aki akb new

53
BAB I PENDAHULUAN Indonesia dewasa ini menghadapi era globalisasi yang sangat dahsyat. Masyarakat menjadi makin urban dan modern. Kalau tiga puluh tahun yang lalu masyarakat urban baru mencapai sekitar 20 persen dari seluruh penduduk Indonesia, dewasa ini sudah mendekati 50 persen. Namun, Indonesia masih sangat terkenal dengan sebutan negara dengan tingkat kematian ibu hamil dan melahirkan paling tinggi di dunia. Salah satu sebabnya adalah karena masyarakat masih miskin dan tingkat pendidikannya rendah. Tingkah laku masyarakat umumnya dicerminkan oleh keadaan sumber daya manusia yang rendah mutunya itu.Untuk beberapa lama telah dikembangkan upaya besar untuk menurunkan angka kematian ibu hamil dan melahirkan itu. Biarpun telah dicapai hasil yang memadai, tetapi dirasakan masih kurang cepat dibandingkan dengan tuntutan masyarakat yang makin luas. Dalam suasana seperti ini kita harus mengembangkan strategi komunikasi yang jitu untuk lebih lanjut menurunkan tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan yang masih tinggi itu. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan negara – negara ASEAN lainnya. Angka kematian ibu (AKI di Indonesia saat ini masih merupakan masalah nasional yang harus mendapat perhatian serius, dalam upaya mempercepat penurunan angka kematiannya sekaligus untuk mencapai target 125/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Salah satu upaya yang 1

Upload: arienofariyandi

Post on 05-Jul-2015

4.204 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKI AKB new

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia dewasa ini menghadapi era globalisasi yang sangat dahsyat. Masyarakat

menjadi makin urban dan modern. Kalau tiga puluh tahun yang lalu masyarakat urban baru

mencapai sekitar 20 persen dari seluruh penduduk Indonesia, dewasa ini sudah mendekati 50

persen. Namun, Indonesia masih sangat terkenal dengan sebutan negara dengan tingkat

kematian ibu hamil dan melahirkan paling tinggi di dunia. Salah satu sebabnya adalah karena

masyarakat masih miskin dan tingkat pendidikannya rendah. Tingkah laku masyarakat

umumnya dicerminkan oleh keadaan sumber daya manusia yang rendah mutunya itu.Untuk

beberapa lama telah dikembangkan upaya besar untuk menurunkan angka kematian ibu hamil

dan melahirkan itu. Biarpun telah dicapai hasil yang memadai, tetapi dirasakan masih kurang

cepat dibandingkan dengan tuntutan masyarakat yang makin luas. Dalam suasana seperti ini

kita harus mengembangkan strategi komunikasi yang jitu untuk lebih lanjut menurunkan

tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan yang masih tinggi itu.

Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia merupakan

angka tertinggi dibandingkan dengan negara – negara ASEAN lainnya. Angka kematian ibu

(AKI di Indonesia saat ini masih merupakan masalah nasional yang harus mendapat perhatian

serius, dalam upaya mempercepat penurunan angka kematiannya sekaligus untuk mencapai

target 125/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Salah satu upaya yang dilakukan adalah

dengan metode Making Pregnancy Safer (MPS=membuat persalinan hidup) yang diprakarsai

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan merupakan strategi sektor kesehatan yang bertujuan

mempercepat penurunan angka kematian ibu. Berbagai faktor yang terkait dengan resiko

terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah

diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi (Depkes RI,

2001). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006, AKI Indonesia adalah 307/100.000

kelahiran hidup pada tahun 2002, sedangkan AKB di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran

hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2007 masih tertinggi di negara –

negara ASEAN (Soejoenoes, 2007; Supari, 2007). Data hasil Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) pada tahun 2003. AKI di Indonesia mencapai 109 per 100.000 kelahiran

hidup (Ariadi, Rahayu, & Sudarso, 2004 ; Utomo, 2007). Penyebab kematian ibu karena

komplikasi kehamilan dan persalinan di seluruh dunia adalah perdarahan sebanyak 25%,

karena penyakit yang memperberat kehamilannya sebanyak 20%, infeksi 15%, aborsi yang

tidak aman 13%, eklampsia 12%, pre – eklampsia 1.7%, sepsis 1.3%, perdarahan post partum

1

Page 2: AKI AKB new

1%, persalinan lama 0.7% (WHO, 2005 dalam Adriaansz (2007). Penyebab langsung

kematian maternal yang paling umum di ndonesia adalah perdarahan 28%, eklamsi 24%, dan

infeksi 11%.

Di Indonesia permasalahan AKI dalam dasa warsa terakhir ini memang telah menurun

sekitar 25 % dari kondisi semula yaitu dari 450 per 100.000 kelahiran pada tahun 1996

menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 berdasarkan Survei Demografi

Kesehatan 1997. Namun angka tersebut masih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga

dan diperkirakan tidak dapat mencapai target yang ingin dicapai pada akhir tahun 2000, yaitu

225 per 100.000 kelahiran.

Ditambahkannya, penyebab dan latar belakang kematian ibu di Indonesia sangat

kompleks dan menyangkut bidang-bidang yang ditangani banyak sektor baik lingkungan

pemerintah maupun swasta, termasuk universitas serta organisasi profesi. Untuk itu upaya

percepatan penurunannya memerlukan penanganan menyeluruh terhadap masalah yang ada

dan melibatkan semua sektor terkait.

Namun karena keterbatasan sumber daya yang ada, tidak semua kegiatan yang

berkaitan dengan upaya penurunan angka kematian ibu dilaksanakan dengan intensitas yang

sama. Kegiatan prioritas yang cost efektif dan mempunyai dampak langsung terhadap

penurunan jumlah kematian ibu adalah MPS sebagai pilihan utama.

