siap print
Post on 02-Feb-2016
231 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
AIDS adalah salah satu masalah kesehatan yang sedang dihadapi
masyarakat dunia. Berdasarkan perkiraan statistik global HIV/AIDS yang
diumumkan oleh UNAIDS/WHO pada Juli 2008, jumlah penderita HIV/AIDS
di dunia pada akhir tahun 2007 mencapai 33 juta orang. Epidemi HIV/AIDS di
Indonesia saat ini sungguh memprihatinkan. Jika pada tahun 2008 terdapat
16110 kasus HIV/AIDS, akhir tahun 2014 angkanya sudah meningkat tajam
menjadi 23745 kasus. Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan
September 2014, HIV-AIDS tersebar di 381 dari 498 kabupaten/kota di seluruh
provinsi di Indonesia.1 Sedangkan berdasarkan data dari Departemen Kesehatan
RI, jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 9796 orang
pada akhir tahun 2014.1Sedangkan jumlah penderita AIDS di provinsi Bengkulu
secara kumulatif tahun 2014 mencapai 160 kasus dan penderita terinfeksi HIV
sebanyak 308 kasus dengan jumlah kematian yang dilaporkan sebanyak 211
kasus. 1
Upaya penanggulangan penyebaran infeksi HIV telah banyak dilakukan.
Peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) setiap tanggal 1 Desember merupakan
salah satu kesempatan khusus dimana negara-negara di dunia, termasuk
Indonesia melakukan evaluasi terhadap perkembangan epidemi HIV dan upaya
penanggulangan yang lebih giat lagi.2
Hari AIDS sedunia telah diperingati sejak tahun 1988 sampai sekarang
dengan mengambil tema-tema kampanye yang dapat meningkatkan
pengetahuan akan HIV/AIDS. Salah satunya adalah pada tahun 2002 dan 2003,
kampanye hari AIDS sedunia mengambil tema stigma dan diskriminasi. Melalui
1
Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2002 dan 2003, masyarakat diajak agar tidak
melakukan stigmatisasi (memberi cap buruk) dan diskriminasi (mengasingkan,
mengucilkan, membeda-bedakan) terhadap orang-orang yang hidup dengan
HIV dan AIDS (ODHA) karena menghambat upaya pencegahan dan perawatan
penyakit HIV/AIDS. Stigmatitasi dan diskriminasi pun merupakan perbuatan
melawan hukum dan melanggar HAM (Hak Asasi Manusia).3
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang infeksi HIV/AIDS dan cara
penularannya menjadi salah satu faktor pendukung sikap masyarakat terhadap
penderita HIV/AIDS . Sebagai langkah awal untuk memperbaiki stigma dan
diskriminasi orang-orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA) dalam
upaya penanggulanggan HIV/AIDS, perlu diketahui sejauh mana pengetahuan
masyarakat mengenai HIV/AIDS, bagaimana sikap masyarakat terhadap
penderita HIV/AIDS,dan bagaimana upaya pencegahan masyarakat terhadap
penyakit HIV/AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat pengetahuan pada masyarakat di Kelurahan Air Bang
Kecamatan Curup Tengah tentang HIV/AIDS?
2. Bagaimana gambaran sikap masyarakat di Kelurahan Air Bang Kecamatan
Curup Tengah terhadap penderita HIV/AIDS?
3. Bagaimana gambaran upaya pencegahan masyarakat di Kelurahan Air Bang
Kecamatan Curup Tengah terhadap penyakit HIV/AIDS.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS, gambaran
sikap, dan upaya pencegahan terhadap penderita HIV/AIDS.
2
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat di Kelurahan Air Bang
Kecamatan Curup Tengah tentang HIV/AIDS.
2. Mengetahui gambaran sikap pada masyarakat di Kelurahan Air Bang
Kecamatan Curup Tengah terhadap penderita HIV/AIDS.
3. Mengetahui gambaran upaya pencegahan masyarakat di Kelurahan Air
Bang Kecamatan Curup Tengah terhadap HIV/AIDS.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
1. Masyarakat paham tentang HIV/AIDS dan cara penularannya.
2. Masyarakat paham dampak dari diskriminasi penderita HIV/AIDS.
1.4.2 Bagi petugas kesehatan
Petugas kesehatan yaitu dinas kesehatan, dokter, perawat, fisioterapis,
psikolog dan tenaga kesehatan lainnya mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat tentang HIV/AIDS dan sikap masyarakat terhadap penderita
HIV/AIDS serta dampak diskriminasi tersebut sehingga dapat
merencanakan suatu kebijaksanaan untuk menindaklanjutinya.
1.4.3 Bagi peneliti
1. Dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta
mengasah kemampuan analisis peneliti.
2. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang HIV/AIDS dan dampak
diskriminasi serta faktor-faktor yang menyebabkan diskriminasi tersebut
sulit ditanggulangi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi HIV (Human Imunnodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndromes)
2.1.1 Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus HIV
diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara
material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse
trancriptase untuk dapat menginfeksi mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat.4 AIDS mula-mula didefinisikan
untuk kepentingan survei oleh CDC (the U.S. Centers for Disease Control and
Prevention) sebagai adanya penyakit oportunistik yang setidaknya
mengisyaratkan adanya cacat imunitas seluler tanpa didasari oleh gangguan
kekebalan yang diketahui, misalnya imunosupresi iatrogenik atau keganasan.
Dengan tersedianya uji diagnostik yang sensitif dan spesifik untuk HIV, definisi
kasus AIDS telah mengalami beberapa perbaikan.5
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).6 AIDS
singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, dimana acquired
artinya didapat, bukan penyakit turunan, immuno artinya sistem kekebalan
tubuh, deficiency artinya kekurangan, dan syndrome artinya kumpulan gejala.
Jadi AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia, sehingga mudah diserang penyakit-penyakit lain
4
yang dapat berakibat fatal padahal penyakit tersebut tidak akan menyebabkan
gangguan yang sangat berarti pada orang-orang dengan sistem kekebalan
normal.
2.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi AIDS pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada tahun
1981 ketika CDC (the U.S. Centers for Disease Control and Prevention)
mengumumkan penemuan aneh dari Pneumocystis carini pneumonia pada 5
laki- laki homoseksual yang di Los Angeles dan Kaposi’s Sarkoma pada 26
laki-laki homoseksual yang sehat di New York dan Los Angeles. Pada tahun
1983, HIV (Human Immunodeficiency Virus) diisolasi dari seorang penderita
limfadenopati dan pada tahun 1984, HIV didemonstrasikan sebagai penyebab
dari penyakit AIDS.5 Dalam catatan literatur di Indonesia, kasus infeksi HIV
pertama kali ditemukan pada tahun 1985 di Jakarta pada seorang wanita yang
menderita anemia hemolitik autoimun yang kerap mendapat transfusi darah.
