acara ii karbohidrat

Upload: amiza-fitri

Post on 06-Mar-2016

291 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

biokim

TRANSCRIPT

ACARA II ISOLASI AMILUM DARI UBI KAYU

A. Tujuan PraktikumTujuan dari praktikum acara II Isolasi Amilum dari Ubi Kayu adalah :1. Mengetahui proses isolasi pati pada ubi kayu.2. Mengetahi proses hidrolisis pati.3. Melakukan uji kualitatif terhadap karbohidrat.4. Mengamati terjadinya reaksi peragian.B. Tinjauan Pustaka1. Tinjauan TeoriPada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang terdiri dari lima atau enam atom C. Contohnya adalah glukosa (dekstrosa atau gula anggur), fruktosa (levulosa atau gula buah) dan galaktosa. Oligosakarida adalah polimer dengan derajat polimerisasi 2 sampai 10 dan biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari 2 molekul disebut disakarida, contohnya: sukrosa (sakarosa atau gula tebu) terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa, laktosa terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa. Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim yang spesifik kerjanya, contohnya: selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin (Winarno, 2004). Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Uji kualitatif itu antara lain, uji Antron yang dapat menimbulkan warna hijau atau hijau kebiruan yang menandakan adanya karbohidrat dalam larutan sampel; uji Orsinol Bial-HCl digunakan untuk menunjukkan adanya pentosa dalam sampel yang ditandai dengan timbulnya endapan dan larutan berwarna hijau; uji Hayati digunakan untuk menunjukkan adanya gula pereduksi dalam sampel yang ditandai dengan timbulnya warna hijau, kuning, atau merah oranye; dan uji Tauber digunakan untuk menunjukkan adanya pentosa dalam sampel yang ditunjukkan dengan timbulnya warna ungu. Enzim-enzim yang terdapat pada tanaman yang dapat menghidrolisis pati adalah -amilase, -amilase, dan fosforilase. Enzim -amilase dapat memecah pati menjadi fraksi-fraksi yang kecil yang disebut maltosa. Dibanding -amilase, kemampuan menghidrolisis -amilase lebih hebat. Enzim ini dapat menghidrolisis pati menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri dari 6-7 unit glukosa (Winarno, 2004).Pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati terdapat sebagai butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies tumbuhan. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan, senyawa rantai lurus, amilosa, dan komponen yang bercabang, amilopektin. Dalam fraksi rantai lurus satuan glukosa disambungkan secara khusus dengan ikatan glukosida -14. Warna biru khas pati yang dihasilkan dengan iodium berkaitan khusus dengan fraksi rantai lurus. Rantai polimer berbentuk pilinan atau heliks, yang dapat membentuk senyawa inklusi dengan berbagai bahan seperti iodium. Inklusi iodium disebabkan oleh efek dipol imbas dan resonansi yang ditimbulkan sepanjang pilinan. Setiap putaran pilinan terdiri atas enam satuan glukosa dan mengurung satu molekul iodium. Panjang rantai menentukan warna yang terbentuk (deMan, 1997).Pati terdapat dalam bentuk granula. Setiap tanaman memiliki bentuk dan ukuran granula yang berbeda-beda. Secara umum pati mengandung sekitar 20% fraksi yang larut air dan 80% fraksi yang tidak larut air. Fraksi yang larut air tersebut dikenal dengan nama amilosa sedangkan fraksi yang tidak larut air dinamakan amilopektin (Morrison dan Boyd, 1983).Gula reduksi adalah gula yang memiliki gugus karbonil bebas (aldehido atau keto). Gula reduksi mampu memberikan elektron pada agen pengoksidasi. Agen pengoksidasi mengalami reduksi karena elektron yang diterimanya dari gula reduksi (BeMiller, 2010). Agen pengoksidasi biasanya berupa ion Fe3+ atau Cu2+. Pada reaksi antara gula reduksi dengan agen pengoksidasi, gugus karbonil pada gula reduksi mengalami oksidasi menjadi gugus karboksil. Reaksi ini merupakan dasar dari uji Fehling (Nelson dan Cox, 2005).Gula reduksi adalah monosakarida yang memiliki kemampuan mereduksi suatu senyawa. Sifat tersebut dimanfaatkan dalam analisis gula reduksi pada suatu bahan, dengan melihat kemampuan bahan tersebut dalam mereduksi bahan lainnya. Gula reduksi memiliki gugus hidroksil yang bebas dan reaktif. Contoh gula reduksi antara lain glukosa, fruktosa, dan maltosa (Harijono dan Hutami, 2014). Semua monosakarida dan disakarida adalah gula pereduksi, kecuali sukrosa (Gaman dan Sherrington, 1981).Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu (Poedjiadi, 1994).Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus OH oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari air. Hidrolisis dapat dilakukan dengan hanya air, campuran air dengan alkali, maupun dengan adanya katalis. Katalis dapat berupa katalis asam maupun basa (Andansari dkk., 2014). Karena dalam hidrolisis molekul karbohidrat berikatan dengan molekul air, akibatnya pada akhir reaksi karbohidrat terpecah menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :AB +H2O AOH + BHMolekul besarairmolekul kecilmolekul kecil(Gaman dan Sherrington, 1981).Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dengan hidrolisis secara asam yang biasanya menggunakan asam kuat. Hidrolisis yang menggunakan asam kuat (HCl) akan memutus rantai pati secara acak, sedangkan hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, dihasilkan lebih sedikit abu dan produk samping, dan kerusakan warna dapat diminimalkan. Pada hidrolisis pati secara enzimatis, enzim yang dapat digunakan adalah -amilase, -amilase, amiloglukosidase, glukosa isomerase, pululanase, dan isoamilase (Giovanni dkk., 2013).Hidrolisa secara enzimatik dari pati merupakan proses penting pada pencernaan. Enzim penghidrolisa pati dibagi menjadi dua klas, yaitu -amilase dari air liur dan cairan pankreas, dan -amilase dari biji-bijian yang sedang bertunas. Hidrolisa dari amilosa jika dikatalisasikan oleh -amilase menghasilkan larutan maltosa. Ada dua macam peragian glukosa yang dekat saling berhubungan, yaitu peragian homolaktat atau glikolisis dan peragian alkoholat. Glikolisa dijumpai baik dalam banyak mikroorganisme maupun dalam sel dari kebanyakan hewan bertingkat tinggi, termasuk mamalia. Reaksi glikolisa seluruhnya sebagai berikut:

