analisis jurnal klp. f1

25
Analisis Jurnal 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Pasien-pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) memiliki risiko tinggi mengalami infeksi dibandingkan dengan pasien lainnya. Seperti diketahui, pasien yang dirawat di ICU mempunyai pertahanan tubuh yang rendah, monitoring keadaan secara invasive, terpapar dengan berbagai jenis antibiotika dan terjadi kolonisasi oleh mikroorganisme resisten sehingga mengakibatkan pasien-pasien yang dirawat di ICU mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami infeksi. Infeksi nosokomial merupakan kejadian yang sering terjadi di rumah sakit dan dapat menimbulkan kerugian bagi pasien, keluarga dan rumah sakit itu sendiri. Salah satu infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah pada pasien-pasien yang terpasang CVC ( Central Venous Catheter ). Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien setelah 3x24 jam setelah dilakukan perawatan di rumah sakit. 1 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Upload: martini-garfield

Post on 08-Apr-2016

156 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat

menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari

orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri

(endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan

karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan

benda atau bahan-bahan yang tidak steril.

Pasien-pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) memiliki risiko tinggi

mengalami infeksi dibandingkan dengan pasien lainnya. Seperti diketahui, pasien yang

dirawat di ICU mempunyai pertahanan tubuh yang rendah, monitoring keadaan secara

invasive, terpapar dengan berbagai jenis antibiotika dan terjadi kolonisasi oleh

mikroorganisme resisten sehingga mengakibatkan pasien-pasien yang dirawat di ICU

mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami infeksi.

Infeksi nosokomial merupakan kejadian yang sering terjadi di rumah sakit dan dapat

menimbulkan kerugian bagi pasien, keluarga dan rumah sakit itu sendiri. Salah satu infeksi

nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah pada pasien-pasien yang terpasang

CVC (Central Venous Catheter). Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien

setelah 3x24 jam setelah dilakukan perawatan di rumah sakit. Salah satu jenis infeksi

nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah.

Infeksi menjadi penyebab kematian utama di kebanyakan unit perawatan khusus. Di

beberapa negara Eropa dan Amerika, infeksi berkisar 1% sedangkan di beberapa tempat di

Asia, Amerika Latin, dan Sub-Sahara Afrika mencapai 4%. Survei yang dilakukan oleh

WHO pada tahun 1987 di Eropa, Mediterania timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat,

ditemukan 8,7% dari seluruh pasien dirumah sakit menderita infeksi. Akibatnya 1,4 juta

pasien di dunia terkena infeksi yang didapat di rumah sakit. Di Negara-negara berkembang

termasuk Indonesia, kejadian infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Menurut penelitian yang

dilakukan di dua kota besar Indonesia didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial sekitar

39%-60%. Di Negara-negara berkembang terjadinya infeksi nosokomial tinggi karena

1 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 2: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang

tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak oleh pasien (Sumaryono. 2005).

Kateter sebagai akses vena sentral, merupakan jalur masuk kuman yang sangat

potensial karena menghubungkan dunia luar langsung ke sirkulasi darah. Angkanya cukup

mencemaskan. Komplikasi infeksi pada penggunaan CVC berkisar dari 5-26 %. Di Amerika

Serikat saja, dengan asumsi setiap tahunnya terdapat 15 juta hari penggunaan CVC di ICU,

diperkirakan terjadi 80.000 kasus infeksi terkait CVC.

Karena itu, pada setiap penderita yang menggunakan CVC yang kemudian

menunjukkan tanda dan gejala infeksi tanpa sumber yang tidak jelas, anggap saja bahwa

CVC tersebut menjadi sumber infeksinya. Jika terdapat kecurigaan infeksi yang berkaitan

dengan CVC maka harus diambil dua contoh kultur darah untuk evaluasi terjadinya

bakteremia (Wikipedia, 2012).

Berdasarkan data yang diperoleh dari 4 ruangan intensif yaitu HCU, ICCU, ICU, dan

Burn Unit tentang pengkajian pemasangan CVC sudah sesuai dengan prosedur dalam

pencegahan infeksi. Selain itu perawatan juga sudah dilakukan setiap hari dengan

menggunakan standar operasional rumah sakit.