Diduga kuat transmisi virus HIV melalui transfusi.7 Kasus AIDS yang pertama
di Indonesia ditemukan pada bulan April 1987, ketika seorang turis Belanda
pengidap AIDS meninggal di Bali.8 Di Indonesia pada tahun 2014,jumlah
penderita AIDS secara kumulatif mencapai 22869 kasus dan penderita yang
terinfeksi HIV sebanyak 1876 kasus.1Sedangkan jumlah penderita AIDS di
provinsi Bengkulu secara kumulatif tahun 2014 mencapai 160 kasus dan
penderita terinfeksi HIV sebanyak 308 kasus dengan jumlah kematian yang
dilaporkan sebanyak 211 kasus.
2.1.3 Faktor risiko
Orang yang mempunyai risiko besar untuk mendapat infeksi HIV adalah
pasangan seksual pengidap HIV, pecandu narkoba suntik dan pasangan
seksualnya, wanita pekerja seksual (WPS) dan pelanggannya serta pasangan
pelanggannya, waria sebagai pekerja seks dan pelanggannya serta pasangan
5
pelanggannya, petugas kesehatan yang berhubungan dengan darah dan sekret
penderita infeksi HIV, penerima transfusi darah dan produk darah, serta janin
yang dikandung pengidap HIV.4
2.1.4 Penularan
Penularan Infeksi HIV/AIDS HIV dapat masuk ke tubuh manusia terutama
melalui darah, semen (cairan sperma) dan sekret vagina, serta transmisi dari ibu
ke anak.6 Transmisi dari retrovirus RNA yang disebarkan melalui darah terjadi
terutama oleh mekanisme, yaitu homoseksual atau heteroseksual, terinfeksi
darah penderita HIV/AIDS, penyalahgunaan obat intravena, transfusi produk-
produk darah dan transmisi dari ibu ke anak.9 Penularan infeksi HIV dari ibu
kepada anaknya terjadi selama kehamilan, proses persalinan dan dengan
pemberian ASI oleh ibu penderita HIV/AIDS.5 Peluang untuk tertular HIV
melalui hubungan seks adalah 1%, melalui transfusi darah 90%, melalui jarum
suntik 90% dan ibu hamil kepada bayinya 30%. Meskipun penularan HIV
melalui hubungan seks mempunyai peluang paling kecil, ternyata lebih dari
90% kasus HIV dan AIDS yang ada sekarang ini terjadi karena hubungan
seks.10 HIV tidak dapat menular melalui air liur, keringat ataupun air mata
pengidap HIV/AIDS. Walaupun HIV dapat diisolasi jumlah dari ludah
penderita HIV/AIDS dalam jumlah sedikit, tetapi tidak terdapat bukti yang pasti
bahwa ludah dapat menularkan infeksi HIV baik melalui ciuman atau paparan
lainnya.5
Menurut Ashari, AIDS tidak menular melalui:11
a. Hidup serumah dengan penderita AIDS (asal tidak mengadakan
hubungan seksual)
b. Bersenggolan dengan penderita
c. Berjabatan tangan
d. Penderita AIDS bersin atau batuk di dekat kita
6
e. Berciuman
f. Berpelukan
g. Menggunakan alat makan bersama
h. Gigitan nyamuk dan serangga lain
i. Memakai pakaian secara bergantian
j. Berenang di kolam renang yang sama
2.1.5 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan Patogenesis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap
sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termasuk dalam retrovirus anggota
subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya
nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3
gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, dan env. Terdapat
lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam
patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat,
berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi
transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien
untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk
ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang
terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi kemokin oleh
makrofag, yang dapat mengaktivasikan sel T, sehingga memungkinkan
terjadinya infeksi HIV yang produktif. 12
Limfosit CD4 merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4 berfungsi
mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Virus memasuki
sel dengan berikatan pada molekul CD4 dan reseptor kemokin, kemudian
bereplikasi dan mengintegrasikan dirinya dengan DNA penjamu. Kemudian
terjadi infeksi laten atau produksi virus. Sebanyak 1010- 1011 virion terbentuk
7
setiap hari dengan turnover sel-sel yang terinfeksi oleh HIV. Pada akhirnya,
hilangnya sel-sel CD4 secara progresif dan beberapa mekanisme lain akan
menyebabkan gangguan fungsi sistem imun.9
2.1.6 Gejala Klinis
Gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase, yaitu:
1. Fase awal Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan
tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu
seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam, dan
pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai
gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada
orang lain.
2. Fase lanjut Penderita akan tetap bebas gejala infeksi selama 8 atau 9
tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan
penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai
memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah
bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk, dan pernafasan dangkal.
3. Fase akhir Pada fase akhir dari infeksi HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun
atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan
infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. Pada
saat AIDS timbul, sistem imun akan sangat menurun, yang
memungkinkan penderita untuk mendapat infeksi oportunistik. Pada
fase ini juga akan timbul gejala-gejala berupa keringat malam,
menggigil, demam diatas 38˚C selama beberapa minggu, diare kronis,
batuk kering, dan nafas dangkal serta bintik-bintik putih di sekitar lidah
dan mulut.
8
2.1.7 Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan penderita HIV/AIDS terdiri dari beberapa
jenis, yaitu: 7
a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat anti
retroviral (ARV). Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti
nucleoside reverse transcriptase inhibitor, nucleotide reverse
transcriptase inhibitor, non nucleoside reverse transcriptase inhibitor
dan inhibitor protease. Obat-obat ini hanya berperan dalam menghambat
replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang telah
berkembang. Tidak semua ARV tersedia di Indonesia.
b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS.
c. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang
lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial
dan dukungan agama serta tidur yang cukup dan perlu menjaga
kebersihan.
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang sangat
meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat
anti retroviral, disingkat obat ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan
mortilitas dini akibat infeksi HIV.7 Terapi anti retroviral gabungan untuk infeksi
HIV telah menandai revolusi pengobatan HIV dan AIDS. Pengobatan tersebut,
yang biasanya melibatkan dua nucleoside reverse transcriptase inhibitor dan
setidaknya satu inhibitor protease atau satu nonnucleoside reverse transcriptase
inhibitor disebut terapi anti retroviral yang sangat aktif (highly active
antiretroviral therapy/ HAART).13
9
2.1.8 Pencegahan Infeksi
HIV/AIDS Pencegahan AIDS difokuskan pada tiga cara penularan yang
utama, yaitu: 14
(1) kontak seksual
(2) penggunaan jarum suntik
(3) transfusi darah
Pengendalian diri untuk tidak berperilaku resiko tertular virus AIDS adalah
kunci pencegahan yang jika dikembangkan secara konsisten akan cukup efektif
untuk menyelamatkan masyarakat dari wabah penularan virus AIDS ini.