Sedangkan tahap-tahap pada peragian alkoholik pada hakekatnya sama dengan glikolisa kecuali pada dua reaksi enzimatik terakhir, yang menghasilkan etanol dan CO2 sebagai hasil akhir:

Meskipun etanol disini ditunjukkan sebagai hasil peragian alkoholik, namun hasil akhir kemungkinannya dapat zat-zat serupa yang lain, tergantung pada organismenya (Page, 1989).Banyak uji karbohidrat yang dilakukan dengan memanfaatkan reaktivitas kimia karbohidrat, yakni dengan menambahkan reagen tertentu yang menyebabkan munculnya warna. Reaksi gugus karbonil merupakan basis metode analisis karbohidrat. Namun reaksi ini tidak dapat digunakan untuk membedakan jenis karbohidrat yang ada pada bahan (Holme dan Peck, 1993).Uji iodin adalah uji yang digunakan untuk menguji adanya pati pada suatu sampel. Pada uji iodin terjadi reaksi antara iodin dan pati yang menghasilkan kompleks pati-iodin. Kompleks pati-iodin berwarna khas biru gelap, sehingga pada sampel yang positif mengandung pati akan terdapat warna biru gelap (Campbell dan Farrell, 2009).Uji Fehling adalah uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya gula reduksi dalam suatu sampel. Uji Fehling mirip dengan uji Benedict, yakni menggunakan prinsip bahwa gula reduksi akan mereduksi tembaga. Perbedaannya, pada reagen Fehling larutan yang digunakan dalam bentuk kompleks ion kupritartrat sedangkan reagen Benedict dalam bentuk kompleks ion sitrat. Sampel yang diberi reagen dipanaskan sehingga terbentuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :CH3CHO + reagen Fehling CH3COOH + Cu2O(English dan Cassidy, 1961).Uji Molisch merupakan salah satu metode uji kualitatif karbohidrat. uji Molisch digunakan untuk mengetahui adanya karbohidrat pada sampel yang tidak diketahui. Sampel ditambahkan larutan -naftol dalam alkohol lalu ditambahkan dengan asam sulfat pekat. Asam sulfat pekat akan menghidrolisis karbohidrat. selain itu, asam sulfat mengkatalis proses hidrolisis ikatan glikosidik menjadi furfural atau hidroksi metil furfural. Reaksi dengan -naftol akan memberikan warna pada sampel. Hasil uji yang positif menandakan sampel mengandung karbohidrat. Pada akhir reaksi, apabila sampel berubah warna menjadi merah-ungu berarti sampel positif mengandung karbohidrat (Clark, 1964).Uji pikrat adalah uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya gula reduksi pada suatu sampel. Pada uji asam pikrat gula mereduksi asam pikrat menjadi asam pikramat dalam media basa. Apabila sampel yang diuji positif mengandung gula reduksi pada akhir reaksi akan timbul warna merah kecoklatan (Yadav dkk., 2004).Uji Barfoed adalah uji yang digunakan untuk menguji keberadaan monosakarida. Ion kupri pada reagen akan mereduksi gula menjadi monosakarida. Di akhir reaksi sampel yang diuji akan berwarna merah oranye, menandakan adanya monosakarida pada sampel (Winarno, 2004).Uji Seliwanoff digunakan untuk membedakan gula aldosa dan ketosa. Reaksi ini tergantung pada pembentukan 4-hidroksi-metil-furfural dan reaksi dengan resorsinol (1,3-dihidroksi benzena) untuk membentuk kompleks berwarna merah. Pada uji Seliwanoff ini, jika karbohidrat direaksikan dengan pereaksi Seliwanoff maka akan menunjukkan warna merah jika hasilnya positif (Bintang, 2011).Fermentasi adalah proses perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme untuk memperoleh energi dengan memecah substrat untuk pertumbuhan dan metabolisme dari mikroorganisme tersebut. Proses fermentasi yang terjadi pada pembentukan etanol adalah fermentasi anaerob atau tanpa oksigen (Salsabila dkk., 2013). Reaksi pembentukan etanol dari glukosa berlangsung sesuai persamaan reaksi :C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2(Salsabila dkk., 2013)2. Tinjauan Bahana. Ubi kayuUbi kayu/singkong merupakan bahan baku tepung tapioka, yang diperoleh dengan cara mengekstrak sebagian umbi dan memisahkan patinya. Pati merupakan komponen terbesar dalam ubi kayu, tersusun dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen dengan rumus kimia (C6H10O5)n, serta terdiri dari dua komponen penyusun pati yaitu amilosa dan amilopektin. Pati yang berasal dari ubi kayu rata-rata mengandung 18 persen amilosa (Gafar, 1991).b. GlukosaGlukosa merupakan salah satu jenis monosakarida. Glukosa biasanya terdapat dalam bentuk D-glukosa. D-Glukosa termasuk ke dalam polialkohol dan aldehida. Glukosa digolongkan sebagai aldosa karena mengandung gugus aldehid. Struktur asiklis glukosa adalah sebagai berikut :

