83566040-chf-with-asd
TRANSCRIPT
![Page 1: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Defek septum atrium (ASD) adalah lesi kongenital yang paling umum
pada orang dewasa setelah katup aorta bikuspid. Meskipun cacat sering tanpa
gejala sampai dewasa, komplikasi potensial dari ASD tidak terdeteksi termasuk
kegagalan ventrikel kanan, aritmia atrium, embolisasi paradoksal, abses otak, dan
hipertensi paru yang dapat menjadi ireversibel dan mengarah ke kanan-ke-kiri
shunting (Eisenmenger sindrom). Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan
jantung kongenital yang disebabkan oleh malformasi spontaneus dari septum
interatrial.
Tiga jenis utama ASD mencakup 10% dari total kelainan jantung
kongenital dan 20%-40% kelainan jantung kongenital pada orang dewasa. Ostium
sekundum mencakup 70% dari semua jenis ASD dan mencakup 30-40% kelainan
jantung kongenital pada orang di atas 40 tahun. Ostium primum mencakup 15-
20% dari total ASD. Sedangkan sinus venosus ASD mencakup 10%.
Menurut ESC (European Society Of Cardiology), sekurang-kurangnya 15
juta penderita gagal jantung di 51 negara Eropa. Prevalensi gagal jantung
asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi. Prevalensi gagal jantung pada usia
lebih tua (70-80 tahun ) juga lebih tinggi sekitar 10-20%.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa lebih dari 7
juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002, angka ini
diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020. Di Indonesia,
berdasarkan data survei dari Badan Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan
tiga dari 1000 penduduk Indonesia menderita PJK, pada tahun 2007 terdapat
sekitar 400 ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung koroner menjadi
pembunuh nomor satu di dalam negeri dengan tingkat kematian mencapai 26%.
![Page 2: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/2.jpg)
2
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah:
Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien
yang menderita “Congestive Heart Failure” dan “Atrial Septal Defect”
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis “Congestive Heart Failure” dan
“Atrial Septal Defect”
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus “Congestive
Heart Failure” dan “Atrial Septal Defect”.
3. Untuk memahami perjalanan penyakit “Congestive Heart Failure” dan
“Atrial Septal Defect”.
4. Selain itu penulisan laporan kasus ini juga bertujuan untuk memenuhi
tugas kepaniteraan klinik di Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskuler RS Haji Adam Malik Medan.
1.4. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini
diantaranya :
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit
dalam, khususnya mengenai penyakit “Congestive Heart Failure” dan
“Atrial Septal Defect”.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut
topik-topik yang berkaitan dengan penyakit “Congestive Heart Failure”
dan “Atrial Septal Defect”.
![Page 3: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/3.jpg)
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Atrial Septal Defect
2.1.1. Embriogenesis JantungEmbriogenesis jantung merupakan serangkaian proses
yang kompleks. Proses tersebut dapat disederhanakan menjadi
empat tahapan, yaitu :
1. Tubing, yaitu tahapan ketika bakal jantung masih
merupakan tabung sederhana
2. Looping, yakni suatu peristiwa kompleks berupa
perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri besar
(aorta dan a. Pulmonalis)
3. Septasi, yakni proses pemisahan bagian-bagian jantung
serta arteri besar dengan pembentukan berbagai ruang
jantung
4. Migrasi, yakni pergeseran bagian-bagian jantung sebelum
mencapai bentuk akhirnya. Perlu diingat bahwa keempat
proses tersebut benar-benar merupakan proses yang
terpisah, namun merupakan rangkaian proses yang saling
tumpang tindih.
Sistem pembuluh darah fetus berkembang pada pertengahan minggu ke-3,
yaitu pada hari ke 18 atau 19 setelah fertilisasi, dimana pada saat itu embrio tidak
dapat lagi mencukupi kebutuhan akan nutrii dan oksigen hanya melalui difusi
saja. Sistem cardiovascular terutama berkembang dari splanchnic mesoderm,
paraxial & lateral mesoderm, dan sel-sel neural crest. Pada ujung cranial dari
embrio, jantung berkembang dari sekelompok sel-sel mesoderm yang disebut
cardiogenic area.
![Page 4: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/4.jpg)
4
Di atas cardiogenic area, terdapat pericardial coelom yang akan berkembang
menjadi pericardium cavity. Sebagai respon terhadap sinyal dari lapisan
endoderm di bawahnya, mesoderm pada cardiogenic area membentuk sepasang
untaian memanjang yang disebut cardiogenic (angioblastic) cord. Sesaat
kemudian, cardiogenic cord mengalami kanalisasi membentuk endocardial tube
yang berdinding tipis. Akibat pertumbuhan otak dan embrio yang melipat secara
sefalokaudal, jantung dan pericardium cavity pertama kali terletak di daerah leher,
dan akhirnya di dada.
![Page 5: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/5.jpg)
5
Pada hari ke-21, akibat embrio yang melipat secara lateral, kedua endocardial
tube saling mendekat satu sama lain dan bersatu membentuk tabung tunggal yang
disebut primitive heart tube. Bersamaan dengan penyatuan endocardial tube,
terbentuk 3 lapisan jantung, yaitu :
1. Endocardium membentuk lapisan di bagian dalam jantung
![Page 6: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/6.jpg)
6
2. Myocardium mesoderm di sekeliling tabung endocardium berangsur-
angsur menebal membentuk myocardium yang membentuk dinding otot
3. Epicardium sel-sel mesotel dari daerah sinus venosus bermigrasi ke
atas jantung membentuk epicardium yang melapisi bagian luar jantung
Pada hari ke-22, primitive heart tube berkembang menjadi 5 regio yang
berbeda dan mulai memompa darah (mulai berfungsi). Sesuai dengan aliran darah,
dari ujung kaudal ke ujung cranial, kelima regio itu adalah :
1. Sinus venosus : - menerima darah dari seluruh vena pada embrio
- kontraksi jantung dimulai pada regio ini, kemudian
diikuti oleh regio lainnya secara berurutan
- berkembang menjadi atrium kanan, coronary sinus,
sinoatrial (SA) node, vena cava superior, dan vena cava
inferior
2. Atrium berkembang menjadi atrium kanan dan kiri
3. Ventricle berkembang menjadi ventricle kiri
4. Bulbus cordis berkembang menjadi ventricle kanan
5. Truncus arteriosus berkembang menjadi ascending aorta dan
pulmonary trunk
Pada hari ke-23, primitive heart tube memanjang. Akibat bulbus cordis &
ventricle tumbuh lebih cepat dari pada regio lainnya, dan akibat atrial & venous
end dari tabung dibatasi oleh pericardium, primitive heart tube mulai berputar dan
melipat. Bagian cranial bergerak ke arah ventral, kaudal, dan kiri. Sedangkan
bagian kaudal beregak ke arah dorsal, cranial, dan kanan. Pertama-tama, heart
tube berbentuk seperti huruf U, kemudian menjadi berbentuk huruf S. Pergerakan
ini berakhir pada hari ke-28, dan pergerakan ini menentukan posisi akhir atrium
dan ventricle.
