analisis jurnal klp. f1
TRANSCRIPT
Analisis Jurnal 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari
orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri
(endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan
karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan
benda atau bahan-bahan yang tidak steril.
Pasien-pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) memiliki risiko tinggi
mengalami infeksi dibandingkan dengan pasien lainnya. Seperti diketahui, pasien yang
dirawat di ICU mempunyai pertahanan tubuh yang rendah, monitoring keadaan secara
invasive, terpapar dengan berbagai jenis antibiotika dan terjadi kolonisasi oleh
mikroorganisme resisten sehingga mengakibatkan pasien-pasien yang dirawat di ICU
mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami infeksi.
Infeksi nosokomial merupakan kejadian yang sering terjadi di rumah sakit dan dapat
menimbulkan kerugian bagi pasien, keluarga dan rumah sakit itu sendiri. Salah satu infeksi
nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah pada pasien-pasien yang terpasang
CVC (Central Venous Catheter). Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat pasien
setelah 3x24 jam setelah dilakukan perawatan di rumah sakit. Salah satu jenis infeksi
nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah.
Infeksi menjadi penyebab kematian utama di kebanyakan unit perawatan khusus. Di
beberapa negara Eropa dan Amerika, infeksi berkisar 1% sedangkan di beberapa tempat di
Asia, Amerika Latin, dan Sub-Sahara Afrika mencapai 4%. Survei yang dilakukan oleh
WHO pada tahun 1987 di Eropa, Mediterania timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat,
ditemukan 8,7% dari seluruh pasien dirumah sakit menderita infeksi. Akibatnya 1,4 juta
pasien di dunia terkena infeksi yang didapat di rumah sakit. Di Negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, kejadian infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Menurut penelitian yang
dilakukan di dua kota besar Indonesia didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial sekitar
39%-60%. Di Negara-negara berkembang terjadinya infeksi nosokomial tinggi karena
1 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
kurangnya pengawasan, praktek pencegahan yang buruk, pemakaian sumber terbatas yang
tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak oleh pasien (Sumaryono. 2005).
Kateter sebagai akses vena sentral, merupakan jalur masuk kuman yang sangat
potensial karena menghubungkan dunia luar langsung ke sirkulasi darah. Angkanya cukup
mencemaskan. Komplikasi infeksi pada penggunaan CVC berkisar dari 5-26 %. Di Amerika
Serikat saja, dengan asumsi setiap tahunnya terdapat 15 juta hari penggunaan CVC di ICU,
diperkirakan terjadi 80.000 kasus infeksi terkait CVC.
Karena itu, pada setiap penderita yang menggunakan CVC yang kemudian
menunjukkan tanda dan gejala infeksi tanpa sumber yang tidak jelas, anggap saja bahwa
CVC tersebut menjadi sumber infeksinya. Jika terdapat kecurigaan infeksi yang berkaitan
dengan CVC maka harus diambil dua contoh kultur darah untuk evaluasi terjadinya
bakteremia (Wikipedia, 2012).
Berdasarkan data yang diperoleh dari 4 ruangan intensif yaitu HCU, ICCU, ICU, dan
Burn Unit tentang pengkajian pemasangan CVC sudah sesuai dengan prosedur dalam
pencegahan infeksi. Selain itu perawatan juga sudah dilakukan setiap hari dengan
menggunakan standar operasional rumah sakit.
Salah satu upaya untuk menekan angka kejadian infeksi aliran atau sirkulasi darah
adalah dengan melakukan perawatan kateter sentral dengan kualitas yang baik sesuai dengan
standar operasional perawatan kateter dan prosedur pencegahan infeksi. Berdasarkan
pemaparan di atas maka penulis berasumsi bahwa jurnal tentang menurunkan angka kejadian
infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter pada perawatan pasien intensif
penting untuk dibahas karena penurunan infeksi merupakan salah satu kriteria dalam
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimanakah cara menurunkan angka kejadian infeksi aliran darah dalam
pemakaian kateter di ICU?