Pelayanan kesehatan ibu difokuskan pada upaya pencapaian ketiga pesan kunci

program MPS, yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi

obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap wanita usia subur harus

mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan

komplikasi keguguran. Walaupun MPS memfokuskan pada tiga pesan kunci, namun

keberhasilannya memerlukan dukungan dari sektor non kesehatan, organisasi profesi, swasta

danpartisipasi luas dari keluarga dan masyarakat, selain dukungan dan kegiatan lainnya yang

dapat digali di masing-masing daerah, sehingga program penurunan angka kematian ibu bisa

tercapai sesuai target. Saat ini telah dirumuskan strategi MPS, yaitu peningkatan kualitas dan

akses pelayanan yang didukung dengan kerja sama lintas program, lintas sektor terkait dan

masyarakat termasuk swasta, pemberdayaan keluarga dan perempuan serta pemberdayaan

masyarakat.

Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat

penurunan AKI adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang

membutuhkannya. Penempatan bidan di desa adalah upaya untuk menurunkan AKI, bayi dan

2

Page 3: AKI AKB new

anak balita. Masih tingginya AKB dan AKI menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan masih

belum memadai dan belum menjangkau masyarakat banyak, khususnya dipedesaan. Namun

bidan di desa yang sudah ditempatkan belum didayagunakan secara optimal dalam upaya

menurunkan AKI dan AKB. Asuhan persalinan normal dengan paradigma baru (aktif) yaitu

dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang

mungkin terjadi, terbukti dapat memberi manfaat membantu upaya penurunan AKI dan AKB.

Sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan

dasar. Tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas, maka paradigma

aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Tujuan dari asuhan

persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan

yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta

intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada

tingkat yang optimal. Hal ini berarti bahwa upaya asuhan persalinan normal harus didukung

oleh adanya alasan yang kuat dan berbagai bukti ilmiah yang dapat menunjukkan adanya

manfaat apabila diaplikasikan pada setiap proses persalinan. Kajian kinerja petugas pelaksana

pertolongan persalinan (bidan) di jenjang pelayanan dasar, mengindikasikan adanya

kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan

bersalin. Hal ini terbukti dari masih tingginya angka kematian ibu dan bayi.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu tujuan yang sudah

dirancang sedemikian rupa, dan yang paling sering disebut adalah faktor sumber daya

manusia (tenaga kerja), serta faktor sarana dan prasarana pendukung atau fasilitas kerja. Dari

kedua faktor tersebut sumber daya manusia atau tenaga kerja lebih penting daripada sarana

dan prasarana pendukung karena, secanggih dan selengkap apa pun fasilitas pendukung yang

dimiliki suatu organisasi kerja, tanpa sumber daya yang memadai, baik kuantitas (jumlah)

maupun kualitas (kemampuannya), maka niscaya organisasi tersebut dapat berhasil

mewujudkan tujuan organisasinya.

Di berbagai negara di dunia, upaya menurunkan angka kematian ibu telah

menunjukkan banyak keberhasilan. Negara-negara tersebut berhasil menekan angka kematian

ibu sedemikian rupa, karena adanya kebijakan yang dilakukan secara intensif, misalnya

menambah subsidi masyarakat untuk pencegahan penyakit, perbaikan kesejahteraan, dan

pemeriksaan kesehatan ibu. Beberapa masalah khusus, seperti tromboemboli, perdarahan,

preeklampsia dan eklampsia, dan sebab-sebab mayor lainnya mendapat prioritas utama,

karena persentase kematian ibu akibat masalah-masalah tersebut begitu tinggi. Sistem

3

Page 4: AKI AKB new

administrasi klinis juga perlu dibina, yang meliputi akreditasi pelayanan, manajemen risiko,

peningkatan profesionalitas, dan pengaduan pasien.

Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan upaya-

upaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara keseluruhan tidak hanya

mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan

bayi. Meskipun intervensi kesehatan yang dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas,

seperti pengadaan tenaga terampil dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat

obstetri yang memadai, dan keluarga berencana. Namun, keberhasilan dalam upaya perbaikan

kesehatan maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.

4

Page 5: AKI AKB new

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Kematian Ibu

Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah kematian

wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa memandang usia

kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh kehamilannya maupun

tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian ini terbagi dua, yaitu kematian

langsung dan tidak langsung. Kematian yang bersifat koinsidental, terjadi selama masa

kehamilan atau 42 hari pascaterminasi kehamilan, namun tidak terkait dengan kehamilannya.

Saat ini, WHO telah menetapkan sistem klasifikasi kematian ibu. Sistem klasifikasi

kematian ibu bertujuan:

Mengembangkan sistem klasifikasi standar guna identifikasi kausa kematian ibu

yang akurat, diperlukan perbandingan berbagai studi penelitian

Menjamin sistem tersebut dapat diterapkan secara luas

Mengembangkan sistem klasifikasi paralel terhadap morbiditas maternal berat.

Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan

sejumlah variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian,

gejala/tanda dari penyakit yang menyebabkan kematian, misalnya perdarahan pascapartum,

dan kondisi lain yang memperberat sebab kematian, misalnya HIV dan Anemia. Prinsip

sistem klasifikasi kematian ibu menurut WHO, yaitu:

Harus dapat diterapkan dan dipahami dalam penggunaannya, baik oleh dokter, ahli

epidemiologi, dan pihak-pihak lain yang terkait.

Kondisi/penyakit spesifik dengan sebab yang belum jelas harus dipisah dari kondisi

lainnya.

