bab i, bab ii metlit

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Proses penyembuhan luka telah terbukti dapat dipercepat dengan manipulasi farmakologis. Namun sampai saat ini umumnya seorang dokter/ ahli bedah berperan pasif dan salah dalam membantu proses penyembuhan luka dengan memakai bahan-bahan topical yang malah bersifat sitotoksin seperti merkurokrom, H2O2, asam asetat, dan berbagai bahan pembersih. Konsep perawatan luka yang dianut saat ini ialah menjamin luka tidak kering dan menciptakan suatu kondisi yang lembab sehingga proliferasi sel tidak terganggu dan infeksi tidak terjadi. Berdasarkan hal ini maka pemilihan bahan penutup luka sangat penting dalam menjamin penyembuhan luka. 1,2,5 Saat ini penelitian-penelitian mengenai proses penyembuhan luka dan prinsip penanganannya telah begitu maju dengan melibatkan hal seperti penggunaan growth factor, debridement secara kimiawi dan penemuan berbagai jenis bahan penutup luka yang dapat disesuaikan dengan kondisi luka. Sebuah penelitian eksperimental yang dilakukan oleh Dali dan Noer (2000) menyimpulkan bahwa proses epitelialisasi pada luka Superficial Partial Thickness lebih cepat secara bermakna dengan menggunakan amnion dibandingkan tulle. Longaker dan Adzik (1991) juga membuktikan bahwa amnion memiliki efek terbentuknya jaringan parut yang minimal pada proses penyembuhan luka. Lembaran amnion 1

Upload: geralders

Post on 26-Oct-2015

88 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

vjhhj

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I, Bab II METLIT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Proses penyembuhan luka telah terbukti dapat dipercepat dengan manipulasi farmakologis.

Namun sampai saat ini umumnya seorang dokter/ ahli bedah berperan pasif dan salah dalam

membantu proses penyembuhan luka dengan memakai bahan-bahan topical yang malah bersifat

sitotoksin seperti merkurokrom, H2O2, asam asetat, dan berbagai bahan pembersih. Konsep

perawatan luka yang dianut saat ini ialah menjamin luka tidak kering dan menciptakan suatu

kondisi yang lembab sehingga proliferasi sel tidak terganggu dan infeksi tidak terjadi.

Berdasarkan hal ini maka pemilihan bahan penutup luka sangat penting dalam menjamin

penyembuhan luka.1,2,5

Saat ini penelitian-penelitian mengenai proses penyembuhan luka dan prinsip penanganannya

telah begitu maju dengan melibatkan hal seperti penggunaan growth factor, debridement secara

kimiawi dan penemuan berbagai jenis bahan penutup luka yang dapat disesuaikan dengan

kondisi luka. Sebuah penelitian eksperimental yang dilakukan oleh Dali dan Noer (2000)

menyimpulkan bahwa proses epitelialisasi pada luka Superficial Partial Thickness lebih cepat

secara bermakna dengan menggunakan amnion dibandingkan tulle. Longaker dan Adzik (1991)

juga membuktikan bahwa amnion memiliki efek terbentuknya jaringan parut yang minimal pada

proses penyembuhan luka. Lembaran amnion ini memiliki beberapa substant biologi akrif yaitu

angiogenetik yang berperan pada pembentukan jaringan granulasi dalam penyembuhan luka,

serta epidermal growth factor (EGF), kerinocyte growth factor (KGF), dan hepatocyt growth

factor (HGF) yang mempercepat proses epitelisasi luka.3,5,7,8,9

Pemilihan penutup luka yang benar pada prinsipnya ialah menjamin proses penyembuhan

luka berlangsung alamiah sehingga proliferasi sel tidak terganggu dan infeksi tidak terjadi.

Kasus-kasus luka yang ditutup kassa NaCL 0,9% di IRDB/ Poliklinik Bedah BLU RSU Prof

R.D. Kandou banyak yang lama sembuh dan meninggalkan parut hipertropik dan keloid yang

kurang baik secara estetis. Hal ini yang mendorong peneliti melakukan penelitian mengenai

sejauh mana efektifitas amnion untuk mencegah parut hipertrofik dibandingkan dengan kassa

1

Page 2: BAB I, Bab II METLIT

NaCL 0,9% pada proses penyembuhan luka persekundam pada pasien yang datang ke Poliklinik

/ IRDB RSU. Prof. R.D. Kandou.

Untuk mengetahui keefektifan amnion dibandingkan kassa NaCL 0,9% maka penelitian ini

menggunakan populasi pasien dengan luka per sekundam, status gizi normal, berusia 15-55

tahun, dan tidak ada penyakit metabolik penyerta Penelitian ini akan dilakukan pada para

penderita yang berobat ke RSU. Prof. R. D. Kandou Manado dengan luka terbuka akibat trauma.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Apakah penggunaan Amnion sebagai penutup luka lebih baik dalam mencegah terbentuknya

parut hipertrofik dibandingkan kassa NaCL 0,9% pada proses penyembuhan luka persekundam.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui apakah penggunaan Amnion sebagai penutup luka lebih baik dalam

mencegah terbentuknya parut hipertrofik dibandingkan kassa NaCL 0,9% pada proses

penyembuhan luka persekundam.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan penelitian ini diharapkan penggunaan amnion sebagai bahan topical penutup

luka dapat mulai menjadi pilihan dalam merawat luka dengan penyembuhan persekundam di

BLU RSU Prof Dr. R. D. Kandou maupun di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang lain.