1.3 Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui cara menurunkan angka kejadian infeksi aliran darah dalam
pemakaian kateter di ICU
2 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
Tujuan khusus
1. Menjelaskan definisi, indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter vena
sentral
2. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi aliran darah
3. Menjelaskan prosedur perawatan kateter vena sentral
4. Memaparkan prosedur perawatan kateter vena sentral di ruangan intensif
1.4 Manfaat
Teoritis
Untuk menambah pengetahuan dalam hal menurunkan angka kejadian infeksi
dalam pemakaian kateter sentral pada perawatan pasien intensif khususnya di ICU
sehingga memungkinkan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
Praktis
Untuk menerapkan pedoman pencegahan infeksi dalam pemakaian kateter sentral
pada perawatan pasien intensif sehingga meminimalisasi kejadian infeksi khususnya
di ICU.
3 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi, indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter vena sentral
Kateter Vena Sentral (CVC) adalah metode pemantauan invasif yang umum
digunakan untuk pemantauan yang terus menerus dari status peredaran darah pasien dan
merupakan jalan masuk menuju vena sentral. Tujuan dari pemasangan CVC adalah :
Untuk menilai jumlah cairan dalam tubuh
Menentukan tekanan atrium kanan atau vena sentral
Mengevaluasi kegagalan sirkulasi
Untuk memberikan cairan parenteral yang bersifat hipertonik, yang apabila
diberikan melalui vena tepi akan mudah menyebabkan plebitis
Untuk memberikan obat-obatan parenteral atau intravena terutama dalam
keadaan darurat
Untuk memberikan cairan dengan tepat dan dengan jumah yang banyak
apabila melalui vena tepi tidak dapat atau kolaps
Indikasi pasien dipasang CVC secara umum pasien yang kritis membutuhkan
pemasukan cairan atau obat atau pengukuran volume darah pada kasus - kasus :
Operasi besar
Status kekurangan cairan darah
Kecelakaan (pasien dengan trauma berat disertai dengan perdarahan yang
banyak yang dapat menimbulkan syok.)
Penyakit kardiovaskuler berat.
Kateterisasi jantung kanan dalam pemantauan hemodinamik
(Arif, Syafri K, 2010)
Kontraindikasi :
Absolut :
SVC sindrom
Infeksi pd area insersi
Relatif :
Koagulopati
Insersi kawat pacemaker
Disfungsi kontralateral diafragma
4 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
Pembedahan leher
Lokasi insersi untuk CVC
Menurut Smeltzer (2002), lokasi umum insersi adalah :
1. Vena Subclavia (dekat dada)
2. Vena Jugular eksternal (leher)
3. Vena Jugular internal (leher)
4. Vena Femoral (pangkal paha)
5. Vena Basilic atau Cephalic (lengan)
6. Vena Umbilical (“pada bayi”)
Gambar 1. Lokasi insersi untuk CVC
2.2 Tanda dan gejala infeksi aliran darah
5 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
Salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah infeksi aliran darah
yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain agent yang masuk ke dalam tubuh
memiliki virulensi yang kuat, hospes yang lemah, dan memiliki daya imun yang rendah,
(Azwar, S., 1994). Selain itu juga akibat dari prosedur pemasangan kateter yang tidak
memperhatikan teknik aseptik. Kateter terlalu lama terpasang dan kualitas perawatan
kateter yang kurang baik (Tietjen, Linda, dkk. 2004).
Tanda-tanda terjainya infeksi pada CVC adalah:
Adanya kuman pathogen pada hasil kultur
Menggigil
Kulit teraba hangat
Panas/hipertermi (>38 0 C)
Adanya nyeri
Takikardi
Terjadi flebitis/bengkak
Tampak kemerahan di area pungsi
Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan WBC
Menurut sumber, faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi yaitu interaksi antara
pejamu/host (pasien, perawat, dokter), agen (mikroorganisme patogen) dan lingkungan.
Pejamu :
- Usia
- Penyakit dasar yang menurunkan imunitas pejamu
- Sistem imun
- Faktor psikologis
Mikroorganisme :
- Kemampuan menempel pada permukaan sel pejamu
- Kemampuan invasi dan reproduksi
- Kemampuan memproduksi toksin
- Kemampuan menekan sistem imun pejamu
- Dosis yang tak efektif ( obat )
(Smeltzer, 2002)
2.3 Prosedur perawatan kateter vena sentral
6 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
Kualitas perawatan kateter vena sentral merupakan tingkat pemberian pelayanan
keperawatan berupa perawatan kateter sesuai standar operasional perawatan kateter
dengan mengacu pada standar pelayanan profesi keperawatan. Perawatan kateter pada
pasien-pasien terpasang kateter vena sentral mutlak dilakukan untuk meminimalkan
dampak yang tidak diinginkan berupa terjadinya infeksi nosokomial pada aliran darah.