![Page 7: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/7.jpg)
7
Perkembangan selanjutnya adalah pembentukan septum & katup jantung
untuk membentuk 4 ruang jantung. Pembentukan sekat jantung terjadi antara hari
ke-27 dan hari ke-37, dan selesai pada akhir minggu ke-5.
Cara pembentukan sekat :
1. Dua massa jaringan yang sedang tumbuh aktif saling mendekat hingga
menjadi satu, sehingga membagi lumen menjadi 2 saluran yang terpisah.
2. Pertumbuhan aktif 1 massa jaringan saja yang terus meluas hingga
mencapai sisi lumen diseberangnya.
3. Segaris kecil jaringan di dinding atrium atau ventricle gagal tumbuh,
sedangkan daerah di kanan-kirinya meluas dengan cepat, maka akan
terbentuk sebuah rigi yang sempit di antara kedua bagian yang sedang
meluas tersebut. Nantinya rigi tersebut akan membentuk sekat, namun
sekat semacam ini tidak memisahkan 2 rongga secara sempurna.
![Page 8: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/8.jpg)
8
Pada hari ke-28, lapisan endocardium menebal membentuk endocardial
cushion yang akan membentuk atrioventricular canal, interatrial septum, dan
interventricular septum.
Pada pembentukan katup jantung setelah endocardial cushion bersatu, masing-masing atrioventricular canal dikelilingi oleh proliferasi setempat jaringan mesenkim. Jaringan mesenkim tersebut berproliferasi membentuk katup, yang menempel pada dinding ventricle melalui tali-tali otot yang nantinya akan berdegenerasi diganti jaringan ikat padat dan dibungkus endocardium. Katup yang terbentuk adalah katup bicuspid (mitral) pada atrioventricular canal kiri, dan katup tricuspid pada atrioventricular kanan. Selain itu, pada truncus arteriosus akan tampak tonjolan-tonjolan kecil yang nantinya akan membentuk katup semilunaris.
Pembentukan interatrial septum :
Jaringan dari dinding atas primordial atrium turun menuju ke penyatuan endoardial cushion
↓membentuk septum primum
↓membagi atrium menjadi atrium kanan dan kiri secara tidak sempurna
↓terbentuk foramen primum
↓sel-sel pada bagian atas dari septum primum mengalami apoptosis
↓terbentuk foramen secundum
↓jaringan lain dari dinding atas primordial atrium turun kembali
![Page 9: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/9.jpg)
9
↓membentuk septum secundum yang terletak disamping kanan septum primum
↓membagi atrium menjadi atrium kanan dan kiri secara tidak sempurna
↓terbentuk foramen ovale
↓foramen ovale akan tertutup setelah kelahiran
2.1.2. Definisi
Atrial Septal Defect / ASD (defek septum atrium) adalah kelainan jantung
kongenital dimana terdapat lubang (defek) pada sekat (septum) inter-atrium yang
terjadi oleh karena kegagalan fusi septum interatrium semasa janin. Pada ASD
terjadi pengaliran darah dari atrium kiri yang bertekanan tinggi kedalam atrium
kanan yang bertekanan rendah. Septum tersebut tidak menutup secara sempurna
dan membuat aliran darah atrium kiri dan kanan bercampur.1
2.1.3. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian, ASD relatif dapat terjadi pada 1 dari 1500 kelahiran. Tiga
jenis utama ASD mencakup 10% dari total kelainan jantung kongenital dan 20% -
40% kelainan jantung kongenital pada orang dewasa. Ostium sekundum
mencakup 70% dari semua jenis ASD dan mencakup 30-40% kelainan jantung
kongenital pada orang di atas 40 tahun. Ostium primum mencakup 15-20% dari
total ASD. Sedangkan sinus venosus ASD mencakup 10%.1
2.1.4. Etiologi
Penyakit jantung kongenital banyak disebabkan oleh interaksi kompleks antara
faktor genetik dengan faktor lingkungan (paparan terhadap zat
teratogen). Abnormalitas genetik dapat disebabkan oleh mutasi gen tunggal
( single gene mutation), kelainan kromosomal (delesi, trisomi, monosomi). Mutasi
gen tunggal menyebabkan terbentuknya protein struktural maupun regulator serta
![Page 10: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/10.jpg)
10
protein untuk pengaturan persinyalan molekular yang defek dan biasanya dapat
diprediksi pola penurunannya mengingat diturunkan dengan pola Mendelian.2,4,5
Kelainan kromosomal yang sering menyebabkan ASD di antaranya
sindrom Turner (45X), sindrom Down (trisomi 21), serta sindrom Miller Dieker (delesi
17p). Namun demikian perlu diingat bahwa banyak kelainan kromosomal
dapatmenyebabkan penyakit jantung kongenital, meskipun tidak spesifik
menyebabkan kelainan tertentu. Kelainan jantung pada sindrom Down merupakan
kelainan diebabkan karena anomali struktur yang berasal dari bantalan
endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung). 1, 2
Teratogen merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam
menyebabkan penyakit jantung kongenital, termasuk di antaranya ASD. Telah
diketahui bahwa pajanan terhadap infeksi rubella kongenital, diabetes gestasional,
alkohol, talidomit, asam retinoat dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung
kongenital pada anak. Kurangnya konsumsi asam folat juga dituding sebagai
penyebab terjadinya ASD.1, 2
2.1.5. Klasifikasi
Menurut lokasi defek, ASD dikelompokkan menjadi:1, 2, 4
1. Ostium secundum. ASD. Tipe ini terjadi akibat adhesi yang tidak lengkap
antara katup yang tertutup yang dikaitkan dengan foramen ovale dan
septum sekundum setelah lahir. Foramen ovale yang menetap biasanya
akibat resorpsi yang abnormal dari septum primum selama pembentukan
foramen sekundum. Resorpsi pada lokasi yang abnormal menyebabkan
fenestra atau septum primum yang seperti jaring. Resorpsi yang berlebihan
dari septum primum berakibat pada septum primum yang pendek yang
tidak menutup foramen ovale. Foramen ovale abnormal yang besar dapat
terjadi akibat defek pada pembentukan septum sekundum. Septum primum
yang normal tidak dapat menutupi foramen ovale yang abnormal ini pada
saat lahir. Kombinasi dari resorpsi yang berlebihan dari septum primum
dan foramen ovale yang besar menghasilkan celah ASD ostium sekundum
yang besar.