Pengendalian diri dapat diterapkan melalui tiga cara, yaitu puasa (P) seks
(abstinensia), artinya tidak melakukan hubungan seks, setia (S) pada pasangan
seks yang sah, artinya tidak berganti-ganti pasangan seks dan penggunaan
kondom pada setiap melakukan hubungan seksual yang beresiko tertular virus
AIDS atau penyakit menular seksual (PMS).8 Saat ini perkembangan vaksin
HIV sangat ditekankan. Vaksin digunakan untuk menginduksi imunitas
tambahan pada tiap imunitas yang menurun akibat infeksi alamiah pada pasien.
Sebagian besar vaksin yang kini tersedia didasarkan pada protein selubung
ekstraselular gp 120 atau protein prekusor selubung gp 160. Salah satu faktor
yang mungkin membatasi keberhasilan vaksin ini adalah banyaknya jenis
protein selubung antara galur HIV berbeda.
2.1.9 Penanggulangan HIV/AIDS
Sejalan dengan meningkatnya jumlah kasus HIV, maka jumlah kasus AIDS
juga meningkat cepat yang menyebabkan upaya penanggulangan memerlukan
bukan saja pada upaya pencegahan, tetapi juga upaya pengobatan, perawatan
dan dukungan. Berdasarkan kajian dalam strategi nasional penanggulangan
HIV/AIDS 2003-2007, terdapat tujuh area program prioritas sebagai berikut:
10
1. Pencegahan HIV/AIDS
Upaya pencegahan pada masyarakat luas dilakukan dengan melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang cara penularan,
pencegahan, dan akibat yang ditimbulkannya sesuai dengan norma-
norma agama dan budaya masyarakat. Upaya pencegahan pada populasi
beresiko tinggi seperti Penjaja Seks (PS) dan pelanggannya, ODHA dan
pasangannya, penyalahguna Napza, dan petugas yang karena
pekerjaannya beresiko terhadap penularan HIV/AIDS melalui
pencegahan yang efektif seperti penggunaan kondom, penerapan
pengurangan dampak buruk (harm reduction), penerapan kewaspadaan
umum (universal precautions), dan sebagainya.
2. Perawatan, Pengobatan dan Dukungan terhadap ODHA
Salah satu keputusan penting dalam sidang PBB yang khusus
membahas HIV/AIDS (UNGASS) pada tahun 2001 adalah perlunya
memperluas pelayanan, perawatan, dan dukungan terhadap ODHA serta
melindungi hak- hak azasi mereka (mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan stigma dan diskriminasi). Upaya pelayanan perawatan,
pengobatan, dan dukungan terhadap ODHA dilakukan baik melalui
pendekatan klinis maupun pendekatan berbasis masyarakat dan keluarga
(community and home-based care) serta dukungan pembentukan
persahabatan ODHA.
3. Surveilans HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS)
Salah satu kegiatan yang penting dalam penanggulangan HIV/AIDS
adalah mengumpulkan data melalui kegiatan surveilans yang sistematis
dan terus menerus agar dapat diketahui distribusi dan kecenderungan
infeksi HIV, distribusi kasus AIDS serta faktor-faktor yang
mempengaruhi persebaran HIV di masyarakat. Selain untuk mengetahui
besarnya kecenderungan dan distribusi dari persebaran HIV/AIDS,
11
surveilans epidemologi dan perilaku akan memberikan informasi yang
sangat penting untuk perencanaan penanggulangan meliputi kegiatan
pencegahan, perawatan, pengobatan dan dukungan pada ODHA,
peningkatan kapasitas (capacity building), penelitian, pengembangan
peraturan dan perundang-undangan serta kegiatan lain.
4. Penelitian
Penelitian dan riset operasional diperlukan untuk menentukan dasar
kebijakan penanggulangan HIV/AIDS sehubungan dengan perubahan
epidemi dan dampaknya.
5. Lingkungan Kondusif
UNGASS (United Nations General Assembly Special Session) 2001
mendeklarasikan bahwa pada tahun 2003 mengesahkan, mendukung
atau menegakkan peraturan dan ketentuan lainnya sebagai perundang-
undangan yang tepat untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi
dan memastikan pemilikan hak-hak azasi dan kemerdekaan secara
sepenuhnya oleh ODHA dan anggota kelompok rentan. Upaya KIE
(komunikasi, informasi, dan edukasi) dalam penanggulangan HIV/AIDS
telah dilakukan namun stigmatisasi, diskriminasi, dan pelanggaran hak
azasi, masih terjadi. Masih banyak aspek penanggulangan HIV/AIDS
yang belum didukung oleh peraturan yang memadai sehingga beberapa
upaya penanggulangan menghadapi hambatan. Lingkungan kondusif
untuk mengurangi stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak azasi serta
menghilangkan hambatan pada pelaksanaan kegiatan penanggulangan
HIV/AIDS sangat diperlukan.
6. Koordinasi Multipihak
Masalah HIV/AIDS harus ditangani secara terkoordinasi oleh sektor
pemerintah, sektor swasta/dunia usaha dan LSM. Koordinasi tersebut
12
mencakup aspek perencanaan, pembiayaan, penyelenggaraan,
monitoring dan evaluasi.
7. Kesinambungan Penanggulangan
Pada masa mendatang Indonesia akan menghadapi masalah
HIV/AIDS yang semakin besar dan kompleks. Oleh karena itu upaya
penanggulangan harus ditingkatkan dan dijamin kesinambungannya
(sustainable response) agar tujuan penanggulangan HIV/AIDS dapat
dicapai. Kelemahan dalam bidang organisasi dan kemampuan individu
dari mereka yang terlibat dalam penanggulangan HIV/AIDS harus
ditingkatkan melalui upaya peningkatan kemampuan (capacity
building).
2.1.10 Sikap Masyarakat Terhadap Penderita HIV/AIDS
Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya bahwa salah satu strategi
penanggulangan HIV/AIDS adalah menciptakan lingkungan yang konduksif,
yaitu dengan menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap penderita
HIV/AIDS. Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pada
gilirannya akan mendorong munculnya pelanggaran HAM (Hak Asasi
Manusia) bagi ODHA (orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS) dan
keluarganya. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi HIV/AIDS.
Mereka menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara
kebisuan dan penyangkalan tentang HIV/AIDS seperti juga mendorong
keterpinggiran ODHA dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV.
Mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba
dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut
terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat.3 Pelaku
diskriminasi bisa terjadi di keluarga, masyarakat, pers, rumah sakit, dokter,
dan paramedis, serta lembaga swadaya masyarakat. Bentuk diskriminasi di
keluarga dan masyarakat misalnya dikucilkan, ditempatkan dalam ruang atau
13
rumah khusus, diberi makanan secara terpisah, bahkan ada yang diborgol.
Pengaduan juga terjadi di masyarakat. Sementara pers memuat foto, nama,
dan alamat tanpa izin. Diskriminasi yang dilakukan perusahaan misalnya
pemutusan hubungan kerja, mutasi atau pelarangan kerja ke luar negeri.