Menurut teori, perawatan CVC dilakukan dengan cara aseptik, biasanya
penggantian balutan dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan.
Pasien ditempatkan pada posisi fowler renda untuk penggantian balutan. Perawat dan
pasien dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi lewat udara dengan menggunakan
masker selama penggantian balutan. Balutan lama dibuang dengan hati – hati untuk
mencegah kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter
terlipat, nyeri tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan
membersihkan area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan
iodine. Alcohol dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan iodine.
Salet antibiotic diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi tersebut ditutup
dengan balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter. Bantalan kassa atau
balutan transparan ditempatkan ditengah area.
Keuntungan dari pengunaan balutan transparan dari pada bantalan kassa adalah
balutan ini memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih sering terhadap sisi
kateter, melekat dengan baik, dan lebih nyaman untuk pasien. Balutan dan selang diberi
label tanggal serta waktu penggantian balutan (Smeltzer, 2002).
2.4 Prosedur perawatan kateter sentral di ruangan intensif
Kualitas perawatan CVC didasarkan pada pemberian perawatan kateter yang
dilakukan oleh perawat yang meliputi standar operasional perawatan kateter dan
prosedur pencegahan infeksi aliran darah. Dalam pelaksanaannya, perawat diharapkan
mampu mematuhi standar serta prosedur yang telah ditetapkan sehingga nantinya dapat
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
Di ruang intensif, biasanya perawatan CVC dilakukan dengan cara:
1. Melepaskan balutan CVC
2. Membersihkan area pungsi dengan alcohol
3. Mengganti balutan CVC dengan gaas steril yang diisi betadin, kemudian difiksasi
dengan plester
7 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 RINGKASAN JURNAL
3.1.1 Latar Belakang
Setiap tahun di Amerika Serikat, kateter vena sentral dapat menyebabkan estimasi
80.000 kateter terkait infeksi aliran darah dan, sebagai hasilnya, sampai dengan 28.000
kematian di antara pasien di unit perawatan intensif (ICU). Mengingat bahwa rata-rata
biaya perawatan untuk pasien dengan infeksi adalah $ 45.000, infeksi tersebut bisa
memakan biaya hingga $ 2,3 juta per tahun. Menurut National Nosocomial Infections
Surveillance (NNIS) system of the Centers for Disease Control and Prevention (CDC),
tingkat rata-rata kateter terkait aliran darah infeksi di ICU dari semua rentang jenis 1,8-
5,2 per 1000 hari penggunaan kateter. Intervensi bertujuan menurunkan tingkat infeksi
yang diperlukan untuk mengurangi konsekuensi serius terhadap kesehatan masyarakat
dari infeksi yang didapat di rumah sakit.
Berapa banyak jumlah dari infeksi ini yang dapat dicegah masih belum diketahui.
Beberapa studi single rumah sakit dan dua studi multicenter telah menunjukkan
penurunan tingkat infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateterisasi. Untuk
membangun penelitian ini, kami mempelajari sejauh mana infeksi ini dapat dikurangi di
Michigan, dengan menggunakan intervensi sebagai bagian dari keamanan di seluruh
negara bagian tentang pasien di ICU, yang dikenal sebagai the Michigan Health and
Hospital Association (MHA) Keystone Center for Patient Safety and Quality Keystone
ICU project, yang didanai terutama oleh Agency for Healthcare Research and Quality
(AHRQ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek intervensi hingga 18
bulan setelah implementasi.
Selain intervensi untuk mengurangi tingkat infeksi aliran darah yang berhubungan
dengan kateterisasi, ICU menerapkan penggunaan lembar target harian untuk
meningkatkan komunikasi dari petugas medis ke petugas medis lainnya dalam ICU,
intervensi untuk mengurangi kejadian pneumonia yang berhubungan dengan ventilator,
dan program satuan berbasis keamanan yang komprehensif untuk meningkatkan budaya
keselamatan. Periode penting untuk pelaksanaan setiap intervensi diperkirakan 3 bulan.