Sistem klasifikasi baru harus sesuai dengan International Classification of Diseases

(ICD).

Penyebab kematian ibu di berbagai belahan dunia dapat dilihat pada gambar berikut:

5

Page 6: AKI AKB new

II. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)

Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk

setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Penyebab

kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan,

dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi

kematian ibu, WHO telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan

adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan

pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat

kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah

ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan

kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai

¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan

penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan

pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus

menerus.

6

Page 7: AKI AKB new

Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015

(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994

sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke

tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000

Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara

target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per

100.000 Kelahiran Hidup.

III. Penyebab Kematian Ibu Melahirkan

Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab mayor

dari kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.

7

Page 8: AKI AKB new

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu

angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani

masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni

pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata

masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak

begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan

politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif

dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain

masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai

budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan

melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa

alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat.

Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta,

maupun masyarakat terutama suami.

Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan

darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang

biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28

persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena

retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap

ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat

waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen kematian

ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen). Pemantauan kehamilan secara teratur

sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat

mencegah kematian ibu karena eklampsia.

8

Page 9: AKI AKB new

Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan

Aborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu di

Indonesia (ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan

mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap

komplikasi aborsi. Data dari SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran

tidak diinginkan.

Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan peran

penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 2002–2003 menunjukkan

bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih

tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka

pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen

pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 20026 (Gambar 2 dan Tabel 1). Untuk indikator yang

sama, SDKI 2002–2003 menunjukkan angka 60.3 persen.

Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih. Pola penyebab kematian

di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan

kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat

membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari perawatan

darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat dari

9

Page 10: AKI AKB new

40,7 persen pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002. Akan tetapi, proporsi ini bervariasi

antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah, yaitu 35 persen, dan DKI

Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 20028 (Tabel 2 dan 3). Proporsi ini juga berbeda

cukup jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan pendapatan lebih tinggi,

89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan, sementara pada golongan

berpendapatan rendah hanya 21,39 persen. Hal ini menunjukkan tidak meratanya akses

finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih

terutama bidan.

Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia

dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada

1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan

pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu

dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan

berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain

yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita

usia subur (WUS) men derita KEK. Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor

budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak

langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T”

(terlambat). Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan,

persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi

geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang

memadai di tempat rujukan.

4T (Terlambat)

1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga

2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan

3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan

4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan

berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan

4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:

1. Terlalu muda

2. Terlalu tua

10

Page 11: AKI AKB new

3. Terlalu sering

4. Terlalu banyak

IV. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan

Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih

rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan

target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan

dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional

meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007.

Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura,

Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir

mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi

perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas

pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan

sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan

berbeda satu sama lain.

Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan dengan Kualifikasi Terendah

11

Page 12: AKI AKB new

Distribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun

Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah

lebih banyak ditolong oleh Dukun bayi.

12

Page 13: AKI AKB new

Apabila dilihat dari tren pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan dari

tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa pertolongan persalinan oleh dokter dari tahun trendnya

meningkat baik di desa maupun di kota. Bahkan di daerah perkotaan angka pertolongan

persalinan oleh dokter pada tahun 2007 telah lebih dari 20%. Sedangkan cakupan pertolongan

persalinan oleh bidan relatif tidak banyak bergerak bahkan apabila dibandingkan antara tahun

2007 dan 2004 secara total pertolongan persalinan oleh bidan kecenderunganya menjadi

turun.

V. Upaya Menurunkan AKI

1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20%

2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80%

Upaya safe motherhood

Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan

konferensi tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya. Lokakarya bertujuan

mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga penanganannya perlu

dilaksanakan berbagai sector dan pihak terkait. Pada waktu itu ditandatangani kesepakatam

oleh sejumlah 17 sektor. Sebagai koordinator dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri

Negara Urusan Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri Negara Pemberdayaan

Perempuan ).

13

Page 14: AKI AKB new

Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP

melaksanakan Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi

Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut

dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu

( AKI ). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada

1986, menjadi 225 pada tahun 2000.

Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan

Reproduksi, yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan

resproduksi sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo. Pada pertengahan tahun itu juga,

Menperta meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan mobilisasi social

untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKI.

Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood

Empat pilar Safe Motherhood

14

SAFE MOTHERHOOD

KB

ASUHAN

ANTENATAL

PELAYANAN KEBIDANAN DASAR

PELAYANAN OBSTETRI ESENSIAL

PERSALINAN BERSIH DAN AMAN

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER

PEMBERDAYAAN WANITA

Page 15: AKI AKB new

Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe

motherhood, yaitu :

a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai

akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat

untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan

tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori “4

terlalu”, yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan

terlalu banyak anak.

b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin dan

memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara

memadai.

c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai

pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan

bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi

d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko

tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.

Keempat intervensi strategis diatas perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan

dasar, dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.

Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI

Tingginya AKI di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 1994 )

tertinggi di ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas.

Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah

pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Ke dalam pendarahan dan infeksi sebagai penyebab

kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama.

Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan,

misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis.

Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya.

Penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis

( KEK ) dan keadaan “4 terlalu” ( terlalu muda/tua, terlalu sering, dan terlalu banyak ). Tahun

1995, kejadian anemia ibu hamil sekitar 51%, dan kejadian resiko KEK pada ibu hamil

( lingkar / lengan atas kurang dari 23,5 cm ) sekitar 30%.