Salah satu upaya untuk menekan angka kejadian infeksi aliran atau sirkulasi darah

adalah dengan melakukan perawatan kateter sentral dengan kualitas yang baik sesuai dengan

standar operasional perawatan kateter dan prosedur pencegahan infeksi. Berdasarkan

pemaparan di atas maka penulis berasumsi bahwa jurnal tentang menurunkan angka kejadian

infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter pada perawatan pasien intensif

penting untuk dibahas karena penurunan infeksi merupakan salah satu kriteria dalam

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

1.2 Rumusan masalah

Bagaimanakah cara menurunkan angka kejadian infeksi aliran darah dalam

pemakaian kateter di ICU?

1.3 Tujuan

Tujuan umum

Untuk mengetahui cara menurunkan angka kejadian infeksi aliran darah dalam

pemakaian kateter di ICU

2 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 3: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

Tujuan khusus

1. Menjelaskan definisi, indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter vena

sentral

2. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi aliran darah

3. Menjelaskan prosedur perawatan kateter vena sentral

4. Memaparkan prosedur perawatan kateter vena sentral di ruangan intensif

1.4 Manfaat

Teoritis

Untuk menambah pengetahuan dalam hal menurunkan angka kejadian infeksi

dalam pemakaian kateter sentral pada perawatan pasien intensif khususnya di ICU

sehingga memungkinkan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

Praktis

Untuk menerapkan pedoman pencegahan infeksi dalam pemakaian kateter sentral

pada perawatan pasien intensif sehingga meminimalisasi kejadian infeksi khususnya

di ICU.

3 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 4: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi, indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter vena sentral

Kateter Vena Sentral (CVC) adalah metode pemantauan invasif yang umum

digunakan untuk pemantauan yang terus menerus dari status peredaran darah pasien dan

merupakan jalan masuk menuju vena sentral. Tujuan dari pemasangan CVC adalah :

Untuk menilai jumlah cairan dalam tubuh

Menentukan tekanan atrium kanan atau vena sentral

Mengevaluasi kegagalan sirkulasi

Untuk memberikan cairan parenteral yang bersifat hipertonik, yang apabila

diberikan melalui vena tepi akan mudah menyebabkan plebitis

Untuk memberikan obat-obatan parenteral atau intravena terutama dalam

keadaan darurat

Untuk memberikan cairan dengan tepat dan dengan jumah yang banyak

apabila melalui vena tepi tidak dapat atau kolaps

Indikasi pasien dipasang CVC secara umum pasien yang kritis membutuhkan

pemasukan cairan atau obat atau pengukuran volume darah pada kasus - kasus :

Operasi besar

Status kekurangan cairan darah

Kecelakaan (pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang

banyak yang dapat menimbulkan syok.)

Penyakit kardiovaskuler berat.

Kateterisasi jantung kanan dalam pemantauan hemodinamik

(Arif, Syafri K, 2010)

Kontraindikasi :

Absolut :

SVC sindrom

Infeksi pd area insersi

Relatif :

Koagulopati

Insersi kawat pacemaker

Disfungsi kontralateral diafragma

4 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 5: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

Pembedahan leher

Lokasi insersi untuk CVC

Menurut Smeltzer (2002), lokasi umum insersi adalah :

1. Vena Subclavia (dekat dada)

2. Vena Jugular eksternal (leher)

3. Vena Jugular internal (leher)

4. Vena Femoral (pangkal paha)

5. Vena Basilic atau Cephalic (lengan)

6. Vena Umbilical (“pada bayi”)

Gambar 1. Lokasi insersi untuk CVC

2.2 Tanda dan gejala infeksi aliran darah

5 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 6: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

Salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah

yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain agent yang masuk ke dalam tubuh

memiliki virulensi yang kuat, hospes yang lemah, dan memiliki daya imun yang rendah,

(Azwar, S., 1994). Selain itu juga akibat dari prosedur pemasangan kateter yang tidak

memperhatikan teknik aseptik. Kateter terlalu lama terpasang dan kualitas perawatan

kateter yang kurang baik (Tietjen, Linda, dkk. 2004).