Bentuk diskriminasi oleh rumah sakit dan tenaga kesehatan adalah penolakan
untuk merawat, mengoperasi atau menolong persalinan, diskriminasi dalam
pemberian perawatan, dan penolakan untuk memandikan jenazah.7 Selain itu,
banyak orang percaya bahwa HIV/AIDS dapat ditularkan melalui gigitan
nyamuk, minum dari gelas yang sama dengan orang dengan AIDS, bergaul
sehari-hari dengan orang dengan AIDS yang batuk, dan berpeluk atau
mencium orang dengan AIDS. Hal ini juga menyebabkan terjadinya stigma
dan diskriminasi pada penderita HIV/AIDS. Merupakan kenyataan yang tak
bisa ditolak bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis,
budaya, agama dan lain-lain sehingga bangsa Indonesia secara sederhana
dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”. Setiap etnis, budaya, agama
dan lain-lain tentu saja memiliki pandangan, sikap, tindakan yang berbeda-
beda terhadap suatu persoalan. Perbedaan budaya merupakan sebuah
konduksi dalam hubungan interpersonal. Sebagai contoh ada yang orang yang
bila diajak bicara (pendengar) dalam mengungkapkan perhatiannya cukup
dengan mengangguk-anggukan kepala sambil berkata “uh. huh”. Namun
dalam kelompok lain untuk menyatakan persetujuan cukup dengan
mengedipkan kedua matanya. Dalam beberapa budaya, individu-individu
yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara individu yang
statusnya rendah hanya menerima saja sementara dalam budaya lain justru
sebaliknya. Dilihat dari contoh lain, ada kolompok yang bisa merasa simpati
atau peduli terhadap orang lain sedangkan kelompok lain lebih bersifat
individualistik dan acuh tak acuh terhadap perkara orang lain. Beberapa
psikolog menyatakan bahwa budaya menunjukkan tingkat intelegensi
14
masyarakat. Oleh karena kemampuannya untuk menguasai hal itu merupakan
ciri dari tingkat intelligensinya. Sementara manipulasi dan rekayasa kata dan
angka menjadi penting dalam masyarakat Barat. Oleh karenanya “keahlian”
yang dimiliki seseorang itu menunjukkan kepada kemampuan intelligensinya.
Sebenarnya sangat sulit untuk membicarakan tentang stigma dan diskriminasi
HIV/AIDS yang terjadi di dunia. Bahkan reaksi dalam suatu negara terhadap
HIV/AIDS akan beraneka ragam antara kelompok yang satu dengan yang lain
dan individu yang satu dengan yang lain. Agama, umur, dan tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tersebut dapat mempengaruhi
bagaimana seseorang menyikapi penyakit tersebut. Stigma terhadap penderita
HIV/AIDS tidak bersifat statis. Ini akan berubah seiring dengan berjalannya
waktu dimana pengetahuan mengenai HIV/AIDS dan pengobatannya telah
berkembang.15 Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa jika HIV/AIDS
sudah menjadi penyakit yang bisa dicegah dan diobati, sikap masyarakat akan
berubah dimana penolakan, stigma, dan diskriminasi akan dengan cepat
berkurang. Salah satu hal yang menyebabkan orang menstigma dan
mendiskriminasi ODHA karena mereka tidak paham akan HIV/AIDS dan
cara penularannya. Berbagai upaya telah dijalankan untuk mengurangi stigma
dan diskriminasi terhadap ODHA dan keluarganya, namun hal ini masih terus
berlangsung. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan peningkatan
pemahaman mengenai HIV/AIDS dikalangan masyarakat termasuk mereka
yang bekerja di unit-unit pelayanan kesehatan.
2.2 Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
2.2.1 Pengetahuan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan (knowledge)
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
15
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.16 Menurut Meliono,17 pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita
kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.
2) Media Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat
yang sangat luas. Contoh dari media massa adalah televisi, radio, koran,
dan majalah.
3) Keterpaparan informasi
2.2.2 Sikap Masyarakat
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, sikap (attitude) adalah
perbuatan, pendapat atau keyakinan yang berdasarkan pada pendirian. Sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial,
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
1. kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Pengukuran sikap dapat
16
dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat
ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu
objek, sedangkan pengukuran sikap secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat
responden.16,18,19
17
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi yang diketahui masyarakat awam tentang
pengertian dan cara penularan HIV/AIDS. Penilaian terhadap pengetahuan
masyarakat tentang HIV/AIDS yang berupa 7 pertanyaan yang diajukan kepada
responden dengan skoring 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban
yang salah adalah sebagai berikut :
1. Baik : apabila skor 6-7 2.
2. Sedang : apabila skor 4-5 3.
18
Variable Dependen
HIV/AIDS
3. Kurang : apabila skor <4
3.2.2 Sikap
Sikap adalah tanggapan atau respon masyarakat awam terhadap penderita
HIV/AIDS. Penilaian terhadap sikap masyarakat teehadap penderita HIV/AIDS
yang berupa 7 pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan skoring 1
untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah adalah sebagai
berikut :
1. Baik : apabila skor 6-7
2. Kurang baik : apabila skor 4-5
3. Tidak baik : apabila skor <4
3.2.3. Upaya pencegahan HIV/AIDS
Penilaian terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan oleh
masyarakat berupa 7 petanyaan yang diajukan kepada responden dengan
scoring 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah adalah sebagai
berikut:
1. Baik : apabila skor 6-7
2. Sedang : apabila skor 4-5
3. Kurang : apabila skor <4
19
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
cross sectional (studi potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS .
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Air Bang Kecamatan Curup Tengah pada
tanggal 19 Maret 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi target penelitian ini adalah masyarakat yang berusia 21-65
tahun. Populasi terjangkau adalah masyarakat yang berusia 21-65 tahun yang
sedang berada di Kelurahan Air Bang Kecamatan Curup Tengah ketika
penelitian ini berlangsung.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh dari populasi terjangkau yang berada
di Kelurahan Air Bang Kecamatan Curup Tengah selama penelitian
berlangsung.
20
4.4 Metode Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dengan pedoman
pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh
peneliti terhadap sampel penelitian.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pemerintah setempat
Kelurahan Air Bang Kecamatan Curup Tengah.
4.4.3 Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang
berhubungan dengan pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS dan
tanggapan sikap masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS.
4.5 Metode Analisis
Data Metode pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan software SPSS versi 12.0. Analisis statistik untuk data deskriptif
dilakukan dengan rerata (data numerik) dan persentase (data kategorik).
21
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Kelurahan Air Bang, Kecamatan Curup
Tengah. Kelurahan Air Bang memiliki luas wilayah kurang lebih 3899 km2.
