bab i dan ii

47
JUDUL : PERBEDAAN PENGARUH KOPI ARABICA (COFFEA ARABICA) DAN KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) TERHADAP PERUBAHAN PH SALIVA (IN VIVO) BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kopi merupakan minuman yang digemari banyak kalangan di dunia. Begitu pun di Indonesia, minum kopi telah menjadi fenomena sehari-hari (Andriany, 2012). Menurut estimasi AEKI (Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia) pada tahun 2015 konsumsi kopi di Indonesia mencapai 1,09 kg/kapita/tahun dan akan terus meningkat pada tahun 2016 dengan estimasi angka mencapai 1,15 kg/kapita/tahun (AEKI, 2013). Ada tiga jenis kopi yang dikenal di Indonesia yaitu kopi arabika, kopi robusta, kopi liberikan.

Upload: tiarabistyaastari

Post on 05-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

babiii

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I dan II

JUDUL : PERBEDAAN PENGARUH KOPI ARABICA (COFFEA ARABICA)

DAN KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) TERHADAP PERUBAHAN

PH SALIVA (IN VIVO)

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Kopi merupakan minuman yang digemari banyak kalangan di dunia.

Begitu pun di Indonesia, minum kopi telah menjadi fenomena sehari-hari

(Andriany, 2012). Menurut estimasi AEKI (Asosiasi Eksportir dan Industri

Kopi Indonesia) pada tahun 2015 konsumsi kopi di Indonesia mencapai 1,09

kg/kapita/tahun dan akan terus meningkat pada tahun 2016 dengan estimasi

angka mencapai 1,15 kg/kapita/tahun (AEKI, 2013).

Ada tiga jenis kopi yang dikenal di Indonesia yaitu kopi arabika, kopi

robusta, kopi liberikan. Menurut AEKI, secara komersil ada dua jenis kopi

yang memiliki nilai ekonomis dan diperdagangkan di Indonesia yaitu kopi

arabika (Coffea Arabica) dan kopi robusta (Coffea Canephora) (AEKI,

2013). Kopi robusta cenderung lebih pahit dari kopi arabika karena komposisi

kafeinnya lebih tinggi, yaitu 1,7-4,0%, sedangkan komposisi kafein dalam

kopi arabika hanya 0,8-1,4% saja (Andriany, 2012).

Page 2: BAB I dan II

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menyebutkan minuman

ringan banyak berpengaruh pada kerusakan gigi. Kopi merupakan salah satu

jenis minuman ringan Kopi memiliki kandungan asam yang dapat melarutkan

mineral pada jaringan keras gigi. Kebiasaan minum kopi menyebabkan

terjadinya perubahan pada pH saliva. Pada umumnya, kopi arabika memiliki

pH yang lebih rendah dibandingkan kopi robusta. Kopi arabika memiliki pH

sekitar 4,85-5,15 sedangkan kopi robusta memiliki pH sekitar 5,25-5,40. pH

yang rendah ini dikarenakan kopi mengandung beberapa asam, seperti asam

phenolic, asam ferulic, dan kaffeic (Soraya dkk, 2013).

Derajat keasaman (pH) saliva dan kapasitas buffer saliva merupakan

parameter saliva dalam proses terjadinya demineralisasi gigi dan timbulnya

penyakit lain di rongga mulut. Sifat asam dalam rongga mulut yang

diakibatkan konsumsi makanan kariogenik seperti sukrosa, dapat dinetralisir

oleh saliva (Andriany, 2012). Dalam keadaan normal, pH saliva berkisar

antara 5,6-7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Apabila pH rongga mulut rendah

antara 4,5-5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti

Streptococcus mutans dan Lactobacillus (Merinda dkk, 2013).

Terdapat dua mekanisme utama minuman ringan seperti kopi dapat

menyebabkan kerusakan gigi. Pertama, pH yang rendah dan keasaman yang

tinggi dari kopi menjadi penyebab permukaan email gigi mengalami erosi.

Kedua, kadar glukosa yang terkandung di dalam kopi akan difermentasi oleh

mikroorganisme sehingga mikroorganisme tersebut mudah melekat pada

permukaan gigi dan membentuk plak yang menghasilkan asam dan

Page 3: BAB I dan II

menyebabkan pH saliva menjadi rendah yang kemudian dilanjutkan dengan

terjadinya proses demineralisasi (Soraya dkk, 2013).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin melakukan penelitian

mengenai perbedaan pengaruh kopi arabika (Coffea Arabica) dan kopi

robusta (Coffea Canephora) terhadap perubahan pH saliva.

II. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan pengaruh kopi arabika (Coffea Arabica) dan

kopi robusta (Coffea Canephora) terhadap perubahan pH saliva?

III. Tujuan Penelitian

A. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh kopi arabika

(Coffea Arabica) dan kopi robusta (Coffea Canephora) terhadap

perubahan pH saliva.

B. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui nilai pH saliva setelah mengkonsumsi kopi arabika

(Coffea Arabica)

2. Untuk mengetahui nilai pH saliva setelah mengkonsumsi kopi robusta

(Coffea Canephora)

3. Untuk mengetahui perubahan pH saliva sebelum dan setelah

mengkonsumsi kopi arabika (Coffea Arabica)

Page 4: BAB I dan II

4. Untuk mengetahui perubahan pH saliva sebelum dan setelah

mengkonsumsi kopi robusta (Coffea Canephora)

5. Untuk membandingkan perubahan pH saliva setelah mengkonsumsi

kopi arabika (Coffea Arabica) dan kopi robusta (Coffea Canephora).

IV. Manfaat Penelitian

A. Mendapatkan pengetahuan tentang perubahan pH saliva setelah

mengkonsumsi kopi arabika (Coffea Arabica) dan kopi robusta (Coffea

Canephora).

B. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang dampak negatif kopi

bagi kesehatan gigi dan mulut.

Page 5: BAB I dan II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. LANDASAN TEORI

A. SALIVA

1. Pengertian Saliva

Pada saat mengunyah makanan, aktivitas fisiologis yang berperan

penting di dalam mulut adalah lubrikasi makanan oleh saliva (Essential of

Medical Physiology, 2003). Saliva merupakan suatu cairan rongga mulut

yang terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva mayor (kelenjar parotis,

submandibula, dan sublingua) dan minor (kelenjar labial, kelenjar bukal,

kelenjar Bladin-Nuhn, kelenjar Von Ebner, dan kelenjar Weber) yang

terdapat pada mukosa oral (Dasar-Dasar Karies, 1993; ).

Cairan saliva merupakan sekresi kelenjar eksokrin yang terdiri dari

99% air, elektrolit (sodium, potasium, kalsium, dan klorid, magnesium,

bikarbonat, dan fosfat), serta protein yang dipresentasikan oleh enzim,

immunoglobulin A (IgA) dan faktor antimikroba lain, glikoprotein

mucosal, albumin, dan beberapa polipeptid dan oligopeptid yang berperan

dalam kesehatan gigi. Saliva juga mengandung glukosa dan produk

nitrogen seperti urea dan amonia. Komponen-komponen ini berinteraksi

dan berperan dalam berbagai fungsi saliva (Almeida dkk, 2008).

Page 6: BAB I dan II

Produksi saliva normal pada setiap individu bervariasi, normalnya

sekitar 1-1,5 L/hari. Indeks saliva merupakan parameter dari saliva

terstimulasi dan saliva tidak terstimulasi yang dapat dinyatakan dalam

kategori normal, rendah, maupun sangat rendah (hiposaliva). Pada orang

dewasa, indeks saliva terstimulasi kategori normal adalah 1-3 mL/menit,

kategori rendah adalah 0,7-1 mL/menit, dan kategori sangat rendah jika

kurang dari 0,7 mL/hari. Indeks saliva tidak terstimulasi kategori normal

0,25-0,35 mL/menit, kategori rendah adalah 0,1-0,25 mL/menit, kategori

sangat rendah (hiposaliva) adalah kurang dari 0,1 mL/menit (Almeida dkk,

2008).

Sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui 2 jenis refleks saliva

yang berbeda, yaitu:

a. Refleks saliva sederhana (tidak terkondisi), ketika kemoreseptor atau

reseptor tekanan di dalam rongga mulut merespon terhadap

rangsangan makanan. Impuls akan dibawa ke pusat saliva kemudian

melalui saraf otonom ekstrinsik menstimulasi sekresi saliva oleh

kelenjar saliva.

b. Refleks saliva di dapat (terkondisi), pengeluaran saliva terjadi tanpa

rangsangan oral, hanya melalui pemikiran, melihat, mencium aroma

makanan lezat.

(Afifah, 2010)

2. Anatomi dan Histologi Kelenjar Saliva

Page 7: BAB I dan II

Saliva merupakan sekresi dari kelenjar eksokrin salivarius.

Kelenjar saliva dikategorikan menjadi dua, yaitu kelenjar saliva mayor dan

kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis,

kelenjar submandibula, dan kelenjar sublingua. Sedangkan kelenjar saliva

minor terdiri dari kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar Bladin-Nuhn,

kelenjar Von Ebner, dan kelenjar Weber.

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar, berbentuk

irreguler, namun jika dilihat dari lateral kelenjar ini berbentuk seperti

segitiga. Kelenjar parotis terletak di sekitar telinga. Kelenjar ini memiliki

saluran yang bernama ductus stenson yang bermuara dalam vestibulum

oris pada papilla parotidea yang berhadapan dengan gigi molar kedua atas

atau molar pertama atas. Jenis sel dari kelenjar parotis adalah tubuloasiner

kompleks (asiner bercabang) yang merupakan kelenjar serosa murni.

Kelenjar parotis mensekresi 20% dari saliva total.