Tanda-tanda terjainya infeksi pada CVC adalah:

Adanya kuman pathogen pada hasil kultur

Menggigil

Kulit teraba hangat

Panas/hipertermi (>38 0 C)

Adanya nyeri

Takikardi

Terjadi flebitis/bengkak

Tampak kemerahan di area pungsi

Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan WBC

Menurut sumber, faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi yaitu interaksi antara

pejamu/host (pasien, perawat, dokter), agen (mikroorganisme patogen) dan lingkungan.

Pejamu :

- Usia

- Penyakit dasar yang menurunkan imunitas pejamu

- Sistem imun

- Faktor psikologis

Mikroorganisme :

- Kemampuan menempel pada permukaan sel pejamu

- Kemampuan invasi dan reproduksi

- Kemampuan memproduksi toksin

- Kemampuan menekan sistem imun pejamu

- Dosis yang tak efektif ( obat )

(Smeltzer, 2002)

2.3 Prosedur perawatan kateter vena sentral

6 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 7: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

Kualitas perawatan kateter vena sentral merupakan tingkat pemberian pelayanan

keperawatan berupa perawatan kateter sesuai standar operasional perawatan kateter

dengan mengacu pada standar pelayanan profesi keperawatan. Perawatan kateter pada

pasien-pasien terpasang kateter vena sentral mutlak dilakukan untuk meminimalkan

dampak yang tidak diinginkan berupa terjadinya infeksi nosokomial pada aliran darah.

Menurut teori, perawatan CVC dilakukan dengan cara aseptik, biasanya

penggantian balutan dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan.

Pasien ditempatkan pada posisi fowler renda untuk penggantian balutan. Perawat dan

pasien dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi lewat udara dengan menggunakan

masker selama penggantian balutan. Balutan lama dibuang dengan hati – hati untuk

mencegah kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter

terlipat, nyeri tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan

membersihkan area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan

iodine. Alcohol dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan iodine.

Salet antibiotic diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi tersebut ditutup

dengan balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter. Bantalan kassa atau

balutan transparan ditempatkan ditengah area.

Keuntungan dari pengunaan balutan transparan dari pada bantalan kassa adalah

balutan ini memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih sering terhadap sisi

kateter, melekat dengan baik, dan lebih nyaman untuk pasien. Balutan dan selang diberi

label tanggal serta waktu penggantian balutan (Smeltzer, 2002).

2.4 Prosedur perawatan kateter sentral di ruangan intensif

Kualitas perawatan CVC didasarkan pada pemberian perawatan kateter yang

dilakukan oleh perawat yang meliputi standar operasional perawatan kateter dan

prosedur pencegahan infeksi aliran darah. Dalam pelaksanaannya, perawat diharapkan

mampu mematuhi standar serta prosedur yang telah ditetapkan sehingga nantinya dapat

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

Di ruang intensif, biasanya perawatan CVC dilakukan dengan cara:

1. Melepaskan balutan CVC

2. Membersihkan area pungsi dengan alcohol

3. Mengganti balutan CVC dengan gaas steril yang diisi betadin, kemudian difiksasi

dengan plester

7 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 8: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 RINGKASAN JURNAL

3.1.1 Latar Belakang

Setiap tahun di Amerika Serikat, kateter vena sentral dapat menyebabkan estimasi

80.000 kateter terkait infeksi aliran darah dan, sebagai hasilnya, sampai dengan 28.000

kematian di antara pasien di unit perawatan intensif (ICU). Mengingat bahwa rata-rata

biaya perawatan untuk pasien dengan infeksi adalah $ 45.000, infeksi tersebut bisa

memakan biaya hingga $ 2,3 juta per tahun. Menurut National Nosocomial Infections

Surveillance (NNIS) system of the Centers for Disease Control and Prevention (CDC),

tingkat rata-rata kateter terkait aliran darah infeksi di ICU dari semua rentang jenis 1,8-

5,2 per 1000 hari penggunaan kateter. Intervensi bertujuan menurunkan tingkat infeksi

yang diperlukan untuk mengurangi konsekuensi serius terhadap kesehatan masyarakat

dari infeksi yang didapat di rumah sakit.

Berapa banyak jumlah dari infeksi ini yang dapat dicegah masih belum diketahui.

