akb asi ekslusif bagus.pdf
TRANSCRIPT
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya Air Susu
Ibu (ASI) eksklusif dan diteruskan dengan Program Pemberian Makanan Pendamping
Air Susu Ibu (MP-ASI) merupakan program prioritas, karena dampaknya yang luas
terhadap status gizi dan kesehatan balita. Rekomendasi WHO bersama World Health
Assembly (WHA) menetapkan jangka waktu pemberian ASI Eksklusif selama enam
bulan (Depkes RI, 2006).
ASI Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu tanpa makanan dan minuman
lain pada bayi yang berumur 0 – 6 bulan. Namun bukan berarti setelah pemberian
ASI Eksklusif pemberian ASI dihentikan, akan tetapi tetap diberikan kepada bayi
sampai bayi berusia 2 tahun (WHO, 2004).
Air Susu Ibu bukanlah sekedar makanan tetapi sebagai penyelamat
kehidupan. Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi di Indonesia dan 1,3 juta bayi di
seluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI,
2004).
Angka kematian bayi yang cukup tinggi di dunia sebenarnya dapat dihindari
dengan pemberian Air Susu Ibu. Meski penyebab langsung kematian bayi pada
umumnya penyakit infeksi, seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut, diare, dan
campak, tetapi penyebab yang mendasari pada 54% kematian bayi adalah gizi
kurang. Penyebab gizi kurang adalah pola pemberian makanan yang salah pada bayi,
1
Universitas Sumatera Utara
yaitu pemberian makanan pendamping ASI terlalu cepat atau terlalu lama
(Suradi, 2007).
Berkaitan dengan angka kematian bayi status gizi kurang dan buruk pada bayi
juga dipengaruhi oleh kecukupan gizi ibu selama hamil dan tingkat paritas yang
tinggi. Hal ini akan mengakibatkan bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), yang berdampak pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak serta berpengaruh terhadap
kecerdasan anak (Depkes RI, 2006).
Berbagai penelitian telah dilakukan dan menerangkan sejumlah kelebihan
bayi yang diberi ASI eksklusif. Pada suatu penelitian di Brazil Selatan menyatakan
bahwa bayi-bayi yang tidak diberi ASI mempunyai kemungkinan meninggal karena
mencret 14,2 kali lebih banyak daripada bayi ASI eksklusif. ASI juga akan
menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek dan
penyakit alergi. Bayi yang mendapat ASI eksklusif ternyata akan lebih sehat dan
lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif.
Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa
anak-anak usia 9,5 tahun yang mendapat ASI eksklusif mempunyai IQ 12,9 poin
lebih tinggi daripada yang seusia yang tidak diberi ASI. Suatu penelitian di Inggris
menyebutkan perbedaan rata-rata IQ bayi yang diberi ASI lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi yang tidak diberi ASI. Pada penelitian Rivai (1997) ditemukan bahwa
bayi yang diberi ASI eksklusif, ketika berumur 9,5 tahun mempunyai tingkat IQ 12,9
point lebih tinggi dibanding anak yang ketika bayi tidak diberi ASI eksklusif
(Roesli, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia menurut data dari Depkes RI tahun 2006 Angka Kematian Bayi
(AKB) masih yang tertinggi di negara-negara ASEAN yaitu sebesar 35 per 1.000
kelahiran hidup dan hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan angka kematian bayi di
Negara Malaysia, hampir 2 kali dibandingkan dengan Negara Thailand dan 1,3 kali
dibandingkan dengan Negara Philipina. Salah satu upaya untuk menurunkan angka
kematian bayi tersebut adalah dengan pemberian ASI secara benar dan tepat.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003 sekitar
95,9% balita sudah mendapat ASI tetapi hanya 38,7% yang mendapatkan ASI
Eksklusif (Depkes RI, 2008).
Menurut data SUSENAS tahun 2005 angka cakupan ASI Eksklusif tahun
2006 sebesar 18,1%, dan tahun 2007 cakupan ASI eksklusif meningkat menjadi
21,2% (Depkes RI, 2007). Berdasarkan data dari Depkes RI persentasi pemberian
ASI berbeda pada setiap kelompok umur bayi, yaitu 46% pada bayi umur 2-3 bulan
dan 14% pada umur 4-6 bulan dan yang lebih memprihatinkan adalah 13% bayi
dibawah umur 2 bulan telah diberikan susu formula dan 30% bayi berumur 2-3 bulan
telah diberikan makanan tambahan (Depkes RI, 2006).
Departemen Kesehatan pada saat diadakannya Pekan ASI bulan Agustus
tahun 2007 dengan tema menyusui 1 jam pertama dapat menyelamatkan lebih dari 1
juta bayi. Hal ini juga didukung dengan ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan
nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu secara Eksklusif
pada bayi di Indonesia. Untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif Departemen
Kesehatan melakukan Training of Trainer (TOT) untuk bidan dan tim konseling
menyusui dirumah sakit rujukan. Berdasarkan data tahun 2006 tercatat 149 RS
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan program Rumah Sakit Sayang Ibu Bayi (RSSIB) dan sampai dengan
Juli 2007 ada 19 RS yang melaksanakan kebijakan ASI eksklusif. Depkes juga telah
membuat surat edaran agar seluruh RS melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI
eksklusif selama 6 bulan (Suradi, 2007).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008
dalam Profil Kesehatan Indonesia 2007, bahwa wilayah Sumatera Utara tergolong
memiliki persentase terendah (30,31%) untuk daerah perkotaan dan (30,01%) untuk
daerah pedesaan dalam kategori anak umur 2-4 tahun yang pernah disusui selama
≥ 24 bulan setelah Propinsi Maluku (25,22%) di daerah perkotaan dan (19,35%) di
daerah pedesaan. Berdasarkan Depkes RI angka tersebut masih di bawah angka
indikator Indonesia sehat 2010 sebesar 80%.