2

Page 3: BAB I, Bab II METLIT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LUKA DAN PENYEMBUHANNYA

2.1.1. Pengertian

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh (hilangnya kontinuitas jaringan).

Keadaan ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,

ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. Secara umum luka pada kulit terbagi atas luka

terbuka dan tertutup, dimana luka tertutup dapat terjadi dengan vitalitas kulit yang baik

sedangkan luka terbuka terjadi kerusakan kulit. Luka akan memicu terjadinya reaksi inflamasi

local yang kemudian berkembang menjadi reaksi sistemik dengan dilepasnya zat-zat toksin yang

berhubungan dengan proses imunologik tubuh, berupa complex lipoprotein yang menginduksi

SIRS.1,2,3,5,6,9

Penyembuhan luka adalah proses yang sangat teratur, diawali oleh kerusakan jaringan yang

diakhiri dengan pemulihan integritas dari jaringan. Penyembuhan luka merupakan suatu proses

usaha untuk membetulkan kerusakan yang terjadi agar dapat berfungsi kembali. Tubuh berusaha

menormalkan kembali semua yang abnormal akibat luka melalui proses penyembuhan. Hasil dari

proses ini adalah pembentukan jaringan fibrosis dengan parut pada semua jaringan kecuali tulang

dan hepar. Saat ini penelitian-penelitian mengenai proses penyembuhan luka dan prinsip

penangannya telah begitu maju dengan melibatkan hal seperti penggunaan growth factor,

debridement secara kimiawi dan penemuan berbagai jenis bahan penutup luka yang dapat

disesuaikan dengan kondisi luka.6,9

Luka dengan penyembuhan persekundam (secondary intention, spontaneous closure,

secondary wound closure) ialah suatu luka yang dibiarkan terbuka kemudian akan sembuh

dengan waktu yang lama, terutama pada fase proliferasi dimana terbentuk dahulu jaringan

granulasi untuk menutup defek luka, kemudian ditutup oleh jaringan epitel. Jika luka setelah

pembersihan dan debridement, dilakukan penutupan luka misalnya dengan jahitan, maka

diharapkan terjadi penyembuhan luka dengan penutupan primer (primary closure). Jika luka pada

keadaan tertentu dikhawatirkan akan mengalami infeksi seperti luka yang kotor, banyak jaringan

3

Page 4: BAB I, Bab II METLIT

nekrotik, kontaminasi bakteri cukup bermakna atau luka traumatika lebih dari 6 jam, maka luka

dapat dirawat secara terbuka selama 7 hari. Jika kemudian tidak ada infeksi maka luka dapat

ditutup secara primer. Penyembuhan luka seperti ini disebut penyembuhan primer tertunda

(delayed primary closure).

2.1.2 PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Secara konseptual proses penyembuhan luka terdiri dari : fase inflamasi, fase proliferasi, dan

fase remodeling. Dahulu inflamasi juga disebut “lag phase”. Istilah itu dipublikasikan oleh

beberapa penulis pada beberapa generasi sebelumnya. Sekarang istilah ini tidak dipakai lagi dan

dianggap salah oleh karena proses penyembuhan luka dimulai sejak terjadi trauma dan bersifat

aktif dan dinamis.1,2,9

Selama fase inflamasi terjadi hemostatis dan reaksi inflamasi, dikarakteristik oleh adanya

fibroplasias, granulasi, kontraksi dan epitelisasi. Fase akhir yaitu fase “remodeling”, umumnya

ditandai oleh maturasi jaringan parut.

Fase penyembuhan luka ini tidak berdiri sendiri tapi saling tumpang tindih dalam suatu

keteraturan yang kompleks.7

1) Fase Koagulasi

Pada setiap perlukaan atau trauma pada jaringan terjadi kerusakan pembuluh

darah dan limfe, yang segera diikuti oleh vasokonstriksi oleh karena adanya pelepasan

katekolamin. Dengan adanya kerusakan pada endotel terjadi pemaparan kolagen tipe

protein lain yang merupakan komponen matriks ektraseluler platelet yang berada pada

daerah perdarahan dan terbentuk bekuan darah awal. Bekuan darah awal ini kemudian

diperkuat dengan adanya ikatan fibrinogen pada mebran sel. Proses ini lazim disebut

dengan agregasi platelet.

Agregasi dan aktivasi platelet ini menjadi sangat penting oleh karena merupakan

proses awal dimana dilepaskan berbagai sitokin yang mengatur proses penyembuhan

4

Page 5: BAB I, Bab II METLIT

luka. Protein plasma yang mengadakan kontak dengan jaringan mengaktifkan jalur

intrinsic, dengan demikian kaskade koagulasi dimulai dimana protrombin diubah menjadi

thrombin, dan thrombin mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dan terbentuk bekuan

darah yang stabil.

2) Fase Inflamasi

Pada saat yang bersamaan dengan fase koagulasi, dimana terjadi aktivasi kaskade

komplemen juga terjadi aktivasi mast cell jaringan, dimana dilepaskan berbagai bahan

vasoaktif seperti bradikinin, serotonin, dan histamine, sedangkan platelet melepaskan

berbagai sitokin. Berbagai mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

dan proses kemotaksis.

Pada 24 jam pertama terjadi penumpukan sel-sel PMN sedangkan pada 2-3 hari

berikutnya terdiri dari makrofag. Dengan adanya sel radang ini terjadi proses fagositosis

sedangkan system komplemen menyebabkan opsonisasi sehingga luka menjadi bersih

dan bebas bakteri. Makrofag bukan hanya berperan sebagai fagosit tapi juga mensekresi

berbagai sitokin yang merupakan Growth factor (GF). Peptide ini mempengaruhi sel

endotel, fibroblast dan keratinosit dalam penyembuhan luka.

3) Fase Proliferasi, Fibroplast

Fase awalnya terbentuk endapan berlapis-lapis yang terdiri dari fibrin dan fibrinogen

dengan platelet dan makrofag didalamnya. Dengan adanya GF yang disekresi oleh

platelet dan makrofag terjadi aktivasi dari fibroblast, fibroblast berproliferasi dan menjadi

sel utama pada daerah luka pada hari 3-5, keadaan ini terjadi jika proses penyembuhan

luka tidak terganggu.

Disebut fibroplasi karena disini fibroblast sangat menonjol perannya selain berbagai

factor kemotaktik, factor pertumbuhan jaringan granulasi. Pembentukan jaringan

granulasi ini berakhir pada hari ke-4 sampai 21 setelah terjadinya luka. Jaringan granulasi

ini mempunyai ciri-ciri adanya anyaman longgar matriks fibrin, fibronektin, kolagen dan

glikosaminoglikan. Dalam matriks tersebut terdapat sel-sel makrofag dan fibroblast serta

pembuluh darah yang baru tumbuh masuk ke dalam jaringan. Dalam luka yang dalam,

5

Page 6: BAB I, Bab II METLIT

jaringan granulasi berfungsi sebagai tempat berlangsungnya pertumbuhan jaringan baru

yang mengganti jaringan yang rusak. Dalam tahap granulasi, luka irisan mulai

mendapatkan kekuatan terhadap tekanan.

Dalam tahap awal setelah terjadi luka, sel-sel fibroplast bermigrasi ke dalam daerah

kerusakan dalam waktu 24 jam. Selama penyembuhan sel-sel fibroblast diaktivasi dan

mengalami letupan proliferasi dan aktivitas produksi. Pada awalnya diproduksi

fibrinolektin dalam jumlah banyak dan kemudian disintesis protein lain yang merupakan

komponen matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler tersebut termasuk kolagen, elastin

dan glikosaminoglikan. Sel-sel fibroblast mengatur dirinya dalam deretan pada sumbu

luka membentuk rangkaian sel yang akan berperan dalam kontraksi luka. Jenis fibroblast

yang muncul dalam luka memiliki khas. Fibroblast berubah menjadi lebih mobil daripada

fibroblast yang tidak aktif.5

Jenis fibroblast ini dapat berkontraksi. Dengan demikian penampilannya berada

diantara fibroblast dan sel-sel otot polos. Maka seringkali jenis fibroblast ini dinamakan

miofibroblast. Pada saat penyembuhan luka selesai sel-sel jenis tersebut menghilang.

Antara fibroblast dan sel miofibroblas dapat dibedakan dengan pengamatan melalui

mikroskopik electron serta ditemukan adanya kandungan vimentin, desmin dan aktin

dalam miofibroblas. Pada percobaan dengan biakan sel, sel-sel otot polos sebaliknya

dapat berubah secara reversible melalui sel miofibroblas sebagai bentuk peralihan.

Sampai kini belum diketahui faktor-faktor yang mengendalikan perubahan tersebut.

Berbagai factor secara rumit berpengaruh terhadap perilaku fibroblast dalam

pembentukan jaringan granulasi. Perilaku migrasi, proliferasi, aktivasi, produksi dan

degradasi dipengaruhi oleh factor yang berbeda.

Migrasi sel-sel fibroblast didorong oleh TGF-β yang dihasilkan oleh trombosit dan

keratinosit, sedangkan proliferasi didorong oleh thrombin dan serotonin yang dihasilkan

oleh trombosit, dan oleh IL-1 yang dihasilkan oleh keratinosit, dan oleh FGF yang

dihasilkan oleh sel-sel makrofag dan oleh EGF (epidermal growth factor) yang

dihasilkan oleh sel epidermis. Produksi kolagen dirangsang oleh IL-1 dan factor XIII, dan

produksi fibronektin dirangsang oleh thrombin, EGF dan TGF-β. Sedang aktivitas

oksidase ditingkatkan oleh serotonin. Untuk mengembalikan struktur jaringan ke bentuk

6

Page 7: BAB I, Bab II METLIT

semula, dibutuhkan aktivitas degradasi sel-sel fibroblast oleh enzim kolagenase. Produksi

kolagenase ditingkatkan oleh rangsangan prostaglandin E2.

4. Fase Remodelling

Pada fase ini terjadi regulasi antara sintesis, deposisi dan degradasi dari ECM,

terutama kolagen. Degradasi terjadi akibat adanya matriks metalloproteinases (MMPs)

yaitu, kolagenase, gelatinase, dan stromelysin, sedangkan suatu protein yang disebut

Tissue Inhibitor of Matrix Metalloproteinases (TIMPs), secara spesifik menginaktifkaan

MMPs. Walaupun regulasi ini belum dipahami dengan baik, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa keseimbangan antara MMPs = TIMPs terjadi selama fase

remodeling.

Proses ini berjalan pelan, bisa sampai lebih dari satu tahun. Kolagen tipe 1 ini

berbentuk triple helix yang saling terkait dengan ikatan hydrogen antara aminohidrogen

dari residu glisil pada satu rantai dan asam glutamik pada rantai di sampingnya. Jenis

kolagen ini bisa berubah tergantung jenis molekul yang berkaitan dengan triple helix,

misalnya jika berkaitan dengan glukosa cenderung terbentuk kolagen tipe IV. Struktur ini

menjadi lebih kuat dengan adanya hidroksilasi rantai ini dengan pralin dan lisin.

Hidroksilasi ini memerlukan vitamin C.

Berbeda dengan anak dan orang dewasa, pada fetus penyembuhan luka kurang atau

tidak menimbulkan parut. Pada fetus kolagen yang terbentuk terutama terdiri dari kolagen

tipe IV dengan susunan seperti jala dengan ECM tetap kaya akan asam hialuronik.

Kondisi ini telah diamati pada fetus yang terpaksa dilakukan operasi intrauterine. Proses

ini lebih cocok disebut regenerasi dari proses penyembuhan luka.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :

Endogen : infeksi, koagulopati, gangguan system imun, keganasan, penyakit

kronik, local hipoksia, gizi, neuropati dan keadaan umum.

Eksogen : pasca radiasi, obat-obatan, pengaruh setempat, luka gigitan dan

artificial.

2.1.3. Pembentukan Jaringan Parut

7

Page 8: BAB I, Bab II METLIT

Dalam proses penyembuhan luka, berlangsung penutupan luka melalui mekanisme

pengerutan. Proses pengerutan merupakan awal dari proses penutupan luka. Adanya pengerutan

tersebut menyebabkan ke dalam tepi-tepi jaringan yang terluka. Pengerutan luka mulai hari ke-8

sampai hari ke-10 setelah terjadi luka. Proses pengerutan berlangsung karena adanya fibroblast

dan matriks ekstraseluler. Ternyata dalam pengerutan terdapat tekanan sentrifugal yang

berlangsung terus. Besarnya kontraksi tidak tergantung bentuk luka.

Sintesis kolagen memegan peranan penting dalam tahap-tahap awal penyembuhan dan

pembentukan matriks granulasi. Produksi kolagen tetap merupakan proses utama dalam

penyembuhan luka untuk beberapa minggu setelah penutupan luka. Bahkan peran kolagen terus

berlanjut sampai dua tahun atau lebih agar bentuk semula dari struktur jaringan dapat kembali

normal. Kolagen merupakan komponen utama sebagai matriks ekstraseluler dalam kulit. Sekitar

60-80% dari berat kering kulit terdiri dari kolagen.

Sintesis dan degradasi kolagen dalam tubuh yang sehat diatur untuk mempertahankan

jumlah kolagen yang normal. Adanya ketidakseimbangan proses sintesis dan degradasi kolagen

melebihi degradasi, terjadi dalam kondisi penyakit seperti sceloderma atau penyimpangan proses

penyembuhan luka. Kegagalan pengaturan proses sintesis dan degradasi menyebabkan masalah

dalam pembentukan keloid. Sintesis kolagen berlangsung maksimal antara 14-21 hari. Setelah 21

hari kecepatan sintesis dan kepadatan kolagen dalam luka kembali pada tingkat normal.

2.1.4. Perawatan Luka

Perawatan luka dengan penyembuhan primer cukup dijaga tetap steril selama 24-48 jam.

Pada waktu ini biasanya epitelisasi sudah komplet sehingga tidak ada perawatan khusus.

Pada luka terbuka dengan penyembuhan persekundam, semua kotoran harus dikeluarkan dan

jaringan nekrotik harus dieksisi. Proses penyembuhan luka dapat optimal yaitu jika kondisi luka

lembab dan steril. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya secara klinik sterilitas luka

terbuka tidak mungkin tercapai. Dengan demikian penyembuhan luka lebih banyak tergantung

pada cara perawatan luka yang benar dimana lingkungan luka optimal untuk pertumbuhan sel.

8

Page 9: BAB I, Bab II METLIT

Prosedur standard perawatan luka sesuai klasifikasinya

A. Penutupan luka secara primer

Luka steril (luka operasi) Primary Closure Primary Healing

Luka terkontaminasi Debridement Delayed Primary

Closure

( baru, < 8 jam ) Wound toilet

B. Penutupan luka secara sekunder

Luka terkontaminasi Debridement More Delayed

Closure

( lama, > 8 jam )

(infeksi)

Luka infeksi Debridement Further Delayed

Secondary Closure

Secondary Healing

(akan terjadi parut luka)

9

Page 10: BAB I, Bab II METLIT

C. Penutupan luka secara tersier

Penutupan luka secara tersier bisa dengan usaha Skin Culture maupun Skin Grafting.

Cara perawatan luka yang benar adalah suatu usaha yang menjamin proses penyembuhan

luka berlangsung secara ilmiah tanpa adanya proses pengrusakan jaringan. Cara perawatan luka

demikian adalah suatu konsep perawatan luka yang dianut saat ini, dimana menjamin luka tidak

kering dan menciptakan suatu kondisi yang lembab. Pada keadaan yang lembab ini proliferasi

berbagai sel tidak terganggu termasuk sel-sel radang, sehingga infeksi tidak terjadi. Berdasarkan

hal ini maka pemilihan bahan penutup luka dan kandungannya menjadi sangat penting dalam

menjamin proses penyembuhan luka

2.2. PENUTUP LUKA4

2.2.1. Jenis Penutup Luka

Bahan penutup luka beserta kandungannya yang akan digunakan jangan sampai merugikan

proses penyembuhan luka (additional damage), seperti bahan penutup yang melekat pada luka

dan bahan topical yang bersifat sitotoksik yang langsung diaplikasikan pada luka.

Dalam dasawarsa terakhir, bahan penutup untuk luka yang akut dan kronis telah mengalami

perubahan dramatis. Dengan berkembangnya prinsip-prinsip perawatan luka, kini dapat

diperoleh bermacam-macam jenis bahan penutup luka. Dokter harus mencocokan sifat-sifat dari

bahan penutup ini dengan tipe luka yang dirawatnya.

Berikut ini adalah jenis-jenis penutup luka sesuai dengan bahan yang digunakan :

1. Conventional Dressing

Kassa kering / basah

Tulle grass

Pembebatan

2. Synthetic Dressing

Poly Urethane

Alginate

3. Skin Substitutes

Biological skin substitute (amnion, porcine, human skin)

10

Page 11: BAB I, Bab II METLIT

Synthetic skin substitute (biobrane, ivalone, hydron)

4. Skin Cultures

Skin equivalent cultures

Complete skin culture

5. Skin Grafting

6. Skin Flapping (Vascular Reconstruction)

2.2.2. KASSA BASAH

Penutup luka terdiri dari bahan penutupnya (“Dresser”) dan kandungannya. Bahan penutup

luka umumnya sudah mencakup atau terpisah, “kassa basah” berarti bahan penutup luka yang

terdiri dari kassa steril sebagai dressernya dan larutan NaCL 0,9% sebagai kandungannya.

Kassa steril yang dilembabkan dengan NaCL 0,9% dapat dianggap sebagai bahan penutup

luka standard, banyak digunakan terutama di Negara berkembang oleh karena memenuhi syarat

sebagai bahan penutup luka. Cairan NaCL merupakan cairan isotonic, tidak toksik terhadap

jaringan, tidak menghambat proses penyembuhan luka dan tidak menyebabkan reaksi alergi atau

mengubah komposisi flora bakteri pada kulit, juga melembabkan luka dan mudah didapat.

Kerugiannya harus sering diganti, nyeri saat diganti dan sering melekat sehingga merusak

jaringan yang bertumbuh dibawahnya.

2.3.1. PENUTUP LUKA BIOLOGIS

Pada awalnya istilah penutup luka bahan biologis itu adalah benar-benar bahan yang biologis

seperti skin graft, akan tetapi sekarang telah berkembang sehingga bahan-bahan sintesis yang

dapat mempercepat perlekatannya dengan dasar luka serta dapat merangsang proses

penyembuhan luka, akan juga termasuk dalam kategori ini.

Penutup luka bahan biologis yang sering digunakan akhir-akhir ini adalah :

11

Page 12: BAB I, Bab II METLIT

Autograft/ Homograft/ Allograft

Heterograft/ Xenograft

Amniotic membrane

Collagen Dressing

Synthetic :

o Biobrane

o Transcyte

o Integra

Suatu survey telah dilakukan terhadap penggunaan penutup luka biologis pada luka bakar

dangkal, luka bakar dalam, setelah tangensial eksisi, pada permukaan pasca luka bakar yang

bergranulasi luas dan kasar, pasca mesh graft dengan luka besar, pada bagian donor site STSG,

dalam hal ini digunakan membrane fetal manusia (selaput amnion) ternyata telah memberikan

hasil yang sangat memuaskan.

Ide untuk mempergunakan penutup biologis pada pengobatan luka bakar yang ekstensif telah

mengikat penggunaanya pada 10-15 tahun terakhir. Penggunaan amnion sebagai biological

dressing pada kasus-kasus luka bakar mulai menjadi perhatian para ahli, misalnya pada luka

bakar superficial (Douglas, 1952; Pigeon, 1960; Bose, 1979, Quinby dkk, 1982; Goebel dan

Schubert, 1990), serta sebagai penutup pada donor skin graft split thickness (Corocho dkk, 1974

dan Roberts, 1976).

Dua alasan utama penggunaanya adalah :

1. Peningkatan jumlah pasien dengan luka bakar ekstensif yang selamat dari fase akut

sehingga memerlukan program pengobatan rekonstruksi plastik yang komprehensif.

2. Pada tangensial eksisi (nekrotomi) pasca luka bakar dengan meninggalkan raw surface

yang luas sehingga dibutuhkan penutupan kulit yang luas dengan penyembuhan post

operatif yang cepat.

Penutup luka biologis haruslah memiliki syarat-syarat sebagai berikut :

1. Haruslah dapat melekat dan bertumbuh baik pada permukaan luka

12

Page 13: BAB I, Bab II METLIT

2. Dapat menurunkan pertumbuhan bakteri atau mencegah kontaminasi bakteri yang terjadi

kemudian pada permukaan luka

3. Menurunkan kehilangan cairan, mikroelemen-mikroelemen dan protein-protein dari

permukaan luka

4. Memiliki permeabilitas cairan atau gas, dari permukaan luka termasuk jaringan sekitar

luka

5. Mudah ditangani, yaitu saat diletakkan pada atau diangkat dari permukaan luka’

6. Dapat menghilangkan nyeri, dan meningkatkan perawatan cedera

7. Mudah ditangani, yaitu saat diletakkan pada atau diangkat dari permukaan luka

8. Dapat menghilangkan nyeri, dan meningkatkan perawatan cedera

9. Dapat menurunkan kemungkinan adanya pembentukan jaringan parut (scar) atau keloid

selama proses penyembuhan

10. Tersedia pada jumlah memadai dan harga yang wajar

11. Mudah didapat dan diolah sifat antigenitas rendah dan relative lebih murah

2.3. AMNION4

2.3.1. PENGERTIAN

Amnion adalah membran tipis transparan yang kuat dan tahan terhadap infeksi, dimana

berfungsi untuk melindungi embrio/ fetus sampai saat sebelum dilahirkan.

Secara anatomis, membran amnion terdiri dari 2 lapisan yang saling berhubungan secara

longgar, bagian yang dalam adalah amnion dan bagian luar adalah korion. Lapisan amnion yang

adalah bagian dalam terdiri dari sel-sel epitel kuboid, gepeng, dan jaringan ikat mesenkim.

Korion yang merupakan bagian luar terdiri dari epitel transisional yang cukup tebal. Amnion

tipis dan mengkilap, yang berlawanan bila dibandingkan dengan chorion, yang kurang homogen

dan tumpul.

Membran amnion dapat dipergunakan in toto ( amnion/chorion ) atau hanya sebagai amnion (

epitel + membrane basalis ).

2.3.2. Macam-macam Membran Amnion

13

Page 14: BAB I, Bab II METLIT

Macam-macam membrane amnion :

Jenis Viabilitas Carrier Harga

1. Fresh Amnion Good Some Free

2. Frozen Amnion Minimal to no

viabilitas

Minimal Expensive

3. Lyophilized

Amnion

Non Viabilitas No Medium

Fresh Amnion :

Membran amnion metode “kitchen” : Amnion dibersihkan dengan tap water ( 1000 ml )

kemudian rendam dengan bethadine 2 % atau acetad acid 2 %, kemudian dicuci atau bilas

dengan NaCL 0,9 %. Masukan dalam refrigerator (4°C) kira-kira 24 jam (bila perlu).

Frozen Amnion :

Vacum freeze-drying, dalam refrigerator ( jauh dibawah 0°C ), dapat bertahan sampai

bertahun-tahun.

Lyophilized Amnion :

Dapat bertahan sampai 2 tahun, dengan teknik dehidrasi dan variasi dalam kondisi vakum

pada jaringan amnion yang moisture frozen yang telah dilakukan irradiasi untuk membunuh

virus, jamur, bakteri/ sporanya. Dalam penggunaanya perlu melalui proses rehidrasi.

2.3.3. Sifat-sifat Dasar Membran Amnion

Sifat-sifat dasar dari membrane amnion adalah sebagai berikut :

1. Tidak adanya penolakan imunologis

2. Efek menyembuhkan dari membrane amnion mungkin diakibatkan oleh

o Faktor-faktor anti bakteri

o Faktor-faktor angiogenetik atau biologis lainnya

o Karakteristik biomekanis dari membran amnion.

2.3.4. Keuntungan Membran Amnion

14

Page 15: BAB I, Bab II METLIT

1. Mudah tersedia dalam jumlah yang cukup memadai

2. Penggunaanya tidak berhubungan dengan masalah-masalah imunologis

3. Ukuran yang bisa besar

4. Mudah untuk dipersiapkan dan disterilisasi

5. Tidak ada reaksi alergi

6. Menurunkan kehilangan air pada permukaan luka sampai 15%

7. Struktur histologis yang mirip dengan kulit.

Hasil dari studi mengenai efek membrane amnion atau pengobatan dengan memakai mebran

amnion adalah :

- Pada luka bakar membrane amnion dapat membantu debridement luka, menurunkan

infeksi luka dan berkontribusi pada pembentukan jaringan granulasi yang cepat.

- Pada pasien-pasien yang menggunakan mesh skin graft, membrane akan mencegah

timbulnya granulasi hipertrofik pada lubang-lubang skin graft sehingga tidak akan

menghalangi penggabungan epitel, serta akan mempercepat angiogenesis sehingga

penyembuhan luka akan jadi cepat dan sempurna

- Pada donor site membrane amnion akan dapat mengurangi nyeri local. Hal ini mungkin

disebabkan oleh kekeringan akibat iritasi ujung-ujung saraf.

15

Page 16: BAB I, Bab II METLIT

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

16

Populasi

SAMPEL( Yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi )

YFaktor Intrinsik :-Imunitas-Genetik

Faktor Ekstrinsik :-Status gizi-Infeksi

Amnion Kassa Basah

Penyembuhan luka berhasil:-Pemeriksaan histopatologis-Ketebalan Kolagen

Page 17: BAB I, Bab II METLIT

3.2. Hipotesis

Ho : Amnion tidak lebih efektif dibandingkan kassa basah sebagai penutup luka pada kasus luka

dengan penyembuhan persekundam pada pasien

H1 : Amnion lebih efektif dibandingkan kassa basah sebagai penutup luka pada kasus luka

dengan penyembuhan persekundam pada pasien

17

Page 18: BAB I, Bab II METLIT

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan pretest dan post test

control group design.

01 Amnion 02

P S R 03 Kassa basah 04

05 K 06

P : Populasi

S : Sampel

R : Random

01 : Pasien dengan luka persekundam sebelum ditutup dengan amnion

02 : Pasien dengan luka persekundam setelah ditutup dengan amnion

03 : Pasien dengan luka persekundam sebelum ditutup dengan kassa basah

04 : Pasien dengan luka persekundam sesudah ditutup dengan kassa basah

05 : Pasien dengan luka persekundam sebelum pemberian control

06 : Pasien dengan luka persekundam setelah pemberian control.

18

Page 19: BAB I, Bab II METLIT

4.2. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi adalah semua pasien yang masuk rumah sakit dengan luka persekundam.

Sampel adalah semua Pasien yang memenuhi syarat inklusi dan dibagi menjadi 3 kelompok

yaitu kelompok A yang lukanya ditutup amnion, kelompok B yang lukanya ditutup kassa

basah dan kelompok C yang merupakan control.

Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus infinitive (Tendean, 2007), adalah sebagai

berikut :

n = Z2αr2 = (1,97)2 (0,15)2 = 35

d2 (0,05)2

dimana : n : besar sampel

r : varians populasi

Zα: harga standard normal

d : penyimpangan yang ditolerir

Besarnya sampel yang didapat berdasarkan rumus diatas adalah 35 pasien.

4.3. KRITERIA PENELITIAN

Kriteria Inklusi :

Pasien, yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

Sehat

Usia

Jenis kelamin

Kriteria Eksklusi :

Jenis Luka pasien pada saat penelitian berlangsung

4.4. VARIABEL PENELITIAN

19

Page 20: BAB I, Bab II METLIT

1. Variabel bebas :

Luka yang dirawat dengan kassa basah (kassa yang dilembabkan dengan larutan normal saline)

dan yang dirawat dengan amnion

2. Variabel tergantung :

Penyembuhan luka (jumlah serat kolagen)

4.5. DEFINISI OPERASIONAL

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh (hilangnya kontinuitas jaringan)

Penyembuhan luka adalah proses biologi yang sangat teratur yang diawali oleh kerusakan

jaringan yang diakhiri dengan pemulihan integritas jaringan dimana melalui fase inflamasi,

proliferasi dan remodeling

Luka yang dirawat dengan kassa basah adalah luka yang ditutup dengan kassa setelah

dilembabkan dengan larutan normal salin sebagai kompleks

Luka dirawat dengan amnion adalah luka yang ditutup dengan Amnion (ALS-R) sebagai

penutup luka

Amnion ALS-R adalah liofilisasi steril-radiasi

Jumlah serat kolagen adalah presentase serat kolagen per lapang pandang yang

dikelompokkan menjadi sedikit, sedang, banyak.

Hari ke-21 dan 28 maksudnya proses penyembuhan luka berada pada fase proliferasi dimana

pada fase ini terjadi pembentukan kolagen.

Kolagen merupakan komponen utama sebagai matriks ekstraseluler kulit produksi kolagen

tetap merupakan proses utama dalam penyembuhan luka sintesis kolagen berlangsung

maksimal 14-21 hari.

Berhasil : jika pada hasil pemeriksaan histopatologis pada hari ke-21 menunjukkan gambaran

ketebalan kolagen yang tipis, serat-serat tersusun lebih halus dan teratur. Ini menunjukkan

keseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen berlangsung baik pada penyembuhan

persekundam.

20

Page 21: BAB I, Bab II METLIT

Gagal : jika pada hasil pemeriksaan histopatologis pada hari ke-21 menunjukkan gambaran

ketebalan kolagen yang tebal, serat-serat tersusun lebih kasar dan tidak teratur. Ini

menunjukkan keseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen berlangsung tidak begitu

baik pada penyembuhan persekundam.

4.6 INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen sains :

Keberhasilan penyembuhan luka persekundam ditentukan oleh adanya ketidakseimbangan

proses sintesis dan degradasi kolagen pada fase proliferasi (hari ke 14-21). Adanya

penyimpangan pada proses ini menyebabkan terbentuk skar hipertropik dan keloid.

Instrumen Laboratorium :

Bahan dan obat yang digunakan :

o Alkohol

o Betadine

o Formalin

o Amnion ALS-R

o Sol NaCL

Peralatan yang digunakan :

o Peralatan bedah minor

o Alat suntik

o Sarung tangan steril

o Kain penutup steril

4.7. ANALISA DATA

Analisa data yang digunakan ialah analisa statistic non parametric dengan Chi-square

test.

4.8 PROSEDUR PENELITIAN

Dilakukan randomisasi pada pasien penelitian

Dilakukan pencukuran pada daerah luka,

Desinfeksi dengan betadine

21

Page 22: BAB I, Bab II METLIT

Luka ditutup, ada kelompok yang memakai amnion, ada yang memakai kassa basah dan

sisanya hanya control

Luka dirawat tertutup

Pasien diharapkan control ke poli

Diambil sampel PA pada hari ke 21 dan 28 untuk tiap luka dan difiksasi dengan larutan

formalin 10 %

Dikatakan penyembuhan luka baik bila hasil pemeriksaan histopatologis menunjukkan

ketebalan serat kolagen yang lebih tipis, teratur dan halus.

22

Page 23: BAB I, Bab II METLIT

BAB V

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

5.1. LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah sakit Prof Kandau dibagian IRDB.

5.2. WAKTU PENELITIAN

Waktu pelaksanaan penelitian direncanakan selama 4 bulan dimulai dari tanggal 1 Maret

– 30 Juni 2010, dengan jadwal sebagai berikut :

KEGIATAN MINGGU

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

PERSIAPAN

-Pembuatan ususlan

penelitian

-Pembentukan organisasi

-Pembuatan kuestioner

-Melatih tenaga peneliti

-Uji lapangan

-Pengadaan alat-alat

-Pengurusan surat-surat

* *

*

*

*

*

*

*

*

PELAKSANAAN

PENELITIAN

-Pengumpulan data

-Pengolahan data

-Analisis data

* * * * * * * * *

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

Pengolahan data * *

Diskusi *

Pelaporan * * *

23

Page 24: BAB I, Bab II METLIT

BAB VI

PERSONALIA DAN PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

6.1. PERSONALIA PENELITIAN

1. Ketua panitia

2. Konsultan

3. Anggota peneliti

4. Pekerja lapangan

5. Tenaga administrasi

6.2. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

1. Honorarium Konsultan Rp. 3.000.000

2. Bahan dan Peralatan Penelitian Rp. 3.500.000

3. Transportasi Rp. 1.000.000

4. Alat tulis-menulis Rp. 500.000

5. Biaya analisis dan pembuatan laporan penelitian Rp. 1.500.000

6. Biaya lain-lain Rp. 1.000.000

Total biaya Rp.10.500.000

24

Page 25: BAB I, Bab II METLIT

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. Luka dan Penyembuhan luka. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah,

Sjamsuhidajat R dan Wim de Jong eds. Jakarta : EGC, 1997 : 72-102

2. Marzoeki D. Proses penyembuhan luka, dalam : Luka Perawatannya. Surabaya :

Airlangga University Press. 1991 : 1-2.

3. Noer MS. Wound Healing, dalam : Basic Science of plastic and Reconstructive Surgery.

Pertemuan Ilmiah berkala proyek trigonum plus XV. Surabaya : Laboratorium Ilmu

Bedah FK UNAIR, 2003 : 59-65.

4. Dali R, Noer MS, Martoprawiro SS. Perbandingan pemakaian amnion dan tulle pada

penyembuhan luka Superficial partial thickness, SMF Bedah Plastik Fakultas Kedokteran

Airlangga Surabaya, 2002.

5. Bisono. Penyembuhan Luka, dalam : Ilmu Bedah, Reksoprodjo S et. al. eds, Jakarta.

Binarupa Aksara, 1995 : 415-7.

6. Nikijuluw J, Ngantung JT. Pengaruh Ropivakain terhadap penyembuhan luka. SMF Ilmu

Bedah FK UNSRAT. Manado, 2004.

7. Brown G L, Nanney L B, Griften J, Enchacement of wound healing by topical treatment

with epidermal growth factor, N Engl J Med 1989 Jul 13:32 (2) : 76-9.

8. Perdanakusuma DS. Skin Grafting, Surabaya : Airlangga University Press, 1998 : 7-11

9. Tambajong EH. Radang dan Pemulihan Jaringan. Manado : Badan penerbit FK Unsrat

Manado 1999 : 234-83.

25