Beberapa studi single rumah sakit dan dua studi multicenter telah menunjukkan

penurunan tingkat infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateterisasi. Untuk

membangun penelitian ini, kami mempelajari sejauh mana infeksi ini dapat dikurangi di

Michigan, dengan menggunakan intervensi sebagai bagian dari keamanan di seluruh

negara bagian tentang pasien di ICU, yang dikenal sebagai the Michigan Health and

Hospital Association (MHA) Keystone Center for Patient Safety and Quality Keystone

ICU project, yang didanai terutama oleh Agency for Healthcare Research and Quality

(AHRQ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek intervensi hingga 18

bulan setelah implementasi.

Selain intervensi untuk mengurangi tingkat infeksi aliran darah yang berhubungan

dengan kateterisasi, ICU menerapkan penggunaan lembar target harian untuk

meningkatkan komunikasi dari petugas medis ke petugas medis lainnya dalam ICU,

intervensi untuk mengurangi kejadian pneumonia yang berhubungan dengan ventilator,

dan program satuan berbasis keamanan yang komprehensif untuk meningkatkan budaya

keselamatan. Periode penting untuk pelaksanaan setiap intervensi diperkirakan 3 bulan.

Rumah sakit mulai dengan pelaksanaan selamatan unit-berbasis program dan penggunaan

8 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 9: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

lembar tujuan harian dan kemudian, dalam urutan apapun, dilaksanakan dua intervensi

lainnya selama 6 bulan berikutnya.

Sebelum menerapkan salah satu komponen dari intervensi studi, ICU diminta

untuk menunjuk setidaknya satu dokter dan satu perawat sebagai tim pemimpin. Para

pemimpin tim diperintahkan dan diintervensi dalam ilmu keselamatan dan kemudian

informasi ini disebarluaskan kepada rekan-rekan mereka. Pelatihan para pemimpin tim

dicapai melalui panggilan konferensi setiap minggu lainnya, pembinaan oleh staf

penelitian, dan mengadakan pertemuan negara tiap dua kali setahun. Tim menerima

informasi pendukung tentang efektivitas setiap komponen intervensi, saran untuk

mengimplementasikannya, dan instruksi dalam metode pengumpulan data.

3.1.2 Metode

1. Pengukuran dan Kategorisasi Data

Pada seluruh studi ini, data angka kejadian infeksi aliran darah berkaitan dengan

pemakaian kateter dikumpulkan setiap bulan dari seorang praktisi pengendalian infeksi

Rumah Sakit yang telah terlatih. Staf pengendalian infeksi di Rumah Sakit telah

mengecek kultur yang terkontaminasi sebelum memasukkan data untuk penelitian. Kami

mendefinisikan kateter sentral sebagai kateter yang berujung pada jantung atau dekat

dengan jantung atau di pembuluh darah besar dekat jantung, dimana termasuk kateter

sentral yang dimasukkan lewat perifer. Data laju infeksi selama 3 bulanan dihitung

sebagai angka infeksi per 1000 catheter-days untuk tiap periode 3 bulan.

2. Pemaparan, Hasil, Dan Hipotesis Studi

Kami memaparkan intervensi penelitian menjadi 6 kategori variabel sementara,

membandingkan nilai setiap variabel dengan nilai dasar. Hasilnya adalah data per 3 bulan

dari angka infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter. Analisis termasuk 3

karakteristik Rumah Sakit, yang diperoleh dari panduan American Hospital Association

yaitu status pengajaran (variabel biner), kapasitas bed (varibel kontinyu), dan wilayah

geografis (8 kategori). Rumah Sakit pendidikan diharuskan menjadi anggota dari Council

of Teaching Hospitals Health Systems dan harus disetujui untuk pelatihan residensi oleh

Accreditation Council for Graduate Medical Education atau American Osteopathic

Association. Hipotesis utama studi adalah angka laju infeksi aliran darah berkaitan

dengan pemakaian kateter akan menurun selama 3 bulan pertama setelah implementasi.

9 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 10: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

Hipotesa kedua adalah penurunan angka infeksi yang diobservasi antara 0-3 bulan setelah

implementasi akan bertahan selama periode pengamatan selanjutnya.