![Page 11: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/11.jpg)
11
2. Ostium primum ASD: Defek ini terjadi akibat fusi yang tidak sempurna
dari septum primum dengan bantalan endokardial. Defek ini terletak
bersebelahan dengan katup atrioventrikular, dimana katup atrioventrikular
juga dapat mengalami deformitas atau inkompeten. Pada kebanyakan
kasus, hanya bagian anterior atau septal dari katup mitral yang terganggu.
3. Sinus venosus ASD: Fusi yang abnormal antara sinus venosus embriologik
dan atrium menyebabkan defek ini. Pada kebanyakan kasus, defek berada
pada superior dari septum atrial dekat tempat masuknya vena kava
superior
4. Coronary sinus ASD: Defek ini ditandai dengan sinus koronarius yang
tidak tertutupi bagian puncak dan vena kava superior persisten yang
mengalir ke atrium kiri.
2.1.6. Patofisiologi
Darah dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan pada ASD melalui defek
pada sekat tersebut. Aliran ini tidak begitu deras karena perbedaan tekanan
pada atrium kiri dan atrium kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium
kiri sebesar 6 mmHg sedangkan tekanan atrium kanan sebesar 5 mmgHg).
Dinding ventrikel kanan yang lebih tipis juga memiliki kemampuan untuk
menam pung darah tambahan lebih baik dibandingkan dengan ventrikel
![Page 12: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/12.jpg)
12
kiri yang berdinding tebal. Seiring dengan berjalannya pirau ini, aliran darah
pulmonal meningkat hingga empat kali normal.1,2,4
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel
kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Dengan
bertambahnya volume darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis maka
akan terjadi peningkatan tekanan dan tahanan di katup pulmonal. Penngkatan
tekanan ini akan mengakibatkan tejadinya bising sistolik. Pada ASD bising
sisitolik terjadi karena adanya stenosis relatif katup pulmonal. Apabila pada
katup trikuspidalis terjadi perbedaan tekanan akan terjadi terjadi stenosis katup
trikuspidalis relatif dan terdapat bising diastolik. 1, 2
Karena adanya penambahan beban pada arteri pulmonalis secara terus
menerus, maka akan terjadi peningkatan tahanan pada arteri pulmonalis dan
mengakibatkan kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Namun hal
ini dapat terjadi dalam proses waktu yang lama. Hanya apabila terdapat defek
pada katup triskupid dan katup mitral, darah dari ventrikel kanan atau
ventrikel kiri dapat mengalir ke atrium kiri dan atrium kanan pada saat
sistol.1, 2
Ketika tekanan di atrium kanan sama dengan tekanan di atrium kiri, tidak
terdapat gradien tekanan antara bilik jantung, dan pirau dari kiri ke kanan akan
berkurang atau berhenti. Jika tidak dikoreksi, tekanan di sisi kanan jantung akan
lebih besar daripada sisi kiri jantung. Hal ini akan menyebabkan tekanan di atrium
kanan lebih tinggi dari pada tekanan di atrium kiri dan membalikkan gradien
tekanan pada ASD dimana pirau akan berbalik menjadi pirau kanan-ke-kiri
terjadi, sebagian dari darah yang rendah oksigen akan didorong ke sisi kiri
jantung dan dikeluarkan ke sistem vaskular perifer. Hal ini akan menyebabkan
tanda-tanda sianosis.1, 2
Pada ASD terjadi aliran “shunting” darah dari atrium kiri menuju atrium
kanan melalui defek dari sekat atrium, oleh karena compliance ventrikel kanan
yang lebih besar dari ventrikel kiri besarnya pirau bergantung pada besarnya
perbandingan compliance ventrikel kanan terhadap ventrikel kiri. Dan bergantung
![Page 13: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/13.jpg)
13
pada besar kecilnya defek. Akibatnya terjadi volume darah pada jantung kanan
yang mengakibatkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri
pulmonalis juga terjadi peningkatan tekanan pada vaskularisasi paru akibat
kelebihan volume darah pada paru. Pada awalnya jantung masih dapat
mengkompensasi keadaan ini, namun apabila keadaan ini berlangsung dalam
waktu yang lama seiring dengan bertambahan usia dan peningkatan kebutuhan
metabolisme jantung tidak dapat mengkompensasi hal ini lagi dan terjadi keadaan
gagal jantung.
2.1.7. Manifestasi Klinis
ASD sering tidak terdeksi sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan
tidak memberikan gambaran fisik yang khas. Lebih sering ditemukan pada
pemeriksaan rutin foto toraks dan ekokardiografi. ASD biasanya terlihat saat
mencapai usia remaja atau dewasa.1, 2, 4
Gejala yang paling sering menyertai penderita ASD adalah sesak nafas dan
rasa lelah yang cepat timbul setelah aktivitas fisik. Sesak nafas dapat terjadi saat
aktivitas biasa disertai dengan berdebar-debar (takiartimia). Semakin tua usia
seseorang dengan kelainan ini makin akan semakin rentan mengalami gagal
jantung kongestif disertai dengan aritmia. Seseorang dengan ASD juga rentan
mengalami infeksi paru yang berulang akibat meningkatnya aliran darah pulmoner
yang cenderung mengakibatkan banyaknya cairan yang mengalir menuju paru
menyebabkan paru lebih rentan terhadap infeksi mikroorganisme.1,2
Peninggian tekanan dalam ventrikel kanan dapat menjalar
ke dalam atrium kanan, sehingga tekanan dalam atrium kanan
lebih tinggi dari kiri dan terjadi shunt dari kanan ke kiri (R – L
shunt). Keadaan ini menimbulkan sindrom Eisenmenger dengan
tanda-tanda cyanosis, dispnoe, polisitemia, dan lain-lain.Pada
saat ini kadang dijumpai pembesaran dari atrium kiri.1,2
2.1.8. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik juga tidak menunjukkan diagnosis yang spesifik. Oleh
karena itu ASD sering ditemukan secara melalui pemeriksaan foto toraks
![Page 14: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/14.jpg)
14
maupun ekokardiografi. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemui individu yang
cenderung kurus. Pada saat dilakukan auskultasi terjadi suara jantung kedua
melebar dengan pola fixed wide splitting. Peningkatan volume darah yang
melintasi katup pulmonal sering membuat murmur sistolik pada batas sternum kiri
atas. Murmur mid diastolik dapat juga terdengar pada batas sternum kiri bawah
karena peningkatan aliran yang melewati katup trikuspid. Darah yang melewati
ASD sendiri tidak membuat murmur karena absennya gradien tekanan yang
signifikan di antara kedua atrial. 1,2
Pasien ASD berisiko untuk mengalami disritmia atrium (yang mungkin
disebabkan oleh pembesaran atrium dan peregangan serabut penghantar
impuls jantung) serta kemudian mengalam ipenyakit obstruksi vascular
pulmonalis dan pembentukan emboli karena peningkatan aliran darah paru yang
kronis.3, 4
2.1.9. Pemeriksaan Penunjang
A) Foto Thoraks
Pada foto toraks, jantung biasanya membesar karena dilatasi atrium kanan
dan ventrikel kanan, dan arteri pulmonal menonjol dengan peningkatan vaskular
pulmonal. Gambaran foto toraks adalah sebagai berikut : 1,5
1. Tanpa hipertensi pulmonal :
Posisi PA :
Jantung membesar ke kiri dengan apex di atas diafragma.