Kelenjar submandibula memiliki ukuran kurang lebih setengah dari

glandula parotis, berbentuk oval, pipih, dan terletak pada trigonum

submandibula. Duktus kelenjar ini bernama duktus mandibular atau duktus

whartoni yang bermuara ke cavum oris. Kelenjar ini merupakan kelenjar

tubuloasiner komples dimana memiliki bagian sekretoris yang tersusun

dari sel asini serosa dan mukosa atau disebut juga kelenjar campuran.

Asini serosa pada kelenjar ini lebih dominan (80%) dibandingkan asini

mukosa (5%) sehingga disebut juga kelenjar mukoserosa. Kelenjar ini

Page 8: BAB I dan II

merupakan kelenjar dengan sekresi paling banyak, yaitu 65-70% dari total

sekresi saliva.

Kelenjar sublingua merupakan kelenjar terkecil yang memiliki

bentuk memanjang dan sempit. Kelenjar ini terletak di dasar mulut. Duktus

sublingual minor dari duktus rivinus bermuara dalam rongga mulut pada

plika sublingualis. Sedangkan duktus sublingual mayor yang bermuara

dalam duktus whartoni, dekat sebelum duktus terakhir ini bermuara pada

carunculae (Azizah, 2014).

3. Komposisi Saliva

Komposisi saliva dibedakan menjadi dua komponen, komponen

anorganik dan organik. Komponen anorganik pada saliva misalnya ion

sodium dan potasium sebagai kation yang terpenting, sedangkan anion

mayor aktif berupa ion klorida dan bikarbonat (Amalia, 2013). Komponen

organik dari saliva seperti L-amylase (ptialin), lingual lipase, kalikren,

lysozyme, sedikit urea, asam uric, kolesterol, dan musin (Essential of

Medical Physiology, 2003).

4. Fungsi Saliva

Fungsi saliva dibagi menjadi 5 kategori besar yang berfungsi untuk

menjaga kesehatan mulut dan menciptakan keseimbangan ekologi yang

tepat, yaitu:

a. Lubrikasi dan Proteksi

Saliva membentuk lapisan seromukosal yang melumasi dan

melindungi jaringan mulut terhadap agen yang dapat mengiritasi. Hal

Page 9: BAB I dan II

ini terjadi karena musin (protein dengan kandungan karbohidrat yang

tinggi) bertanggungjawab untuk pelumasan, perlindungan terhadap

dehhidrasi, dan pemeliharaan viskoelastisitas saliva. Musin juga

selektif memodulasi adhesi mikroorganisme pada permukaan jaringan

mulut yang dapat memberikan kontribusi untuk kontrol koloni bakteri

dan jamur. Selain itu, musin melindungi jaringan mulut terhadap

serangan proteolitik oleh mikroorganisme. Proses pengunyahan,

berbicara, dan penelanan dibantu oleh efek protein pelumas ini.

b. Kapasitas Buffer

Saliva berperan sebagai sistem penyangga (buffer) untuk

melindungi mulut, yaitu:

1) Mencegah kolonisasi oleh mikroorganisme patogen yang

berpotensi mengiritasi dengan menolaknya dalam optimasi

kondisi lingkungan.

2) Saliva menetralkan dan membersihkan asam yang dihasilkan oleh

mikroorganisme. Dengan demikian saliva dapat mencegah

demineralisasi enamel.

Saliva sebagai sistem buffer penting untuk menekan ketebalan

biofilm dan jumlah bakteri yang ada.

Residu muatan negatif dari protein saliva bekerja sebagai buffer.

Sialin, peptida saliva, memainkan peran penting dalam meningkatkan

pH biofilm setelah terpapar karbohidrat yang difermentasi oleh

mikroorganisme.

Page 10: BAB I dan II

Urea adalah jenis buffer yang lain yang terdapat pada saliva

yang merupakan produk dari asam amino dan katabolisme protein

yang menyebabkan peningkatan pH biofilm dengan cepat dengan

melepas ammonia dan karbon dioksida ketika dihidrolisis oleh bakteri

urea.

Ammonia merupakan produk dari urea dan metabolisme asam

amino yang berpotensi sitotoksik untuk jaringan gingiva. Hal ini

merupakan faktor penting dalam fase inisiasi gingivitis karena dapat

meningkatkan permeabilitas epitel sulcular untuk zat toksik lain atau

antigen lain selain pembentukan kalkulus gigi.

Sistem asam karbonat-bikarbonat adalah buffer yang paling

penting dalam saliva terstimulasi, sedangkan pada saliva tidak

terstimulasi, sistem tersebut berfungsi sebagai sistem buffer fosfat.

c. Memelihara Integritas Enamel

Saliva memainkan peranan penting dalam menjaga integritas

fisik-kimia enamel gigi dengan memodulasi remineralisasi dan

demineralisasi. Faktor utama dalam mengontrol stabilisasi

hidroksiapatit enamel adalah konsentasi aktif kalsium, fosfat, dan

fluoride dalam larutan dan pH saliva.

Konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi dalam saliva

menjamin pertukaran ion langsung terhadap permukaan gigi yang

dimulai dengan erupsi gigi dan menghasilkan pematangan pasca-

erupsi.

Page 11: BAB I dan II

Remineralisasi dari karies sebelum terbentuk kavitas mungkin

saja terjadi, terutama disebabkan oleh ketersediaan ion kalsium dan

fosfat dalam saliva.

d. Kelarutan dan Pembersihan

Gula dalam bentuk bebas terdapat pada saliva terstimulasi dan

tidak terstimulasi dengan rata-rata konsentrasi 0,5-1 mg/100 mL.

Tingginya konsentrasi dari gula pada saliva utamanya terjadi setelah

asupan makanan dan minuman.

Sebagai tambahan untuk melarutkan zat, konsistensi cairan ini

menyediakan pembersihan mekanis dari residu yang terdapat dalam

mulut seperti bakteri dan sel yang tidak dapat melekat serta sisa

makanan. Saliva cenderung menghiangkan kelebihan karbohidrat,

dengan demikian dapat membatasi ketersediaan gula terhadap

mikroorganisme yang membentuk biofilm. Semakin banyak volume

saliva, semakin besar kapasitas pembersihan dan penipisan lapisan

biofilm. Oleh karena itu, jika terdapat perubahan status kesehatan

yang menyebabkan berkurangnya saliva, maka akan ada perubahan

drastis dalam tingkat pembersihannya.

e. Rasa dan Sistem Pencernaan

Pada awalnya, saliva terbentuk di dalam sel asinar yang isotonik

terhadap plasma. Namun, karena saliva berjalan melalui saluran

(duktus) maka saliva berubah menjadi hipotonik. Hipotonisitas saliva

(rendahnya kadar glukosa, natrium, klorida, dan urea) dan

Page 12: BAB I dan II

kapasitasnya memudahkan disolusi zat yang memungkinkan tunas

gustatori (gustatory bud) dalam membedakan berbagai rasa yang

berbeda. Gustin merupakan protein saliva yang dibutuhkan dalam

pertumbuhan dan pematangan tunas ini.

Saliva bertanggungjawab untuk pencernaan awal amilum (pati),

memodulsi terbentuknya bolus. Mekanisme ini terjadi dikarenakan

adanya enzim pencernaan α-amilase (ptialin) dalam komposisi saliva.

Fungsi biologisnya adalah untuk memecah amilum menjadi maltosa,

maltotriosa, dan dekstrin. Enzim ini menjadi indikator baiknya fungsi

saliva, menyediakan 40-50% protein saliva yang diproduksi kelenjar

saliva (Humphrey dkk, 2001; Almeida dkk, 2008).

5. pH Saliva

Derajat keasaman (pH) merupakan suatu indeks yang digunakan

untuk menentukan tingkat keasaman suatu larutan. Semakin kecil nilai pH

maka semakin tinggi tingkat keasaman larutan tersebut. Saliva merupakan

cairan dengan komposisi yang kompleks yang sering mengalami

perubahan. Perubahan pada saliva dapat dilihat dari derajat keasaman

(pH), kandungan elektrolit serta protein di dalam susunannya. Susunan

kualitatif dan kuantitatif elektrolit saliva menentukan pH dan kapasitas

buffer saliva. Kapasitas buffer adalah sifat saliva yang cenderung menjaga

suasana dalam mulut agar tetap dalam kondisi netral melalui mekanisme

saliva dalam mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh fermentasi

glukosa oleh mikroorganisme di dalam mulut (Azizah, 2014).

Page 13: BAB I dan II

Derajat keasaman (pH) saliva dalam keadaan normal antara 5,6-7,0

dengan rata-rata pH 6,7. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk

pertumbuhan bakteri 6,5-7,5 dan apabila pH rongga mulut rendah (4,5-5,5)

akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus

mutans dan Lactobacillus (Amalia, 2013).

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai pH saliva

antara lain:

a. Diet (makanan)

Adanya karbohidrat yang dapat difermentasi dengan cepat dapat

menirinan kapasitas buffer saliva sehingga terjadi peningkatan

metabolisme bakteri dalam menghasilkan asam. Makanan yang kaya

akan protein memiliki efek dapat meningkatkan kapasitas buffer saliva

mellaui pengeluaran zat basa seperti ammonia.

b. Ritme biologis (irama siang dan malam)

Kapasitas buffer dan pH saliva yang tidak terstimulasi memiliki

nilai terendah pada saat tidur dan nilai tertinggi saat segera setelah

bangun. Kapasitas buffer dan pH terstimulasi pada seperempat jam

setelah stimulasi keduanya memiliki nilai paling tinggi, dan dalam

kurun waktu 30-60 menit kemudian akan kembali turun.

c. Penyakit yang mempengaruhi pH saliva

Beberapa penyakit sistemik dapat mempengaruhi pH saliva,

seperti sindrom sjogren, diabetes mellitus, diabetes insipidus, dan

sarkidosis.