Definisi infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter pada orang dewasa,

sesuai pedoman National Nosocomial Infections Surveillance System (NNIS) :

Adanya kultur kuman patogen yang didapatkan dari 1 atau lebih sampel darah dan

kultur organisme dari darah tidak berkaitan dengan infeksi yang terjadi di area lain

atau menunjukkan salah satu gejala di bawah ini yaitu :

- Panas (temperature >38 0 C)

- Menggigil

- Hipotensi

Tanda dan gejala dan hasil yang positif tidak berkaitan dengan infeksi yang terjadi

di area lain

Menunjukkan salah satu tanda di bawah ini yaitu :

- Kontaminan/ bakteri kulit yang umum ( Diphtheroids, Bacillus spesies,

Propionibacterium spesies, Coagulase-negative staphylococci atau

Micrococci) didapatkan dari 2 atau lebih sampel darah yang diambil pada

waktu yang berbeda

- Kontaminan/ bakteri kulit yang umum, didapatkan dari paling tidak 1 kultur

darah dari sampel pasien dengan pemakaian kateter intravascular

- Tes antigen positif pada darah (Haemophillus influenza, Streptococcus

pneumonia, Neisseria meningitides, atau grup B Streptococcus)

3. Analisa Statistik

Sampel yang digunakan sebanyak 103 ICU. Karena distribusi data tidak normal

dalam penelitian median dan rentang  interkuartil  digunakan untuk meringkas data.

Median dibandingkan dengan dasar nilai-nilai dengan penggunaan test Wilcoxon dua-

sampel. Kami menggunakan perangkat lunak Stata (versi 9.1) untuk analisis.

4. Prosedur Intervensi (Perawatan CVC)

Intervensi studi ditargetkan kepada petugas medis. Lima basis bukti prosedur telah

direkomendasikan oleh CDC dan diidentifikasi memiliki pengaruh terbesar pada tingkat

kateter terkait infeksi aliran darah dan merupakan hambatan terendah untuk pelaksanaan

implementasi.

10 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 11: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

Prosedur yang direkomendasikan adalah mencuci tangan, menggunakan pelindung

selama pemasangan kateter vena sentral, membersihkan kulit dengan chlorhexidin,

menghindari akses femoralis jika mungkin, dan melepas kateter yang tidak perlu.

Secara singkat, tenaga kesehatan dididik tentang praktik untuk mengontrol infeksi

dan kerusakan yang disebabkan dari kateter terkait infeksi aliran darah. Checklist

digunakan untuk memastikan kepatuhan terhadap pengendalian infeksi di lapangan.

3.1.3 Hasil Penelitian

Di ICU, implementasi penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan Juni

sampai Agustus 2004 setelah data awal didapatkan, dimana rata-rata jumlah kateter harian

yang digunakan sebanyak 4779 per bulan. Peneliti menerapkan intervensi sederhana dan

murah untuk mengurangi infeksi di 103 ICU, yaitu melakukan perawatan CVC dengan

menggunakan chlorhexidin untuk desinfeksi dan menggunakan teknik aseptic dalam

perawatan.

Bersamaan dengan intervensi yang dilaksanakan,, angka kejadian infeksi

mengalami penurunan dari 2,7 (rata-rata 7,7) infeksi per 1000 penggunaan kateter

menjadi 0 (rata-rata 2,3) dalam 3 bulan setelah implementasi dalam penelitian intervensi

(p≤0,002) dan bertahan 0 (rata-rata 1,4) sampai 18 bulan selama follow up. Perubahan

yang signifikan terjadi saat observasi pada rumah sakit pendidikan maupun non

pendidikan dan di rumah sakit - rumah sakit kecil (<200 tempat tidur) dan rumah sakit

besar (≥200 tempat tidur).

3.1.4 Kesimpulan

Analisa berfokus pada intervensi untuk mengurangi infeksi terhadap penggunaan

kateter setelah dilakukan implementasi di 103 ICU di Michigan pada tahun 2004. Peneliti

menerapkan intervensi sederhana dan murah untuk mengurangi infeksi di ICU.

Bersamaan dengan intervensi yang dilaksanakan, tingkat rata-rata infeksi menurun dari

2,7 per 1000 hari kateter pada awal menjadi 0 dalam 3 bulan setelah pelaksanaan

intervensi. Terjadi penurunan angka kejadian infeksi dari 66% pada 16 sampai 18 bulan

setelah implementasi. Penggunaan luas dari intervensi ini secara signifikan dapat

mengurangi morbiditas dan biaya perawatan yang terkait dengan kateter terkait infeksi

aliran darah. Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah :

11 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 12: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

Data organisme yang menyebabkan infeksi kateter terkait aliran darah tidak

dimasukkan, hal ini membatasi wawasan tentang mekanisme dari infeksi.

