analisis jurnal

23

Click here to load reader

Upload: darajatun-firdaus

Post on 10-Jul-2016

16 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Jurnal

TUGAS ANALISIS JURNALKESEHATAN IBU DAN ANAK

Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Balita dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di

Poliklinik Anak Beberapa Rumah Sakit di Jakarta dan

Sekitarnya pada Bulan Maret 2008

Oleh :

KELOMPOK VIII

Ahmad Saidi I1A114227

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2015

Page 2: Analisis Jurnal

BAB II

ANALISIS JURNALImunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang efektif untuk mencegah

terjangkitnya penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.1 Program

Pengembangan Imunisasi (PPI) telah dicanangkan oleh WHO sejak tahun 1974

dengan tujuh penyakit target yaitu difteri, tetanus, pertusis, polio, campak,

tuberkulosis, dan hepatitis B. Indonesia telah melaksanakan PPI sejak tahun 1977.2

Angka cakupan imunisasi masing-masing vaksin PPI pada tahun 2003 cukup tinggi

yaitu BCG 97, 9%, DTP1 96,6%, Polio3 91,8%, Campak 89,2%, dan Hepatitis B3

79,4%.3 Namun menurut hasil survei kesehatan nasional pada tahun 2003, cakupan

imunisasi lengkap hanya mencapai 51% pada laki-laki dan 52% pada perempuan(1).

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa

tidak terjadi penyakit. Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit

tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok

masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia

seperti pada imunisasi cacar. Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka

kesakitan dan angka kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Penyelenggaraan imunisasi diatur secara universal melalui berbagai kesepakatan yang

difasilitasi oleh World Health Organization (WHO) dan UNICEF (6).

Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif untuk

menghindari terjangkitnya Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

untuk meningkatkan kualitas hidup. Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 10 kelahiran

anak akan meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan

meninggal karena batuk rejan, 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena

tetanus dan 1 dari 200.000 anak akan menderita penyakit polio. Dengan pemberian

imunisasi polio terbukti bahwa selama tahun 1995–2000, hampir tidak ada laporan

Page 3: Analisis Jurnal

kejadian polio di Amerika, Eropa, Asia Timur, kecuali di Afrika, Asia Selatan dan

Asia Tenggara (6).

Sejak tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi program pengembangan

imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap PD3I yaitu, tuberculosis,

difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Bayi dikatakan telah

memperoleh imunisasi dasar lengkap apabila telah mendapat vaksin berupa 1 dosis

BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 3 dosis Hepatitis B dan 1 dosis Campak. Khusus

untuk vaksin DPT dan Hepatitis B telah digabung dalam 1 vaksin yaitu vaksin

DPT/Hb combo (6).

Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014 dijelaskan

bahwa cakupan nasional program imunisasi berdasarkan laporan rutin dari daerah

secara umum sudah berjalan baik, namun program imunisasi belum optimal, karena

cakupan ini belum merata yang digambarkan melalui persentase desa yang mencapai

Universal Child Immunization (UCI) pada tahun 2008 baru 68,3%. Salah satu sasaran

strategisnya adalah menurunkan angka kesakitan akibat penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi, dengan meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia

0–11 bulan dari 80% menjadi 90% dan persentase desa yang mencapai UCI dari 80%

menjadi 100%. Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan yaitu

meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan

terjangkau oleh masyarakat. Salah satu indikatornya adalah tercapainya sasaran

ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% pada tahun 2014 (2).

Angka cakupan imunisasi masing-masing vaksin PPI pada tahun 2003 cukup

tinggi yaitu BCG 97, 9%, DTP1 96,6%, Polio3 91,8%, Ca Namun menurut hasil

survei kesehatan nasional pada tahun 2003, cakupan imunisasi lengkap hanya

mencapai 51% pada laki-laki dan 52% pada perempuan campak 89,2%, dan Hepatitis

B3 79,4%. Hasil analisis dalam sebuah jurnal penelitian yang ditulis oleh Tri Afriani

dkk menyatakan faktor-faktor yang secara teoritis berhubungan dengan kelengkapan

imunisasi dasar anak, yaitu umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu

tentang imunisasi dan ketersediaan vaksin di Puskesmas dan Posyandu, namun dalam

Page 4: Analisis Jurnal

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mathilda Albertina dkk dalam jurnalnya

“Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Balita dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di

Poliklinik Anak Beberapa Rumah Sakit di Jakarta dan Sekitarnya pada Bulan Maret

2008” menyatakan bahwa Analisis hubungan antara pendidikan ayah, pendidikan ibu,

pendapatan orangtua, pengetahuan serta sikap orangtua dengan kelengkapan

imunisasi didapatkan, hanya pengetahuan orangtua yang memiliki hubungan

bermakna dengan kelengkapan imunisasi dasar. Dari faktor yang bermakna, dicari

nilai rasio prevalensi dan didapatkan nilai 1,8 yang berarti kelompok responden

dengan pengetahuan tinggi memiliki prevalensi kelengkapan imunisasi dasar 1,8 kali

lebih besar dibandingkan dengan kelompok dengan pengetahuan sedang serta rendah.

Faktor dukungan keluarga, efek samping imunisasi, sikap petugas kesehatan dan

tempat pelayanan imunisasi juga berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar.

Kelengkapan imunisasi dasar juga dipengaruhi oleh ketersediaan vaksin di puskesmas

dan posyandu (2,6)

Analisis hubungan antara pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan orangtua,

pengetahuan serta sikap orangtua dengan kelengkapan imunisasi didapatkan, hanya

pengetahuan orangtua yang memiliki hubungan bermakna dengan kelengkapan

imunisasi dasar. Dari faktor yang bermakna, dicari nilai rasio prevalensi dan

didapatkan nilai 1,8 yang berarti kelompok responden dengan pengetahuan tinggi

memiliki prevalensi kelengkapan imunisasi dasar 1,8 kali lebih besar dibandingkan

dengan kelompok dengan pengetahuan sedang serta rendah(1).

Pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Rasa ketakutan pada

efek samping vaksinasi menjadi lebih dominan dibandingkan dengan ketakutan

terhadap penyakitnya. Padahal akibat dari penyakit jelas lebih membahayakan

dibandingkan dengan dampak imunisasi. Kebutuhan belajar orang tua tentang tentang

KIPI. Ketidaktahuan orang tua mengenai KIPI membuat orang tua khawatir dan

membuat mereka lambat membawa anak untuk menerima imunisasi. Anak yang

terkena campak, dapat mengalami demam tinggi (terjadi pada 90% kasus) sehingga

mengalami kejang (anak yang mempunyai riwayat kejang demam), dapat mengalami

Page 5: Analisis Jurnal

pneumonia (40% kasus) atau dapat mengalami ensefalitis 2% sebagai komplikasi

campak. Sedangkan akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila dibandingkan

dengan penyakitnya, demam akan timbul satu minggu setelah imunisasi terjadi pada

sekitar 10% dari anak yang diimunisasi dan dapat diobati dengan obat penurun panas.

Efek samping dari vaksinasi ini, dikenal dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

(KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) yakni kejadian medik

yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek samping,

toksisitas, reaksi sensivitas, efek farmakologis, atau kesalahan program, koinsidensi,

reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat di tentukan (9).

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan

(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Imunisasi juga

merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif untuk menghindari

terjangkitnya penyakit infeksi. Dengan demikian, angka kejadian penyakit infeksi

akan menurun, kecacatan serta kematian yang ditimbulkannya pun akan berkurang.

Bayi yang lahir mempunyai kekebalan alami yang diterima dari ibunya saat masih

dalam kandungan. Kekebalan ini didapat melalui placenta dan akan habis kira-kira

setelah bayi berusia 6 bulan. Pada usia ini seorang anak menjadi sasaran yang mudah

dijangkiti penyakit. Untuk mencegahnya, suntikan imunisasi harus diberikan sedini

mungkin. Pada dasarnya imunisasi ada 2 jenis (7):

1. Imunisasi Pasif (Passive Immunization)

Imunisasi adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat

kekebalan tubuhnya didapatkan dari luar. Imunisasi pasif dibagi menjadi 2 :

a) Imunisasi pasif alamiah

Adalah antibodi yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu yang merupakan

orang tua kandung langsung ketika berada dalam kandungan.

b) Imunisasi pasif buatan

Adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan serum untuk mencegah

penyakit tertentu.