Letaknya berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara : Kelurahan Air Meles Bawah
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Air Merah
c. Sebelah Barat : Kelurahan Batu Galing
d. Sebelah Timur : Kelurahan Air Meles Atas
Jumlah penduduk di wilayah kelurahan Air Bang pada tahun 2014 berjumlah
6845 jiwa dengan 1907 kepala keluarga. Penduduk kelurahan Air Bang
terdiri atas 3356 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 3489 jiwa berjenis
kelamin perempuan.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini, responden yang terpilih sebanyak 27 subjek. Dari
keseluruhan responden, gambaran karakteristik responden yang diamati
meliputi: usia, jenis kelamin dan tingkat pengetahuan.
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
usia
Usia Frekuensi (f) %< 25 2 7,4
25-35 2 7,435-45 10 37,0˃45 13 48,2
22
Berdasarkan data pada tabel 5.1, ditinjau dari segi usia, kelompok terbesar
pada usia di atas 45 tahun yaitu sebanyak 13 orang (48,2%) dan terendah pada
kelompok usia di bawah 25 tahun dan kelompok usia antara 25-35 tahun yaitu
masing-masing sebanyak 2 orang (7,4%).
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (f) %Laki-laki 5 18,5
Perempuan 22 81,5
Pada karakteristik jenis kelamin, kelompok terbesar adalah pada perempuan
yaitu 22 orang (81,5%) dan terendah pada kelompok laki-laki yaitu 5 orang
(18,5%).
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan tingkat
pendidikan terakhir
Tingkat Pendidikan Frekuensi (f) %Tidak sekolah 0 0
SD 0 0SMP 9 33,3SMA 12 44,4
Perguruan tinggi 6 22.2
Tabel 5.3 menunjukkan distribusi frekuensi karakteristik responden
berdasarkan tingkat pendidikan, dimana kelompok terbesar adalah pada
kelompok SMA yaitu 12 orang (44,4%) dan terendah adalah pada kelompok
tidak bersekolah dan SD yaitu sebesar 0%.
5.1.3 Hasil Analisa Data
23
Data lengkap distribusi jawaban kuesioner responden pada variabel
pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan
No. Pertanyaan/PernyataanJawaban Responden
Benar Salah Tidak tahuf % f % f %
1 Penderita HIV bisa tampak sehat 17 63,0 4 14,8 6 22,22 HIV/AIDS dapat disembuhkan 12 44,4 8 29,6 7 26,03 Penularan HIV/AIDS dengan
bekerja dekat dengan penderita HIV/AIDS
15 55,6 3 11,1 9 33,3
4 Penularan HIV/AIDS melalui rahim
24 88,9 0 0 3 11,7
5 Penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik
25 92,6 0 0 2 7,4
6 Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual
27 100 0 0 0 0
7 HIV/AIDS dapat dicegah 25 92,6 1 3,7 1 3,7
Berdasarkan tabel di atas, pertanyaan/ pernyataan yang paling banyak
dijawab benar adalah pertanyaan tentang cara penularan HIV/AIDS melalui
hubungan seksual yaitu sebesar 100%. Sedangkan pertanyaan yang paling
banyak dijawab salah adalah pertanyaan tentang penyembuhan HIV/AIDS yaitu
sebesar 29,6%. Selain itu, pertanyaan yang paling banyak dijawab tidak tahu
adalah pertanyaaan tentang penularan HIV/AIDS dengan bekerja dekat dengan
penderita HIV/AIDS yaitu sebesar 33,3%.
Berdasarkan hasil uji tersebut, maka tingkat pengetahuan responden tentang
HIV/AIDS dapat diketegorikan pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
24
Tingkat pengetahuan Frekuensi (f) %Baik 15 55,6
Sedang 11 40,7Kurang 1 3,7
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori
baik memiliki paling besar yaitu 55,6%. Tingkat pengetahuan yang dikategori
sedang sebesar 40,7% dan tingkat pengetahuan yang dikategori kurang sebesar
3,7%.
Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner responden pada
variabel sikap dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap
No. Pertanyaan/PernyataanJawaban Responden
Sikap Benar
Sikap Salah
Tidak tahu
F % f % F %1 Bersedia merawat saudara laki-
laki yang menderita HIV/AIDS 19 70,4 4 14,8 4 14,8
2 Mengizinkan anak yang menderita HIV/AIDS untuk terus mengikuti pelajaran sekolah
23 85,2 2 7,4 2 7,4
3 Mengizinkan guru yang menderita HIV/AIDS untuk terus mengajar di sekolah
19 70,4 4 14,8 4 14,8
4 Mau membeli makanan dari penderita HIV/AIDS
3 11,1 13 48,1 11 40,7
5 Menjauhi tetangga yang menderita HIV/AIDS
22 81,5 4 14,8 1 3,7
6 Menghindari makanan atau menggunakan alat makan bersama dengan penderita HIV/AIDS
6 22,2 15 55,5 6 22,2
7 HIV/AIDS harus dikarantina 19 70,4 6 22,2 2 7,4
25
Dari tabel di atas terlihat bahwa pertanyaan/pernyataan yang paling
banyak dijawab dengan memberikan sikap yang benar adalah sikap responden
untuk mengizinkan anak yang menderita HIV/AIDS untuk terus mengikuti
pelajaran sekolah yaitu sebesar 85,2%. Pertanyaan/pernyataan yang paling
sedikit dijawab dengan memberikan sikap yang benar adalah sikap untuk mau
membeli makanan dari penderita HIV/AIDS yaitu sebesar 11,1%. Selain itu,
pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab tidak tahu adalah sikap
responden untuk mau membeli makanan dari penderita HIV/AIDS yaitu sebesar
40,7%.
Berdasarkan hasil uji tersebut maka sikap responden terhadap penderita
HIV/AIDS dapat dikategorikan pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi sikap
Sikap Frekuensi (f) %Baik 2 7,4
Kurang Baik 18 66,6Tidak Baik 7 25,9
Dari tabel 5.7 dapat dilihat sikap responden terhadap penderita HIV/AIDS
yang dikategorikan kurang baik memiliki persentase yang paling besar yaitu
66,6%. Sikap responden yang dikategori baik sebesar 7,4% dan yang
dikategorikan tidak baik sebesar 25,9%.
Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner responden pada
variabel upaya pencegahan dapat dilihat pada tabel 5.8.
26
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel
upaya pencegahan
No. Pertanyaan/PernyataanJawaban Responden
Benar Salah Tidak tahuf % f % f %
1 Menghindari berhubungan seks dengan pekerja seks komersial
26 96,3 0 0 1 3,7
2 Memeriksakan diri setiap tahun untuk deteksi dini dan pencegahan HIV/AIDS
21 77,8 1 3,7 5 18,5
3 Menghindari transfusi darah yang tidak jelas asalnya
27 100 0 0 0 0
4 Menghindari mentatto tubuh dan menggunakan jarum suntik bergantian pada kelompok pecandu narkoba suntik.
26 96,3 0 0 1 3,7
5 Memiliki hanya satu pasangan seksual yang saling setia
25 92,6 0 0 2 7,4
6 Mencari informasi yang benar tentang HIV/AIDS dan membagi informasi yang didapat kepada keluarga terdekat
23 85,2 4 14,8 0 0
7 Menghindari seks bebas sebelum menikah
27 100 0 0 0 0
Dari tabel di atas terlihat bahwa pertanyaan/pernyataan yang paling
banyak dijawab dengan benar tentang upaya pencegahan adalah menghindari
transfusi darah yang tidak jelas asalnya dan menghindari seks bebas sebelum
menikah yaitu sebesar 100%. Pertanyaan/pernyataan yang paling banyak
dijawab salah tentang upaya pencegahan HIV/AIDS adalah mencari informasi
yang benar tentang HIV/AIDS dan membagi informasi yang didapat kepada
keluarga terdekat yaitu sebesar 14,8%. Selain itu, pertanyaan/pernyataan yang
paling banyak dijawab tidak tahu adalah memeriksakan diri setiap tahun untuk
deteksi dini dan pencegahan HIV/AIDS yaitu sebesar 18,5%.
27
Berdasarkan hasil uji tersebut maka upaya pencegahan responden
terhadap HIV/AIDS dapat dikategorikan pada tabel 5.9.
Tabel 5.9. Distribusi frekuensi upaya pencegahan
Sikap Frekuensi (f) %Baik 25 92,6
Sedang 2 7,4Kurang 0 0
Dari tabel 5.9. dapat dilihat upaya pencegahan responden terhadap
penderita HIV/AIDS yang dikategorikan baik memiliki persentase yang paling
besar yaitu 92,6%. Upaya pencegahan responden yang dikategori sedang
sebesar 7,4% dan yang dikategorikan kurang sebesar 0%.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.16 Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa
tingkat pengetahuan masyarakat di Kelurahan Air Bang mengenai HIV/AIDS
berada dalam kategori baik, hal ini mungkin ada kaitannya dengan faktor usia
yang dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan kelompok usia
UsiaTingkat Pengetahuan
Baik Sedang Kurang Totalf % f % f %
<25 2 13,3 0 0 0 0 225-35 0 0 2 18,2 0 0 235-45 3 20 3 27,3 1 0 7˃45 10 66,7 6 54,4 0 0 16
Total 15 100 11 100 1 100 27
28
Dari tabel 5.10 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan yang dikategorikan
baik paling banyak terdapat pada kelompok usia di atas 45 tahun (66,7%),
tingkat pengetahuan yang dikategorikan sedang paling banyak pada kelompok
usia di atas 45 tahun (54,4%). Sedangkan tingkat pengetahuan yang
dikategorikan kurang paling banyak terdapat pada usia 35-45 tahun (100%).
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa kelompok usia menunjukkan
tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini mungkin karena salah satu hal yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang HIV/AIDS adalah usia.18
Dikatakan bahwa pada kelompok usia yang lebih besar akan memiliki tingkat
pengetahuan yang lebih baik dibandingkan pada kelompok usia yang kecil.
Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap
objek tertentu.16
Tabel 5.11 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Tingkat PengetahuanBaik Sedang Kurang Total
f % f % f %
Laki-laki 3 20 2 18,2 0 0 5Perempuan 12 80 9 81,8 1 100 22
Total 15 100 11 100 1 100 27
Menurut Prihyugiarto dalam penelitiannya berjudul “Faktor- Faktor Yang
Mempengaruhi Sikap Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja di
Indonesia”, jenis kelamin berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai
HIV/AIDS.18 Hal ini sesuai dengan penelitian ini, dimana berdasarkan tabel 5.11,
dapat dilihat tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik paling banyak pada
jenis kelamin perempuan (80%), tingkat pengetahuan sedang pada jenis kelamin
perempuan (81,8%), dan tingkat pengetahuan kurang pada jenis kelamin
perempuan (100%). Ini berarti bahwa perbedaan jenis kelamin menggambarkan
tingkat pengetahuan.
29
Tabel 5.12 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
Tingkat Pendidikan
Tingkat PengetahuanBaik Sedang Kurang Total
F % f % F %
Tidak sekolah 0 0 0 0 0 0 0SD 0 0 0 0 0 0 0
SMP 0 0 8 72,7 1 100 9SMA 12 80 0 0 0 0 12
Perguruan tinggi
3 20 3 27,3 0 0 6
Total 15 100 11 100 1 100 27
Dari tabel 5.12 Dari hasil penelitian Prihyugiarto , faktor lain yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang HIV/AIDS adalah tingkat
pendidikan.18 Dikatakan bahwa pada kelompok yang berpendidikan tinggi akan
memberikan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok dengan pendidikan rendah. Tingkat pendidikan
yang tinggi akan meningkatkan cara seseorang memahami dan mengolah
informasi HIV/AIDS yang diperoleh dari berbagai sumber informasi seperti
media cetak, media elektronik dan penyuluhan dari petugas kesehatan.
Banyaknya informasi yang diperoleh seseorang dari sumber-sumber informasi
juga mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.
Penelitian ini kurang sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prihyugiarto. Pada table 5.12 dapat dilihat tingkat pengetahuan yang baik paling
banyak terdapat pada tingkat pendidikan terakhir pada jenjang SMA yaitu sebesar
80% kemudian disusul tingkat pendidikan terakhir perguruan tinggi 20%. Hal ini
mungkin terjadi karena semakin banyak dan mudah bagi masyarakat untuk
memperoleh informasi dari sumber-sumber informasi melalui media informasi
sehingga belum tentu seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi
akan memberikat tingkat pengetahuan yang lebih baik mengenai HIV/AIDS.
30
5.2.2 Sikap
Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa tingkat sikap masyarakat
Kelurahan Air Bang terhadap penderita HIV/AIDS berada dalam kategori baik,
hal ini mungkin ada kaitannya dengan faktor usia yang dapat dilihat pada tabel
5.13.
Tabel 5.13 Distribusi frekuensi sikap berdasarkan usia
UsiaSikap
Baik Kurang Baik Tidak Baik Totalf % F % f %
<25 0 0 2 11,1 0 0 225-35 0 0 1 5,6 1 14,3 235-45 0 0 7 38,9 3 42,85 10˃45 2 100 8 44,4 3 42,85 13
Total 2 100 18 100 7 100 27
Dari tabel 5.13 terlihat bahwa sikap masyarakat terhadap penderita
HIV/AIDS berdasarkan usia, yang dikategorikan baik paling banyak terdapat
pada kelompok usia di atas 45 tahun (100%), kategori kurang baik terdapat pada
kelompok usia di atas 45 tahun (44,4%) dan kategori tidak baik pada kelompok
umur 35-45 tahun dan di atas usia 45 (42,85%). Menurut pandangan
Notoadmodjo tentang penentuan sikap, dikatakan bahwa semakin sering
seseorang terpapar akan suatu stimulus atau objek, akan semakin
mempengaruhi seseorang menilai ataupun bersikap terhadap stimulus atau
objek tersebut. 16Pertambahan usia seseorang akan berhubungan dengan
perkembangan kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual dan
perkembangan social. 19 Pernyataan ini mendukung penelitian ini. Terlihat jelas
bahwa penambahan usia memberikan sikap yang baik dari masyarakat terhadap
penderita HIV/AIDS.