(Fennema, 1996).c. SukrosaSukrosa dikenal juga sebagai gula dapur. Sukrosa dihasilkan dari kondensasi glukosa dan fruktosa. Sumber utama sukrosa adalah dari tebu dan bit. Selain itu sukrosa juga banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran (Gaman dan Sherrington, 1981).d. FruktosaFruktosa dikenal juga sebagai levulosa. Secara kimiawi fruktosa mirip dengan glukosa, hanya berbeda sedikit pada susunan atom-atom dalam molekulnya. Fruktosa banyak terdapat dalam buah-buahan bersama dengan glukosa (Gaman dan Sherrington, 1981). Struktur asiklis fruktosa (D-fruktosa) adalah sebagai berikut :

(Fennema, 1996).e. Hidrolisat patiPati terdapat dalam bentuk granula. Setiap tanaman memiliki bentuk dan ukuran granula yang berbeda-beda. Secara umum pati mengandung sekitar 20% fraksi yang larut air dan 80% fraksi yang tidak larut air. Fraksi yang larut air tersebut dikenal dengan nama amilosa sedangkan fraksi yang tidak larut air dinamakan amilopektin (Morrison dan Boyd, 1983). Hidrolisat pati dihasilkan dari proses hidrolisis pati yang dapat dilakukan baik secara utuh maupun parsial, kimiawi maupun enzimatis. Hidrolisat pati mempunyai total nilai gula pereduksi (DE) yang bervariasi (Jufri, 2006).C. Metodologi1. Alata. Tabung reaksib. Rak tabung reaksic. Pipet ukurd. Pipet tetese. Lempeng / cawan porselenf. Corong buchnerg. Stopwatchh. Timbangani. Penangas air / water bath / inkubatorj. pH meterk. Propipetl. Alumunium foilm. Gelas beakern. Penjepit tabungo. Blenderp. Alat parutq. Pisaur. Kertas saring2. Bahana. Ubi kayub. Alkohol 95%c. HCl pekatd. H2SO4 pekate. Na2CO3 1 Mf. Aquadesg. Reagen fehlingh. Reagen barfoedi. Reagen seliwanoffj. Reagen molischk. Reagen pikratl. Reagen Benedictm. Larutan ragi roti 5%n. Buffer sitrat pH 6o. Larutan iodin 0,01 Np. Larutan glukosa 1%q. Larutan sukrosa 10%r. Larutan fruktosa 10%s. Larutan pati 1%t. Hidrolisat patiu. Suspensi ragi roti 5%

3. Cara KerjaGambar 2.1 Percobaan I : Isolasi Pati Ubi KayuUbi kayuPengupasan dan penimbangan 100 grAquades 200 mlPencucian, pemarutan, dan pemblenderanPenghalusan selama 30 menitPenyaringan sampelPenampungan dalam gelas 500 mlPengocokan dan pengendapan

Alkohol 96% 100 mlEndapan sampelPenyaringan sampelPengeringan sampelLarutan jernihAquades 200 mlSari ubi kayuAmpas

Gambar 2.2 Percobaan II : Hidrolisis Pati25 ml sampel (larutan pati 1%)Penambahan ke dalam beaker glass10 tetes HCl pekatPenambahan ke dalam beaker glassPendidihan selama 2 atau 5 menitPerlakuan uji Iod pada hidrolisat pati pada menit ke 0, 10, dan 15Pengamatan dan perbandingan hasil uji iod dan FehlingPengulangan keseluruhan uji menggunakan metode FehlingHidrolisat pati

Gambar 2.3 Uji Fehling

Penambahan ke dalam tabung reaksi1 ml Larutan patiPenambahan ke dalam tabung reaksiPemanasan selama 5, 10, dan 15 menit dalam penangas airPengamatan perubahan warna yang terjadiPembandingan hasil uji dengan hasil uji uji IodPendinginan larutan pati5 ml reagen Fehling

Gambar 2.4 Uji Molisch Penambahan ke dalam tabung reaksi secara perlahan melalui dinding tabung2 ml sampel (glukosa 1%, fruktosa 1%, hidrolisat pati, atau larutan pati 1%)Penambahan ke dalam tabung reaksi2 tetes reagen MolischPenambahan ke dalam tabung reaksiPengamatan perubahan warna sampel yang terjadiAsam sulfat pekat 5 ml

Gambar 2.5 Uji Pikrat2 ml sampel (glukosa 1%, fruktosa 1%, hidrolisat pati, atau larutan pati 1%)Penambahan ke dalam tabung reaksi1 ml asam pikrat jenuh + 0,5 ml Na2CO3 1 MPenambahan ke dalam tabung reaksiPemanasan tabung reaksi pada penangas airPengamatan perubahan warna sampel yang terjadi

Gambar 2.6 Uji Barfoed2 ml sampel (glukosa 1%, fruktosa 1%, hidrolisat pati, atau larutan pati 1%)Penambahan ke dalam tabung reaksi3 ml reagen BarfoedPenambahan ke dalam tabung reaksiPemanasan tabung reaksi pada penangas air selama 1 menitPengamatan peristiwa yang terjadi

Gambar 2.7 Uji Selliwanoff2 ml sampel (glukosa 1%, fruktosa 1%, hidrolisat pati, atau larutan pati 1%)Penambahan ke dalam tabung reaksi3 ml reagen SelliwanoffPenambahan ke dalam tabung reaksiPemanasan tabung reaksi pada penangas airPengamatan peristiwa yang terjadi

Gambar 2.8 Percobaan III : Reaksi PeragianPengamatan pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60Pengamatan peristiwa yang terjadi5 ml buffer sitrat pH 6 + 5 ml suspensi ragi rotiPenambahan ke dalam tabung reaksi5 ml sampel (hidrolisat pati atau larutan pati) Penambahan ke dalam tabung reaksi

Gambar 2.9 Uji Benedict Reaksi PeragianPenambahan ke dalam tabung reaksi2 ml sampel (1 ml suspensi ragi roti + 1 ml larutan sukrosa 10%) Penambahan ke dalam tabung reaksiPemanasan selama 5, 10, dan 15 menit dalam penangas airPengamatan perubahan warna yang terjadiPendinginan sampel2 ml reagen Benedict

D. Hasil dan PembahasanTabel 2.1 Hasil Pengamatan pada Hidrolisis PatiKel.SampelUjiWaktu ke- (menit)Perubahan WarnaKeterangan

AwalAkhir

4Larutan PatiIod5BeningBiru KehitamanPolisakarida tidak terpecah

5Iod10BeningBiru Kehitaman

6Iod15BeningBiru Kehitaman

7Larutan PatiIod5BeningBiru KehitamanPolisakarida tidak terpecah

8Iod10BeningBiru Kehitaman

9Iod15BeningBiru Kehitaman

10Larutan PatiIod5BeningBiru KehitamanPolisakarida tidak terpecah

11Iod10BeningBiru Kehitaman

12Iod15BeningBiru Kehitaman

4Larutan PatiFehling5BeningBiru TuaTidak ada perubahan warna

5Fehling10BeningBiru Tua

6Fehling15BeningBiru Tua

7Larutan PatiFehling5BeningBiru TuaTidak ada perubahan warna

8Fehling10BeningBiru Tua

9Fehling15BeningBiru Tua

10Larutan PatiFehling5BeningBiru TuaTidak ada perubahan warna

11Fehling10BeningBiru Tua

12Fehling15BeningBiru Tua

Sumber : Laporan SementaraPada uji hidrolisis pati, larutan pati diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 tetes HCl pekat, kemudian didihkan kemudian sampel diuji dengan uji iod dan uji Fehling. Pada uji iod iodin akan bereaksi dengan pati, membentuk kompleks pati-iodin berwarna biru kehitaman yang menandakan adanya pati dalam sampel (Campbell dan Farrell, 2009). Sementara pada uji Fehling bereaksi dengan gula reduksi menghasilkan warna hijau (Nelson dan Cox, 2005).Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada uji hidrolisis pati dengan uji iod dengan pemanasan larutan pati selama 5, 10, dan 15 menit, ketiga kelompok memperoleh hasil yang sama yaitu perubahan warna dari bening menjadi biru kehitaman yang menandakan adanya pati dan tidak terpecahnya polisakarida (Campbell dan Farrell, 2009). Hasil tersebut menyimpang dari seharusnya. Semestinya uji iod hasilnya negatif karena pemberian asam kuat dan pemanasan akan menyebabkan larutan pati akan terhidrolisis menjadi gula yang lebih sederhana (Gaman dan Sherrington, 1981). Sedangkan pada uji Fehling dengan pemanasan selama 5, 10, dan 15 menit semua kelompok mendapatkan hasil uji yang sama yaitu perubahan warna bening menjadi biru tua. Setelah ditambahkan reagen Fehling, setelah dilakukan pemanasan lagi selama 5 menit, tidak terjadi perubahan warna. Tidak adanya perubahan warna menandakan uji Fehling hasilnya negatif dan terbentuknya endapan (English dan Cassidy, 1961). Hasil uji Fehling telah sesuai teori karena larutan pati yang merupakan gula non reduksi (Gaman dan Sherrington, 1981) akan memberikan hasil negatif pada uji Fehling.Tabel 2.2 Hasil Pengamatan pada Uji MolischKel.SampelPerubahan WarnaKeterangan

AwalAkhir

4, 8, 9Pati 1%BeningCokelat beningAda cincin furufural, mengandung karbohidrat

5, 10Glukosa 1%BeningUnguAda cincin furfural, mengandung karbohidrat

6, 11Fruktosa 1%BeningMerahAda cincin furfural, mengandung karbohidrat

7, 12Hidrolisat PatiBeningUnguTanpa cincin furfural, tidak mengandung karbohidrat

Sumber : Laporan SementaraUji Molisch adalah uji yang digunakan untuk mengetahui adanya karbohidrat pada sampel yang tidak diketahui. Sampel ditambahkan reagen Molisch mengandung larutan -naftol dalam alkohol, kemudian ditambahkan dengan asam sulfat pekat. Asam sulfat pekat akan menghidrolisis dan mengkatalis perubahan ikatan glikosidik pada karbohidrat menjadi furfural atau hidroksi metil furfural. Hasil uji yang positif menandakan sampel mengandung karbohidrat. Pada akhir reaksi, apabila sampel berubah warna menjadi merah-ungu berarti sampel positif mengandung karbohidrat (Clark, 1964).Pada Uji Molisch dilakukan pengujian empat jenis sampel oleh sembilan kelompok berbeda. Kelompok 4, 8, 9 menguji berupa sampel pati 1%. Kelompok 5 dan 10 menguji sampel berupa glukosa 1%. Kelompok 6 dan 11 menguji sampel berupa fruktosa 1%. Kelompok 7 dan 12 menguji sampel berupa hidrolisat pati. Masing-masing sampel diambil sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian masing-masing tabung reaksi lantas ditambahkan dengan 2 tetes reagen Molisch dan 5 ml H2SO4 pekat. Perlakuan dan hasil percobaan sesuai yang tertera pada tabel 2.2.Berdasarkan hasil percobaan, pati 1%, glukosa 1%, dan fruktosa 1% memberikan hasil uji Molisch yang positif, yakni munculnya cincin furfural berwarna ungu. Hasil ini telah sesuai dengan Clark (1964), yang mana karbohidrat akan memberikan hasil uji yang positif. Penyimpangan terjadi pada sampel hidrolisat pati. Penyimpangan terjadi karena pada saat percobaan sampel yang diberikan terlalu banyak dibandingkan jumlah reagen sehingga terjadi penyimpangan.Tabel 2.3 Hasil Pengamatan pada Uji PikratKel.SampelPerubahan WarnaKeterangan