2. Imunisasi Aktif (Passive Immunization)

Page 6: Analisis Jurnal

Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh

yang secara aktif membentuk zat antibodi.

a) Imunisasi aktif alamiah

Adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari suatu

penyakit.

b) Imunisasi aktif buatan

Adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk

mendapatkan perlindungan dari suatu penyakit. Imunisasi Aktif (Active

Immunization) Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :

1) BCG, untuk mencegah penyakit TBC.

2) DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.

3) Polio, untuk mencegah penyakit poliomyelitis.

4) Campak untuk mencegah penyakit campak (measles) (4,7).

Permasalahan kesehatan tahun 2012 khususnya terdapat pada bidang imunisasi

dasar lengkap yang termasuk didalam penyakit menular yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I) harus mendapat perhatian lebih oleh banyak pihak. Beberapa

diantaranya penyakit Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus Neonatorum, Tuberkolosis,

Hepatitis B dan Polio. Apabila penyakit menular ini tidak segera dilakukan

pencegahan dengan pemberian imunisasi lengkap, maka akan menyebabkan kematian

ataupun kecacatan pada penderita (3).

Penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) adalah penyakit

yang diharapkan dapat diberantas atau ditekan dengan pelaksanaan program

imunisasi.Imunisasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk menimbulkan ataupun

meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap paparan penyakit.Prevalensi kasus

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi terkadang menunjukkan peningkatan

maupun penurunan, tergantung jenis penyakit menular (3).

Program imunisasi dasar, Lima Imunisasi dasar Lengkap (LIL), yang

dicanangkan oleh pemerintah bagi bayi meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis

Polio, 4 dosis Hepatitis B dan 1 dosis Campak. Namun pada kenyataannya program

Page 7: Analisis Jurnal

imunisasi dasar lengkap yang telah dilakukan tidak seluruhnya berhasil dan masih

banyak bayi atau balita status kelengkapan imunisasinya belum lengkap, banyak

faktor yang menyebabkan kelengkapan imunisasi, faktor tersebut antara lain sikap

petugas, lokasi imunisasi, kehadiran petugas, usia ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat

pendapatan keluarga per bulan, kepercayaan terhadap dampak buruk pemberian

imunisasi, status pekerjaan ibu, tradisi keluarga, tingkat pengetahuan ibu, dan

dukungan keluarga (3).

Anak yang sedang sakit memang menjadi kontraindikasi untuk imunisasi tetapi

tidak bisa dijadikan alasan ketidaklengkapan karena imunisasi dapat dilakukan bila

anak tersebut telah sembuh dari sakit. Efek samping seperti demam atau anak rewel

tidak seharusnya menjadi alasan karena ringan dan dapat diatasi. Untuk itu, tenaga

kesehatan disarankan untuk memberikan penjelasan mengenai efek samping

imunisasi yang dapat terjadi, serta apa yang harus dilakukan orangtua jika terjadi efek

samping. Masyarakat juga perlu diberi penjelasan mengenai catch-up immunization

sehingga anak-anak yang sakit bisa tetap mendapatkan imunisasi(1).

Lima variabel yang diteliti berkaitan dengan kelengkapan imunisasi yaitu

pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan per kapita keluarga per bulan, serta

pengetahuan dan sikap terhadap imunisasi. Secara statistik, tidak terdapat hubungan

antara pendidikan orangtua dengan kelengkapan imunisasi dasar. Anak balita dengan

ayah yang berpendidikan sedang justru memiliki kelengkapan imunisasi dasar yang

lebih tinggi daripada anak dengan ayah berpendidikan tinggi, begitu juga dengan

variabel pendidikan ibu. Hasil ini sesuai dengan penelitian analisis faktor risiko

ketidaklengkapan imunisasi di Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, yang

juga tidak mendapatkan hubungan antara pendidikan orangtua dengan kelengkapan

imunisasi.8 Namun, hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan

di Kabupaten Aceh Besar tahun 1998- 1999.9 Pada penelitian tersebut didapatkan

adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi.

Selain itu penelitian M. Ali 2002 menyatakan bahwa pendidikan sebenarnya sangat

penting dalam mempengaruhi pengertian dan partisipasi orang tua dalam program

Page 8: Analisis Jurnal

imunisasi. Dengan pendidikan yang semakin tinggi, maka orangtua cenderung

menggunakan sarana kesehatan sebagai suatu upaya pencegahan bukan pengobatan.

Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh penyebaran sampel yang tidak merata pada

tiap kelompok(1). Laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003,

menunjukkan persentase anak umur 12-23 bulan, yang telah mendapat imunisasi

terhadap enam penyakit anak utama yang bisa dicegah dengan imunisasi pada umur

12 bulan, seperti yang dianjurkan pemerintah. Secara keseluruhan, 44% anak umur

12-23 bulan telah diimunisasi lengkap terhadap penyakit-penyakit ini sebelum

mencapai hari ulang tahun pertama. Cakupan tertinggi adalah untuk Bacille Calmette

Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus 1 (DPT 1 ) dan Polio 1 yang berkisar dari

80% hingga 36%. Anak belum diimunisasi lengkap terhadap polio pada usia 1 tahun

(43% anak berumur 12-23 bulan telah mencapai 4 dosis). Enam puluh tiga persen

anak umur 12-23 bulan mendapat imunisasi campak, 11% anak berumur 12-23 bulan

belum mendapat satupun dari imunisasi yang dianjurkan. (Badan Pusat Statistik

(BPS) dan Opinion Research Corporation (11).

Dari hasil analisis data pada penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut

(11):

1. Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

2. Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan

imunisasi dasar pada bayi.

3. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar,

yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi akan

berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

4. Motivasi ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar

yang berarti bahwa semakin baik motivasi ibu akan berpengaruh meningkatkan

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

Page 9: Analisis Jurnal

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas sejumlah saran diberikan untuk

meningkatkan kelengakapan imunisasi bayi kepada (11):

1. Tenaga Kesehatan

a. Berupaya untuk meningkatan pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar bagi

bayi sehingga ibu yang mempunyai bayi berusaha meningkatkan kelengkapan

imunisasi bayi melalui penyuluhanpenyuluhan di masyarakat.

b. Berupaya untuk meningkatan motivasi ibu dengan memberikan informasi tentang

imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan bayi dan meningkatkan

kelengkapan imunisasi bayi.

2. Ibu yang mempunyai bayi

a. Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang manfaat imunisasi bagi anaknya.

b. Agar mempunyai motivasi yang besar dalam meningkatkan kesehatan bayi dan

keluarganya

Keberhasilan imunisasi sangat dipengaruhi oleh kerjasama atau dukungan dari

orangtua bayi. Persepsi orang tua terhadap imunisasi berbeda-beda, ada yang

menerima dan ada juga yang menolak atau tidak menerima. Jika seseorang sudah

mempunyai persepsi menerima tentang adanya imunisasi untuk bayinya maka akan

timbul perilaku dalam diri orangtua untuk mengimunisasikan bayinya. Perilaku

adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang

bersangkutan. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang dapat diamati dan

aktivitas yang tidak dapat diamati (10).

Pengetahuan orang tua merupakan satu-satunya variabel yang memiliki

hubungan bermakna dengan kelengkapan imunisasi dasar. Kelompok orangtua

dengan pengetahuan yang baik menunjukkan angka kelengkapan imunisasi dasar

yang lebih tinggi daripada kelompok lainnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian di

Puskesmas Lanjas Kabupaten Barito Utara, yang mendapatkan bahwa pengetahuan

ibu memiliki hubungan yang bermakna dengan kelengkapan imunisasi.12 Namun,

berbeda dengan penelitian Masjkuri tentang pengetahuan orang tua tentang imunisasi

di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan penelitian Suharsono tentang pengetahuan,

Page 10: Analisis Jurnal

sikap, dan perilaku ibu-ibu etnis Tionghoa tentang imunisasi di Kecamatan Kelapa

Kampit, Kabupaten Belitung, yang tidak mendapatkan hubungan antara pengetahuan

orangtua dengan status imunisasi anak.10 Pengetahuan ikut berperan dalam

mengambil berbagai keputusan. Pengetahuan masyarakat yang minim mengenai

imunisasi dapat menyebabkan keikutsertaan dalam program imunisasi juga minim(1).

Program imunisasi merupakan cara terbaik untuk melindungi seseorang dari

serangan penyakit yang berbahaya dan mematikan khususnya bagi bayi dan anak-

anak karena dengan adanya imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka

morbiditas dan mortalitas, serta mampu mengurangi kecacatan akibat penyakit (4).