Page 14: BAB I dan II

d. Obat-obatan

Contoh obat-obatan yang dapat menurunkan pH saliva adalah

antihistamin dan antidepresan.

e. Terapi radiasi pada kepala dan leher dapat merusak sel kelenjar saliva.

f. Kondisi hormonal, misalnya menstruasi, hamil, dan menopause.

g. Usia

Volume dan aliran saliva anak-anak sampai remaja lebih banyak

daripada orang dewasa dan pH saliva anak-anak lebih tinggi

dibanding dewasa.

(Afifah, 2010)

6. Kelainan Patologis yang Disebabkan Rendahnya pH Saliva.

a. Erosi Gigi

Erosi merupakan suatu proses kimia dimana terjadi

demineralisasi gigi yang umumnya disebabkan oleh asam. Erosi gigi

berbeda dengan karies gigi meskipun keduanya mempunyai kesamaan

yaitu terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi akibat asam.

Erosi dan karies gigi sama-sama dari asam yang merupakan hasil

fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri dalam tubuh

tetapi erosi gigi terjadi karena proses kimia tanpa melibatkan bakteri,

hal ini berbeda dengan karies gigi (Visvanathan, 2012).

b. Karies Gigi

Karies merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras

gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, disebabkan oleh aktivitas

Page 15: BAB I dan II

mikroorganisme dalam melakukan aktivitas fermentasi karbohidrat.

Suatu karies mempunyai tanda yaitu adanya demineralisasi jaringan

keras gigi, diikuti oleh kerusakan bahan organik sehingga

mengakibatkan terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa serta

penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan

nyeri. Karies merupakan penyakit gigi dan mulut dengan faktor

penyebab yang multifaktorial. Artinya, karies dapat terjadi bila ada

faktor penyebab yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu host

(saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat, dan waktu (Simanjuntak,

2011).

B. KOPI

1. Tanaman Kopi

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah

lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan

26% berasal dari spesies kopi robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu

daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh

masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah

asalnya (Rahardjo, 2012).

Di Indonesia kopi mulai di kenal pada tahun 1696, yang di bawa

oleh VOC. Tanaman kopi di Indonesia mulai di produksi di pulau Jawa,

dan hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan

Page 16: BAB I dan II

dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi

perdagangan maka VOC menyebarkannya ke berbagai daerah agar para

penduduk menanamnya (Najiyanti dan Danarti, 2004).

2. Jenis-Jenis Kopi

a. Kopi Arabika

Awalnya, jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah

arabika, lalu liberika dan terakhir jenis kopi robusta. Kopi jenis arabika

sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 700-1700 meter di

atas permukaan laut (dpl) dengan temperatur 16-20°. Semakin tinggi

lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan

semakin baik. Kopi arabika memiliki aroma yang khas, berupa rasa

asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta.

Menurut Rahardjo (2012) klasifikasi ilmiah kopi arabika adalah

sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies : Coffea arabica

Berikut karakteristik biji kopi arabika secara umum:

1) Rendemennya lebih kecil dari jenis kopi lainnya ( 18 – 20%)

Page 17: BAB I dan II

2) Bentuknya agak memanjang.

3) Bidang cembungnya tidak terlalu tinggi.

4) Lebih bercahaya dibandingkan dengan jenis lainnya.

5) Ujung biji lebih mengkilap tetapi jika dikeringkan berlebihan akan

terlihat retak atau pecah.

6) Celah tengah (center cut) dibagian datar ( perut ) tidak lurus

memanjang kebawah tetapi berlekuk.

7) Untuk biji yang sudah dipanggang (roasting) celah tengah terlihat

putih.

8) Untuk biji yang sudah diolah, kulit ari kadang – kadang masih

menempel dicelah atau parit biji kopi.

(Annisa, 2013)

b. Kopi Robusta

Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo, (2012) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceace

Genus : Coffea

Spesies : Coffea canephora

Page 18: BAB I dan II

Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama Robusta,

dipergunakan untuk tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah

nama botanis. Kopi robusta memiliki kelebihan dari segi produksi yang

lebih tinggi dibandingkan jenis kopi Arabika dan Liberika.

Berikut karakteristik fisik biji kopi robusta:

1) Rendemen kopi robusta relative lebih tinggi dibandingkan dengan

rendemen kopi arabika (20 – 22%)

2) Biji kopi agak bulat.

3) Lengkungan biji lebih tebal dibandingkan dengan jenis arabika.

4) Garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata.

5) Untuk biji yang sudah diolah, tidak terdapat kulit ari di lekukan

atau bagian parit.

(Annisa, 2013)

c. Kopi Liberika

Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak

tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama masuk ke Indonesia, tetapi

hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena buah dan rendemennya

rendah. (Najiyati dan Danarti, 1997).