Tidak ada evaluasi kepatuhan terhadap intervensi penelitian, karena sumber daya

yang terbatas.

Tidak dapat mengevaluasi kepentingan relatif dari komponen individu dari

intervensi multifaset atau intervensi keselamatan.

Tidak adanya data infeksi aliran darah terkait pemakaian kateter dari ICU yang

tidak berpartisipasi. Namun demikian, ICU berpartisipasi dalam studi ini

menyumbang 85% dari tempat ICU di Michigan.

Data infeksi di ICU hanya dalam satu negara, yang dapat membatasi kemampuan

untuk menggeneralisasi temuan.

3.2 ANALISIS JURNAL

Menurut Smeltzer (2002) dari beberapa tindakan keperawatan salah satu terapi

yang paling sering mengakibatkan infeksi adalah terapi intravena, karena terapi ini

membuka akses vena dan sangat mudah terjadi infeksi apabila kita tidak melakukannya

dengan benar dan dengan teknik aseptik. Terapi intravena ini juga menimbulkan

kecendrungan berbagai bahaya, termasuk komplikasi local dan sistemik. Komplikasi

sistemik lebih jarang terjadi tetapi sering lebih serius dibandingkan komplikasi local

dan termasuk kelebihan sirkulasi (kelebihan beban cairan), emboli udara, reaksi demam,

dan infeksi.

Dari hasil peneliti, angka kejadian infeksi mengalami penurunan dari 2,7 (rata-rata

7,7) infeksi per 1000 penggunaan kateter menjadi 0 (rata-rata 2,3) dalam 3 bulan setelah

implementasi (perawatan CVC dengan chlorhexidine dan teknik aseptik) dalam

penelitian intervensi (p≤0,002) dan bertahan 0 (rata-rata 1,4) sampai 18 bulan selama

follow up.

Penelitian ini didukung oleh jurnal yang berjudul Chlorhexidine Compared with

Povidone-Iodine Solution for Vascular Catheter–Site Care dimana dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa kejadian infeksi aliran darah berkurang secara signifikan pada

pasien dengan akses vaskular sentral yang menerima chlorhexidine glukonat dengan

povidone-iodine untuk pada kulit yang didesinfeksi. Penggunaan chlorhexidine

glukonat adalah cara sederhana untuk mengurangi infeksi yang berhubungan dengan

kateter pembuluh darah. Chlorhexidine adalah suatu antiseptik yang termasuk golongan

12 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 13: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

bisbiguanide. Chlorhexidine merupakan antiseptik dan disinfektan yang mempunyai

efek bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram (+) dan Gram (-).

Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan dengan bakteri

Gram negatif. Chlorhexidine dapat menyebabkan kematian sel bakteri dengan

menimbulkan kebocoran sel (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi rendah) dan

koagulasi kandungan intraselular sel bakteri (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi

tinggi).Chlorhexidine akan diserap dengan sangat cepat oleh bakteri dan penyerapan ini

tergantung pada konsentrasi chlorhexidine dan pH. Chlorhexidine menyebabkan

kerusakan pada lapisan luar sel bakteri, namun kerusakan ini tidak cukup untuk

menyebabkan kematian sel atau lisisnya sel. Kemudian chlorhexidine akan melintasi

dinding sel atau membran luar, diduga melalui proses difusi pasif, dan menyerang

sitoplasmik bakteri atau membran dalam sel bakteri. Kerusakan pada membran

semipermeabel ini akan diikuti dengan keluarnya kandungan intraselular sel bakteri.

Kebocoran sel tidak secara langsung menyebabkan inaktivasi selular, namun hal ini

merupakan konsekuensi dari kematian sel. Chlorhexidine konsentrasi tinggi akan

menyebabkan koagulasi (penggumpalan) kandungan intraselular sel bakteri sehingga

sitoplasma sel menjadi beku, dan mengakibatkan penurunan kebocoran kandungan

intraselular. Jadi terdapat efek bifasik (memiliki 2 fase) chlorhexidine pada

permeabilitas membran sel bakteri, dimana peningkatan kebocoran kandungan

intraselular akan bertambah seiring bertambahnya konsentrasi chlorhexidine, namun

kebocoran ini akan menurun pada chlorhexidine konsentrasi tinggi akibat koagulasi dari

sitosol (cairan yang terletak di dalam sel) sel bakteri

(http://www.annals.org/content/136/11/792.full).