Menurut Kep. Menkes Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005, program

pengembangan imunisasi mencakup satu kali HB-0, satu kali imunisasi BCG, tiga

kali imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak.

Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur < 3 bulan, imunisasi polio pada saat bayi

baru lahir dan tiga dosis berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat empat

minggu, imunisasi DPT-HB diberikan pada bayi umur 2-4 bulan dengan interval

waktu empat mnggu, imunisasi campak paling dini umur sembilan bulan (4).

Keberhasilan pelaksanaan program imunisasi tergantung pada beberapa faktor di

antaranya adalah pelayanan kesehatan, kondisi sosial masyarakat dan faktor ibu itu

sendiri. Status imunisasi anak dipengaruhi oleh perilaku orang tua sebagai orang tua

bertanggung jawab atas kesehatan dan masa depan anaknya. Perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan khususnya tentang kelengkapan status imunisasi

ditentukan oleh pengetahuan, pendidikan, sikap, kepercayaan, tradisi, ketersediaan

fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2013 menunjukkan cakupan imunisasi secara nasional bayi dengan usia

12-23 bulan yaitu 59,2 % sudah mendapatkan imunisasi lengkap, 32,1% tidak

lengkap, dan 8,7% tidak diimunisasi. Berdasarkan jenis imunisasi persentase tertinggi

adalah BCG (87,6%) dan terendah DPT-HB3 (75,6%) (4).

Hal itu karena masih ada hambatan geografis, jarak, jangkauan layanan,

transportasi, ekonomi dan lain-lain (Depkes, 2003). Walaupun pemerintah telah

Page 11: Analisis Jurnal

menargetkan imunisasi seperti yang telah disebutkan di atas, namun pada

kenyataannya kegiatan imunisasi sendiri masih kurang mendapat perhatian dari

masyarakat yang memiliki bayi. Tidak sedikit ibu-ibu yang tidak bersedia untuk

mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut akan efek samping imunisasi yang di

sertai pengetahuan masyarakat yang rendah tentang imunisasi (5).

Pemberian imunisasi akan dilaksanakan apabila ada peran serta dan kesadaran

dari masyarakat khususnya ibu, perilaku ibu dalam ketepatan pemberian imunisasi

masih banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Green (1980) dalam

Notoatmodjo (2003) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya faktor

presdiposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

tradisi, dan kepercayaan. Pengetahuan pada masyarakat sangat penting, perubahan

sikap yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang

tidak di dasari oleh pengetahuan. Banyak faktor yang menyebabkan belum

optimalnya pemberian imunisasi DPT Combo dan Campak yaitu tingkat pengetahuan

masyarakat yang rendah terhadap imunisasi. Oleh karena itu pengetahuan masyarakat

perlu di tingkatkan sehingga mengerti betapa besarnya pemberian imunisasi pada

balita (5).

Dalam masalah ini seharusnya petugas kesehatan dan kader mendatangi rumah

ibu yang mempunyai balita dan memberikan sedikit informasi tentang imunisasi.

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam imunisasi adalah ketepatan jadwal

imunisasi. Apabila ibu tidak tepat dalam mengimunisasikan bayinya akan

berpengaruh terhadap kekebalan dan kerentanan bayi terhadap suatu penyakit.

Sehingga bayi harus mendapatkan imunisasi tepat waktu agar terlindung dari

berbagai penyakit berbahaya. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketepatan jadwal

imunisasi adalah tingkat pengetahuan ibu (5).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan

pengindraan (penglihatan, pendengaran, raba, rasa dan penciuman) terhadap suatu

objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk perilaku seseorang. Kurangnya informasi yang didapat juga

Page 12: Analisis Jurnal

menyebabkan kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi dasar balita. Informasi

akan memberi pengaruh pada pengetahuan seseorang. Informasi yang didapat

dipengaruhi juga oleh faktor sosial ekonomi seperti pekerjaan dan penghasilan dalam

Keluarga. Pengetahuan yang dipengaruhi faktor sosial ekonomi, didasarkan pada

lingkungan sosial yang mendukung tingginya pengetahuan seseorang dan ekonomi

yang erat kaitannya dengan pendidikan. Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh

proses kehidupan dan segala bentuk interaksi individu dengan lingkungannya baik

secara formal maupun informal (8).