Lagipula, seperti dikemukakan diatas, kematian ibu diwarnai oleh hal-hal nonteknis

yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita,

ketidakberdayaannya dan tarif pendidikan yang rendah. Hal nonteknis ini ditangani oleh

15

Page 16: AKI AKB new

sektor terkait diluar sektor kesehatan, sedangkan sector kesehatan lebih memfokuskan

intervensinya untuk mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung dari kematian ibu.

Dalam menjalankan fokus intervensinya itu Departemen Kesehatan tetap memerlukan

dukungan dari sektor dan pihak terkait lainnya. Kebijakan Departemen Kesehatan tersebut

dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada inventarisasi

strategis “ Empat pilar Safe Mothehood “. Dewasa ini, program keluarga berencana – sebagai

pilar pertama – telah dianggap berhasil. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat

penurunan AKI, diperlukan penajaman sasaran agar kejadian “ 4 terlalu “ dan kehamilan

yang tak diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal –

sebagai pilar kedua – cukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997; namun mutunya masih perlu

ditingkatkan terus.. persalinan yang aman – sebagai pilar ketiga - yang dikategorikan sebagai

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada tahun 1997 baru mempunyai 60%.

Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan cakupan

persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan obstetrik esensial –

sebagai pilar keempat – masih sangat rendah, dan mutunya belum optimal. Mengingat kira-

kira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian

ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka

kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah

mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan

pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.

Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut

adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai

1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi berikut :

a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke tingkat

kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait ) dalam upaya mempercepat penurunan

AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita VII :

- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.

- Cakupan penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi obstetrik )

minimal meliputi 10% seluruh persalinan.

- Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan obstetrik

neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetrik-neonatal esensial

dasar ( PONED ), yang didukung oleh RS Dati II sebagai fasilitas rujukan utama

yang mampu menyediakan pelayanan obstetrik-neonatal esensial komprehensif

16

Page 17: AKI AKB new

( PONEK ) 24 jam; sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetrik yang mantap

dengan bidan desa sebagai ujung tombaknya.

c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan standar

pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternal-

perinatal.

d. Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi ( KIE ) untuk mendukung upaya

percepatan penurunan AKI

e. Pemantapan keikutsertaan masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk

mempercepat penurunan AKI.

Keterlibatan Lintas Sektor

Dalam mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sector lain disamping kesehatan

sangat diperlukan. Berbagai bentuk keterlibatan lintas sector dalam upaya penurunan AKI

adalah sebagai berikut :

a. Gerakan Sayang Ibu ( GSI )

GSI dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996 di 8 kabupaten perintis di 8

propinsi. Ruang lingkup kegiatan GSI meliputi advokasi dan mobilisasi social. Dalam

pelaksanaannya, GSI mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan Kecamatan

Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Ibu, unruk mencegah tiga macam keterlambatan,

yaitu :

- Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan membuat

keputusan untuk segera mencari pertolongan.

- Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan

- Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pertolongan yang

dibutuhkan.

Kegiatan yang terkait dengan Kecamatan Sayang Ibu berusaha mencegah

keterlambatan pertama dan kedua, sedangkan kegiatan yang terkait dengan Rumah Sakit

Sayang Ibu adalah mencegah keterlambatan ketiga.

Pada tahun 1997 diadakan Rakornas GSI yang diadakan bersamaan dengan

Rakerkesnas. Pada saat itu pengalaman di 8 kabupaten perintis diinformasikan ke wakil-

eakil semua propinsi dan selanjutnya mereka diharapkan akan melaksanakan kegiatan

GSI. Sampai pertengahan 1998 upaya perluasan kegiatan GSI masih terus dilaksanakan.

b. Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan ibu dan anak

Upaya yang dirintis sejak 1990 oleh Dirjen Pembangunan Daerah, Depdagri,

dengan bantuan UNICEF yang lebih dikenal sebagai upaya KHPPIA ini bertujuan

17

Page 18: AKI AKB new

menghimpun koordinasi lintas sector dalam penentuan kegiatan dan pembiayaan dari

berbagai sumber dana, antara lain untuk menurunkan AKI dan AKB. Kegiatan utamanya

adalah koordinasi perencanaan kegiatan dari sector terkait dalam upaya itu. Propinsi yang

dilibatkan adalah mereka yang mendapat bantuan UNICEF, namun pola ini akan

diperluas oleh Depdagri ke semua propinsi.

c. Gerakan Reproduksi keluarga Sehat ( GRKS )

GRKS dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan dari Gerakan Sayang Ibu Sehat

Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi mendukung terciptanya

keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kegiatan reproduksi. Di antara

masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu. Karena itu, promosi yang

dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk kesejahteraan ibu.

Selain ketiga upaya lintas sector tersebut, masih ada perbagai kegiatan lain yang

dilaksanakan pihak terkait, seperti organisasi profesi, yaitu POGI, IBI, Perinasia, PKK,

dan pihak lain sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing

Pemantauan dan Evaluasi

Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indicator cakupan,

yaitu : cakupan antenatal ( K1 untuk askes dan K4 untuk kelengkapan layanan antenatal ),

cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal/nifas. Untuk itu,

sejak awal tahun 1990-an telah digunakan alat pantau berupa Pemantauan Wilayah Setempat

– Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS-KIA ), yang mengikuti jejak program imunisasi. Dengan

adanya PWS-KIA, data cakupan layanan program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap

tahunnya dari semua propinsi.

Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut cukup memberikan gambaran

untuk menilai kemajuan upaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa mengukur AKI, sebagai

indicator dampak, secara berkala dalam waktu kurang dari 5-10 trahun tidak realistis, maka

para pakar dunia menganjurkan pemakaian indikator praktis atau indikator outcome. Indicator

tersebut antara lain :

a. Cakupan penanganan kasus obstetrik

b. Case fatality rate kasus obstetric yang ditangani.

c. Jumlah kematian absolute

d. Penyebaran fasilitas pelayanan obstetric yang mampu PONEK dan PONED

e. Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah

Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII, agar

pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.