Hal tersebut juga sesuai dengan teori, dimana cara untuk mencegah infeksi pada

kateter vena sentral, yaitu dengan mengganti balutan secara aseptik. Penggantian

balutan biasanya dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan

(balutan basah atau kotor). Balutan lama dibuang dengan hati–hati untuk mencegah

kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter terlipat, nyeri

tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan membersihkan

area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan iodine. Alcohol

dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan iodine. Salet antibiotic

diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi tersebut ditutup dengan

13 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 14: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter. Bantalan kassa atau balutan

transparan ditempatkan ditengah area (Smeltzer, 2002).

Dari hasil pengamatan dilapangan yang dilakukan oleh mahasiswa selama praktek

intensif, perawatan CVC sudah dilakukan di masing – masing ruangan intensif, yaitu

ICCU, ICU, HCU, dan Burn Unit. Perawatan ini dilakukan dengan teknik aseptik

menggunakan alkohol dan betadin, kemudian ditutup dengan gaas steril lalu difiksasi

dengan plester. Perawatan CVC dilakukan sesuai waktu, yaitu dua sampai tiga kali

dalam sekali.

3.3 IMPLIKASI KEPERAWATAN

Perawat merupakan petugas kesehatan yang biasanya berada 24 jam bersama

pasien. Perawat juga merupakan petugas kesehatan yang paling sering melakukan

perawatan invasif dengan teknik aseptic pada pasien. Peran petugas kesehatan

khusunya perawat sangat membantu untuk mengurangi angka kejadian infeksi pada

kateter vena sentral (CVC). Cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan mencuci tangan

sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kemudian memberikan perawatan CVC

dengan teknik aseptik seseuai dengan prosedur dan waktu yang ditentukan.

Gambar 3. Cara mencuci tangan yang benar

14 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 15: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN

Kateter Vena Sentral (CVC) adalah metode pemantauan invasif yang umum

digunakan untuk pemantauan yang terus menerus dari status peredaran darah pasien

dan merupakan jalan masuk menuju vena sentral.

Perawatan CVC dilapangan telah sesuai dengan teori yang ada, yaitu perawatan

CVC dilakukan dengan cara aseptik, biasanya penggantian balutan dilakukan dua

sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan. Pasien ditempatkan pada posisi

fowler renda untuk penggantian balutan. Perawat dan pasien dapat mengurangi

kemungkinan kontaminasi lewat udara dengan menggunakan masker selama

penggantian balutan. Balutan lama dibuang dengan hati – hati untuk mencegah

kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter terlipat,

nyeri tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan

membersihkan area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan

iodine. Alcohol dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan

iodine. Salet antibiotic diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi

tersebut ditutup dengan balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter.

Bantalan kassa atau balutan transparan ditempatkan ditengah area.

4.2 SARAN

Untuk membantu mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial diharapkan

perawat mampu melakukan pencegahan, seperti cuci tangan sebelum melakukan

kontak dari satu pasien ke pasien lain, melakukan prosedur secara benar dalam

perawatan CVC agar pasien terhindar dari infeksi aliran darah.

Perawat mempunyai peranan penting pada pecegahan terhadap infeksi aliran darah,

seperti mengkaji adanya tanda-tanda infeksi pada pasien, membuat inspeksi harian

daerah alat akses vascular, dan memantau perubahan yang ada.

15 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD

Page 16: Analisis Jurnal Klp. f1

Analisis Jurnal 2012

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Syafri K. 2010. Pemantauan Invasif: Indikasi, Persiapan, dan Teknik. Makasar:

Departemen Anestesiologi Universitas Hassanudin.

Potter, Patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2 & 3.

Jakarta: EGC

Kenals. 2006. Chlorhexidine Compared with Povidone-Iodine Solution for Vascular

Catheter–Site Care, (online), (http://www.annals.org/content/136/11/792.full, diakses

tanggal 16 Februari 2012)

.

16 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD