bab i dan ii
Post on 05-Dec-2015
235 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
JUDUL : PERBEDAAN PENGARUH KOPI ARABICA (COFFEA ARABICA)
DAN KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) TERHADAP PERUBAHAN
PH SALIVA (IN VIVO)
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kopi merupakan minuman yang digemari banyak kalangan di dunia.
Begitu pun di Indonesia, minum kopi telah menjadi fenomena sehari-hari
(Andriany, 2012). Menurut estimasi AEKI (Asosiasi Eksportir dan Industri
Kopi Indonesia) pada tahun 2015 konsumsi kopi di Indonesia mencapai 1,09
kg/kapita/tahun dan akan terus meningkat pada tahun 2016 dengan estimasi
angka mencapai 1,15 kg/kapita/tahun (AEKI, 2013).
Ada tiga jenis kopi yang dikenal di Indonesia yaitu kopi arabika, kopi
robusta, kopi liberikan. Menurut AEKI, secara komersil ada dua jenis kopi
yang memiliki nilai ekonomis dan diperdagangkan di Indonesia yaitu kopi
arabika (Coffea Arabica) dan kopi robusta (Coffea Canephora) (AEKI,
2013). Kopi robusta cenderung lebih pahit dari kopi arabika karena komposisi
kafeinnya lebih tinggi, yaitu 1,7-4,0%, sedangkan komposisi kafein dalam
kopi arabika hanya 0,8-1,4% saja (Andriany, 2012).
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menyebutkan minuman
ringan banyak berpengaruh pada kerusakan gigi. Kopi merupakan salah satu
jenis minuman ringan Kopi memiliki kandungan asam yang dapat melarutkan
mineral pada jaringan keras gigi. Kebiasaan minum kopi menyebabkan
terjadinya perubahan pada pH saliva. Pada umumnya, kopi arabika memiliki
pH yang lebih rendah dibandingkan kopi robusta. Kopi arabika memiliki pH
sekitar 4,85-5,15 sedangkan kopi robusta memiliki pH sekitar 5,25-5,40. pH
yang rendah ini dikarenakan kopi mengandung beberapa asam, seperti asam
phenolic, asam ferulic, dan kaffeic (Soraya dkk, 2013).
Derajat keasaman (pH) saliva dan kapasitas buffer saliva merupakan
parameter saliva dalam proses terjadinya demineralisasi gigi dan timbulnya
penyakit lain di rongga mulut. Sifat asam dalam rongga mulut yang
diakibatkan konsumsi makanan kariogenik seperti sukrosa, dapat dinetralisir
oleh saliva (Andriany, 2012). Dalam keadaan normal, pH saliva berkisar
antara 5,6-7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Apabila pH rongga mulut rendah
antara 4,5-5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti
Streptococcus mutans dan Lactobacillus (Merinda dkk, 2013).
Terdapat dua mekanisme utama minuman ringan seperti kopi dapat
menyebabkan kerusakan gigi. Pertama, pH yang rendah dan keasaman yang
tinggi dari kopi menjadi penyebab permukaan email gigi mengalami erosi.
Kedua, kadar glukosa yang terkandung di dalam kopi akan difermentasi oleh
mikroorganisme sehingga mikroorganisme tersebut mudah melekat pada
permukaan gigi dan membentuk plak yang menghasilkan asam dan
menyebabkan pH saliva menjadi rendah yang kemudian dilanjutkan dengan
terjadinya proses demineralisasi (Soraya dkk, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin melakukan penelitian
mengenai perbedaan pengaruh kopi arabika (Coffea Arabica) dan kopi
robusta (Coffea Canephora) terhadap perubahan pH saliva.
II. Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan pengaruh kopi arabika (Coffea Arabica) dan
kopi robusta (Coffea Canephora) terhadap perubahan pH saliva?
III. Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh kopi arabika
(Coffea Arabica) dan kopi robusta (Coffea Canephora) terhadap
perubahan pH saliva.
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui nilai pH saliva setelah mengkonsumsi kopi arabika
(Coffea Arabica)
2. Untuk mengetahui nilai pH saliva setelah mengkonsumsi kopi robusta
(Coffea Canephora)
3. Untuk mengetahui perubahan pH saliva sebelum dan setelah
mengkonsumsi kopi arabika (Coffea Arabica)
4. Untuk mengetahui perubahan pH saliva sebelum dan setelah
mengkonsumsi kopi robusta (Coffea Canephora)
5. Untuk membandingkan perubahan pH saliva setelah mengkonsumsi
kopi arabika (Coffea Arabica) dan kopi robusta (Coffea Canephora).
IV. Manfaat Penelitian
A. Mendapatkan pengetahuan tentang perubahan pH saliva setelah
mengkonsumsi kopi arabika (Coffea Arabica) dan kopi robusta (Coffea
Canephora).
B. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang dampak negatif kopi
bagi kesehatan gigi dan mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. LANDASAN TEORI
A. SALIVA
1. Pengertian Saliva
Pada saat mengunyah makanan, aktivitas fisiologis yang berperan
penting di dalam mulut adalah lubrikasi makanan oleh saliva (Essential of
Medical Physiology, 2003). Saliva merupakan suatu cairan rongga mulut
yang terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva mayor (kelenjar parotis,
submandibula, dan sublingua) dan minor (kelenjar labial, kelenjar bukal,
kelenjar Bladin-Nuhn, kelenjar Von Ebner, dan kelenjar Weber) yang
terdapat pada mukosa oral (Dasar-Dasar Karies, 1993; ).
Cairan saliva merupakan sekresi kelenjar eksokrin yang terdiri dari
99% air, elektrolit (sodium, potasium, kalsium, dan klorid, magnesium,
bikarbonat, dan fosfat), serta protein yang dipresentasikan oleh enzim,
immunoglobulin A (IgA) dan faktor antimikroba lain, glikoprotein
mucosal, albumin, dan beberapa polipeptid dan oligopeptid yang berperan
dalam kesehatan gigi. Saliva juga mengandung glukosa dan produk
nitrogen seperti urea dan amonia. Komponen-komponen ini berinteraksi
dan berperan dalam berbagai fungsi saliva (Almeida dkk, 2008).
Produksi saliva normal pada setiap individu bervariasi, normalnya
sekitar 1-1,5 L/hari. Indeks saliva merupakan parameter dari saliva
terstimulasi dan saliva tidak terstimulasi yang dapat dinyatakan dalam
kategori normal, rendah, maupun sangat rendah (hiposaliva). Pada orang
dewasa, indeks saliva terstimulasi kategori normal adalah 1-3 mL/menit,
kategori rendah adalah 0,7-1 mL/menit, dan kategori sangat rendah jika
kurang dari 0,7 mL/hari. Indeks saliva tidak terstimulasi kategori normal
0,25-0,35 mL/menit, kategori rendah adalah 0,1-0,25 mL/menit, kategori
sangat rendah (hiposaliva) adalah kurang dari 0,1 mL/menit (Almeida dkk,
2008).
Sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui 2 jenis refleks saliva
yang berbeda, yaitu:
a. Refleks saliva sederhana (tidak terkondisi), ketika kemoreseptor atau
reseptor tekanan di dalam rongga mulut merespon terhadap
rangsangan makanan. Impuls akan dibawa ke pusat saliva kemudian
melalui saraf otonom ekstrinsik menstimulasi sekresi saliva oleh
kelenjar saliva.
b. Refleks saliva di dapat (terkondisi), pengeluaran saliva terjadi tanpa
rangsangan oral, hanya melalui pemikiran, melihat, mencium aroma
makanan lezat.
(Afifah, 2010)
2. Anatomi dan Histologi Kelenjar Saliva
Saliva merupakan sekresi dari kelenjar eksokrin salivarius.
Kelenjar saliva dikategorikan menjadi dua, yaitu kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis,
kelenjar submandibula, dan kelenjar sublingua. Sedangkan kelenjar saliva
minor terdiri dari kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar Bladin-Nuhn,
kelenjar Von Ebner, dan kelenjar Weber.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar, berbentuk
irreguler, namun jika dilihat dari lateral kelenjar ini berbentuk seperti
segitiga. Kelenjar parotis terletak di sekitar telinga. Kelenjar ini memiliki
saluran yang bernama ductus stenson yang bermuara dalam vestibulum
oris pada papilla parotidea yang berhadapan dengan gigi molar kedua atas
atau molar pertama atas. Jenis sel dari kelenjar parotis adalah tubuloasiner
kompleks (asiner bercabang) yang merupakan kelenjar serosa murni.
Kelenjar parotis mensekresi 20% dari saliva total.
Kelenjar submandibula memiliki ukuran kurang lebih setengah dari
glandula parotis, berbentuk oval, pipih, dan terletak pada trigonum
submandibula. Duktus kelenjar ini bernama duktus mandibular atau duktus
whartoni yang bermuara ke cavum oris. Kelenjar ini merupakan kelenjar
tubuloasiner komples dimana memiliki bagian sekretoris yang tersusun
dari sel asini serosa dan mukosa atau disebut juga kelenjar campuran.
Asini serosa pada kelenjar ini lebih dominan (80%) dibandingkan asini
mukosa (5%) sehingga disebut juga kelenjar mukoserosa. Kelenjar ini
merupakan kelenjar dengan sekresi paling banyak, yaitu 65-70% dari total
sekresi saliva.
Kelenjar sublingua merupakan kelenjar terkecil yang memiliki
bentuk memanjang dan sempit. Kelenjar ini terletak di dasar mulut. Duktus
sublingual minor dari duktus rivinus bermuara dalam rongga mulut pada
plika sublingualis. Sedangkan duktus sublingual mayor yang bermuara
dalam duktus whartoni, dekat sebelum duktus terakhir ini bermuara pada
carunculae (Azizah, 2014).
3. Komposisi Saliva
Komposisi saliva dibedakan menjadi dua komponen, komponen
anorganik dan organik. Komponen anorganik pada saliva misalnya ion
sodium dan potasium sebagai kation yang terpenting, sedangkan anion
mayor aktif berupa ion klorida dan bikarbonat (Amalia, 2013). Komponen
organik dari saliva seperti L-amylase (ptialin), lingual lipase, kalikren,
lysozyme, sedikit urea, asam uric, kolesterol, dan musin (Essential of
Medical Physiology, 2003).
4. Fungsi Saliva
Fungsi saliva dibagi menjadi 5 kategori besar yang berfungsi untuk
menjaga kesehatan mulut dan menciptakan keseimbangan ekologi yang
tepat, yaitu:
a. Lubrikasi dan Proteksi
Saliva membentuk lapisan seromukosal yang melumasi dan
melindungi jaringan mulut terhadap agen yang dapat mengiritasi. Hal
ini terjadi karena musin (protein dengan kandungan karbohidrat yang
tinggi) bertanggungjawab untuk pelumasan, perlindungan terhadap
dehhidrasi, dan pemeliharaan viskoelastisitas saliva. Musin juga
selektif memodulasi adhesi mikroorganisme pada permukaan jaringan
mulut yang dapat memberikan kontribusi untuk kontrol koloni bakteri
dan jamur. Selain itu, musin melindungi jaringan mulut terhadap
serangan proteolitik oleh mikroorganisme. Proses pengunyahan,
berbicara, dan penelanan dibantu oleh efek protein pelumas ini.
b. Kapasitas Buffer
Saliva berperan sebagai sistem penyangga (buffer) untuk
melindungi mulut, yaitu:
1) Mencegah kolonisasi oleh mikroorganisme patogen yang
berpotensi mengiritasi dengan menolaknya dalam optimasi
kondisi lingkungan.
2) Saliva menetralkan dan membersihkan asam yang dihasilkan oleh
mikroorganisme. Dengan demikian saliva dapat mencegah
demineralisasi enamel.
Saliva sebagai sistem buffer penting untuk menekan ketebalan
biofilm dan jumlah bakteri yang ada.
Residu muatan negatif dari protein saliva bekerja sebagai buffer.
Sialin, peptida saliva, memainkan peran penting dalam meningkatkan
pH biofilm setelah terpapar karbohidrat yang difermentasi oleh
mikroorganisme.
Urea adalah jenis buffer yang lain yang terdapat pada saliva
yang merupakan produk dari asam amino dan katabolisme protein
yang menyebabkan peningkatan pH biofilm dengan cepat dengan
melepas ammonia dan karbon dioksida ketika dihidrolisis oleh bakteri
urea.
Ammonia merupakan produk dari urea dan metabolisme asam
amino yang berpotensi sitotoksik untuk jaringan gingiva. Hal ini
merupakan faktor penting dalam fase inisiasi gingivitis karena dapat
meningkatkan permeabilitas epitel sulcular untuk zat toksik lain atau
antigen lain selain pembentukan kalkulus gigi.
Sistem asam karbonat-bikarbonat adalah buffer yang paling
penting dalam saliva terstimulasi, sedangkan pada saliva tidak
terstimulasi, sistem tersebut berfungsi sebagai sistem buffer fosfat.
c. Memelihara Integritas Enamel
Saliva memainkan peranan penting dalam menjaga integritas
fisik-kimia enamel gigi dengan memodulasi remineralisasi dan
demineralisasi. Faktor utama dalam mengontrol stabilisasi
hidroksiapatit enamel adalah konsentasi aktif kalsium, fosfat, dan
fluoride dalam larutan dan pH saliva.
Konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi dalam saliva
menjamin pertukaran ion langsung terhadap permukaan gigi yang
dimulai dengan erupsi gigi dan menghasilkan pematangan pasca-
erupsi.
Remineralisasi dari karies sebelum terbentuk kavitas mungkin
saja terjadi, terutama disebabkan oleh ketersediaan ion kalsium dan
fosfat dalam saliva.
d. Kelarutan dan Pembersihan
Gula dalam bentuk bebas terdapat pada saliva terstimulasi dan
tidak terstimulasi dengan rata-rata konsentrasi 0,5-1 mg/100 mL.
Tingginya konsentrasi dari gula pada saliva utamanya terjadi setelah
asupan makanan dan minuman.
Sebagai tambahan untuk melarutkan zat, konsistensi cairan ini
menyediakan pembersihan mekanis dari residu yang terdapat dalam
mulut seperti bakteri dan sel yang tidak dapat melekat serta sisa
makanan. Saliva cenderung menghiangkan kelebihan karbohidrat,
dengan demikian dapat membatasi ketersediaan gula terhadap
mikroorganisme yang membentuk biofilm. Semakin banyak volume
saliva, semakin besar kapasitas pembersihan dan penipisan lapisan
biofilm. Oleh karena itu, jika terdapat perubahan status kesehatan
yang menyebabkan berkurangnya saliva, maka akan ada perubahan
drastis dalam tingkat pembersihannya.
e. Rasa dan Sistem Pencernaan
Pada awalnya, saliva terbentuk di dalam sel asinar yang isotonik
terhadap plasma. Namun, karena saliva berjalan melalui saluran
(duktus) maka saliva berubah menjadi hipotonik. Hipotonisitas saliva
(rendahnya kadar glukosa, natrium, klorida, dan urea) dan
kapasitasnya memudahkan disolusi zat yang memungkinkan tunas
gustatori (gustatory bud) dalam membedakan berbagai rasa yang
berbeda. Gustin merupakan protein saliva yang dibutuhkan dalam
pertumbuhan dan pematangan tunas ini.
Saliva bertanggungjawab untuk pencernaan awal amilum (pati),
memodulsi terbentuknya bolus. Mekanisme ini terjadi dikarenakan
adanya enzim pencernaan α-amilase (ptialin) dalam komposisi saliva.
Fungsi biologisnya adalah untuk memecah amilum menjadi maltosa,
maltotriosa, dan dekstrin. Enzim ini menjadi indikator baiknya fungsi
saliva, menyediakan 40-50% protein saliva yang diproduksi kelenjar
saliva (Humphrey dkk, 2001; Almeida dkk, 2008).
5. pH Saliva
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu indeks yang digunakan
untuk menentukan tingkat keasaman suatu larutan. Semakin kecil nilai pH
maka semakin tinggi tingkat keasaman larutan tersebut. Saliva merupakan
cairan dengan komposisi yang kompleks yang sering mengalami
perubahan. Perubahan pada saliva dapat dilihat dari derajat keasaman
(pH), kandungan elektrolit serta protein di dalam susunannya. Susunan
kualitatif dan kuantitatif elektrolit saliva menentukan pH dan kapasitas
buffer saliva. Kapasitas buffer adalah sifat saliva yang cenderung menjaga
suasana dalam mulut agar tetap dalam kondisi netral melalui mekanisme
saliva dalam mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh fermentasi
glukosa oleh mikroorganisme di dalam mulut (Azizah, 2014).
Derajat keasaman (pH) saliva dalam keadaan normal antara 5,6-7,0
dengan rata-rata pH 6,7. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk
pertumbuhan bakteri 6,5-7,5 dan apabila pH rongga mulut rendah (4,5-5,5)
akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus
mutans dan Lactobacillus (Amalia, 2013).
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai pH saliva
antara lain:
a. Diet (makanan)
Adanya karbohidrat yang dapat difermentasi dengan cepat dapat
menirinan kapasitas buffer saliva sehingga terjadi peningkatan
metabolisme bakteri dalam menghasilkan asam. Makanan yang kaya
akan protein memiliki efek dapat meningkatkan kapasitas buffer saliva
mellaui pengeluaran zat basa seperti ammonia.
b. Ritme biologis (irama siang dan malam)
Kapasitas buffer dan pH saliva yang tidak terstimulasi memiliki
nilai terendah pada saat tidur dan nilai tertinggi saat segera setelah
bangun. Kapasitas buffer dan pH terstimulasi pada seperempat jam
setelah stimulasi keduanya memiliki nilai paling tinggi, dan dalam
kurun waktu 30-60 menit kemudian akan kembali turun.
c. Penyakit yang mempengaruhi pH saliva
Beberapa penyakit sistemik dapat mempengaruhi pH saliva,
seperti sindrom sjogren, diabetes mellitus, diabetes insipidus, dan
sarkidosis.
d. Obat-obatan
Contoh obat-obatan yang dapat menurunkan pH saliva adalah
antihistamin dan antidepresan.
e. Terapi radiasi pada kepala dan leher dapat merusak sel kelenjar saliva.
f. Kondisi hormonal, misalnya menstruasi, hamil, dan menopause.
g. Usia
Volume dan aliran saliva anak-anak sampai remaja lebih banyak
daripada orang dewasa dan pH saliva anak-anak lebih tinggi
dibanding dewasa.
(Afifah, 2010)
6. Kelainan Patologis yang Disebabkan Rendahnya pH Saliva.
a. Erosi Gigi
Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi
demineralisasi gigi yang umumnya disebabkan oleh asam. Erosi gigi
berbeda dengan karies gigi meskipun keduanya mempunyai kesamaan
yaitu terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi akibat asam.
Erosi dan karies gigi sama-sama dari asam yang merupakan hasil
fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri dalam tubuh
tetapi erosi gigi terjadi karena proses kimia tanpa melibatkan bakteri,
hal ini berbeda dengan karies gigi (Visvanathan, 2012).
b. Karies Gigi
Karies merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras
gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme dalam melakukan aktivitas fermentasi karbohidrat.
Suatu karies mempunyai tanda yaitu adanya demineralisasi jaringan
keras gigi, diikuti oleh kerusakan bahan organik sehingga
mengakibatkan terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa serta
penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan
nyeri. Karies merupakan penyakit gigi dan mulut dengan faktor
penyebab yang multifaktorial. Artinya, karies dapat terjadi bila ada
faktor penyebab yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu host
(saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat, dan waktu (Simanjuntak,
2011).
B. KOPI
1. Tanaman Kopi
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah
lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan
26% berasal dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu
daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh
masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah
asalnya (Rahardjo, 2012).
Di Indonesia kopi mulai di kenal pada tahun 1696, yang di bawa
oleh VOC. Tanaman kopi di Indonesia mulai di produksi di pulau Jawa,
dan hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan
dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi
perdagangan maka VOC menyebarkannya ke berbagai daerah agar para
penduduk menanamnya (Najiyanti dan Danarti, 2004).
2. Jenis-Jenis Kopi
a. Kopi Arabika
Awalnya, jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah
arabika, lalu liberika dan terakhir jenis kopi robusta. Kopi jenis arabika
sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 700-1700 meter di
atas permukaan laut (dpl) dengan temperatur 16-20°. Semakin tinggi
lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan
semakin baik. Kopi arabika memiliki aroma yang khas, berupa rasa
asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta.
Menurut Rahardjo (2012) klasifikasi ilmiah kopi arabika adalah
sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea arabica
Berikut karakteristik biji kopi arabika secara umum:
1) Rendemennya lebih kecil dari jenis kopi lainnya ( 18 – 20%)
2) Bentuknya agak memanjang.
3) Bidang cembungnya tidak terlalu tinggi.
4) Lebih bercahaya dibandingkan dengan jenis lainnya.
5) Ujung biji lebih mengkilap tetapi jika dikeringkan berlebihan akan
terlihat retak atau pecah.
6) Celah tengah (center cut) dibagian datar ( perut ) tidak lurus
memanjang kebawah tetapi berlekuk.
7) Untuk biji yang sudah dipanggang (roasting) celah tengah terlihat
putih.
8) Untuk biji yang sudah diolah, kulit ari kadang – kadang masih
menempel dicelah atau parit biji kopi.
(Annisa, 2013)
b. Kopi Robusta
Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo, (2012) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceace
Genus : Coffea
Spesies : Coffea canephora
Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama Robusta,
dipergunakan untuk tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah
nama botanis. Kopi robusta memiliki kelebihan dari segi produksi yang
lebih tinggi dibandingkan jenis kopi Arabika dan Liberika.
Berikut karakteristik fisik biji kopi robusta:
1) Rendemen kopi robusta relative lebih tinggi dibandingkan dengan
rendemen kopi arabika (20 – 22%)
2) Biji kopi agak bulat.
3) Lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika.
4) Garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata.
5) Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan
atau bagian parit.
(Annisa, 2013)
c. Kopi Liberika
Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak
tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama masuk ke Indonesia, tetapi
hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena buah dan rendemennya
rendah. (Najiyati dan Danarti, 1997).
Kopi liberika memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
1) Ukuran daun,cabang,bunga, buah dan pohon lebih besar
dibandingkan kopi Arabika dan kopi robusta.
2) Cabang primer dapat bertahan lebih lama dan dalam satu buku
dapat keluar bunga atau buah lebih dari satu kali.
3) Kualitas buah relatif rendah.
4) Produksi sedang, (4,-5 ku/ha/th) dengan rendemen ± 12%
5) Berbuah sepanjang tahun.
6) Ukuran buah tidak merata/tidak seragam
7) Tumbuh baik di dataran rendah.
(Annisa, 2013)
3. Kandungan Kopi
Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil,
seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam
asetat. Selain itu, dalam biji kopi juga terdapat kandungan trigenoline,
asam klorogenik, glikosida, mineral, dan kafein (Tabel 1). Kafein memiliki
rumus kimia C8H10N4O2. Kafein merupakan salah satu senyawa alkaloid
yang sangat penting yang terdapat di dalam biji kopi dan dimanfaatkan
dalam bentuk obat maupun dalam bentuk makanan atau minuman sehari-
hari (Murtafiah, 2012).
Komposisi biji kopi arabika dan robusta sebelum dan sesudah
disangrai (% bobot kering) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Komponen Arabika Green
Arabika Roasted
Robusta Green
Mineral 3,0-4,2 3,5-4,5 4,0-4,5
Kaffein 0,9-1,2 1,0 1,6-2,4
Trigonelline 1,0-1,2 0,5-1,0 0,6-0,75
Lemak12,0-
18,014,5-20,0 9,0-13,0
Total
Chlorogenic
Acid
5,5-8,0 1,2-2,3 7,0-10,0
Asam Alifatis 1,5-2,0 1,0-1,5 1,5-1,2
Oligosakarida 6,0-8,0 0-3,5 5,0-7,0
Total
Polisakarida
50,0-
55,024,0-39,0
37,0-
47,0
Tabel 1 – sumber : Israyanti, 2013.
4. Mekanisme Kopi dalam Mempengaruhi pH Saliva
Kopi dapat menyebabkan perubahan pada pH saliva. Hal ini
dikarenakan kopi mengandung beberapa zat asam. Pada umumnya, kopi
arabika memiliki pH lebih rendah dibandingkan kopi robusta. Kopi arabika
memiliki pH sekitar 4,5-5,15. Kopi robusta memiliki pH sekitar 5,25-5,40
(Soraya dkk, 2013).
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ferranzano dkk
menyatakan bahwa kopi mengandung beberapa zat asam, seperti asam
phenolic, asam ferulic, dan kaffeic (Ferrazano dkk, 2009). Dalam hasil
penelitian lain menyatakan bahwa kopi yang telah dilarutkan air masih
menyisakan kandungan asam, yaitu asam klorogenat dan asam trigonelin
yang semula 7,60% dan 1,70% menjadi 0,80% dan 0,29% (Soraya, 2013).
Terdapat dua faktor utama mengapa minuman ringan atau dalam
hal ini adalah kopi dapat menyebabkan kerusakan gigi. Pertama, pH yang
rendah dan keasaman minuman ringan menyebabkan permukaan email
gigi mengalami erosi. Kedua, gula yang terkandung dalam minuman
ringan akan difermentasi oleh mikroorganisme menjadi dekstran yang
bersifat adhesif sehingga dekstran dapat melekat pada permukaan gigi dan
membentuk plak serta menghasilkan asam sehingga menyebabkan pH
saliva menjadi rendah dan terjadi proses demineralisasi (Soraya, 2013).
II. KERANGKA TEORI
KOPI
Kopi Arabika Kopi Robusta
Karakteristik :
1. Asam (pH : 4,5-5,15)2. Kaffein (0,8-1,4%)
Perbedaan Tingkat Keasaman
Perubahan pH Saliva Dipengaruhi oleh :
1. Diet2. Ritme Biologis3. Penyakit4. Obat-obatan5. Radiasi6. Hormon7. Usia
Rendah
Kelainan Patologis
Paparan Asam Fermentasi Bakteri
Erosi Gigi Karies Gigi
Karakteristik :
1. Asam (pH : 5,25-5,40)2. Kaffein (1,7-4,0%)
Kopi Arabika(Coffee Arabica)
Perubahan pH saliva
Kopi Robusta(Coffee Canephora)
III. KERANGKA KONSEP
IV. HIPOTESIS
Terdapat perbedaan pengaruh kopi arabica (Coffea Arabica) dan kopi
robusta (Coffea Canephora) terhadap perubahan pH saliva.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris in vivo
dengan pre test dan post test untuk menganalisis perbedaan pengaruh kopi
arabika dan kopi robusta terhadap perubahan pH saliva.
Rancangan penelitian ini menggunakan studi kohort yang mempelajari
hubungan antara paparan dan efek dengan cara membandingkan kelompok
yang terpapar kopi arabika dan kelompok yang terpapar kopi robusta terhadap
perubahan pH saliva pada periode tertentu.
B. Variabel
1. Variabel Bebas
Kopi arabika dan kopi robusta
2. Variabel Terikat
Perubahan pH saliva
3. Variabel Luar
a. Terkendali
1) Waktu pengambilan saliva
2) Volume kopi arabika dan kopi robusta
3) Suhu kopi arabika dan kopi robusta
4) Frekuensi minum kopi arabika dan kopi robusta
5) Cara penyeduhan kopi arabika dan kopi robusta
6) Cara minum kopi arabika dan kopi robusta
b. Tidak Terkendali
1) Kapasitas buffer yang berbeda-beda
2) Skor plak yang berbeda-beda pada awal perlakuan
4. Variabel Perancu (Confounding Factor)
a. Merokok
b. Penyakit yang berpengaruh pada sekresi saliva
c. Xerostomia
d. Terapi obat-obatan yang mengurangi sekresi saliva
e. Diet tinggi protein dan tinggi karbohidrat
5. Definisi Operasional
a. Variabel Bebas
Kopi robusta dan kopi arabika
Kopi arabika merupakan minuman ringan yang memiliki kadar
asam lebih besar daripada kopi robusta. Kopi arabika dan kopi robusta
didapatkan dari merk yang sama, yaitu Banaran Coffee. Seduhan kopi
dibuat dengan memasukkan 8 gram kopi arabika atau kopi robusta ke
dalam 150 ml air panas kemudian diaduk merata dan dibiarkan selama
5 menit. Air panas diperoleh dari air mineral 1000 ml yang dipanaskan
dengan heater selama 15 menit. Setelah itu residu dari bubuk kopi
diambil menggunakan kertas filter. Skala yang digunakan adaah skala
nominal.
b. Variabel Terikat
pH saliva
merupakan derajat keasaman saliva. Saliva yang digunakan yaitu
saliva normal dan setelah meminum kopi arabika, kopi robusta, dan
aquades. pH saliva diukur dengan pH meter. Skala yang digunakan
adalah skala interval.
c. Variabel Luar
1) Terkendali
a) Waktu pengambilan saliva
Pada pagi hari masih belum ada rangsangan terhadap saliva.
b) Volume kopi arabika dan kopi robusta
Volume kopi arabika dan kopi robusta masing-masing 50 ml
c) Frekuensi minum kopi arabika dan kopi robusta
Kopi merupakan minuman ringan yang biasa diminum pada
pagi hari, satu cangkir dalam satu hari.
d) Cara penyeduhan kopi arabika dan kopi robusta
Berdasarkan aturan pabrik, jumlah kopi yang dianjurkan untuk
satu cangkir adalah 8 gram (satu sendok teh). Bubuk kopi
ditimbang kemudian dimasukkan dalam dua wadah yang berbeda
dan diberi 150 ml air panas.
e) Cara minum kopi arabika dan kopi robusta
Kopi robusta dan kopi arabika biasa diminum dalam seduhan.
2) Tidak Terkendali
a) Kapasitas buffer yang berbeda-beda
Berkaitan dengan susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di
dalam saliva. Elektrolit dalam saliva antara lain Na+, K+, Ca2+, Cl-,
dan HCO3-. Kapasitas buffer saliva yang baik dapat menstabilkan
pH saliva setelah terpapar gula maupun asam.
b) Skor plak yang berbeda-beda pada tiap sampel yang dapat
berpengaruh terhadap pH saliva pada awal perlakuan
d. Variabel Perancu (Confounding Factor)
1) Merokok
Merokok dapat mengurangi sekresi saliva yang dapat menurunkan
pH saliva.
2) Penyakit yang berpengaruh terhadap sekresi saliva
Beberapa penyakit dapat menurunkan pH saliva, seperti diabetes
mellitus, diabetes insipidus, Sjogren syndrome, dan sarkidosis.
3) Xerostomia
Merupakan keadaan dimana produksi saliva berkurang.
Berkurangnya produk saliva pada xerostomia dapat mengakibatkan
buffer pada saliva berkurang, sehingga pH saliva menurun.
4) Terapi obat-obatan yang mengurangi sekresi saliva
Obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva misalnya
antidepresan, antipsikotik, dan antihipertensi.
5) Diet tinggi protein dan tinggi karbohidrat
Makanan yang tinggi protein dapat menyebabkan pH rongga mulut
menjadi lebih basa, dan sebaliknya makanan yang tinggi karbohidrat
dapat menyebabkan pH rongga mulut menjadi lebih asam.
6) Populasi dan Sampel
a) Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah siswa/i SMK Tunas Harapan
Pati Jurusan Broadcasting Kelas II sebanyak 160 orang.
b) Sampel
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hendry, 2010)
n= N
N . d2+1
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
Berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel sejumlah 114
orang yang dibagi secara simple random menjadi 3 kelompok, yaitu
38 orang dengan perlakuan meminum kopi arabika, 38 orang
dengan perlakuan meminum kopi robusta, dan 38 orang lainnya
sebagai kelompok kontrol dengan meminum aquades.
i) Kriteria Inklusi
Yang menjadi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
(1) Siswa/i SMK Tunas Harapan Pati Jurusan Broadcasting
Kelas II.
(2) Bersedia menjadi subyek penelitian
ii) Kriteria Eksklusi
(1) Siswa/i SMK Tunas Harapan Pati selain Jurusan
Broadcasting Kelas II.
(2) Merokok
(3) Memiliki penyakit sistemik yang dapat menurunkan pH
saliva
(4) Tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
7) Instrumen dan Bahan Penelitian
a) Alat-alat yang digunakan
i) Gelas dengan penutup untuk tempat saliva, kopi arabika, dan
kopi robusta
ii) Pipet ukur
iii) pH meter
iv) Stopwatch atau jam untuk menentukan waktu pengukuran pH
saliva
v) Kertas label
b) Bahan yang digunakan
i) Saliva
ii) Kopi arabika yang sudah diukur pH-nya
iii) Kopi robusta yang sudah diukur pH-nya
iv) Air/aquades untuk diminum dan membersihkan pH meter
8) Cara Penelitian
a) Sebelum melakukan penelitian
Melakukan pengambilan sampel sejumlah 114 sampel dari
randomisasi 160 subyek dari populasi sumber. Pengambilan sampel
ini sekaligus membagi sampel menjadi 3 kelompok (kelompok 1,
kelompok 2, kelompok 3) dengan teknik simple random sampling.
i) Teknik Simple Random Sampling
(1) Memberikan nomor urut pada setiap subyek dan ditulis
pada secarik kertas kemudian dimasukkan ke dalam kotak
undian untuk dikocok.
(2) Kemudian diambil satu persatu kertas itu sejumlah ukuran
sampel yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali
kertas yang telah diambil.
(3) Setiap subyek yang nomornya terambil, akan menjadi
anggota sampel
(4) Pembagian kelompok didasarkan pada urutan undian yang
terpanggil. Sehingga kelompok 1 terdiri dari 38 undian
pertama yang terpanggil, dan seterusnya.
ii) Wawancara adanya confounding factor atau tidak pada sampel.
b) Tahap pelaksanaan penelitian
i) Persiapan alat dan bahan
(1) Mempersiapkan seduhan kopi arabika, kopi robusta, dan air
masing-masing 50 ml ke dalam gelas yang tertutup.
(2) Gelas untuk tempat saliva sudah ditempeli kertas label
sesuai dengan kelompoknya.
(3) Membersihkan pH meter dengan merendam elektroda pH
meter ke dalam larutan aquadest selama 5 menit, kemudian
keringkan.
(4) Mengukur pH seduhan kopi arabika, kopi robusta, dan
aquades
ii) Perlakuan pada sampel
Kelompok 1 : Meminum aquades sebanyak 50 ml
Kelompok 2 : Meminum seduhan kopi arabika 50 ml dengan
konsentrasi 8 gr dalam 150 ml air selama 20 detik.
Kelompok 3 : Meminum seduhan kopi robusta 50 ml dengan
konsentrasi 8 gr dalam 150 ml air selama 20 detik.
iii) Sampel diinstruksikan mengeluarkan saliva sebanyak-
banyaknya ke dalam sebuah gelas yang sudah berlabel
iv) Mengambil dan mengukur saliva dengan pipet ukur (2 ml per
sampel), kemudian memasukkannya ke dalam gelas berlabel
v) Mengukur pH saliva masing-masing kelompok dengan pH
meter pada menit ke-2.
vi) Mengulangi tahap ii pada hari ke-4, ke-7, dan ke-10
9) Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia SMK Tunas
Harapan Pati pada tanggal 25 Januari 2016 sampai 3 Februari 2016.
Penelitian ini dilakukan selama 10 hari.
10) Analisis Hasil
Seluruh data ditabulasi dan dianalisis dengan SPSS 23.0 for
Windows “Perbedaan Pengaruh Kopi Arabika dan Kopi Robusta
terhadap Perubahan pH Saliva secara in vivo”, dianalisa dengan
menggunakan metode uji One Way Anova dengan tujuan untuk
menguji perbedaan mean pada sampel atau kelompok lebih dari dua.
top related