18

Page 19: AKI AKB new

Antenatal Care

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu

selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang

ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar

meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium

rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam

pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.

2. Ukur tekanan darah.

3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).

4. Ukur tinggi fundus uteri.

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid  (TT) bila

diperlukan.

7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

8. Test laboratorium (rutin dan khusus).

9. Tatalaksana kasus

10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin,

protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi

dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis,

malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.

Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap

apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan

pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,

dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :

- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.

- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.

- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin

perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan

penanganan komplikasi.

19

Page 20: AKI AKB new

Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal

kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang

aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan,

masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar

fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan

ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

1. Pencegahan infeksi

2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.

3. Manajemen aktif kala III

4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.

5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.

Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan

persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.

VI. Mempercepat Penurunan AKI

1. Peningkatan deteksi dan penanganan RISTI

2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan

3. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal

4. Peningkatan pembinaan teknis bidan

5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS

6. Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA

7. Peningkatan peran serta lintas program

VII. Indikator Keberhasilan

1. Jumlah kematian maternal menurun

2. Cakupan akses dan pelayanan ANC

3. Cakupan persalinan yang ditolong/didampingi

4. Adanya fasilitas POED dan POEK

5. Proporsi RISTI yang ditangani adekuat

20

Page 21: AKI AKB new

6. Case fatality rate RISTI per tahun dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100%

7. Presentasi bedah sesar terhadap seluruh persalinan

VIII. Program Dari Puskesmas

Standar minimal ANC:

1. Medical record

2. Anamnesis

3. Pemeriksaan fisik 7K

4. Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein, reduksi)

5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi gizi

6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine

7. Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 40

8. USG:

Minggu 12: kondisi janin

Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta

Minggu 36: presentasi, rencana persalinan

IX. Hipertensi pada Kehamilan (Pre-eklampsia/Eklampsia)

Terdapat tiga kategori besar kelainan hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan

(pregnancy-induced hypertension).

Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / pre

eklampsia / eklampsia :

1. Usia

Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada

21

Page 22: AKI AKB new

wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat

Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten

2. Paritas

angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko

lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat

3. Ras / golongan etnik

bias (mungkin ada perbedaan perlakuan / akses terhadap berbagai etnikdi banyak

negara)

4. Faktor keturunan

Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko

meningkat sampai + 25%

5. Faktor gen

Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan

janin

6. Diet / gizi

Tidak ada hubungan bermakna antara menu / pola diet tertentu (WHO). Penelitian

lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka

kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese / overweight

7. Iklim / musim

Di daerah tropis insidens lebih tinggi

8. Tingkah laku / sosioekonomi

Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama

hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh

lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil

mengurangi kemungkinan / insidens hipertensi dalam kehamilan.

9. Hiperplasentosis

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik

lebih tinggi daripada monozigotik.

Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus

Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-

eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal / vaskular primer akibat

diabetesnya.

Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan pre-

eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini / pada usia

22

Page 23: AKI AKB new

kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan

pada pre-eklampsia.

Etiologi

The disease of theory, Beberapa teori yang dianggap berkaitan dengan terjadinya

Preeklampsia dan Eklampsia antara lain;

1. kerusakan sel endothelial

2. perubahan aktivitas vaskuler

3. ketidak-seimbangan antara prostasiklin dan tromboksan

4. regangan otot uterus (iskemi),

5. faktor diet,

6. faktor genetik. dll

Patofisiologi

Sampai sekarang etiologi pre-eklampsia belum diketahui. Membicarakan

patofisiologinya tidak lebih dari "mengumpulkan" temuan-temuan fenomena yang

23

Page 24: AKI AKB new

beragam. Namun pengetahuan tentang temuan yang beragam inilah kunci utama

suksesnya penangaan pre-eklampsia. Sehingga pre-eklampsia / eklampsia disebut sebagai

"the disease of many theories in obstetrics."

A "proposed" sequence of events in the pathogenesis of toxemia of pregnancy. The main

features are : 1) decreased uteroplacental perfusion, 2) increased vasoconstrictors and

decreased vasodilators, resulting in local (placental) and systemic vasoconstriction,

and3) disseminated intravascular coagulation (DIC). The primary cause(s) of pre-

eclampsia / eclampsia still unknown.

Perubahan kardiovaskular

Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal : karena vasodilatasi perifer.

Vasodilatasi perifer disebabkan penurunan tonus otot polos arteriol, akibat :

1. meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi

2. menurunnya kadar vasokonstriktor (adrenalin/noradrenalin/ angiotensin II)

3. menurunnya respons dinding vaskular terhadap vasokonstriktor akibat produksi

vasodilator / prostanoid yang juga tinggi (PGE2 / PGI2)

4. menurunnya aktifitassusunan saraf simpatis vasomotor

Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke

tekanan darah sebelum hamil. ± 1/3 pasien pre-eklampsia : terjadi pembalikan

ritme diurnal, tekanan darah naik pada malam hari. Juga terdapat perubahan lama

siklus diurnal menjadi 20 jam per hari, dengan penurunan selama tidur, yang

mungkin disebabkan perubahan di pusat pengatur tekanan darah atau pada refleks

baroreseptor.

Regulasi volume darah

Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada pre-eklampsia.