31
Tabel 5.14 Distribusi frekuensi sikap berdasarkan tingkat pengetahuan
Tingkat Pengetahuan
Sikap Baik Kurang Baik Tidak Baik Total
f % F % f %
Baik 2 100 11 61,1 2 28,6 15Sedang 0 0 7 38,9 4 57,1 11Kurang 0 0 0 0 1 14,3 1
Total 2 100 18 100 7 100 27
Pada tabel yang disajikan di atas, terlihat bahwa pada tingkat pengetahuan
yang baik akan memberikan sikap yang baik dan tingkat pengetahuan yang
sedang akan memberikan sikap yang baik dan kurang baik. Hal ini dikarenakan
pengetahuan yang baik akan suatu objek atau stimulus memegang peranan
penting dalam penentuan sikap.16 Selain itu, pemahaman ataupun pengetahuan
baik atau buruk, salah atau benarnya suatu hal akan menentukan sikap
seseorang.20
5.2.3 Upaya Pencegahan
Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan
kesehatan. Perawatan pencegahan melibatkan aktivitas peningkatan kesehatan
termasuk program pendidikan kesehatan khusus, yang dibuat untuk membantu
klien menurunkan risiko sakit, mempertahankan fungsi yang maksimal, dan
meningkatkan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan yang baik.
Tabel 5.15 Distribusi frekuensi upaya pencegahan berdasarkan tingkat pengetahuan
32
Tingkat Pengetahuan
Upaya PencegahanBaik Sedang Kurang Total
f % F % f %
Baik 15 60 0 0 0 0 15Sedang 10 40 1 50 0 0 11Kurang 0 0 1 50 0 0 1
Total 25 100 2 100 0 0 27
Pada tabel yang disajikan di atas, terlihat bahwa pada tingkat pengetahuan
yang baik akan memberikan upaya pencegahan yang baik yaitu sebesar 60%
dan tingkat pengetahuan yang sedang juga akan memberikan upaya pencegahan
yang baik yaitu sebesar 40%. Sedangkan upaya pencegahan yang sedang
dilakukan oleh responden dengan tingkat pengetahuan yang sedang dan kurang
yaitu masing-masing sebesar 50%. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang baik
akan suatu objek atau stimulus memegang peranan penting dalam pemahaman
bagaimana upaya pencegahan suatu penyakit.
Tabel 5.16 Distribusi frekuensi upaya pencegahan berdasarkan sikap
Sikap Upaya Pencegahan
Baik Sedang Kurang Totalf % F % f %
Baik 2 8 0 0 0 0 2Kurang Baik 17 68 1 50 0 0 18Tidak Baik 6 24 1 50 0 0 7
Total 25 100 2 100 0 0 27
Pada tabel yang disajikan di atas, terlihat bahwa pada sikap yang baik akan
memberikan upaya pencegahan yang baik yaitu sebesar 8% , sikap yang kurang
baik akan memberikan upaya pencegahan baik sebesar 68% dan sikap yang
tidak baik akan memberikan upaya pencegahan baik sebesar 24%. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun kita memliki sikap yang baik dalam menghadapi
suatu penyakit belum tentu kita memiliki upaya pencegahan penyakit yang baik
33
pula. Hal ini karena banyak faktor yang mempengaruhi cara kita untuk
mencegah suatu penyakit misalnya, tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan
dan usia.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini meliputi:
1. Kurangnya jumlah dan variasi sampel pada penelitian ini sehingga
memperbesar bias dan hasil. Pada penelitian sampel yang digunakan lebih
banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
2. Informasi bias pada penelitian ini dapat terjadi pada variabel upaya
pencegahan sebagian besar berdasarkan pada pernyataan yang terdapat pada
kuisoner. Dimana sebaiknya dapat dilakukan selain menggunakan kuisoner
yaitu dengan observasi.
BAB VI
34
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan masyarakat di Kelurahan Air Bang mengenai HIV/AIDS
secara umum yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 15 orang (55,6%),
pengetahuan sedang sebanyak 11 orang (40,7%) dan pengetahuan kurang
sebanyak 1 orang (3,7%).
2. Sikap masyarakat di Kelurahan Air Bang terhadap penderita HIV/AIDS yang
memiliki sikap yang baik sebanyak 2 orang (7,4%), kurang baik sebanyak 18
orang (66,6%) dan tidak baik sebanyak 7 orang (25,9%).
3. Upaya pencegahan masyarakat di Kelurahan Air Bang terhadap HIV/AIDS
secara umum yang memiliki upaya pencegahan baik sebanayak 25 orang
(92,6%),dan sedang sebanyak 2 orang (7,4%)
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan masyarakat di Kelurahan Air Bang
mengenai HIV/AIDS terutama bagi masyarakat dengan tingkat pendidikan
rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan arus infomasi baik
melalui puskesmas, dokter, media cetak, media elektronik maupun melalui
penyuluhan-penyuluhan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk dilakukan
penelitian selanjutnya yang lebih baik dengan memperluas variabel-variabel
lainnya.
3. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan perbaikan instrument penilaian
untuk meningkatkan kevalidan data.
DAFTAR PUSTAKA
35
1. Triana, Nunik, 2009. Jurnal Nasional: HIV/AIDS Kini Jadi Epidemi di
Indonesia, Jakarta. Diperoleh dari:
http://www.aidsindonesia.or.id/news.php?id_kategori=3&id_language=2&id
_pages=54&id_news=227.htm
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. HIV/AIDS Ancaman
Serius Bagi Indonesia. Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jendral
Departemen Kesehatan. Diperoleh dari: http://www.depkes.go.id/index.php?
option=news&task=viewarticle&sid=32 43&Itemid=2
3. Harahap, Syaiful W, 2003. Diskriminasi Terhadap Pengidap HIV, Jakarta.
Diperoleh dari: http://www.kesrepro.info/?q=node/318 Ashari, Muhammad
Dedi, 2000. Hindari AIDS Demi Masa Depan Kita Semua. Dalam: Nasution,
Rizali H, dkk., ed. AIDS: Kita Bisa Kena, Kita Bisa Cegah. Medan: Monora;
17.
4. Zein, Umar, dkk., 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda
Ketahui. Medan: USU press; 1-44.
5. Fauci, Anthony S., dan Lane, H. Clifford, 2005. Human Immunodeficiency
Virus Disease: AIDS and Related Disorders. In: Kasper, Dennis S., ed.
Harrison’s Principles of Internal Medicin 16th edition. United States of
America: Mc Graw Hill;1076, 2372-2390.