AwalAkhir

4, 8, 9Pati 1%Kuning beningKuning beningNegatif mengandung gula reduksi

5, 10Glukosa 1%Kuning beningKuning beningPositif mengandung gula reduksi

6, 11Fruktosa 1%Kuning beningKuning beningPositif mengandung gula reduksi

7, 12Hidrolisat patiKuning beningKuning beningNegatif mengandung gula reduksi

Sumber : Laporan SementaraUji pikrat yang digunakan untuk mendeteksi adanya gula reduksi pada suatu sampel. Uji ini didasarkan pada reaksi yang terjadi antara gula reduksi dan reagen. Pada uji asam pikrat gula mereduksi asam pikrat menjadi asam pikramat dalam media basa. Apabila sampel yang diuji positif mengandung gula reduksi pada akhir reaksi akan timbul warna merah kecoklatan (Yadav dkk., 2004).Pada uji pikrat dilakukan pengujian empat jenis sampel oleh sembilan kelompok berbeda. Kelompok 4, 8, 9 menguji sampel pati 1%. Kelompok 5 dan 10 menguji sampel glukosa 1%. Kelompok 6 dan 11 menguji sampel fruktosa 1%. Kelompok 7 dan 12 menguji sampel hidrolisat pati. Masing-masing sambil diambil sebanyak 2 ml. Masing-masing sampel lalu diberikan reagen pikrat sebanyak 1 ml dan larutan Na2CO3 1 M sebanyak 0,5 ml dan dipanaskan di penangas air. Perubahan warna sampel sesuai dengan yang tercantum pada tabel 2.3.Sebelum dipanaskan semua sampel berwarna kuning bening. Setelah pemanasan sampel pati 1% dan hidrolisat pati warnanya tetap kuning bening. Sampel glukosa 1% dan fruktosa 1% berubah waena menjadi merah kecokelatan. Berdasarkan teori Yadav dkk. (2004) hasil akhir sampel akan berwarna merah kecokelatan apabila sampel mengandung gula reduksi. Berdasarkan hasil pengamatan sampel glukosa 1% dan fruktosa 1% memberikan hasil positif, yakni mengandung gula reduksi. Sampel pati 1% dan hidrolisat pati memberikan hasil negatif. Menurut Gaman dan Sherrington (1981) yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, fruktosa, dan maltosa. Hasil percobaan untuk sampel glukosa 1%, fruktosa 1% dan pati 1% telah sesuai teori. Glukosa dan fruktosa merupakan gula reduksi sehingga dalam uji pikrat akan memberikan hasil positif. Larutan pati 1% bukan merupakan gula reduksi sehingga pada uji pikrat akan memberikan hasil negatif. Penyimpangan terjadi pada sampel hidrolisat pati. Hidrolisat pati yang mengandung glukosa semestinya memberikan hasil positif pada uji pikrat. Penyimpangan ini terjadi karena dalam uji reagen yang diberikan kurang karena sebagian reagen malah menempel di tabung reaksi.Tabel 2.4 Hasil Pengamatan pada Uji BarfoedKelSampelPerubahan WarnaKeterangan

AwalAkhir

4Larutan pati 1 %BiruBiruTidak terdapat endapan

10Larutan glukosa 1 %BiruBiruEndapan merah bata

11 Larutan fruktosa 1 %BiruBiruEndapan merah bata

12Hidrolisat pati 1%BiruBiru mudaEndapan putih

Sumber: Laporan SementaraPada percobaan ini, sampel yang digunakan adalah glukosa 1%, fruktosa 1%, larutan pati 1%, dan hidrolisat pati. Menurut Bintang (2010), Uji Barfoed digunakan untuk mendeteksi monosakarida yang terdapat dalam disakarida. Warna biru gelap dan endapan merah bata yang terbentuk menunjukkan adanya monosakarida. Uji ini menggunakan larutan asam, berbeda dengan perekasi Benedict. Pereaksi Barfoed terdiri dari kupri asetat yang dilarutkan dalam aquades dan ditambahkan dengan asam laktat. Disakarida juga akan memberikan hasil postif jika larutan gula dididihkan dalam waktu yang cukup lama sehingga terjadi hidrolisis. Uji ini positif menunjukkan adanya gula pereduksi dengan terbentuknya endapan merah bata.Hasil praktikum yang didapat pada praktikum ini adalah untuk kelompok 4 adalah tidak ada endapan, kelompok 10 adalah endapan merah bata , kelompok 11 adalah endapan merah bata dan 12 adalah endapan merah bata. Dalam percobaan ini diharapkan pada sampel kelompok 12 yaitu hidrolisat pati dapat berubah menjadi biru dengan endapan warna merah bata. Tetapi, yang didapatkan pada hasil praktikum adalah biru muda dengan endapan putih hal ini terjadi karena gula yang ada pada hidrolisat pati 1% tidak terhidrolisis secara sempurna sehingga endapan yang dihasilkan berwarna putih. Hasil uji telah sesuai teori Bintang (2010) yakni sampel yang mengandung monosakarida akan membentuk endapan merah bata di akhir reaksi. Glukosa, fruktosa, serta hidrolisat pati yang mengandung glukosa akan memberikan hasil uji positif karena ketiganya mengandung monosakarida. Larutan pati akan memberikan hasil uji negatif karena larutan pati merupakan polisakarida.Tabel 2.5 Hasil Pengamatan pada Uji SeliwanoffKelSampelPerubahan warnaKeterangan