Kemampuan mengeluarkan natrium terganggu, tapi derajatnya bervariasi. Pada keadaan

berat mungkin juga tidak ditemukan edema (suatu "pre-eklampsia kering").

Jika ada edema interstisial, volume plasma lebih rendah dibandingkan wanita hamil

normal, dan dengan demikian terjadi hemokonsentrasi. Porsi cardiac output untuk perfusi

perifer relatif turun. Perfusi plasenta melakukan adaptasi terhadap perubahan2 ini, maka

pemakaian diuretik adalah TIDAK sesuai karena justru akan memperburuk hipovolemia.

Plasenta juga menghasilkan renin, diduga berfungsi cadangan untuk mengatur tonus dan

permeabilitas vaskular lokal demi mempertahankan sirkulasi fetomaternal.

Perubahan metabolisme steroid tidak jelas. Kadar aldosteron turun, kadar progesteron

24

Page 25: AKI AKB new

tidak berubah. Kelainan fungsi pembekuan darah ditunjukkan dengan penurunan AT III.

Rata-rata volume darah pada penderita pre-eklampsia lebih rendah sampai ± 500 ml

dibanding wanita hamil normal.

Fungsi organ-organ lain

Otak

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia

terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai

20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak

dan kejang / eklampsia.

Hati

Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang

berhubungan dengan beratnya penyakit.

Ginjal

Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus

berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut

dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga

peningkatan pengeluaran protein ("sindroma nefrotik pada kehamilan").

Sirkulasi uterus, koriodesidua dan plasenta

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi

yang TERPENTING pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil

akhir kehamilan.

1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa

plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.

2. hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang

mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan

kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron)

sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.

3. karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan

nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai

hipoksia dan kematian janin.

Gambaran Klinis

1. Kejang

25

Page 26: AKI AKB new

Kejang klonik dan kejang tonik

Kejang pada Eklampsia terbagi dalam 4 tingkat :

1. Tingkat Awal atau aura

2. Tingkat kejangan tonik

3. Tingkat kejangan klonik

4. Tingkat koma.

2. Respirasi

setelah kejang respirasi naik diafragma terfiksasi respirasi berhenti

3. Suhu badan meningkat

4. Diuresis Berkurang

5. Edema Edema ekstremitas atau edema paru

6. Proteinuria berat

Diagnosis

Diagnosis pre-eklampsia ditegakkan berdasarkan :

1. peningkatan tekanan darah yang lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg

2. atau peningkatan tekanan sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15 mmHg

3. atau peningkatan mean arterial pressure >20 mmHg, atau MAP > 105 mmHg

4. proteinuria signifikan, 300 mg/24 jam atau > 1 g/ml

5. diukur pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu 6 jam

6. edema umum atau peningkatan berat badan berlebihan

Tekanan darah diukur setelah pasien istirahat 30 menit (ideal). Tekanan darah

sistolik adalah saat terdengar bunyi Korotkoff I, tekanan darah diastolik pada Korotkoff

IV. Bila tekanan darah mencapai atau lebih dari 160/110 mmHg, maka pre-eklampsia

disebut berat. Meskipun tekanan darah belum mencapai 160/110 mmHg, pre-eklampsia

termasuk kriteria berat jika terdapat gejala lain seperti disebutkan dalam tabel.

Kriteria Diagnostik Preeklampsia Berat

1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg.

2. Proteinuria = 5 atau (3+) pada tes celup strip.

3. Oliguria, diuresis < 400 ml dalam 24 jam

4. Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan

5. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen atau ada ikterus

6. Edema paru atau sianosis

7. Trombositopenia

26

Page 27: AKI AKB new

8. Pertumbuhan janin yang terhambat

Pre-eklampsia dapat terjadi pada usia kehamilan setelah 20 minggu, atau bahkan

setelah 24 jam post partum. Bila ditemukan tekanan darah tinggi pada usia kehamilan

belum 20 minggu, keadaan ini dianggap sebagai hipertensi kronik. Pre-eklampsia

dapat berlanjut ke keadaan yang lebih berat, yaitu eklampsia. Eklampsia adalah

keadaan pre-eklampsia yang disertai kejang.

Gejala klinik pre-eklampsia dapat bervariasi sebagai akibat patologi kebocoran

kapiler dan vasospasme yang mungkin tidak disertai dengan tekanan darah yang terlalu

tinggi. Misalnya, dapat dijumpai ascites, peningkatan enzim hati, koagulasi intravaskular,

sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelets), pertumbuhan janin

terhambat, dan sebagainya.

Bila dalam asuhan antenatal diperoleh tekanan darah diastolik lebih dari 85

mmHg, perlu dipikirkan kemungkinan adanya pre-eklampsia membakat.

Apalagi bila ibu hamil merupakan kelompok risiko terhadap pre-eklampsia.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan pre-eklampsia

sebaiknya diperiksa juga :

1. pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : ureum-kreatinin, SGOT, LD, bilirubin

2. pemeriksaan urine : protein, reduksi, bilirubin, sedimen

3. kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat, konfirmasi USG bila ada.

4. nilai kesejahteraan janin (kardiotokografi).

Komplikasi

- Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin.

- Komplikasi lain yang biasa terjadi antara lain :

Solusio Plasenta, Hipofibrinogenemia, Hemolisis, Perdarahan otak

Edema paru-paru.

Nekrosis hati, Sindroma HELLP

Kelainan ginjal.

Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang –

kejang

Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

Penatalaksanaan

27

Page 28: AKI AKB new

PENATALAKSANAAN PRE-EKLAMPSIA

Prinsip penatalaksanaan pre-eklampsia

1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin

terhambat, hipoksia sampai kematian janin)

4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah

matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika

persalinan ditunda lebih lama.