Kopi liberika memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:

1) Ukuran daun,cabang,bunga, buah dan pohon lebih besar

dibandingkan kopi Arabika dan kopi robusta.

2) Cabang primer dapat bertahan lebih lama dan dalam satu buku

dapat keluar bunga atau buah lebih dari satu kali.

Page 19: BAB I dan II

3) Kualitas buah relatif rendah.

4) Produksi sedang, (4,-5 ku/ha/th) dengan rendemen ± 12%

5) Berbuah sepanjang tahun.

6) Ukuran buah tidak merata/tidak seragam

7) Tumbuh baik di dataran rendah.

(Annisa, 2013)

3. Kandungan Kopi

Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil,

seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam

asetat. Selain itu, dalam biji kopi juga terdapat kandungan trigenoline,

asam klorogenik, glikosida, mineral, dan kafein (Tabel 1). Kafein memiliki

rumus kimia C8H10N4O2. Kafein merupakan salah satu senyawa alkaloid

yang sangat penting yang terdapat di dalam biji kopi dan dimanfaatkan

dalam bentuk obat maupun dalam bentuk makanan atau minuman sehari-

hari (Murtafiah, 2012).

Komposisi biji kopi arabika dan robusta sebelum dan sesudah

disangrai (% bobot kering) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Page 20: BAB I dan II

Komponen Arabika Green

Arabika Roasted

Robusta Green

Mineral 3,0-4,2 3,5-4,5 4,0-4,5

Kaffein 0,9-1,2 1,0 1,6-2,4

Trigonelline 1,0-1,2 0,5-1,0 0,6-0,75

Lemak12,0-

18,014,5-20,0 9,0-13,0

Total

Chlorogenic

Acid

5,5-8,0 1,2-2,3 7,0-10,0

Asam Alifatis 1,5-2,0 1,0-1,5 1,5-1,2

Oligosakarida 6,0-8,0 0-3,5 5,0-7,0

Total

Polisakarida

50,0-

55,024,0-39,0

37,0-

47,0

Tabel 1 – sumber : Israyanti, 2013.

4. Mekanisme Kopi dalam Mempengaruhi pH Saliva

Kopi dapat menyebabkan perubahan pada pH saliva. Hal ini

dikarenakan kopi mengandung beberapa zat asam. Pada umumnya, kopi

arabika memiliki pH lebih rendah dibandingkan kopi robusta. Kopi arabika

memiliki pH sekitar 4,5-5,15. Kopi robusta memiliki pH sekitar 5,25-5,40

(Soraya dkk, 2013).

Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ferranzano dkk

menyatakan bahwa kopi mengandung beberapa zat asam, seperti asam

Page 21: BAB I dan II

phenolic, asam ferulic, dan kaffeic (Ferrazano dkk, 2009). Dalam hasil

penelitian lain menyatakan bahwa kopi yang telah dilarutkan air masih

menyisakan kandungan asam, yaitu asam klorogenat dan asam trigonelin

yang semula 7,60% dan 1,70% menjadi 0,80% dan 0,29% (Soraya, 2013).

Terdapat dua faktor utama mengapa minuman ringan atau dalam

hal ini adalah kopi dapat menyebabkan kerusakan gigi. Pertama, pH yang

rendah dan keasaman minuman ringan menyebabkan permukaan email

gigi mengalami erosi. Kedua, gula yang terkandung dalam minuman

ringan akan difermentasi oleh mikroorganisme menjadi dekstran yang

bersifat adhesif sehingga dekstran dapat melekat pada permukaan gigi dan

membentuk plak serta menghasilkan asam sehingga menyebabkan pH

saliva menjadi rendah dan terjadi proses demineralisasi (Soraya, 2013).

Page 22: BAB I dan II

II. KERANGKA TEORI

KOPI

Kopi Arabika Kopi Robusta

Karakteristik :

1. Asam (pH : 4,5-5,15)2. Kaffein (0,8-1,4%)

Perbedaan Tingkat Keasaman

Perubahan pH Saliva Dipengaruhi oleh :

1. Diet2. Ritme Biologis3. Penyakit4. Obat-obatan5. Radiasi6. Hormon7. Usia

Rendah

Kelainan Patologis

Paparan Asam Fermentasi Bakteri

Erosi Gigi Karies Gigi

Karakteristik :

1. Asam (pH : 5,25-5,40)2. Kaffein (1,7-4,0%)

Page 23: BAB I dan II

Kopi Arabika(Coffee Arabica)

Perubahan pH saliva

Kopi Robusta(Coffee Canephora)

III. KERANGKA KONSEP

IV. HIPOTESIS

Terdapat perbedaan pengaruh kopi arabica (Coffea Arabica) dan kopi

robusta (Coffea Canephora) terhadap perubahan pH saliva.

Page 24: BAB I dan II

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris in vivo

dengan pre test dan post test untuk menganalisis perbedaan pengaruh kopi

arabika dan kopi robusta terhadap perubahan pH saliva.

Rancangan penelitian ini menggunakan studi kohort yang mempelajari

hubungan antara paparan dan efek dengan cara membandingkan kelompok

yang terpapar kopi arabika dan kelompok yang terpapar kopi robusta terhadap

perubahan pH saliva pada periode tertentu.

B. Variabel

1. Variabel Bebas

Kopi arabika dan kopi robusta

2. Variabel Terikat

Perubahan pH saliva

3. Variabel Luar

a. Terkendali

1) Waktu pengambilan saliva

2) Volume kopi arabika dan kopi robusta

3) Suhu kopi arabika dan kopi robusta

4) Frekuensi minum kopi arabika dan kopi robusta

5) Cara penyeduhan kopi arabika dan kopi robusta

Page 25: BAB I dan II

6) Cara minum kopi arabika dan kopi robusta

b. Tidak Terkendali

1) Kapasitas buffer yang berbeda-beda

2) Skor plak yang berbeda-beda pada awal perlakuan

4. Variabel Perancu (Confounding Factor)

a. Merokok

b. Penyakit yang berpengaruh pada sekresi saliva

c. Xerostomia

d. Terapi obat-obatan yang mengurangi sekresi saliva

e. Diet tinggi protein dan tinggi karbohidrat

5. Definisi Operasional

a. Variabel Bebas

Kopi robusta dan kopi arabika

Kopi arabika merupakan minuman ringan yang memiliki kadar

asam lebih besar daripada kopi robusta. Kopi arabika dan kopi robusta

didapatkan dari merk yang sama, yaitu Banaran Coffee. Seduhan kopi

dibuat dengan memasukkan 8 gram kopi arabika atau kopi robusta ke

dalam 150 ml air panas kemudian diaduk merata dan dibiarkan selama

5 menit. Air panas diperoleh dari air mineral 1000 ml yang dipanaskan

dengan heater selama 15 menit. Setelah itu residu dari bubuk kopi

diambil menggunakan kertas filter. Skala yang digunakan adaah skala

nominal.

b. Variabel Terikat

Page 26: BAB I dan II

pH saliva

merupakan derajat keasaman saliva. Saliva yang digunakan yaitu

saliva normal dan setelah meminum kopi arabika, kopi robusta, dan

aquades. pH saliva diukur dengan pH meter. Skala yang digunakan

adalah skala interval.

c. Variabel Luar

1) Terkendali

a) Waktu pengambilan saliva

Pada pagi hari masih belum ada rangsangan terhadap saliva.

b) Volume kopi arabika dan kopi robusta

Volume kopi arabika dan kopi robusta masing-masing 50 ml

c) Frekuensi minum kopi arabika dan kopi robusta

Kopi merupakan minuman ringan yang biasa diminum pada

pagi hari, satu cangkir dalam satu hari.

d) Cara penyeduhan kopi arabika dan kopi robusta

Berdasarkan aturan pabrik, jumlah kopi yang dianjurkan untuk

satu cangkir adalah 8 gram (satu sendok teh). Bubuk kopi

ditimbang kemudian dimasukkan dalam dua wadah yang berbeda

dan diberi 150 ml air panas.

e) Cara minum kopi arabika dan kopi robusta

Kopi robusta dan kopi arabika biasa diminum dalam seduhan.

2) Tidak Terkendali

a) Kapasitas buffer yang berbeda-beda

Page 27: BAB I dan II

Berkaitan dengan susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di

dalam saliva. Elektrolit dalam saliva antara lain Na+, K+, Ca2+, Cl-,

dan HCO3-. Kapasitas buffer saliva yang baik dapat menstabilkan

pH saliva setelah terpapar gula maupun asam.

b) Skor plak yang berbeda-beda pada tiap sampel yang dapat

berpengaruh terhadap pH saliva pada awal perlakuan

d. Variabel Perancu (Confounding Factor)

1) Merokok

Merokok dapat mengurangi sekresi saliva yang dapat menurunkan

pH saliva.

2) Penyakit yang berpengaruh terhadap sekresi saliva

Beberapa penyakit dapat menurunkan pH saliva, seperti diabetes

mellitus, diabetes insipidus, Sjogren syndrome, dan sarkidosis.

3) Xerostomia

Merupakan keadaan dimana produksi saliva berkurang.

Berkurangnya produk saliva pada xerostomia dapat mengakibatkan

buffer pada saliva berkurang, sehingga pH saliva menurun.

4) Terapi obat-obatan yang mengurangi sekresi saliva

Obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva misalnya

antidepresan, antipsikotik, dan antihipertensi.

5) Diet tinggi protein dan tinggi karbohidrat

Page 28: BAB I dan II

Makanan yang tinggi protein dapat menyebabkan pH rongga mulut

menjadi lebih basa, dan sebaliknya makanan yang tinggi karbohidrat

dapat menyebabkan pH rongga mulut menjadi lebih asam.