Rumah sakit mulai dengan pelaksanaan selamatan unit-berbasis program dan penggunaan
8 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
lembar tujuan harian dan kemudian, dalam urutan apapun, dilaksanakan dua intervensi
lainnya selama 6 bulan berikutnya.
Sebelum menerapkan salah satu komponen dari intervensi studi, ICU diminta
untuk menunjuk setidaknya satu dokter dan satu perawat sebagai tim pemimpin. Para
pemimpin tim diperintahkan dan diintervensi dalam ilmu keselamatan dan kemudian
informasi ini disebarluaskan kepada rekan-rekan mereka. Pelatihan para pemimpin tim
dicapai melalui panggilan konferensi setiap minggu lainnya, pembinaan oleh staf
penelitian, dan mengadakan pertemuan negara tiap dua kali setahun. Tim menerima
informasi pendukung tentang efektivitas setiap komponen intervensi, saran untuk
mengimplementasikannya, dan instruksi dalam metode pengumpulan data.
3.1.2 Metode
1. Pengukuran dan Kategorisasi Data
Pada seluruh studi ini, data angka kejadian infeksi aliran darah berkaitan dengan
pemakaian kateter dikumpulkan setiap bulan dari seorang praktisi pengendalian infeksi
Rumah Sakit yang telah terlatih. Staf pengendalian infeksi di Rumah Sakit telah
mengecek kultur yang terkontaminasi sebelum memasukkan data untuk penelitian. Kami
mendefinisikan kateter sentral sebagai kateter yang berujung pada jantung atau dekat
dengan jantung atau di pembuluh darah besar dekat jantung, dimana termasuk kateter
sentral yang dimasukkan lewat perifer. Data laju infeksi selama 3 bulanan dihitung
sebagai angka infeksi per 1000 catheter-days untuk tiap periode 3 bulan.
2. Pemaparan, Hasil, Dan Hipotesis Studi
Kami memaparkan intervensi penelitian menjadi 6 kategori variabel sementara,
membandingkan nilai setiap variabel dengan nilai dasar. Hasilnya adalah data per 3 bulan
dari angka infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter. Analisis termasuk 3
karakteristik Rumah Sakit, yang diperoleh dari panduan American Hospital Association
yaitu status pengajaran (variabel biner), kapasitas bed (varibel kontinyu), dan wilayah
geografis (8 kategori). Rumah Sakit pendidikan diharuskan menjadi anggota dari Council
of Teaching Hospitals Health Systems dan harus disetujui untuk pelatihan residensi oleh
Accreditation Council for Graduate Medical Education atau American Osteopathic
Association. Hipotesis utama studi adalah angka laju infeksi aliran darah berkaitan
dengan pemakaian kateter akan menurun selama 3 bulan pertama setelah implementasi.
9 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
Hipotesa kedua adalah penurunan angka infeksi yang diobservasi antara 0-3 bulan setelah
implementasi akan bertahan selama periode pengamatan selanjutnya.
Definisi infeksi aliran darah berkaitan dengan pemakaian kateter pada orang dewasa,
sesuai pedoman National Nosocomial Infections Surveillance System (NNIS) :
Adanya kultur kuman patogen yang didapatkan dari 1 atau lebih sampel darah dan
kultur organisme dari darah tidak berkaitan dengan infeksi yang terjadi di area lain
atau menunjukkan salah satu gejala di bawah ini yaitu :
- Panas (temperature >38 0 C)
- Menggigil
- Hipotensi
Tanda dan gejala dan hasil yang positif tidak berkaitan dengan infeksi yang terjadi
di area lain
Menunjukkan salah satu tanda di bawah ini yaitu :
- Kontaminan/ bakteri kulit yang umum ( Diphtheroids, Bacillus spesies,
Propionibacterium spesies, Coagulase-negative staphylococci atau
Micrococci) didapatkan dari 2 atau lebih sampel darah yang diambil pada
waktu yang berbeda
- Kontaminan/ bakteri kulit yang umum, didapatkan dari paling tidak 1 kultur
darah dari sampel pasien dengan pemakaian kateter intravascular
- Tes antigen positif pada darah (Haemophillus influenza, Streptococcus
pneumonia, Neisseria meningitides, atau grup B Streptococcus)
3. Analisa Statistik
Sampel yang digunakan sebanyak 103 ICU. Karena distribusi data tidak normal
dalam penelitian median dan rentang interkuartil digunakan untuk meringkas data.