Hilus melebar.
Arteri pulmonalis dan cabangnya melebar. Vena pulmonalis
tampak
melebar di daerah suprahilar dan sekitar hilus, sehingga
corakan paru
bertambah. Konus pulmonal nampak menonjol. Arkus
aorta tampak kecil. Lateral kiri:
![Page 15: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/15.jpg)
15
Tampak ventrikel kanan membesar (Ruang retrosternal
terisi).
Tidak tampak pembesaran ventrikel kiri maupun atrium
kiri.
2. Dengan hipertensi pulmonal
Posisi PA :
Jantung membesar ke kiri dan kanan. Hilus sangat
melebar di bagian
sentral dan menguncup ke arah tepi. Konus pulmonalis
sangat menonjol.
Aorta kecil. Pembuluh darah paru berkurang. Bentuk torak
emfisematous
Lateral kiri:
Pembesaran ventrikel kanan yang menempel jauh ke atas
sternum.
Tidak tampak pembesaran ventrikel kiri. Atrium kiri
normal atau kadang
membesar.
Hilus berukuran besar. Kadang jantung belakang bawah
berhimpit
dengan kolumna vertebralis (karena
![Page 16: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/16.jpg)
16
Gambaran foto toraks seorang anak berusia 4 tahun yang menampakkan
pembesaran ventrikel kanan (terutama foto lateral) disertai dengan
peningkatan corakan vaskuler paru
B. Elektrokardiografi
EKG menunjukkan pola RBBB pada 95% kasus yang menunjukkan beban
volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada
ASD sekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan
deviasi sumbu kiri (left axis deviation) dan PR yang memanjang. Pada ASD juga
terdapat hipertrofi ventrikel kanan, aksis gelombang P abnormal. 1,3
C.Ekokardiografi
Ekokardiografi menggambarkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan,
ASD dapat divisualisasikan secara langsung. Pada ekokardiografi M-mode dapat
ditemukan dilatasi areteri pulmonal dan dilatasi RV dan RA dengan pergerakan
septum ventrikel abnormal (paradoxical) karena volume berlebihan pada jantung
kanan. 1,3
ASD dapat dilihat langsung dengan two-dimensional imaging, color flow
imaging, or echocontrast. Pada kebanyakan institusi two dimensional
echocardiography plus color doppler flow examination telah menggantikan
keteterisasi jantung. Ekokardiografi 2 dimensi dapat memperlihatkan lokasi
![Page 17: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/17.jpg)
17
dan besar defek interatrial. Prolaps katup mitral dan trikuspid sama tinggi
pada defek septum atrium primum dan bila ada celah pada katup mitral
juga dapat terlihat. 1,3
Ekokardiografi Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang
terekam sampai di dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap
aliran sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dapat dilakukan
apabila Doppler tak mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial.2,3
Transesophageal echocardiography (TEE) diindikasikan jika transthoracic
echocardiogram masih meragukan, paling sering dilakukan pada kasus tipe sinus
venosus. TEE dilakukan bila direncanakan penutupan ASD Sekundum secara
non bedah dengan pemasangan Amplatzer Septal Occluder (ASO) atau ada
keraguan ada tidaknya ASD. 2,3
Dengan sensitivitas tinggi dari ekokardiografi, jarang diperlukan
kateterisasi untuk memastikan ASD. Kateterisasi mungkin berguna untuk
menentukan resisten vaskular pulmonal dan untuk mendiagnosa kelainan arteri
koroner yang mungkin terjadi pada pasien yang lebih tua.1,3
C. Penyadapan Jantung
Penyadapan jantung dapat dilakukan bila terdapat defek interatrial
pada ekokardiogram yang tidak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi
pulmonal. Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saturasi 02 di
atrium kanan dan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit vaskular paru, tekanan arteri
pulmonalis sangat meningkat. Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat
adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan, mengukur rasio besarnya
aliran pulmonal dan sistemik, menetapkan tekanan dan resistensi arteri
pulmonalis, evaluasi anomali aliran vena pulmonalis, angiografi koroner selektif
pada kelompok umur yang lebih tua,sebelum tindakan operasi penutupan ASD.5
2.1.10. Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien ASD asimptomatik. Tetapi, jika volume darah yang melalui
jalur pintas besar (walaupun tanpa gejala), operasi perbaikan elektif
![Page 18: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/18.jpg)
18
direkomendasikan untuk mencegah gagal jantung atau penyakit vaskular
pulmonal. Defek dapat diperbaiki dengan penutupuan sutura langsung atau
dengan menambal dari perikardial atau sintetik. Pada anak-anak dan dewasa
muda, perubahan morfologik pada jantung kanan sering kembali normal setelah
perbaikan. Perbaikan ASD perkutaneus, menggunakan alat untuk menutup melaui
kateter intravenous yang kurang invasif mungkin menjadi alternatif bagi beberapa
pasien.5
Penutupan ASD sekundum dengan pemasangan ASO (amplatzer septal
occlude) (bila memenuhi syarat) atau operasi. Pada anak-anak operasi dianjurkan
pada usia pra-sekolah yaitu 3-4 tahun. Bila pada pemeriksaan ekokardiografi
lubang ASD masih cukup jelas, maka penutupan ASD sekundum dengan
pemasangan ASO atau dengan operasi dapat dilakukan tanpa pemeriksaan sadap
jantung. Indikasi penutupan ASD adalah pembesaran jantung pada foto toraks,
dilatasi ventrikel kanan, kenaikan tekanan pulmonalis 50% atau kurang dari
tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan. Prognosis penutupan ASD akan
sangat baik dibandingkan dengan pengobatan medikamentosa. Pada kelompok
umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan terjadinya aritmia atrial, apalagi bila
sebelumnya telah ditemui adanya gangguan irama. Pada kelompok ini perlu
dipertimbangkan ablasi perkutan atau ablasi operatif pada saat penutupan ASD.
Adanya riwayat iskemik transient atau strok pada ASD atau foramen ovale
persisten. 15
Pada anak atau orang dewasa dengan hipertensi pulmonal perlu mendapat
perhatian khusus karena akan meningkatkan resiko operasi bila belum ada tanda-
tanda penyakit vascular paru maka operasi pentupan ASD akan dilakukan tanpa
didahului pemeriksaan sadap jantung tetapi bila diduga terjadi PVP, maka perlu
dilakukan pemeriksaan sadap jantung untuk menilai reaktivitas vascular paru.