AwalAkhir

4Larutan pati 1 %Bening BeningTidak terjadi perubahan warna

10Larutan glukosa 1 %BeningBening samar merahTerjadi perubahan warna

11 Larutan fruktosa 1 % BeningMerah cheriTerjadi perubahan warna

12Hidrolisat pati 1% BeningBeningTerjadi perubahan warna

Sumber: Laporan SementaraTujuan uji Seliwanoff adalah untuk membedakan gula aldosa dan ketosa. Sampel yang akan dibedakan adanya gula aldosa atau ketosa adalah glukosa 1%, fruktosa 1%, larutan pati 1%, dan hidrolisat pati. Prinsip kerja uji seliwanoff adalah reaksi ini tergantung pada pembentukan 4-hidroksi-metil-furfural dan reaksi dengan resorsinol (1,3-dihidroksi benzena) untuk membentuk kompleks berwarna merah. Umumnya uji ini spesifik untuk karbohidrat yang mengandung gugus ketosa. Pada uji Seliwanoff ini, jika karbohidrat direaksikan dengan pereaksi Seliwanoff maka akan menunjukkan warna merah jika hasilnya positif. Warna merah merupakan hasil kondensasi dari resorsinol yang sebelumnya didahului dengan pembentukan hidroksimetil furfural yang berasal dari konversi fruktosa dari HCl panas, kemudian menghasilkan asam levulinat dan hidroksimetil furfural. Uji ini didasarkan pada fakta ketika dipanaskan, ketosa lebih cepat terhidrasi daripada aldosa (Bintang, 2011).Pada percobaan hasil praktikum menunjukkan bahwa uji positif ditunjukkan oleh larutan fruktosa 1% sedangkan uji negatif ditunjukkan oleh larutan glukosa 1%, hidrolisat pati 1%, dan larutan pati 1% dengan masing-masing sampel tidak menghasilkan endapan. Pada hidrolisat pati 1% mengalami perubahan warna dari bening menjadi jingga bening samar merah, larutan pati 1% mengalami tidak terjadi perubahn warna dari bening tetap menjadi bening dan untuk fruktosa 1% menunjukkan wana cheri. Pada hidrolisat pati 1% terjadi perubahan menjadi bening samar merah karena hidrolisat pati 1% terhidrolisis secara acak tetapi belum terhidrolisis secara sempurna yang seharusnya menunjukkan perubahan menjadi gula-gula misalnya aldose, ketosa ataupun disakarida.Tabel 2.6 Hasil Pengamatan padda Reaksi PeragianKel.SampelWaktu ke- (menit)CO2Keterangan

AwalAkhir

7,9Hidrolisat pati015304560+++++++++++++CO2 atau gelembung pada hidrolisat pati lebih banyak dan lebih kecil

8,6Larutan pati015304560+++++++++CO2 atau gelembung pada larutan pati lebih sedikit dan lebih besar

Sumber: Laporan SementaraKeterangan: (+) : sangat sedikit( ++): sedikit(+++): banyak(++++): sangat banyak

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati dapat dipecah menjadi gugus yang lebih kecil lagi. Salah satunya ialah hidrolisat pati. Hidrolisat pati biasanya didapat dari hidrolisis pati menggunakan -amilase, -amilase, dan fosforilase (Winarno, 2004). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi peragian pada sebuah sampel. Sampel yang digunakan adalah 5 ml larutan suspensi ragi roti 20% yang dicampur dengan hidrolisat pati dan 5 ml buffer sitrat pH 6. Campuran tersebut didiamkan selama 1 jam, lalu diamati banyaknya gelembung yang terjadi setiap 15 menit. Setelah satu jam, ternyata muncul gelembung-gelembung CO2 pada permukaaan larutan. Gelembung CO2 yang terbentuk disini merupakan indikasi adanya reaksi peragian. Namun, gelembung pada sampel yang ditambahkan hidrolisat pati lebih banyak daripada larutan pati 1%, ini menunjukkan bahwa proses peragian hidrolisat pati lebih cepat dibanding larutan pati 1%. Hal ini dikarenakan hidrolisat pati memiliki gugus yang lebih sederhana daripada larutan pati 1%. Sebagaimana diketahui bahwa pati merupakan molekul yang relatif lebih besar sehingga kemampuan ragi untuk mengubah pati tersebut menjadi etil alkohol dan karbondioksida memerlukan energi yang lebih banyak dan lebih lama. Menurut Jufri (2006), hidrolisat pati mempunyai DE (gula pereduksi seperti glukosa) rata-rata 38,19%. Kecepatan reaksi peragian dipengaruhi oleh kandungan glukosa dalam larutan sampel, glukosa akan difermentasi oleh fermipan (yeast) menjadi alkohol dan gas CO2. Semakin besar kandungan glukosa, maka semakin cepat terjadi reaksi peragian berlangsung.Ragi roti mengubah gula (glukosa) menjadi etanol (C2H5OH) dan karbondioksida (CO2) pada saat fermentasi (Hasanah, 2008). Pelepasan karbondioksida menyebabkan adanya gelembung-gelembung. Sedangkan lamanya waktu pembentukan gelembung CO2 dipengaruhi oleh konsentrasi dari masing-masing larutan dan kemampuan ragi roti untuk memfermentasikan gula tertentu. Fermentasi merupakan reaksi-reaksi oksidasi reduksi dimana baik zat yang dioksidasi maupun yang direduksi merupakan zat organik. Reaksi fermentasi yang terjadi adalah sebagai berikut:C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2(Salsabila dkk., 2013)Tabel 2.7 Hasil Pengamatan Uji Benedict pada PeragianKelSampelPerubahan warnaKeterangan