Median dibandingkan dengan dasar nilai-nilai dengan penggunaan test Wilcoxon dua-
sampel. Kami menggunakan perangkat lunak Stata (versi 9.1) untuk analisis.
4. Prosedur Intervensi (Perawatan CVC)
Intervensi studi ditargetkan kepada petugas medis. Lima basis bukti prosedur telah
direkomendasikan oleh CDC dan diidentifikasi memiliki pengaruh terbesar pada tingkat
kateter terkait infeksi aliran darah dan merupakan hambatan terendah untuk pelaksanaan
implementasi.
10 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
Prosedur yang direkomendasikan adalah mencuci tangan, menggunakan pelindung
selama pemasangan kateter vena sentral, membersihkan kulit dengan chlorhexidin,
menghindari akses femoralis jika mungkin, dan melepas kateter yang tidak perlu.
Secara singkat, tenaga kesehatan dididik tentang praktik untuk mengontrol infeksi
dan kerusakan yang disebabkan dari kateter terkait infeksi aliran darah. Checklist
digunakan untuk memastikan kepatuhan terhadap pengendalian infeksi di lapangan.
3.1.3 Hasil Penelitian
Di ICU, implementasi penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan Juni
sampai Agustus 2004 setelah data awal didapatkan, dimana rata-rata jumlah kateter harian
yang digunakan sebanyak 4779 per bulan. Peneliti menerapkan intervensi sederhana dan
murah untuk mengurangi infeksi di 103 ICU, yaitu melakukan perawatan CVC dengan
menggunakan chlorhexidin untuk desinfeksi dan menggunakan teknik aseptic dalam
perawatan.
Bersamaan dengan intervensi yang dilaksanakan,, angka kejadian infeksi
mengalami penurunan dari 2,7 (rata-rata 7,7) infeksi per 1000 penggunaan kateter
menjadi 0 (rata-rata 2,3) dalam 3 bulan setelah implementasi dalam penelitian intervensi
(p≤0,002) dan bertahan 0 (rata-rata 1,4) sampai 18 bulan selama follow up. Perubahan
yang signifikan terjadi saat observasi pada rumah sakit pendidikan maupun non
pendidikan dan di rumah sakit - rumah sakit kecil (<200 tempat tidur) dan rumah sakit
besar (≥200 tempat tidur).
3.1.4 Kesimpulan
Analisa berfokus pada intervensi untuk mengurangi infeksi terhadap penggunaan
kateter setelah dilakukan implementasi di 103 ICU di Michigan pada tahun 2004. Peneliti
menerapkan intervensi sederhana dan murah untuk mengurangi infeksi di ICU.
Bersamaan dengan intervensi yang dilaksanakan, tingkat rata-rata infeksi menurun dari
2,7 per 1000 hari kateter pada awal menjadi 0 dalam 3 bulan setelah pelaksanaan
intervensi. Terjadi penurunan angka kejadian infeksi dari 66% pada 16 sampai 18 bulan
setelah implementasi. Penggunaan luas dari intervensi ini secara signifikan dapat
mengurangi morbiditas dan biaya perawatan yang terkait dengan kateter terkait infeksi
aliran darah. Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah :
11 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
Data organisme yang menyebabkan infeksi kateter terkait aliran darah tidak
dimasukkan, hal ini membatasi wawasan tentang mekanisme dari infeksi.
Tidak ada evaluasi kepatuhan terhadap intervensi penelitian, karena sumber daya
yang terbatas.
Tidak dapat mengevaluasi kepentingan relatif dari komponen individu dari
intervensi multifaset atau intervensi keselamatan.