Pemasangan ASO pada ASD sekundum dengan hipertensi pulmonal tidak
dianjurkan. Bila ternyata perhitungan PARi kurang dari 8 U/m2 maka resiko
penutupan ASD kecil tetapi bila PARi lebih atau sama dengan 8 U/m2 dan dengan
pemberian oksigen 100% dapat turun sampai kurang dari 8 U/m2 maka operasi
![Page 19: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/19.jpg)
19
penutupan masih dapat dilakukan dengan resiko tinggi. Bila dengan oksigen
100% ternyata masih lebih atau sama dengan 8U/m2 maka operasi penutupan
tidak dianjurkan lagi.
2.2. Gagal Jantung Kongestif
2.2.1. Definisi
Gagal jantung adalah satu gejala klinis pada pasien mengalami kelainan
struktur atau fungsi jantung yang disebabkan oleh kelainan bawaan atau acquired
heart disease sehingga jantung tidak mampu untuk memompakan darah dalam
jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolit tubuh (forward
failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian
jantung yang tinggi (backward failure) atau kedua-duanya.6, 7
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan curah jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang
efektif berkurang dan disebabkan oleh (1) kegagalan kontraksi ventrikel (impaired
ventricular contractility), (2) Kegagalan pengisian ventrikel( impaired ventricular
filling) (3) peningkatan afterload. 6,7
Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam
tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui
perubahan-perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel dan aktivasi sistem
simpatis.8
2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi.
Prevalensi gagal jantung pada usia lebih tua (70-80 tahun ) juga lebih tinggi
sekitar 10-20%. Pada Negara tertentu mortality gagal jantung telah menurun
dengan terapi yang moden. Kira-kira 50% penderita gagal jantung meninggal
setelah 4 tahun dan 40% pasien yang masuk rumah sakit dengan gagal jantung
meninggal atau kambuh dalam setahun.9
![Page 20: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/20.jpg)
20
2.2.3. Etiologi
Penyebab gagal jantung kiri:
Systolic dysfunction
(a) kegagalan kontraktilitas miokard infark,transient miokard ischemia,
volume overload ( mitral regurgitasi dan aortic regurgitasi) dan dilatasi
kardiomiopati.
(b) Peningkatan afterload – aortic stenosis dan hipertensi
Diastolic dysfunction
(a) Kegagalan relaksasi ventrikular – LVH, hypertrophic cardiomyopathy,
restrictive cardiomyopathy, transient myocardiac ischemia.
(b) Okstruksi pengisian ventrikel kiri – mitral stenosis dan pericardiac
constriction atau tamponade.
Penyebab gagal jantung kanan :
(a) Penyakit jantung – gagal jantung kiri, katub pulmonal stenosis, infark
ventrikel kanan
(b) Penyakit parenkim pulmonal – COPD, instertial lung disease( eg.
Sarcoidosis), adult respiratory distress syndrome, infeksi paru yang kronik
dan bronchietasis.
(c) Penyakit vaskular pulmonal – pulmonary embolism dan primary
pulmonary hipertensi.8
2.1.10. Faktor Resiko
Faktor resiko gagal jantung terbagi atas faktor resiko yang tidak dapat
diubah dan yang dapat diubah. Faktor resiko yang tidak dapat diubah, yaitu umur,
jenis kelamin, dan genetik. Sedangkan factor resiko yang dapat diubah, yaitu pola
hidup (makanan, olahraga), hipertensi, dislipidemia, merokok, obesitas, diabetes
mellitus.8
![Page 21: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/21.jpg)
21
2.1.11. Patofisiologi
Gagal jantung kongestif dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang
progresif, dapat terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan
fungsi miosit jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa
mekanisme kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya fungsi jantung
sebagai pompa, di antaranya sistem adrenergik, renin angiotensin ataupun sitokin.
Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi
kardiovaskuler dalam batas normal, menghasilkan pasien asimptomatik.
Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan berjalan seiring waktu akan
menyebabkan kerusakan ventrikel dengan suatu keadaan remodeling sehingga
akan menimbulkan gagal jantung yang simptomatik.8
Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal
jantung seperti (1) mekanisme Frank-Starling, (2) neurohormonal (3) ventricular
hipertrofi dan remodeling.
Penurunan stroke volume akan meningkatkan end sistolic volume (ESV)
sehingga volume dalam ventrikel kiri meningkat. Peningkatan volume ini akan
meregang ventrikel kiri sehingga otot jantung akan berkontraksi dengan lebih kuat
untuk meningkatkan stroke volume (Frank-Starling mechanism) dan cardiac
output untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Mekanisme kompensasi ini
mempunyai batasnya. Pada kasus gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas
yang berat, ventrikel tidak mampu memompa semua darah sehingga end diastolic
volume (EDV) meningkat dan tekanan ventrikel kiri juga meningkat dimana
tekanan yang ini akan transmisi ke atrium kiri, vena pulmonal dan kapiler
pulmonal dan ini akan menyebabkan edema paru.8
Penurunan cardiac output akan merangsang sistem simpatis sehingga
meningkatkan kontraksi jantung sehingga stroke volume meningkat dan cardiac
output meningkat. Penurunan cardiac output juga merangsang renin angiotensin
sistem dan merangsang vasokonstriksi vena dan menyebabkan venous return
meningkat (preload increase) dan akhirnya stroke volume meningkat dan cardiac
output tercapai. Penurunan cardiac output juga meningkatkan ADH dan
merangsang retensi garam dan air untuk memenuhi stroke volume dan cardiac
![Page 22: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/22.jpg)
22
output. Hormon aldosterone juga meningkat untuk meningkatkan retensi garam
dan cairan untuk meningkatkan venous return tubuh. Tetapi stimulasi
neurohormonal yang kronik akan menyebabkan efek yang tidak diinginkan seperti
edema.8
Peningkatan beban jantung juga akan meningkatkan wall stress
menyebabkan dilatasi ventrikel kiri dan peningkatan tekanan sistolic untuk
mengatasi afterload yang meningkat. Maka otot ventrikel akan menebal sebagai
kompensasi untuk menurunkan wall stress namun peningkatan stiffness dinding
hipertrofi menyebabkan tekanan diastolik ventrikular yang tinggi dimana tekanan
ini akan ditransmisi ke atrium kiri, vaskular pulmonal. Chronic volume overload
seperti pada mitral regurgitasi atau aorta regurgitasi akan merangsang miosit
memanjang. Maka radius chamber ventrikel meningkat dan dinamakan eccentric
hipertrofi. Chronic pressure overload seperti hipertensi atau aorta stenosis akan
merangsang miosit menebal yang dinamakan concentric hypertrophy. Hipertrofi
dan remodeling ini membantu untuk menurunkan wall stress tetapi pada waktu
yang lama, fungsi ventrikel akan menurun dan dilatasi ventrikel akan terjadi.