6) Populasi dan Sampel

a) Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah siswa/i SMK Tunas Harapan

Pati Jurusan Broadcasting Kelas II sebanyak 160 orang.

b) Sampel

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh

dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hendry, 2010)

n= N

N . d2+1

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

Berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel sejumlah 114

orang yang dibagi secara simple random menjadi 3 kelompok, yaitu

38 orang dengan perlakuan meminum kopi arabika, 38 orang

dengan perlakuan meminum kopi robusta, dan 38 orang lainnya

sebagai kelompok kontrol dengan meminum aquades.

i) Kriteria Inklusi

Yang menjadi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

(1) Siswa/i SMK Tunas Harapan Pati Jurusan Broadcasting

Kelas II.

Page 29: BAB I dan II

(2) Bersedia menjadi subyek penelitian

ii) Kriteria Eksklusi

(1) Siswa/i SMK Tunas Harapan Pati selain Jurusan

Broadcasting Kelas II.

(2) Merokok

(3) Memiliki penyakit sistemik yang dapat menurunkan pH

saliva

(4) Tidak bersedia menjadi subyek penelitian.

7) Instrumen dan Bahan Penelitian

a) Alat-alat yang digunakan

i) Gelas dengan penutup untuk tempat saliva, kopi arabika, dan

kopi robusta

ii) Pipet ukur

iii) pH meter

iv) Stopwatch atau jam untuk menentukan waktu pengukuran pH

saliva

v) Kertas label

b) Bahan yang digunakan

i) Saliva

ii) Kopi arabika yang sudah diukur pH-nya

iii) Kopi robusta yang sudah diukur pH-nya

iv) Air/aquades untuk diminum dan membersihkan pH meter

8) Cara Penelitian

Page 30: BAB I dan II

a) Sebelum melakukan penelitian

Melakukan pengambilan sampel sejumlah 114 sampel dari

randomisasi 160 subyek dari populasi sumber. Pengambilan sampel

ini sekaligus membagi sampel menjadi 3 kelompok (kelompok 1,

kelompok 2, kelompok 3) dengan teknik simple random sampling.

i) Teknik Simple Random Sampling

(1) Memberikan nomor urut pada setiap subyek dan ditulis

pada secarik kertas kemudian dimasukkan ke dalam kotak

undian untuk dikocok.

(2) Kemudian diambil satu persatu kertas itu sejumlah ukuran

sampel yang dikehendaki tanpa memasukkan kembali

kertas yang telah diambil.

(3) Setiap subyek yang nomornya terambil, akan menjadi

anggota sampel

(4) Pembagian kelompok didasarkan pada urutan undian yang

terpanggil. Sehingga kelompok 1 terdiri dari 38 undian

pertama yang terpanggil, dan seterusnya.

ii) Wawancara adanya confounding factor atau tidak pada sampel.

b) Tahap pelaksanaan penelitian

i) Persiapan alat dan bahan

(1) Mempersiapkan seduhan kopi arabika, kopi robusta, dan air

masing-masing 50 ml ke dalam gelas yang tertutup.

Page 31: BAB I dan II

(2) Gelas untuk tempat saliva sudah ditempeli kertas label

sesuai dengan kelompoknya.

(3) Membersihkan pH meter dengan merendam elektroda pH

meter ke dalam larutan aquadest selama 5 menit, kemudian

keringkan.

(4) Mengukur pH seduhan kopi arabika, kopi robusta, dan

aquades

ii) Perlakuan pada sampel

Kelompok 1 : Meminum aquades sebanyak 50 ml

Kelompok 2 : Meminum seduhan kopi arabika 50 ml dengan

konsentrasi 8 gr dalam 150 ml air selama 20 detik.

Kelompok 3 : Meminum seduhan kopi robusta 50 ml dengan

konsentrasi 8 gr dalam 150 ml air selama 20 detik.

iii) Sampel diinstruksikan mengeluarkan saliva sebanyak-

banyaknya ke dalam sebuah gelas yang sudah berlabel

iv) Mengambil dan mengukur saliva dengan pipet ukur (2 ml per

sampel), kemudian memasukkannya ke dalam gelas berlabel

v) Mengukur pH saliva masing-masing kelompok dengan pH

meter pada menit ke-2.

vi) Mengulangi tahap ii pada hari ke-4, ke-7, dan ke-10

9) Tempat dan Waktu

Page 32: BAB I dan II

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia SMK Tunas

Harapan Pati pada tanggal 25 Januari 2016 sampai 3 Februari 2016.

Penelitian ini dilakukan selama 10 hari.

10) Analisis Hasil

Seluruh data ditabulasi dan dianalisis dengan SPSS 23.0 for

Windows “Perbedaan Pengaruh Kopi Arabika dan Kopi Robusta

terhadap Perubahan pH Saliva secara in vivo”, dianalisa dengan

menggunakan metode uji One Way Anova dengan tujuan untuk

menguji perbedaan mean pada sampel atau kelompok lebih dari dua.