUPAN (%) KESENJANGAN (%)

Tahap evaluasi bertujuan untuk menilai apakah angka pencapaian kegiatan

telah memenuhi angka target yang diharapkan atau tidak. Selain itu, tahap ini juga

bertujuan untuk mengidentifikasi masalah serta hambatan yang dihadapi sehingga

21

PER

SEN

TASE

JUM

LAH

KA

SUS

Page 22: Analisis Program P2M Mumun

dapat ditentukan langkah-langkah perbaikan selanjutnya termasuk perencanaan

penganggaran. Proses ini dapat dilakukan dengan melaksanakan survey data

perkembangan morbiditas dan mortalitas akibat ISPA serta perkembangan lain

yang mencakup kinerja program dan dampak program seperti pengetahuan, sikap

dan perilaku ibu balita yang berkaitan dengan ISPA, tatalaksana standar penderita

pneumonia, keadaan logistik ISPA di unit pelayanan kesehatan dan sebagainya.

Berdasarkan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

penemuan penderita pneumonia tidak sesuai dengan perencanaan. Dalam 3 bulan

ini penemuan kasus masih fluktuatif . Dalam pelaksanaan program P2M ISPA

yang menjadi target penemuan penderita adalah penderita pneumonia saja,

sedangkan penderita ISPA non pneumonia tidak merupakan target program

namun diberikan tatalaksana atau pengobatan sesuai dengan pola yang berlaku di

sarana kesehatan.

Dari keluaran program P2M ISPA ini dapat kita nilai beberapa hal, yaitu:

Continuity

Kegiatan penyuluhan rutin tentang pentingnya pemeriksaan penyakit pada

penderita oleh orang tuanya tidak berkesinambungan, hal ini mungkin

disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusianya (tenaga kesehatan) dan

faktor pengetahuan dan pendidikan orang tua penderita serta faktor sosio

ekonomi, serta melakukan kegiatan pembinaan dan pengetahuan kepada kader-

kader yang tidak rutin/terus menerus dalam rangka menciptakan kualitas

penyuluhan bagi orang tua penderita ISPA (pneumonia).

Care

Tingkat kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan (dokter atau bidan

praktek swasta) mengenai kasus ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cililin

masih kurang,

Comprehensibility

Program P2M ISPA ini sudah direncanakan secara komprehensif, namun

dalam pelaksanannya terhambat banyak kendala yang menyebabkan target

22

Page 23: Analisis Program P2M Mumun

tidak tercapai. Pada masyarakat juga masih terdapat asumsi yang salah

mengenai penyakit ISPA, sehingga menjadi dasar dari kurangnya peran aktif

masyarakat dalam pelaporan kasus ISPA di lingkungannya. Masyarakat

cenderung beranggapan bahwa bilamana sakitnya tidak berat atau parah maka

tidak perlu dibawa ke Posyandu atau Puskesmas.

Analisis SWOT

STRENGTH

Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kekuatan Puskesmas Cililin

dalam pelaksanaan program P2M ISPA adalah :

Tersedianya sumber daya manusia (pemegang program dan dokter)

Tersedianya peralatan dan obat-obatan

Tersedianya poliklinik umum dan MTBS di gedung puskesmas tiap hari

kerja dari jam 08.00-13.00 WIB dan di luar gedung oleh dokter atau bidan

praktek swasta dan di setiap kegiatan posyandu dari pukul 08.00 sampai

12.00 WIB.

Adanya pertemuan berkala pemegang program P2M ISPA dengan Dinas

Kesehatan setiap 3 bulan sekali.

WEAKNESS

Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kelemahan Puskesmas

Cililin dalam pelaksanaan program P2M ISPA adalah :

Motivasi sumber daya manusia untuk pelaksanaan program P2M ISPA

dirasakan kurang, karena pemegang program juga memegang beberapa

program lainnya, sehingga kurang dapat fokus dalam menjalankan

program ini.

Untuk wilayah kerja yang cukup luas, perbandingan antara jumlah

karyawan puskesmas maupun jumlah kader masih sangat kurang jika

dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada

23

Page 24: Analisis Program P2M Mumun

Kurangnya kesadaran dari petugas kesehatan (dokter atau bidan swasta)

untuk melaksanakan pencatatan dan pelaporan yang teratur dan sistematis

Kurangnya dana yang memadai untuk pelaksanaan dan sosialisasi program

ini kepada masyarakat.

Kurangnya sosialisasi dan media soasialisasi seperti poster yang dapat

ditempel di stiap posyandu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

terhadap bahaya pneumonia.

OPPORTUNITY

Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kesempatan Puskesmas

Cililin dalam pelaksanaan program P2M ISPA adalah :

Adanya dukungan dari aparat pemerintah setempat melalui dana BOK

(Biaya Operasional Kesehatan) terutama untuk bidang promotif dan

preventif. Jika dana ini dapat dicairkan dan dialokasikan untuk

pengembangan program P2M ISPA, diharapkan dapat meningkatkan

cakupan dan menurunkan nilai kesenjangan dalam target program.