Apabila ini terjadi, beban hemodinamik pada otot jantung akan menurunkan
fungsi jantung sehingga gejala gagal jantung yang progresif akan timbul.8
![Page 23: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/23.jpg)
23
2.1.12. Manifestasi Klinis
Gagal jantung kongestif akan menyebabkan meningkatnya volume
intravaskuler, kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat. Edema
paru terjadi akibat peningkatan tekanan vena pulmolalis sehingga cairan mengalir
dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas
pendek. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekanan
sistemik. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan
organ. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari
ginjal,’yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi
natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler.8
Tanda dan gejala dispnea, akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh
gerakan yang minimal atau sedang, ortopnea , kesulitan bernapas saat berbaring,
paroximal nokturnal dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan
posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur), batuk, bisa
batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak
kadang disertai banyak darah. mudah lelah akibat cairan jantung yang kurang,
yang menghambat cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuanggan sisa hasil katabolisme, kegelisahan akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik, edema ekstremitas bawah atau edema dependen,
hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen, anoreksia dan
mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga abdomen,
nokturia, rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal
didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, Lemah akibat menurunnya
curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuanggan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan, palpitasi ( jamtung berdebar-debar), pusing &
pingsan karena Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang
abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan
pusing dan pingsan.6
![Page 24: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/24.jpg)
24
2.1.13. Pemeriksaan Penunjang
Elektokardiografi tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH
tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia)
sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan
EKG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung. 7
Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung.
Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic
ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan posterior anterior. Pada
pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi sistolik
karena ukuran bisa terlihat normal.6
Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung
yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT- pro
BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakan penanda sensitif
untuk fungsi jantung. Menurut situs web Endolab Selandia Baru, kadar NT-
proBNP orang sehat di bawah 40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas
220 pmol/L menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang
perlu pemeriksaan lebih lanjut. 7
Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang belum
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini memungkinkan dokter
membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru yang memiliki gejala
serupa, sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT proBNP yang berkorelasi
dalam darah itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang
perlu pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain, kadar
NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan rutin
NT-proBNP bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan.7,15
2.1.14. Kriteria Diagnosis
Kriteria Framingham: Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan bila
terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.11
Kriteria mayor
• Paroksismal nocturnal dispnea
• Distensi vena-vena leher
![Page 25: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/25.jpg)
25
• Peningkatan tekanan vena jugularis
• Ronki basah basal
• Kardiomegali
• Edema paru akut
• Gallop bunyi jantung III
• Refluks hepatojugular positif
Kriteria minor
• Edema ekstremitas
• Batuk malam
• Sesak pada aktivitas
• Hepatomegali
• Efusi pleura
• Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
• Takikardia (>120 denyut/menit)
Mayor atau minor
• Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Berdasarkan gejala sesak nafas NewYork Heart Association (NYHA)
membagi gagal jantung kongestif menjadi 4 kelas yaitu:
Kelas I : Aktivitas sehari-hari tidak terganggu. Sesak timbul jika
melakukan kegiatan fisik yang berat.
Kelas II : Aktivitas sehari-hari terganggu sedikit.
Kelas III : Aktivitas sehari-hari sangat terganggu. Merasa nyaman
pada
waktu istirahat.
Kelas IV : walaupun istirahat terasa sesak.9
2.1.15. Penatalaksanaan
Terdapat tiga aspek yang penting dalam menanggulangi Gagal jantung :
pengobatan terhadap Gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang
![Page 26: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/26.jpg)
26
mendasari dan pengobatan terhadap faktor pencetus. Termasuk dalam pengobatan
medikamentosa yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan
kontraktilitas dan mengurangi beban jantung. Pengobatan umum meliputi
istirahat, pengaturan suhu dan kelembaban, oksigen, pemberian cairan dan diet.
Selain itu, penatalaksanaa gagal jantung juga berupa: 18
Medikamentosa :
• Obat inotropik (digitalis, obat inotropik intravena),
• Vasodilator : (arteriolar dilator : hidralazin), (venodilator : nitrat,
nitrogliserin), (mixed dilator : prazosin, kaptopril, nitroprusid)
• Diuretik
• Pengobatan disritmia
Gagal jantung dengan disfungsi sistolik
Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung
menunjukkan manfaat untuk mengatasi disfungsi sistolik. Gangguan fungsi
sistolik ventrikel kiri hampir selalu disertai adanya aktivitas sistem neuro-
endokrin, karena itu salah satu obat pilihan utama adalah ACE Inhibitor. 3
ACE Inhibitor, disamping dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada
gagal jantung, dapat juga memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak jelas
sesudah 3-6 bulan pengobatan. Dari golongan ACE-I, Captopril merupakan obat
pilihan karena tidak menyebabkan hipotensi berkepanjangan dan tidak terlalu
banyak mengganggu faal ginjal pada kasus gagal jantung. Kontraindikasinya
adalah disfungsi ginjal berat dan bila ada stenosis bilateral arteri renalis. 3
Diuretika, bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban
volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak dipakai
untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah Furosemid. Pada
usia lanjut seringkali sudah ada penurunan faal ginjal dimana furosemid kurang
efektif dan pada keadaan ini dapat ditambahkan metolazone. Pada pemberian
diuretika harus diawasi kadar kalium darah karena diuresis akibat furosemid
selalu disertai keluarnya kalium. Pada keadaan hipokalsemia mudah terjadi
gangguan irama jantung.
![Page 27: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/27.jpg)
27
Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung
untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus disesuaikan
dengn besarnya clearance kreatinin pasien. Obat-obat inotropik positif lainnya
adalah dopamine (5-10 Ugr/kg/min) yang dipakai bila tekanan darah kurang dari
90 mmHg. Bila tekanan darah sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan
dobutamin (5-20 Ugr/kg/min). Bila tekanan darah sudah diatas 110 mmHg, dosis
dopamin dan dobutamin diturunkan bertahap sampai dihentikan. 3
Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan
fraksi ejeksi yang rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I dan
digoksin tidak menunjukkan perbaikan. Dosis 25 mg/hari dan ini terbukti
menurunkan angka mortalitas gagal jantung sebanyak 25%. 15
Gagal jantung dengan disfungsi diastolik
Pada usia lanjut lebih sering terdapat gagal jantung dengan disfungsi diastolik.
Untuk mengatasi gagal jantung diastolik dapat dengan cara: 15
• Memperbaiki sirkulasi koroner dalam mengatasi iskemia miokard (pada
kasus PJK)
• Pengendalian tekanan darah pada hipertensi untuk mencegah hipertrofi
miokard ventrikel kiri dalam jangka panjang.