Tidak adanya data infeksi aliran darah terkait pemakaian kateter dari ICU yang
tidak berpartisipasi. Namun demikian, ICU berpartisipasi dalam studi ini
menyumbang 85% dari tempat ICU di Michigan.
Data infeksi di ICU hanya dalam satu negara, yang dapat membatasi kemampuan
untuk menggeneralisasi temuan.
3.2 ANALISIS JURNAL
Menurut Smeltzer (2002) dari beberapa tindakan keperawatan salah satu terapi
yang paling sering mengakibatkan infeksi adalah terapi intravena, karena terapi ini
membuka akses vena dan sangat mudah terjadi infeksi apabila kita tidak melakukannya
dengan benar dan dengan teknik aseptik. Terapi intravena ini juga menimbulkan
kecendrungan berbagai bahaya, termasuk komplikasi local dan sistemik. Komplikasi
sistemik lebih jarang terjadi tetapi sering lebih serius dibandingkan komplikasi local
dan termasuk kelebihan sirkulasi (kelebihan beban cairan), emboli udara, reaksi demam,
dan infeksi.
Dari hasil peneliti, angka kejadian infeksi mengalami penurunan dari 2,7 (rata-rata
7,7) infeksi per 1000 penggunaan kateter menjadi 0 (rata-rata 2,3) dalam 3 bulan setelah
implementasi (perawatan CVC dengan chlorhexidine dan teknik aseptik) dalam
penelitian intervensi (p≤0,002) dan bertahan 0 (rata-rata 1,4) sampai 18 bulan selama
follow up.
Penelitian ini didukung oleh jurnal yang berjudul Chlorhexidine Compared with
Povidone-Iodine Solution for Vascular Catheter–Site Care dimana dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa kejadian infeksi aliran darah berkurang secara signifikan pada
pasien dengan akses vaskular sentral yang menerima chlorhexidine glukonat dengan
povidone-iodine untuk pada kulit yang didesinfeksi. Penggunaan chlorhexidine
glukonat adalah cara sederhana untuk mengurangi infeksi yang berhubungan dengan
kateter pembuluh darah. Chlorhexidine adalah suatu antiseptik yang termasuk golongan
12 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
bisbiguanide. Chlorhexidine merupakan antiseptik dan disinfektan yang mempunyai
efek bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram (+) dan Gram (-).
Chlorhexidine lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan dengan bakteri
Gram negatif. Chlorhexidine dapat menyebabkan kematian sel bakteri dengan
menimbulkan kebocoran sel (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi rendah) dan
koagulasi kandungan intraselular sel bakteri (pada pemaparan chlorhexidine konsentrasi
tinggi).Chlorhexidine akan diserap dengan sangat cepat oleh bakteri dan penyerapan ini
tergantung pada konsentrasi chlorhexidine dan pH. Chlorhexidine menyebabkan
kerusakan pada lapisan luar sel bakteri, namun kerusakan ini tidak cukup untuk
menyebabkan kematian sel atau lisisnya sel. Kemudian chlorhexidine akan melintasi
dinding sel atau membran luar, diduga melalui proses difusi pasif, dan menyerang
sitoplasmik bakteri atau membran dalam sel bakteri. Kerusakan pada membran
semipermeabel ini akan diikuti dengan keluarnya kandungan intraselular sel bakteri.
Kebocoran sel tidak secara langsung menyebabkan inaktivasi selular, namun hal ini
merupakan konsekuensi dari kematian sel. Chlorhexidine konsentrasi tinggi akan
menyebabkan koagulasi (penggumpalan) kandungan intraselular sel bakteri sehingga
sitoplasma sel menjadi beku, dan mengakibatkan penurunan kebocoran kandungan
intraselular. Jadi terdapat efek bifasik (memiliki 2 fase) chlorhexidine pada
permeabilitas membran sel bakteri, dimana peningkatan kebocoran kandungan
intraselular akan bertambah seiring bertambahnya konsentrasi chlorhexidine, namun
kebocoran ini akan menurun pada chlorhexidine konsentrasi tinggi akibat koagulasi dari
sitosol (cairan yang terletak di dalam sel) sel bakteri
(http://www.annals.org/content/136/11/792.full).
