makalah asd

16
1. Definisi Defek Septum Atrium (DSA) merupakan keadaan dimana terjadi defek pada bagian septum antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan kanan.Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal. 1 Secara anatomis DSA dibagi menjadi DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Pada DSA primum terdapat defek pada bagian bawah septum atrium, yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada DSA primum sering pula terdapat celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan tersebut menyebabkan pirau dari atrium kiri ke kanan dan arus sistolik dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral (regurgitasi mitral). Pada tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena kava superior atau inferior dan sering disertai dengan anomali parsial drainase vena pulmonalis, yaitu sebagian vena pulmonalis kanan bermuara ke dalam atrium kanan. Pada tipe sinus koronarius defek septum terletak di muara sinus koronarius. Pirau pada DSA sinus koronarius terjadi dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian ke atrium kanan. Pada kelainan ini dapat ditemukan sinus koronarius yang membesar.2,3 is

Upload: azhar-dzulhadj-b-arafah

Post on 15-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Atrial Septal Defect

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah ASD

1. Definisi

Defek Septum Atrium (DSA) merupakan keadaan dimana terjadi defek pada

bagian septum antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan

kanan.Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium,

tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal.1

Secara anatomis DSA dibagi menjadi DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus,

dan tipe sinus koronarius. Pada DSA primum terdapat defek pada bagian bawah septum

atrium, yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada DSA primum sering pula terdapat

celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan tersebut menyebabkan pirau dari atrium kiri ke

kanan dan arus sistolik dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral

(regurgitasi mitral). Pada tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena kava

superior atau inferior dan sering disertai dengan anomali parsial drainase vena pulmonalis,

yaitu sebagian vena pulmonalis kanan bermuara ke dalam atrium kanan. Pada tipe sinus

koronarius defek septum terletak di muara sinus koronarius. Pirau pada DSA sinus koronarius

terjadi dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian ke atrium kanan. Pada kelainan ini

dapat ditemukan sinus koronarius yang membesar.2,3

is

Gambar 1. Anatomi jantung normal (A) dan jantung dengan ASD (B)

Pada DSA sekundum terdapat lubang patologis pada fosa ovalis. Defek septum

atrium sekundum dapat tunggal atau multipel (fenestrated atrial septum). Defek yang lebar

dapat meluas ke inferior sampai pada vena kava inferior dan ostium sinus koronarius,

ataupun dapat meluas ke superior sampai pada vena kava superior.2,3

2. Etiologi

Page 2: Makalah ASD

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit jantung kongenital banyak

disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik dengan faktor lingkungan

(paparan terhadap zat teratogen).  Abnormalitas genetik dapat disebabkan oleh mutasi gen

tunggal (single gene mutation) dan kelainan kromosomal (delesi, trisomi, monosomi).

Kelainan kromosomal yang sering menyebabkan DSA diantaranya sindrom Turner (45X),

sindrom Down (trisomi 21), serta sindrom Miller Dieker (delesi 17p). Namun demikian perlu

diingat bahwa banyak kelainan kromosomal lainnya yang dapat menyebabkan penyakit

jantung kongenital, meskipun tidak spesifik menyebabkan kelainan tertentu.

Kelainan jantung pada sindrom Down merupakan kelainan yang paling jelas

mekanismenya karena melibatkan anomali struktur yang berasal dari bantalan

endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung). Teratogen merupakan

faktor lingkungan yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit jantung kongenital,

termasuk di antaranya DSA. Telah diketahui bahwa pajanan terhadap infeksi rubella

kongenital, diabetes gestasional, alkohol, thalidomide, asam retinoat dapat menyebabkan

terjadinya penyakit jantung kongenital pada anak.5,6

3. Klasifikasi

DSA dapat digolongan menjadi empatgolongan,yakni:1

a. Defek septum atrium sekundummerupakan tipe yang tersering (80%).

Pada defek septum atrium sekundum terdapat lubang patologis di tempat fossa

ovalis. Defek dapat berukuran kecil sampai sangat besar sehingga mencakup sampai

sebagian besar septum.Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium

kanan, dengan beban volume di atrium dan ventrikel kanan.

b. Defek s e p t u m a t r i u m p r i m u m merupakan jenis kedua terbanyak dari

defek septum atrium. Pada defek septum primum terdapat celah pada

bagian bawah septum atrium, yakni pada septum atrium primum.

