askep hiperbilirubin pdf.docx
Post on 22-Oct-2015
306 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Tugas kelompok
KEPERAWATAN MATERNITAS
“ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS HIPERBILIRUBIN
AHMAD SAYUTI
ANDI BATARI OLA
AULYA KARTINI DG. KARRA
ERNAWATI
FITRIANI
HARTINA
IRWAN HADI WIRAWAN
KHUMAIRAH
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
KEPERAWATAN MATERNITAS
“ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS HIPERBILIRUBIN
Disusun oleh:
AHMAD SAYUTI 70300111003
ANDI BATARI OLA 70300111008
AULYA KARTINI DG. KARRA 70300111013
ERNAWATI 70300111018
FITRIANI 70300111024
HARTINA 70300111030
IRWAN HADI WIRAWAN 70300111036
KHUMAIRAH 70300111040
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2013
“ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS HIPERBILIRUBIN”
70300111003
008
70300111013
70300111018
70300111024
70300111030
70300111036
040
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang
telah di berikan kepada saya selaku makhluk ciptaan-Nya sehingga Asuhan
Keperawatan Neonatus Hiperbilirubin ini dapat saya selesaikan sesuai dengan
waktu yang telah di tentukan. Dan tak lupa kami kirimkan shalawat dan salam
kepada Nabiullah Muhammad SAW sebagai sang pembawa kebenaran dimuka
bumi ini serta para sahabat-sahabatnya.
Dan tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada ibu telah
membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini serta teman-teman yang
turut berpartisipasi.
Namun kami menyadari bahwa ini masih jauh dari kesempurnaan maka
dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan laporan ini. Dan semoga bermanfaat bagi kita semua dan
mendapat pahala di sisi Allah SWT. Amin.
Samata, 02 Desember 2013
Kelompok III
DAFTAR ISI
HAL
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Tujuan penulisan 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian 3
B. Klasifikasi 3
C. Etiologi 5
D. Manifestasi klinis 5
E. Patofisiologi 6
F. Pemeriksaan penunjang 7
G. komplikasi 9
H. Penatalaksanaan 9
I. Pencegahan 11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 13
B. Diagnosa keperawatan 13
C. Intervensi keperawatan 14
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 21
B. Saran 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat
pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan
salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab
gangguan tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok
penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak
dijumpai maka harus dikemukakan.
Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi
aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan.
Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak
terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat
neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau
patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan
dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus
tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis,
kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin,
saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.
Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi
akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya. Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif
untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian
hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat
memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu
pengetahuan yang dimilikinya.
B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
tinjauan teori dari neonatus hiperbilirubin dan asuhan keperawatan dari
mola hedatidosa.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam
darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin
dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus.
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh.
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus.
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan
efek pathologis.
B. KLASIFIKASI
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan
konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga
menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang
tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi
retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam
serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin
dalam tinja dan urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam
memproses bilirubin
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
C. ETIOLOGI
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel
darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula
timbul karena adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan
tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Refleks hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologik
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
a. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk
atau infeksi.
b. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya
merupakan jaundice fisiologi.
E. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak
disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin
indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat
badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati
atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
G. KOMPLIKASI
1. Retardasi mental - Kerusakan neurologis
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian.
4. Kernikterus
H. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di
tempat bayi dirawat.
2. Tindakan khusus Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto.
3. Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun
pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan
metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih
mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan
dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan
untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan
hiperbilirubin jinak hingga moderat.
4. Terapi transfuse
digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
5. Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan
bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct,
selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan
mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
I. PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan
masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin,
oksitosin.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua:
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik:
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,
refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial:
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang
tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi:
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith
Greenberg. 1988)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko/defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan
defikasi sekunder fototherapi.
2. Risiko/gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
4. Gangguan parenting (perubahan peran orang tua) berhubungan dengan
perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,
infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1: Risiko/defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan
serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
1. Jumlah intake dan output seimbang
2. Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
3. Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BB
Intervensi:
1. Kaji reflek hisap bayi
Rasional: mengetahui kemampuan hisap bayi
2. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
Rasional: menjamin keadekuatan intake
3. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
Rasional: mengetahui kecukupan intake.
4. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
Rasional: turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah
tanda-tanda dehidrasi.
5. Timbang BB setiap hari
Rasional: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi.
DX 2: Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0
Intervensi:
1. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam
Rasional: suhu terpantau secara rutin.
2. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan
kompres dingin serta ekstra minum.
Rasional: mengurangi pajanan sinar sementara.
3. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
4. Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi.
DX 3: Risiko/Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria:
1. Tidak terjadi decubitus
2. Kulit bersih dan lembab
Intervensi:
1. Kaji warna kulit tiap 8 jam
Rasional: mengetahui adanya perubahan warna kulit.
2. Ubah posisi setiap 2 jam
Rasional: mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam
waktu lama .
3. Masase daerah yang menonjol
Rasional: melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan
di daerah tersebut.
4. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
Rasional: mencegah lecet.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin
turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
Rasional: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama
DX 4: Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan
dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua
dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
1. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
Rasional: mempererat kontak sosial ibu dan bayi.
2. Buka tutup mata saat disusui
Rasional: untuk stimulasi sosial dengan ibu
3. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
Rasional: mempererat kontak dan stimulasi sosial
4. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
Rasional: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi.
5. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
Rasional: mengurangi beban psikis orangtua
DX 5: Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
Tujuan: Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang
tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan
kooperatif dalam perawatan.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
Rasional: mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit
2. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan
perawatannya.
Rasional: Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit
3. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
Rasional: meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam
erawat bayi
DX 6: Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi injury akibat fototerapi (misal; konjungtivitis, kerusakan
jaringan kornea)
Intervensi:
1. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
Rasional: mencegah iritasi yang berlebihan.
2. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan
daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi
hidung dan bibir.
Rasional: mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif.
3. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam.
Rasional: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata.
4. Buka penutup mata setiap akan disusukan.
Rasional: memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan
ibu.
5. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
Rasional: memberi rasa aman pada bayi.
DX 7: Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi
tukar
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam
diharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi:
1. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
Rasional: menjamin keadekuatan akses vaskuler.
2. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan
tindakan.
Rasional: mencegah trauma pada vena umbilical.
3. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan
Rasional: mencegah aspirasi
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur
Rasional: mencegah hipotermi.
5. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan
ditranfusikan adalah darah segar.
Rasional: mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang
berlebihan.
6. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan
elektrolit, kejang selama dan sesudah tranfusi.
Rasional: Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat
melakukan tindakan lebih dini.
7. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
Rasional: dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru
lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir
adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler
sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai
normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
B. Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan (keperawatan ) harus meningkatkan
kualitas pelayanan pada maternal maupun neonatal sehingga dapat
mengurangi insiden terjadinya hiperbilirubin.
top related