AwalAkhir

41 ml Suspensi ragi 5 %+1 ml sukrosa 10%Biru mudaBiru keruhAdanya endapan Cu2O berwarna merah bata

5Biru mudaBiru keruhAdanya endapan Cu2O berwarna merah bata

11Biru mudaBiru keruhAdanya endapan Cu2O berwarna merah bata

12Biru mudaBiru keruhAdanya endapan Cu2O berwarna merah bata

Sumber: Laporan SementaraPercobaan uji benedict ini dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya gugus pereduksi pada sampel. Sampel yang digunakan pada percobaan ini menggunakan 1ml suspensi ragi 5% dan 1 ml larutan sukrosa 10% dan dipanaskan selama 5 menit setalah dipanaskan terdapat endapan berwarna merah bata. Prinsip kerja uji benedict adalah mengidentifikasi karbohidrat melalui reaksi gula pereduksi. Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas dengan membentuk kupro oksida berwarna.Larutan benedict mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat.Uji benedict dilakukan pada suasana basa yang menyebabkan terjadinya transformasi isomerik. Pada suasana basa, reduksi ion Cu2+dai CuSO4 oleh gula pereduksi akan berlangsung dengan cepat dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan merah bata. Hasil positif ditujukkan bila terdapat endapan berwarna hijau, kuning atau merah bata.Poedjiadi (1994) mengemukakan bahwa gula reduksi adalah gula yang memiliki gugus aldehid (aldosa) atau keton (ketosa) bebas.Gula reduksi dapat mereduksi zat lain. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat.Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu.Sifat sebagai reduktor pada gula reduksi ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif serta banyak digunakan dalam industri makanan.Misalnya adalah sukrosa, penyusun disakarida dari glukosa dan fruktosa. Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam golongan karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous dan kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 20C (w/w).Fermentasi atau peragian adalah proses penguraian gula menjadi alkohol dan CO2 yang berlangsung karena adanya fermentasi. Bahan baku yang paling banyak digunakan oleh mikroorganisme adalah karbohidrat dari glukosa tetapi mikroorganisme juga dapat menggunakan protein dan lemak. Sedangkan tahap-tahap (mekanisme) pada peragian alkoholik pada hakekatnya sama dengan glikolisa kecuali pada dua reaksi enzimatik terakhir, yang menghasilkan etanol dan CO2 sebagai hasil akhir:

Meskipun etanol disini ditunjukkan sebagai hasil peragian alkoholik, namun hasil akhir kemungkinannya dapat zat-zat serupa yang lain, tergantung pada organismenya.Hasil yang didapat pada tabung pertama dan kedua adalah larutan biru keruh dengan adanya endapan berwarna putih . Terjadinya perubahan warna menjadi orange (merah bata) dan terbentuk endapan putih menunjukkan bahwa pada sampel terdapat gula pereduksi pada sampel. Namun, pada tabung pertama, larutan tidak berubah menjadi merah bata, hal ini karena pada saat pemanasan terjadi guncangan yang mengakibatkan sampel tercampur (tergojog).Sukrosa merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa. Uji benedict hanya positif terhadap monosakarida, namun pada percobaan ini sukrosa positif terhadap uji benedict. Hal ini karena adanya penambahan ragi roti 5 % yang mampu memecah sukrosa menjadi monosakarida.

E. KesimpulanBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :1. Hidrolisis adalah reaksi pengikatan gugus OH oleh suatu senyawa. 1. Hidrolisis yang menggunakan asam kuat akan memutus rantai pati secara acak, sedangkan hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu.1. Fermentasi adalah proses perubahan oleh mikroorganisme untuk memperoleh energi. Reaksi fermentasi alkoholik berjalan sesuai persamaan reaksi :C6H12O6 2C2H5OH + 2CO21. Uji iodin digunakan untuk mendeteksi adanya amilum pada suatu sampel yang tidak diketahui.1. Hasil uji Iod menunjukkan hasil positif pada sampel larutan pati. Hasil uji positif ditandai dengan berubahnya warna sampel setelah diberi reagen iodin menjadi biru kehitaman.1. Uji Fehling digunakan untuk mendeteksi adanya gula pereduksi dalam suatu sampel.1. Hasil uji Fehling pada sampel larutan pati menunjukkan hasil negatif. Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna sampel serta tidak terbentuknya endapan merah bata.1. Uji Molisch digunakan untuk mengetahui adanya karbohidrat.1. Hasil uji Molisch menunjukkan hasil positif terhadap sampel larutan pati 1%, glukosa 1%, dan fruktosa 1%. Hasil uji positif ditandai dengan terbentuknya cincin furfural di akhir reaksi. Hasil uji Molisch menunjukkan hasil negatif terhadap sampel hidrolisat pati.1. Uji pikrat digunakan untuk mendeteksi adanya gula pereduksi pada suatu sampel.1. Hasil uji pikrat menunjukkan hasil positif pada sampel glukosa 1% dan fruktosa 1%. Sampel pati 1% dan hidrolisat pati menunjukkan hasil negatif. Hasil uji positif ditandai dengan berubahnya warna sampel menjadi merah kecoklatan.1. Uji Barfoed adalah uji yang digunakan untuk mengetahui keberadaan monosakarida.1. Hasil uji Barfoed menunjukkan positif pada sampel larutan glukosa 1%, dan larutan fruktosa 1%. Sedangkan, pada hidrolisat pati 1%, dan larutan pati 1% menunjukkan negatif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya endapan warna merah bata pada sampel larutan glukosa 1%, dan larutan fruktosa 1% sedangkan pada hidrolisat pati 1%, dan larutan pati 1% tidak terjadi perubahan warna dan adanya endapan putih .1. Uji Selliwanoff adalah uji yang digunakan untuk mendeteksi gugus aldosa dan ketosa pada suatu sampel.1. Hasil uji Selliwanoff, larutan fruktosa 1% dan hidrolisat pati menunjukkan hasil positif karena mempunyai gugus ketosa karena mempunyai perubahan yang sudah sesuai dengan teori yaitu senyawa kompleks yang berwarna coklat, jingga, dan merah, sedangkan glukosa 1% dan larutan pati 1% menunjukkan hasil negatif. 1. Hasil uji reaksi peragianDalam uji gelembung CO2 pada reaksi peragian dengan sampel hidrolisat pati dan larutan pati sudah sesuai dengan teori, dimana hasilnya CO2 atau gelembung pada hidrolisat pati lebih banyak dan lebih kecil dibandingkan dengan larutan pati1. Uji Benedict digunakan untuk mengetahui ada tidaknya gula pereduksi dalam suatu sampel.1. Hasil uji BenedictDalam uji Benedict, sampel ragi roti 5% ditambah larutan sukrosa bukan merupakan gula pereduksi karena endapan yang dihasilkan berwarna putih dan tidak menghasilkan endapan berwarna hijau, kuning, atau merah.

DAFTAR PUSTAKA

Andansari, Silvy Eka; Desty Rusdiana Sari; Achmad Roesyadi. 2014. Konversi Rumput Laut Menjadi Monosakarida Secara Hidrotermal. Jurnal Teknik Pomits 3 (2) : 126 129.BeMiller, James N. 2010. Food Analysis, Fourth Edition. S. Suzanne Nielsen (ed.). US : Springer Science + Business Media.Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.Campbell, Mary K.; Shawn O. Farrell. 2009. Biochemistry, Sixth Edition. US : Thomson Brooks / Cole.Clark, John M. 1964. Experimental Biochemistry. US : W. H. Freeman.deMan, John M. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. ITB Press. Bandung.English, James; Harold G. Cassidy. 1961. Principles of Organic Chemistry, An Introductory Text in Organic Chemistry. US : McGraw Hill.Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry, Third Edition. US : Marcel Dekker.Gafar, Patoni A. 1991. Pengaruh Jenis dan Tingkat Kesegaran Ubi Kayu (Manihot asculenta Crantz) terhadap Kualitas Tepung yang dihasilkan. Jurnal Dinamika Penelitian BIPA 2 (2) : 1 3.Gaman, M.; K. B. Sherrington. 1981. The Science of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology, Second Edition. UK : Pergamon Press.Giovanni, Jonathan; F. Sinung Pratama; L.M. Ekawati Purwijantiningsih. 2013. Variasi Waktu dan Enzim -Amilase pada Hidrolisis Pati Sukun (Artocarpus altilis Park.). Skripsi UAJY.Harijono; Fenty Dianing Hutami. 2014. Pengaruh Penggantian Larutan dan Konsentrasi NaHCO3 terhadap Penurunan Kadar Sianida pada Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (4) : 220 230.Holme, David J.; Hazel Peck. 1993. Analytical Biochemistry, Second Edition. UK : Longman.Jufri, Mahdi; Effinora Anwar, dan Putri Margaining Utami. 2006. Uji Stabilitas Sediaan Mikroemulsi Menggunakan Hidrolisat Pati (DE 35-40) sebagai Stabilizer. Majalah Ilmu Kefarmasian 3 (1) : 08 21.Morrison, Robert Thornton; Robert Neilson Boyd. 1983. Organic Chemistry, Fourth Edition. US : Allyn and Bacon Inc.Nelson, David L.; Michael M. Cox. 2005. Lehninger Principles of Biochemistry, Fourth Edition. US : Worth Publisher.Page, David S. 1989. Prinsip-prinsip Biokimia Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia.UI-Press. Jakarta.Salsabila, Usyqi; Diah Mardiana, Ellya Indahyanti. 2013. Kinetika Reaksi Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Pati Biji Durian Menjadi Etanol. Kimia Student Journal 2 (1) : 331 337.Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Yadav, Phani Deepthi; N.S.P. Bharadwaj, M. Yedukondalu, CH. Methushala, A. Ravi Kumar. 2013. Phytochemical Evaluation of Nyctanthes arbortristis, Nerium oleander, and Catharathnus roseus. Indian Journal of Research in Pharmacy and Biotechnology 1 (3) : 333 338.

LAMPIRAN

Gambar 2.9.1 Alat percobaanGambar 2.9.2 Tabung reaksi

Gambar 2.9.3 Hasil uji pikratGambar 2.9.4 Uji iod

Gambar 2.9.5 Hasil uji BenedictGambar 2.9.6 Hasil uji Seliwanoffsebelum pemanasansetelah pemanasan

Gambar 2.9.7 Hasil uji Benedictsetelah pemanasanGambar 2.9.3 Hasil uji Benedict setelah pemanasan