Penatalaksanaan pre-eklampsia ringan

1. dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin

2. tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat

kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg).

3. istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8

jam pada malam hari)

4. pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur

5. pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.

6. bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :

metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari,

atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30

mg/hari).

7. diet rendah garam dan diuretik TIDAK PERLU

8. jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu

9. indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat

jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien

menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.

10. jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat.

Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan

11. pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan

pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi

terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.

12. persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan

ekstraksi untuk mempercepat kala II.

28

Page 29: AKI AKB new

Penatalaksanaan pre-eklampsia berat

Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.

Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal.

Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.

Prinsip : Tetap PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi

1. Penanganan aktif.

Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah kamar

bersalin. Tidak harus ruangan gelap.

Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini :

1. ada tanda-tanda impending eklampsia

2. ada HELLP syndrome

3. ada kegagalan penanganan konservatif

4. ada tanda-tanda gawat janin atau IUGR

5. usia kehamilan 35 minggu atau lebih

Pernah ada kasus 31 minggu, berhasil, kerjasama dengan perinatologi, bayi masuk

inkubator dan NICU)

JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!

Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose 5%

sebanyak 500 cc tiap 6 jam.

Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena diberikan dalam 10 menit,

dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam

atau 15-20 tetes/menit).

Syarat pemberian MgSO4 :

- frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit

- tidak ada tanda-tanda gawat napas

- diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya

- refleks patella positif.

MgSO4 dihentikan bila :

- ada tanda-tanda intoksikasi - atau setelah 24 jam pasca persalinan

- atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata.

Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%,

diberikan intravena dalam 3 menit).

29

Page 30: AKI AKB new

Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau

tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya nifedipin

dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10

mg lagi.

Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi persalinan

dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea

dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam.

Pada persalinan pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.

2. Penanganan konservatif

Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending

eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.

Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah

mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila

sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan

pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi.

JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!

Obstetrik : pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. Bila ada indikasi, langsung terminasi.

Penatalaksanaan eklampsia

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas, yang

ditandai dengan timbulnya kejang dan / atau koma. Sebelumnya wanita hamil itu

menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul

akibat kelainan neurologik lain). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre-

eklampsia disertai kejang dan atau koma.

Tujuan pengobatan : menghentikan / mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ

vital, koreksi hipoksia / asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman,

pengakhiran kehamilan, serta mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi,

sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.

Sikap obstetrik : mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu.

Pengobatan medisinal : sama seperti pada pre-eklampsia berat. Dosis MgSO4 dapat

ditambah 2 g intravena bila timbul kejang lagi, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit

setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan satu kali saja.

30

Page 31: AKI AKB new

Jika masih kejang, diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan.

JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!

Perawatan pada serangan kejang : dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup,

masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan

pada tempat tidur secukupnya.

Sikap dasar semua kehamilan dengan eklampsia HARUS diakhiri tanpa memandang

umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah keselamatan ibu.

Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu,

paling lama 4-8 jam sejak diagnosis ditegakkan. Yang penting adalah koreksi asidosis dan

tekanan darah.

Cara terminasi juga dengan prinsip trauma ibu seminimal mungkin.

Bayi dirawat dalam unit perawatan intensif neonatus (NICU).

Pada kasus pre-eklampsia / eklampsia, jika diputuskan untuk sectio cesarea, sebaiknya

dipakai ANESTESIA UMUM. Karena kalau menggunakan anestesia spinal, akan terjadi

vasodilatasi perifer yang luas, menyebabkan tekanan darah turun. Jika diguyur cairan

(untuk mempertahankan tekanan darah) bisa terjadi edema paru, risiko tinggi untuk

kematian ibu.

Pasca persalinan : maintenance kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang

nasogastrik atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik. MgSO4

dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau sampai tekanan darah terkendali.

Cara Terminasi / Pengakhiran Kehamilan

- belum dalam persalinan/BDP – induksi ; perlu dipertimbangkan dengan

bishop score dan adanya penekanan terhadap kondisi janin (foetal well beeing

yaitu F.C & F.D)

- mengingat risiko tinggi preeclampsia/eclampsia pd ibu hami; cenderung utk

dilakukan bedah caesar.

- dlm persalinan/DP

kala I fase laten---seksio caesarea

kala I fase aktif---amniotomi, bila 6 jam setelah amniotomi tidak tercapai

pembukaan lengkapseksio caesarea

kala II : *ekstraksi vakum

*ekstraksi forsipal

31

Page 32: AKI AKB new

PENCEGAHAN

Usaha pencegahan preeklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan, telah banyak

penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok bahan-bahan non-

farmakologi dan baban farmakologi seperti: diet rendah garam, vitamin C, a tocopherol (Vit.

E), beta karoten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink, magnesium, diuretik,

antihipertensi, aspirin dosis rendah dan kalsium uutuk mencegah terjadinya preeklampsia dan

eklampsia.

Sayangnya berbagai cara di atas belum mewujudkan hasil yang menggembirakan.

Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oxidant seperti N. Acetyl cystein yang

diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya (Rumiris

D. dkk., 2005) yang nampaknya dapat menurunkan angka kejadian preeklampsia pada kasus

risiko tinggi. Pada pasien dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia, pemeriksaan antenatal

trimester I1 harus dilakukan secara teratur untuk menilai keadaan ibu dan kesejahteraan jauin.

Pemeriksaan klinis pada ibu hamil yang mempunyai keluhan seperti gangguan visus, nyeri

kepala, rasa panas di muka, uyeri epigastrium, mual, muntah ataupun kejang harus dilakukan.