THREATH

Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kendala bagi Puskesmas

Cililin dalam pelaksanaan program P2M ISPA adalah :

Adanya banyak praktek dokter atau bidan swasta sebagai alternatif

masyarakat berobat, sehingga mengurangi angka cakupan program P2M

ISPA yang terdata.

Tidak adanya sistem yang mengharuskan dokter atau bidan praktek swasta

untuk membuat laporan bulanan mengenai angka kejadian ISPA, sehingga

menyulitkan pendataan kasus yang sebenarnya terjadi di masyarakat.

Masih kurangnya peran aktif dan pengetahuan masyarakat untuk

membawa anak atau balita ke tenaga kesehatan apabila terkena penyakit,

terutama mengenai cara membedakan ISPA pneumonia dengan ISPA biasa

sehingga pelaporan datangnya penderita ISPA pneumonia ke sarana

kesehatan masih jarang ditemukan.

24

Page 25: Analisis Program P2M Mumun

Belum turunnya dana operasional sejak bulan Januari sehingga program

penyuluhan dan kunjungan ke rumah penderita masih sulit dijalankan.

25

Page 26: Analisis Program P2M Mumun

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis dapat diambil

kesimpulan, antara lain sebagai berikut:

Penyakit ISPA adalah salah suatu penyakit yang banyak diderita bayi dan

anak-anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia.

Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua

pihak, yaitu peran serta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dan

kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka kematian

dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.

Angka cakupan penemuan penderita pneumonia balita di Puskesmas Cililin

bulan Oktober - Desember 2011 hanya yaitu 53 orang (58,89%), tetapi masih

kurang dari target yang ditetapkan yaitu 90 orang (41,11%).

Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi angka kejadian ISPA serta

cakupan program P2M ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cililin, yaitu :

Tidak masuknya semua data dari dokter atau bidan swasta yang melakukan

pelayanan pengobatan ke Puskesmas Cililin, sehingga cakupan terhadap

kasus pneumonia tidak tercapai.

Pelaporan kasus yang kurang akurat, baik dari kader kesehatan maupun dari

petugas Puskesmas sendiri

Kurangnya dana yang memadai dan jumlah kader kesehatan untuk

mensosialisasikan mengenai program penanganan ISPA.

Perilaku penduduk yang masih menganggap ringan bila mengalami batuk

pilek, sehingga masyarakat berobat setelah dalam keadaan yang sudah

berat.

26

Page 27: Analisis Program P2M Mumun

Kurangnya penyuluhan atau sosialisasi mengenai perilaku hidup bersih

dan sehat.

5.2. Saran

Dengan angka kejadian ISPA yang masih cukup tinggi di wilayah kerja

Puskesmas Cililin, pengamat mencoba memberi masukan berupa saran yang

semoga dapat ikut membantu meningkatkan kegiatan P2MP ISPA, yang dimana

penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka diharapkan

penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan.

Di samping itu dapat dilakukan beberapa hal seperti:

Penyuluhan kepada ibu-ibu tentang PHBS dan penyakit ISPA perlu

ditingkatkan dan dilaksanakan.

Penyediaan media sosialisasi seperti poster di setiap posyandu, sehingga

dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam

penanggulangan ISPA.

Pelatihan kader ISPA dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan kader untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini

dapat dilakukan kepada kader disetiap RW di wilayah kerja puskesmas.

Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan

sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

27

Page 28: Analisis Program P2M Mumun

DAFTAR PUSTAKA

1. Syair, Abdul. 2008. Faktor Resiko Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Pada Balita. (Available with update at

www.wordpress.com/faktorresikoispabalita)

2. Puskesmas Cililin. 2011. Laporan Tahunan 2011. Cimahi.

3. Sudoyo AW, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 2.

Pneumonitis dan Penyakit Paru Lingkungan. FK UI. Jakarta.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Pedoman Pemberantasan

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Untuk Petugas Kesehatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

5. Garna, Herry, dkk. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan

Anak. Edisi kedua. Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad RSUP Dr.

Hasan Sadikin Bandung.

6. Yunus F, dkk. 1992. Pulmonologi Klinik. Edisi 1. FK UI. Jakarta. (hal. 87-94)

7. Praptiningsih CY, dkk. 2005. BUKU PEDOMAN P2MP ISPA. 2005.

Departemen Kesehatan RI.

8. Silalahi, L. 2006. ISPA pada Balita. (Available with updates at

http://www.temporoaktif.com/hg/narasi/2004/03/26/nrs,20040326-07.id.html)

9. Tim Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas. 1990. Pedoman Kerja

Puskesmas Jilid II. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

10. Tim Pemegang Program P2M ISPA. 2011. Rekapitulasi Laporan P2M ISPA di

Puskesmas Cililin Bulan Januari sampai dengan Maret 2011. Puskesmas

Cililin.

28