• Pengobatan agresif terhadap penyakit komorbid terutama yang
memperberat beban sirkulasi darah, seperti anemia, gangguan faal ginjal
dan beberapa penyakit metabolik seperti Diabetes Mellitus.
• Upaya memperbaiki gangguan irama jantung agar terpelihara fungsi
sistolik atrium dalam rangka pengisian diastolik ventrikel.
Obat-obat yang digunakan antara lain:
1. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian
ventrikel.
2. Diuretika, untuk gagal jantung disertai oedem paru akibat disfungsi
diastolik. Bila tanda oedem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika
harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian
ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.11
![Page 28: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/28.jpg)
28
2.1.16. Prognosis
Secara umum, mortality rate untuk pasien gagal jantung yang dirawat inap adalah
5-20% sementara penderita yang di luar rumah sakit adalah 20% pada akhir tahun
pertama setelah diagnosa ditegakkan dan setinggi 50% pada 5 tahun pertama post
diagnosis. Walaupun terdapat perbaikan pengobatan. Setiap pasien yang
rehospitalization mempunyai peningkatan mortality rate sebanyak 20-30%.
Cardiopulmonal stress testing merupakan cara yang efektif untuk menilai survival
rate pasien untuk tahun ke depan dan indikasi transplantasi jantung. Pasien dengan
NYHA IV, ACC/AHA stage D mempunyai mortality yang melebihi 50%
mortality pada tahun pertama post diagnose. Gagal jantung yang disebabkan oleh
myocard infark akut mempunyai inpatient mortality rate 20-40%; mortality rate
mendekati 80% pada pasien yang menderita hipotensi( eg.cardiogenic shock).11, 16
![Page 29: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/29.jpg)
29
BAB 3
Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran USU/RS H Adam Malik Medan
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Satrial M. Hasibuan
Umur :26 tahun
Jenis Kelamin: laki-laki
Pekerjaan : Pekerja lepas
Alamat : jl. Merpati nomor15 sibolga selatan
Agama : Islam
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Sesak Nafas
Anamnesa:
Hal ini dialami os sejak 1 tahun yang lalu dan semakin berat dalam 1 bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas dirasakan bertambah berat bila os beraktivitas berat dan berkurang bila Os beristirahat. Selama sesak nafas Os tidur dengan posisi duduk. Os juga mengeluhkan terbangun dari tidur karena sesak nafas. Keluhan sesak nafas tidak tidak disertai dengan riwayat bengkak pada kaki. Sebelumnya 1 bulan yang lalu Os pernah dirawat di RSUD Pringadi Medan dengan keluhan yang sama Keluhan nyeri dada tidak dijumpai. Keluhan jantung berdebar-debar juga dijumpai dalam 1 bulan terakhir. Os juga mengeluhkan merasa mudah lelah apabila melakukan aktivitas.
![Page 30: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/30.jpg)
30
Sejak umur 10 tahun os sudah sering mengeluhkan adanya sesak nafas, jantung berdebar dan mudah lelah apabila melakukan aktivitas. Atas keluhan tersebut Os dibawa berobat ke dokter spesialis jantung dan dinyatakan mengalami penyakit jantung bawaan. Oleh dokter Os dianjurkan untuk melakukan operasi,namun Os tidak bersedia.
Os merupakan pasien baru di RSU HAM dan masuk ke IGD dengan keluhan sesak napas.
Faktor risiko PJK: -
Riwayat penyakit terdahulu: penyakit jantung bawaan
Riwayat pemakaian obat: tidak jelas
PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens
KU: sedang
Kesadaran: compos mentis
TD: 110/70 mmHg
HR: 80 x/I, irregular
RR: 20 x/i
Suhu: 37 ◦ C
Sianosis (-), ortopnu (-), dispnu (-), ikterus (-), edema (-), pucat (-)
Pemeriksaan fisik:
Kepala : tidak ditemukan kelainan
Leher: TVJ R+2 cmH2O.
Dinding thoraks: inspeksi: simetris fusiformis
Palpasi: SF, kiri = kanan
Perkusi: sonor di seluruh kedua lapangan paru
Batas jantung: Atas: ICR III
Kanan: linea parasternalis dekstra
Kiri: 1 jari medial linea midklavikularis sinistra
Auskultasi:
Jantung: S1(N), S2 (WFS) , S3 (-), S4 (-), regular
![Page 31: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/31.jpg)
31
Murmur (+) tipe PSM grade 3/6 di LLSB
Paru: Suara pernafasan vesikuler
Suara tambahan (-)
Abdomen: hepar/lien tidak teraba,asites (-)
Ekstremitas: superior: sianosis (-), clubbing (-)
Inferior: edema (-), pulsasi arteri +/+
Akral: hangat
![Page 32: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/32.jpg)
32
![Page 33: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/33.jpg)
33
Interpretasi rekaman EKG:
SR, QRS rate 80x/i, QRS axis RAD, P mitral dan P pulmonal (+) di II, PR interval
0,2’, QRS duration 0,08’, S slured di I dan V6, S persisten di v4-v6, r > s di VI,
ST T-chages (-), LVH (-), VES (-).
Kesan: 1st degree AV block + RBBB + RVH + Biatrial enlargment + RAD
![Page 34: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/34.jpg)
34
Interpretasi foto thoraks:
CTR 55 %, aorta (N), pulmonal menonjol, pinggang jantung (-), apeks lateral
downward, kongesti (-), infiltrat (-).
Kesan: kardiomegali dan segmen pulmonal menonjol
Hasil Laboratorium:
Darah rutin: Hb 15,1 gr/dl, leukosit 8400/mm3, Ht 44,7 %, trombosit
264.000/mm3.
Fungsi hati: SGOT: 19 IU/L, SGPT 22 IU/L
KGD ad random: 184 gr/dl
Fungsi ginjal: Ureum:19,1 gr/dl, creatinine 1,03 gr/dl
Elektrolit: Natrium: 129 mEq/l, Kalium 3,8 mEq/l, Klorida 99 mEq/l.
Diagnosa Kerja:
1. Fungsional : CHF fc I-II ec ASD II
2. Anatomi : atrial septum
3. Etiologi : kongenital
Diferensial diagnosa:
-
|
Pengobatan:
Tirah baring
Furosemid 1 x 40 mg
ISDN 1 x 600 mg
Digoxin 1 x 0,5 mg
Rencana pemeriksaan lanjutan:
Troponin T, CKMB, profil lipid, echocardiograph
![Page 35: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/35.jpg)
35
Prognosis:
Ad Vitam : dubia ad ......................