Di Propinsi Sumatera Utara angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2007
sebesar 33 % dan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka cakupan
tahun 2006 sebesar 36%. (Dinkes Prop. Sumut, 2007).
Kota Medan dengan wilayah kerja 39 puskesmas dan 40 Pustu yang tersebar
di 21 kecamatan mempunyai angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2006 sebesar
4,8 %, tahun 2007 sebesar 1,8%, dan pada tahun 2008 cakupan ASI eksklusif sebesar
3,04% (Dinkes Kota Medan, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kota Medan
tahun 2008, cakupan ASI eksklusif tertinggi terdapat di Kecamatan Medan Labuhan
(14,38%), kemudian Kecamatan Medan Area (11,75%) dan Kecamatan Medan
Polonia (11,49%). Tiga kecamatan dengan angka cakupan terendah terdapat pada
Universitas Sumatera Utara
Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Baru, dan Kecamatan Medan
Perjuangan dengan angka cakupan masing-masing 0%.
Dari data-data tersebut diatas diketahui bahwa cakupan ASI Eksklusif masih
cukup rendah dan belum mencapai target yang diharapkan (80%).
Dari survei pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Medan Maimun
(Puskesmas kampung Baru) pada petugas gizi dan petugas KIA bahwa perilaku ibu
sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayinya.
Perilaku merupakan faktor kedua terbesar setelah faktor lingkungan yang
memengaruhi kesehatan individu kelompok atau masyarakat. Oleh karena itu upaya
untuk mengubah perilaku seseorang tidak mudah untuk dilakukan. Perubahan
perilaku yang tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi tidak akan
bertahan lama. Untuk menganalisis masalah perilaku, konsep yang sering digunakan
adalah konsep dari Lawrence W.Green (1980). Menurut Lawrence W. Green dalam
Notoatmodjo (2007) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu : faktor
predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Pihak puskesmas dalam hal ini
melalui petugas kesehatan telah berupaya melakukan penyuluhan ke rumah-rumah
melalui kegiatan posyandu yang dilakukan 1 bulan sekali dan pada kegiatan pos
kesehatan kelurahan, namun kenyataannya masih banyak ibu yang tidak memberikan
ASI secara eksklusif kepada bayinya. Di Kecamatan Medan Maimun yaitu di
kelurahan Hamdan dan Kampung Baru banyak ditemui ibu yang bekerja sebagai
buruh dan pembantu rumah tangga dan dengan tingkat ekonomi yang belum
memadai sehingga ibu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
sehingga ibu tidak punya banyak waktu untuk menyusui bayinya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati (2003) tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian ASI pada bayi usia 4 bulan
(Analisis Data Susenas 2001). Populasi adalah ibu yang mempunyai bayi usia 4
bulan. Dari hasil analisis ditemukan bahwa variabel pendidikan, status pekerjaan,
sosial ekonomi rendah mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pemberian
ASI.
Demikian juga halnya penelitian yang dilakukan oleh Padang (2007) tentang
Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ibu dalam Pemberian MP-ASI Dini di
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah pada bayi usia 6 – 24 bulan dengan
populasi seluruh ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dengan sampel 147
orang. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sikap, keterpaparan media dan
dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI. Variabel yang tidak berpengaruh
adalah umur, paritas, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jarak pelayanan kesehatan
dan dukungan petugas kesehatan terhadap pemberian MP-ASI.
Berbagai penelitian di atas menunjukkan banyak faktor yang memengaruhi
keberhasilan pemberian ASI eksklusif kepada bayi, baik dari faktor ibu, keterpaparan
media seperti iklan/promosi susu formula maupun dari pengaruh keluarga seperti
suami, orangtua dan mertua maupun pengaruh lingkungan sosial dan adat istiadat
atau kebiasaan di suatu daerah.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis faktor-
faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0 - 6 bulan.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Permasalahan
Di kota Medan dalam tiga tahun terakhir yaitu tahun 2006 – 2008 belum
ada dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
pemberian ASI eksklusif. Hal ini disebabkan karena data yang kurang lengkap dan
tidak akurat dan sedikitnya jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif. Faktor ibu
sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI kepada bayinya. Berdasarkan uraian
latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut: Faktor-faktor apakah yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada
bayi umur 0 - 6 bulan di Kota Medan tahun 2009.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis faktor predisposisi (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,
paritas, cara lahir, berat badan bayi lahir, pengetahuan, sikap), faktor pendukung
(promosi susu formula), faktor pendorong (penolong persalinan dan dukungan
keluarga) yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0 - 6 bulan
di Kota Medan tahun 2009.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh faktor-faktor (umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama
waktu kerja, paritas, cara lahir, berat badan bayi lahir, pengetahuan, sikap, promosi
susu formula, penolong persalinan dan keluarga) terhadap pemberian ASI Eksklusif
pada bayi umur 0 - 6 bulan di Kota Medan tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
9
1.5 Manfaat penelitian
a. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan dalam upaya meningkatkan cakupan
ASI Eksklusif di Kota Medan.
b. Sebagai informasi bagi petugas kesehatan dalam upaya meningkatkan cakupan
ASI Eksklusif di wilayah kerjanya masing-masing.
c. Sebagai informasi bagi ibu agar ibu mau menyusui bayinya sejak umur
0 – 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman lain selain ASI .
Universitas Sumatera Utara