Page 13: Analisis Jurnal

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan dan saran

Didapatkan 61% anak balita memiliki status imunisasi dasar yang lengkap dan

39% lainnya tidak lengkap. Hampir semua responden memiliki pengetahuan (86%)

dan sikap (96,2%) yang baik terhadap imunisasi. Adapun alasan ketidaklengkapan

imunisasi dasar terbanyak ialah orangtua tidak tahu jadwal imunisasi (34,8%).

Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan orangtua mengenai imunisasi

dengan kelengkapan imunisasi dasar dasar anak balita di poliklinik anak beberapa

rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya(1).

Pemberian imunisasi pada balita tidak hanya memberikan pencegahan terhadap

anak tersebut, tetapi akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan

mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya peningkatan imunitas (daya

tahan tubuh terhadap penyakit tertentu) secara umum di masyarakat. Dimana, jika

terjadi wabah penyakit menular, maka hal ini akan meningkatkan angka kematian

bayi dan balita. Angka kematian bayi dan balita yang tinggi di Indonesia

menyebabkan turunnya derajat kesehatan masyarakat. Masalah ini mencerminkan

perlunya keikutsertaan Pemerintah di tingkat nasional untuk untuk mendukung dan

mempertahankan pengawasan program imunisasi di Indonesia untuk terus menekan

angka kematian bayi dan balita, program imunisasi ini terus digalakkan Pemerintah

Indonesia (10).

Mungkin untuk pelayanan kesehatan di indonesia lebih memperhatikan

pelayanan kelengkapan imunisasi pada bayi dan balita agar untuk kedepannya angka

kematian anak bisa diselesaikan oleh pemerintah yang bertanggung jawab karena

mereka adalah calon generasi penerus bangsa yang wajib kita jaga kesehatannya.

Page 14: Analisis Jurnal

DAFTAR PUSTAKA

1. Mathilda Albertina, Sari Febriana,dkk. Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Balita

dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di Poliklinik Anak Beberapa Rumah Sakit di

Jakarta dan Sekitarnya pada Bulan Maret 2008. Sari Pediatri,2009 11(1) : 1-7.

2. 142Ningrum E P, Sulastri. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan

Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Puskesmas Banyudono Kabupaten Boyolali Berita

Ilmu Keperawatan. 2008; 1(1): 7-12.

3. Albertina Mathilda dkk. Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Balita dan Faktor-Faktor

yang Berhubungan di Poliklinik Anak Beberapa Rumah Sakit di Jakarta dan

Sekitarnya pada Maret 2008.Sari Pediatri 2009;11(1):1-7.

4. Dwiastuti Putri, Prayitno Nanang. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pemberian Imunisasi BCG Di Wilayah Puskesmas UPT Cimanggis Kota Depok

Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 2013; 5(1): 36–41.

5. Afriani Tri dkk. Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi

Dasar Pada Anak Dan Pengelolaan Vaksin Di Puskesmas Dan Posyandu Kecamatan

X Kota Depok. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2014; 17(2): 135–145.

6. Mandesa Ertawati M, dkk. Pengaruh Pedidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan

Dan Sikap Orang Tua Tentang Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (Kipi). Ejournal

keperawatan (e-Kp). 2014; 2(1): 1–8

7. Lumangkun Karen, dkk. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Imunisasi

Dasar Anak Berumur Tiga Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Kombos Kota

Manado. Jurnal Ilmiah kesehatan Akbid Uniska Kendal. 2014; 3(2): 1-14.

8. Rahmawati A I, dkk. Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar Di

Kelurahan Krembangan Utara. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2014; 2(1): 59-70.

9. Irawati Dian. Faktor Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Ketepatan

Imunisasi Dpt Combo Dan Campak Di Pasuruan. Hospital Majapahit. 2011; 3(1): 1-

14.

Page 15: Analisis Jurnal

10. Astuti I P, dkk. Hubungan Persepsi Dan Perilaku Ibu Terhadap Imunisasi Tambahan

Pada Bayi (Usia 2 Bulan-12 Bulan) Dengan Kejadian Pneumonia. Jurnal Ilmiah

Kebidanan. 2014; 5(2): 51-59.

11. Karina A N, Warsito B E. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Balita. Jurnal

Nursing Studies. 2012; 1(1): 30-35.