Di samping itu pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan proteinuria, menentukan tinggi

fundus uteri untuk menilai pertumbuhan janin harus dilakukan secara teratur. Di samping itu

juga harus dilakukan pemeriksaan biometri janin, kesejahteraan janin dengan NST (Non

Stress Test) dan bioprojile janin.

Pemeriksaan Doppler arteri uterina pada kehamilan 18-24 rninggu pada pasien dengan

risiko tinggi, juga dapat digunakan sebagai seleksi untuk terjadinya preeklampsia dan

eklampsia jika dijumpai peningkatan RI > 0,5 8 atau dijumpai takik diastolic (Coleman Mag.

dkk., 2000). Masalah yang sering dihadapi pada penderita preeklampsia dan eklampsia

adalah: penderita tidak melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur dan sering datang

terlambat ke rumah sakit: 40% serangan kejang pada penderita eklampsia biasanya terjadi

sebelum pepderita masuk ke rumah sakit.

32

Page 33: AKI AKB new

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. M.I.

Umur : 37 th

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Katholik

Alamat : Tlogo RT 05 Tamantirto Kasihan

Pendidikan : SMA

PELACAKAN KEMATIAN

Ny. M.I., 37 th.

Jarak rumah ke puskesmas atau bidan terdekat 3 km.

Jarak RS terdekat 11 km.

HPHT : 01-03-2009

HPL : 08-12-2009

RPD:

Sebelum hamil: t.a.k

Saat hamil:

G2P1A0 anak pertama usia 5 th.

Kontrol rutin ke dr. Andang, Sp.OG di RS Amanda sampai umur kehamilan 38

minggu, di tenaga kesehatan s.d. 39 minggu. TD 160/100 mmHg disarankan untuk

SC, di rujuk ke Happy Land, dr. Anestesi menyarankan rujuk ke RS Sardjito. Di sana

operasi SC, hari ke 5 BLPL. Di rumah mendadak sesak nafas kemudian masuk ICU.

TD 220/160 mmHg, kemudian meninggal dunia.

Riwayat anemia selama kehamilan (+)

Riwayat Obstetri:

G2P1A0, anak pertama lahir secara spontan

Komplikasi terdahulu (-)

Perdarahan sebelum melahirkan, perdarahan banyak setelah melahirkan, retensio

plasenta, partus macet, pre eklampsia, kejang karena eklampsia, operasi SC, perkiraan

janin besar, dan lain-lain tidak ada.

33

Page 34: AKI AKB new

Keadaan anak yang dilahirkan:

Hidup 1, umur 5 th.

Lahir mati, lahir hidup kemudian mati, prematur, BB< 2500gr, BB>4000gr tidak ada.

Riwayat ANC sekarang:

Umur kehamilan saat ANC pertama 6 minggu

Jumlah pemeriksaan kehamilan 12 kali

Trimester 1: 4 kali; trimester 2: 4 kali; Trimester 3: 4 kali

Pemberi pelayanan ANC dokter spesialis obsgyn

Pelayanan yang diterima saat ANC:

Pemeriksaan kehamilan

Tablet besi

Imunisasi TT

USG 4 kali

Resiko tinggi saat antenatal:

Hb <8gr% saat UK 23 minggu, rujuk ke RSPS (Hb: 8,8gr%; protein: (-), Reduksi (-),

GDS: 105mg%)

Perdarahan jalan lahir, letak lintang pada UK >32 minggu, letak sungsang pada

kehamilan pertama, gemeli, perkiraan janin besar, edema muka dan tangan, TD

>140/90 mmHg, sakit kepala yang tak hilang, penyakit kronis tidak ada.

- Saat persalinan ibu mengalami komplikasi (+), jenis komplikasi: pre eklampsia TD

235/135 mmHg.

- Cara persalinan SC di RS Sardjito.

- Petugas penolong: dokter, dokter Sp.OG, anggota keluarga (dokter anestesi).

- Rujukan ke RS Sardjito tgl. 30-11-2009

Riwayat pemeriksaan:

25/09/2009

BB: 60kg TD: 100/60

Nyeri perut kiri.

Px: TFU: 27cm; presbo, DJJ(+)

34

Page 35: AKI AKB new

28/09/2009

BB: 60Kg TD: 110/80 UK: 31 minggu

USG: presbo

12/10/2009

BB: 60kg TD: 110/70 UK: 32+2 minggu

USG: presbo (UK: 34 minggu)

19/10/2009

BB: 61kg TD: 120/70 Hb: 11gr% protein urun(+)

USG: lintang edema kaki kiri (+)

16/11/2009

BB: 61kg TD: 110/80 USG: PLR

23/11/2009

BB: 64kg TD:120/80 USG: preskep UK: 39+1mgg

DAFTAR PUSTAKA

35

Page 36: AKI AKB new

Roeshadi, R.H.. 2007. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada

Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Bagian KSMF Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

Rahmawan, Ahmad. 2009. Upaya menurunkan angka kematian ibu. Bagian/smf ilmu

kebidanan dan penyakit kandungan FK Unlam RSUD Ulin Banjarmasin

Ashari, M.A. 2009. Preeclampsia dan Eklampsia. RSUD Panembahan Senopati Bantul

Departemen Kesehatan RI. Kajian Kematian Ibu dan Anak di Indonesia. Jakarta, 2004.

Adiyono, Darmono. 1996.Optimalisasi pelayanan kesehatan ibu dan anak menjelang tahun

2000. Badan Penerbit Undip: Semarang.

WHO. Making Pregnancy Safer, a HealthSector Strategy for Reducing Maternal/

PerinatalMortality, 1999.

36