Ad Functionam : dubia ad
Ad Sanactionam : dubia ad
![Page 36: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/36.jpg)
36
Tgl S O A P
Therapi Diagnostic
1/11/
2011
Sesak
nafas
berkuran
g
Sens :CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,7 ◦ C
Leher: TVJ R+2 cmH20
Thoraks :
Jantung: S1(N),S2 (WFS), reguler, murmur
pansistolik grade 3/6 (+) di LLSB, gallop (-)
Pulmo: SP: vesikuler, ST: (-)
Ekokardiografi (31 oktober 2011):
ASD II diameter 3-4cm + TR mild + PR mild
CHF fc I-II ec ASD Tirah baring
O2 2-4 L/i nasal kanul
IVFD NaCl 0,9 % 10
gtt/I mikro
Furosemid 1 x 40 mg
Digoxin 1 x 0,25 mg
ISDN 1 X 600 mg
Rencana
penyadapan
jantung
2/11/2
011
Sesak
nafas
berkuran
g
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
Pols : 76 x/i
RR : 20 x/i
CHF fc I-II ec ASD
sec
Tirah baring
O2 2-4 L/i nasal kanul
IVFD NaCl 0,9 % 10
gtt/I mikro
![Page 37: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/37.jpg)
37
T : 36,5 oC
Leher: TVJ R+2 cmH20
Thoraks :
Jantung: S1(N),S2 (WFS), reguler, murmur
pansistolik grade 3/6 (+) di LLSB, gallop (-)
Pulmo: SP: vesikuler, ST: (-)
Telah dilakukan kateterisasi dengan hasil ASD
( high flow-low resistance)
Furosemid 1 x 40 mg
ISDN 1 X 600 mg
![Page 38: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/38.jpg)
38
Diskusi
Teori KasusDefek septum atrium (ASD) adalah lesi kongenital yang paling umum pada orang dewasa setelah katup aorta bikuspid.
Os laki-laki usia 26 tahun.
Gejala yang paling sering menyertai penderita ASD adalah sesak nafas dan rasa lelah yang cepat timbul setelah aktivitas fisik. Sesak nafas dapat terjadi saat aktivitas biasa disertai dengan berdebar-debar (takiartimia).
Os datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 tahun yang memberat dalam 1 bulan ini. Sesak nafas timbul saat os beraktivitas seperti beraktivitas berat saat bekerja. Riwayat jantung berdebar-debar dijumpai dalam 1 bulan ini.
Pada pemeriksaan fisik: Auskultasi : suara jantung kedua melebar dengan pola fixed wide splitting.Peningkatan volume darah yang melintasi katup pulmonal sering membuat murmur sistolik pada batas sternum kiri atas. Murmur mid diastolik dapat juga terdengar pada batas sternum kiri bawah karena peningkatan aliran yang melewati katup trikuspid.
Pada Auskultasi:Jantung: S1(N), S2 (Wide Fixed Split) , S3 (-), S4 (-), regularMurmur (+) tipe Pan Systolic Murmur grade 3/6 di Left Lower Sternal Border
Pada foto toraks, jantung biasanya membesar karena dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan, dan arteri pulmonal menonjol dengan peningkatan vaskular pulmonal.
CTR 55 %, aorta (N), pulmonal menonjol, pinggang jantung (-), apeks lateral downward, kongesti (-), infiltrat (-). Kesan: kardiomegali dan segmen pulmonal menonjol
EKG menunjukkan pola RBBB pada 95% kasus yang menunjukkan beban volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada ASD sekundum dan PR yang memanjang. Pada ASD juga terdapat hipertrofi ventrikel kanan, aksis gelombang P abnormal.
Interpretasi rekaman EKG:SR, QRS rate 80x/i, QRS axis RAD, P mitral dan P pulmonal (+) di II, PR interval 0,2’, QRS duration 0,08’, S slured di I dan V6, S persisten di v4-v6, r > s di VI, ST T-chages (-), LVH (-), VES (-). Kesan: 1st degree AV block + RBBB + RVH + Biatrial enlargment + RAD
Ekokardiografi:Prolaps katup mitral dan trikuspid
sama tinggi pada defek septum atrium primum dan bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat.
Ekokardiografi:ASD II diameter 3-4cm + TR mild + PR mild
![Page 39: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/39.jpg)
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Markham, L.W. 2011. Atrial Septal Defect. Emedicine. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/162914-overview#showall. Diakses pada 11
Juni 2011
2. Sankaran, V.G. dan Brown, D.W. 2007. Congenital Heart Disease. Dalam: Lilly, L.S.
Pathophysiology of Heart Disease.Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins. 371-
396.
3. E.W. Susan., John Sutton, M. G., 2009. Pathophysiology and clinical features of atrial
septal defects in adults. UpToDate systematic review ver. 17.3.
4. Keane, F.J.;Perry, S.B; Lock, J.E. Profiles in congenital heart disease. Harvard
Medical School and Department of Cardiology. Lippincott William & Wilkins.
2000;324-336
5. Roebiono, P.S. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian
Karidologi dan Kedokteran vascular FK UI Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
2008. 1-7. Diunduh dari http://repository.ui.ac.id
6. Douglas L M. Disorder Of Heart. In : George W.T, ed. Harrrison’s Principles of
Internal Medicine, 2008; 1443.
7. Barita S, Irawan J S. Gagal Jantung. In : Lily I R, Faisal B, Santoso K, Poppy S R, ed.
Buku Ajar Kardiologi, 1997; 115.
8. Lilly, L.S.Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of Medical
Students and Faculty.Edisi Keempat.Baltimore-Philadelpia. Lippincott Williams &
Wilkins, 2007; 225-243.
9. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008 ; 2392-3.
10. Supriyono, Mamat. Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Kejadian Penyakit
Jantung Koroner pada Kelompok Usia < 45 tahun.
11. Anwar, B.T., 2004. Angina Pektoris Tak Stabil. e-USU repository. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf
12. Braunwald E, cardiology , In Giuliana M. . Philadelphia: McGraw-Hill; 2002. p.2-30
![Page 40: 83566040-Chf-With-Asd](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022042714/557213d1497959fc0b9318ba/html5/thumbnails/40.jpg)
40
13. Irmalita, dkk. Tatalaksana SIndroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen ST. In:
Irmalita, dkk, ed. Standard Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Edisi 3.2009; 12-16
14. Trisnohadi, Hanafi B. Angina Pektoris Tak Stabil. In : Aru W S, Bambang S, Idrus
A, Marcellus S K, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2007;1626-1623.
15. Harun S., Idrus Alwi. 2006. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. In : Aru W S,
Bambang S, Idrus A, Marcellus S K, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
2007; 1641-1646.
16. Breall, J.A., J.M. Aroesty, M. Simons. 2009. Overview of the management of
unstable angina and acute non-ST elevation myocardial infarction. UpToDate
systematic review ver. 17.3.
17. Goldberger, A.L. 2009. Electrocardiogram in the prognosis of myocardial infarction
or unstable angina. UpToDate systematic review ver. 17.3.