Hal tersebut juga sesuai dengan teori, dimana cara untuk mencegah infeksi pada
kateter vena sentral, yaitu dengan mengganti balutan secara aseptik. Penggantian
balutan biasanya dilakukan dua sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan
(balutan basah atau kotor). Balutan lama dibuang dengan hati–hati untuk mencegah
kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter terlipat, nyeri
tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan membersihkan
area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan iodine. Alcohol
dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan iodine. Salet antibiotic
diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi tersebut ditutup dengan
13 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter. Bantalan kassa atau balutan
transparan ditempatkan ditengah area (Smeltzer, 2002).
Dari hasil pengamatan dilapangan yang dilakukan oleh mahasiswa selama praktek
intensif, perawatan CVC sudah dilakukan di masing – masing ruangan intensif, yaitu
ICCU, ICU, HCU, dan Burn Unit. Perawatan ini dilakukan dengan teknik aseptik
menggunakan alkohol dan betadin, kemudian ditutup dengan gaas steril lalu difiksasi
dengan plester. Perawatan CVC dilakukan sesuai waktu, yaitu dua sampai tiga kali
dalam sekali.
3.3 IMPLIKASI KEPERAWATAN
Perawat merupakan petugas kesehatan yang biasanya berada 24 jam bersama
pasien. Perawat juga merupakan petugas kesehatan yang paling sering melakukan
perawatan invasif dengan teknik aseptic pada pasien. Peran petugas kesehatan
khusunya perawat sangat membantu untuk mengurangi angka kejadian infeksi pada
kateter vena sentral (CVC). Cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kemudian memberikan perawatan CVC
dengan teknik aseptik seseuai dengan prosedur dan waktu yang ditentukan.
Gambar 3. Cara mencuci tangan yang benar
14 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
Kateter Vena Sentral (CVC) adalah metode pemantauan invasif yang umum
digunakan untuk pemantauan yang terus menerus dari status peredaran darah pasien
dan merupakan jalan masuk menuju vena sentral.
Perawatan CVC dilapangan telah sesuai dengan teori yang ada, yaitu perawatan
CVC dilakukan dengan cara aseptik, biasanya penggantian balutan dilakukan dua
sampai tiga kali seminggu dan sesuai kebutuhan. Pasien ditempatkan pada posisi
fowler renda untuk penggantian balutan. Perawat dan pasien dapat mengurangi
kemungkinan kontaminasi lewat udara dengan menggunakan masker selama
penggantian balutan. Balutan lama dibuang dengan hati – hati untuk mencegah
kateter berubah posisi. Area diperiksa terhadap adanya kebocoran, kateter terlipat,
nyeri tekan, atau drainase purulen. Perawat memakai sarung tangan steril dan
membersihkan area dengaan aseton atau hapusan alkohol, diikuti dengan hapusan
iodine. Alcohol dapat digunakan dengan cara yang sama untuk menghilangkan
iodine. Salet antibiotic diberikan pada sisi pemasangan bila diresepkan, dan sisi
tersebut ditutup dengan balutan kecil, kemudian diplester mengelilingi kateter.
Bantalan kassa atau balutan transparan ditempatkan ditengah area.
4.2 SARAN
Untuk membantu mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial diharapkan
perawat mampu melakukan pencegahan, seperti cuci tangan sebelum melakukan
kontak dari satu pasien ke pasien lain, melakukan prosedur secara benar dalam
perawatan CVC agar pasien terhindar dari infeksi aliran darah.
Perawat mempunyai peranan penting pada pecegahan terhadap infeksi aliran darah,
seperti mengkaji adanya tanda-tanda infeksi pada pasien, membuat inspeksi harian
daerah alat akses vascular, dan memantau perubahan yang ada.
15 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD
Analisis Jurnal 2012
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Syafri K. 2010. Pemantauan Invasif: Indikasi, Persiapan, dan Teknik. Makasar:
Departemen Anestesiologi Universitas Hassanudin.
Potter, Patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2 & 3.
Jakarta: EGC
Kenals. 2006. Chlorhexidine Compared with Povidone-Iodine Solution for Vascular
Catheter–Site Care, (online), (http://www.annals.org/content/136/11/792.full, diakses
tanggal 16 Februari 2012)
.
16 Kelompok F1 Praktek Profesi PSIK FK UNUD