6. Mansjoer, Arif, dkk., 2000. AIDS. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi
ke-3 Jilid 2. Jakarta: Medika Aesculapius;162. Mayo Foundation for Medical
Education and Research, 2008. HIV/AIDS. Diperoleh dari:
http://www.mayoclinic.com/health/hiv-aids/DS00005/cause.htm.
7. Djoerban, Zubairi dan Djauzi, Samsuridjal, 2006. HIV/AIDS di Indonesia.
Dalam: Sudoyo, Aru. W, dkk., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV
jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
1803-1807
36
8. Muninjaya, A.A. Gde, 1999. Tiga Cara Untuk Pencegahan AIDS. Dalam:
AIDS di Indonesia: Masalah dan Kebijakan Penanggulangannya. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 29-32
9. Davey, Patrick, 2006. Infeksi HIV dan AIDS. Dalam: Safitri, Amalai, ed. At a
Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 288-289.
10. Yatim, Danny Irawan, 2006. Dialog Seputar AIDS. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia; 5 Yayasan Spiritia, 2008. Strategi Nasonal
Penanggulangan HIV/AIDS. Diperoleh dari:
http://spiritia.or.id/art/pdf/a1056.pdfhtm
11. Ashari, Muhammad Dedi, 2000. Hindari AIDS Demi Masa Depan Kita
Semua. Dalam: Nasution, Rizali H, dkk., ed. AIDS: Kita Bisa Kena, Kita Bisa
Cegah. Medan: Monora; 17.
12. Brooks, Geo. F., Butel, Janet S., dan Morse, Stephen A., 2005. AIDS dan
Lentivirus. Dalam: Sjabana, Dripa, ed. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
Salemba Medika; 292-300.
13. Rubenstein, David, Wayne, David, dan Bradley, John, 2007. Lecture Notes:
Kedokteran Klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga; 389-391.
14. Hutapea, Ronald, 1995. Pencegahan AIDS. Dalam: AIDS & PMS dan
Perkosaan. Jakarta: Rineka Cipta; 92. Kelompok Kerja HIV-AIDS, 2005.
Remaja Dinilai Rentan Tertular HIV. Jakarta: Rumah Sakit Penyakit Infeksi
Prof. Dr. Sulianti Saroso. Diperoleh dari: http://www.aids-rpiss.com
15. AVERT, 2009. HIV & AIDS Discrimination and Stigma. Diperoleh dari:
http://www.avert.org/aids/diskriminasi/stigma
16. Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan.
Dalam: Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta; 121,
124- 127. Notoatmodjo, S., 2007. Domain Perilaku. Dalam : Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 139-146.
37
17. Meliono, I., dkk., 2007. Pengetahuan. Dalam: MPKT Modul 1. Jakarta:
Lembaga Penerbitan FEUI; 33-35.
18. Prihyugiarto, T.Y., 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Terhadap
Perilaku Seks Pranikah pada Remaja di Indonesia. Dalam : Jurnal Ilmiah
Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi II (2). Diperoleh dari :
www.bkkbn.go.id/Webs/DetailJurnalLitbang.php
19. Hadi, et al., 2008. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Remaja Jakarta Tentang
Seks Aman dan Faktor yang Berhubungan. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Pembangunan Nasional.
20. Rahayuningsih, S.U., 2008. Sikap (Attitude). Diperoleh dari :
http://nurul_q.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9095/bab1-sikap-1.pdf.
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
38
No. Responden : Lokasi Wawancara :Tanggal Wawancara :
Identitas Subjek (wajib diisi)
Usia :
Jenis Kelamin : L/P
Pendidikan terakhir : Tidak sekolah / SD / SMP / SMA / Perguruan Tinggi*
(*) coret yang tidak perlu
I. Pertanyaan Pengetahuan Isi dan jawablah pertanyaan dibawah ini dengan tanda ceklis ( √ ) pada kolom Ya, Tidak, Tidak Tahu yang menurut anda benar
No Pertanyaan JawabanYa Tidak Tidak
Tahu1 Apakah seseorang yang menderita HIV bisa tampak
sehat?2 Apakah penderita HIV/AIDS dapat disembuhkan? 3 Apakah seseorang mendapat penyakit HIV/AIDS
dengan bekerja dekat dengan penderita HIV/AIDS? 4 Apakah wanita hamil yang menderita HIV/AIDS
menularkan HIV/AIDS kepada anak dalam rahimnya?
5 Apakah HIV/AIDS ditularkan melalui jarum suntik yang telah digunakan berulang-ulang?
6 Apakah seseorang mendapat penyakit HIV/AIDS melalui hubungan seksual?
7 Apakah penyakit HIV/AIDS dapat dicegah?
II. Pertanyaan Sikap
39
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan membubuhkan tanda ceklis ( √ ) pada kolom berikut
No Pertanyaan JawabanYa Tidak Tidak
Tahu1 Jika saudara laki-laki Anda menderita HIV/AIDS,
apakah Anda bersedia merawatnya dalam rumah Anda?2 Jika seorang anak yang menderita HIV/AIDS tapi dia
tidak sakit, apakah dia diizinkan untuk mengikuti pelajaran di sekolah?
3 Jika seorang guru menderita HIV/AIDS tapi dia tidak sedang sakit, apakah dia diizinkan untuk meneruskan mengajar di sekolah?
4 Jika kamu tahu seorang penjual makanan menderita HIV/AIDS, apakah Anda mau membeli makanan dari mereka?
5 Seandainya tetangga Anda menderita HIV/AIDS, apakah Anda akan menjauhinya?
6 Menghindari makanan atau menggunakan alat makan bersama untuk pencegahan penularan HIV/AIDS
7 Apakah penderita HIV/AIDS harus dirawat di ruang khusus (karantina)
40
III.Pertanyaan Tentang Upaya Pencegahan HIV/AIDS
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan sejujur – jujurnya sesuai dengan yang pernah anda alami dengan membubuhkan tanda cheklist ( √ ) pada kolom Setuju, Tidak Setuju, atau Tidak tahu
No Pertanyaan JawabanSetuju Tidak
SetujuTidak Tahu
1 Menghindari berhubungan seks dengan pekerja seks komersial untuk pencegahan penularan HIV/AIDS
2 Memeriksakan diri setiap tahun untuk deteksi dini dan pencegahan HIV/ AIDS
3 Menghindari tranfusi darah yang tidak jelas asalnya untuk pencegahan penularan HIV/AIDS.
4 Menghindari mentatto tubuh dan menggunakan jarum suntik bergantian pada kelompok pecandu narkoba suntik untuk pencegahan penularan HIV/AIDS
5 Memiliki hanya satu pasangan seksual yang saling setia
6 Mencari informasi yang benar tentang HIV/AIDS dan membagi informasi yang didapat kepada keluarga terdekat
7 Menghindari seks bebas sebelum menikah untuk pencegahan penularan HIV/AIDS
41
LENSA KEGIATAN
42
43
44
top related