Disamping itu, sering pula terdapat celah pada daun katup mitral.

c. Defek sinus venosusterletak didekat muara vena kava superior atau

vena kava inferior dan seringkali disertai dengan anomali parsial

drainase vena pulmonalis, yakni sebagian vena pulmonalis bermuara ke

dalam atrium kanan.

d. Defek disinus koronarius defek terdapat di muara sinus koronarius. Pirau dari

kiri ke kanan yang terjadi adalah dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru

kemudian ke atrium kanan.

Page 3: Makalah ASD

4. Patofisiologi

Penyebab dari penyakit jantung kongentinal DSA ini belum dapat dipastikan,

banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi teratogen yang tidak diketahui dalam

trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.Dimana struktur

kardiovaskuler terbentuk.Adanya defek septum atrium akan membuat darah dari atrium

kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena

perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium

kiri 6 mmHg sedangkan pada atrium kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan

penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium

kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali

dari darah yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel

kanan dan arteri pulmonalis, maka akan terjadi kenaikan tekanan, sehingga tahanan katup

arteri pulmonalis meningkat dan terjadi perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat

adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising sistolik pada ASD

merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal). Pada valvula trikuspidalis juga

ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis

sehingga terdengar bising diastolik.7,8

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,

lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis dan akibatnya akan

terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Arah shunt pun bisa berubah

menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah

yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.9,10

Derajat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan tergantung pada besarnya defek,

komplians relatif ventrikel kanan dan resistensi relatif vaskular pulmonal. Pada defek

yang besar, sejumlah darah yang teroksigenasi (dari vena pulmonal) mengalir dari atrium

kiri ke atrium kanan, menambah jumlah darah vena yang masuk ke atrium kanan (venous

return). Total darah tersebut kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru. Aliran

darah balik dari paru ke atrium kiri akan terbagi menjadi dua, yaitu ke atrium kanan

melalui defek dan ke ventrikel kiri. Pada defek yang besar, rasio aliran darah pulmonal

dibandingkan sistemik (Qp/Qs) dapat berkisar antara 2:1 sampai 4:1.3

Gejala asimtomatis pada bayi dengan DSA terkait dengan resistensi paru yang

masih tinggi dan struktur ventrikel kanan pada masa awal kehidupan, yaitu dinding otot

Page 4: Makalah ASD

ventrikel kanan yang masih tebal dan komplians yang kurang, sehingga membatasi pirau

kiri ke kanan. Seiring dengan bertambahnya usia, resistensi vaskular pulmonal berkurang,

dinding ventrikel kanan menipis dan kejadian pirau kiri ke kanan melalui DSA

meningkat. Peningkatan aliran darah ke jantung sisi kanan akan menyebabkan

pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis. Resistensi

vaskular pulmonal tetap rendah sepanjang masa anak-anak, meskipun dapat mulai

meningkat saat dewasa dan menyebabkan pirau yang berlawanan dan terjadi sianosis.3

5. Diagnosis

Defek Septum Atrium sekundum lebih sering terjadi pada perempuan dengan

rasio 2:1 antara perempuan dan pria.Defek septum atrium (DSA) sering tidak terdeteksi

sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak memberikan gambaran

diagnosis fisik yang khas. Walaupun angka kekerapan hidup tidak seperti normal, cukup

banyak yang bertahan hidup sampai usia lanjut.1

a. Gejala klinis

Penderita DSA sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:10,11

Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)

Sering mengalami infeksi saluran pernapasan

Dispneu (kesulitan dalam bernapas)

Sesak napas ketika melakukan aktivitas

Dispneu d’effort dan atau kelelahan ringan adalah gejala awal yang paling

sering ditemui.Pada bayi kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-

tanda gagal jantungkongestif yang mengarah pada defek atrium yang

tersembunyi.1,10,11Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik:

Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada

Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang abnormal. Dapat

terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis.

Tanda-tanda gagal jantung

Jika shunt-nya besar,murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran darah

yang mengalir melalui katup trikuspidalis.

Pada pemeriksaan DSA terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini

adalah khas pada patologis DSA dimana defek jantung yang tipe lain tidak menyebabkan

Page 5: Makalah ASD

suara splitting pada S2 yang menetap. Sianosis jarang ditemukan, kecuali bila defek

besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan vaskular paru, stenosis

pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein.1,10

b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk DSA ini dapat dilakukan dengan beberapa cara,antara

lain:1,10,11

Foto Thoraks

Foto thoraks standar dapat sangat membantu diagnosis defek septum atrium. Pada

pasien dengan defek septum atrium dengan pirau yang bermakna, foto thoraks AP

menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang

menonjol. Pada foto AP biasanya tampak jantung yang hanya sedikit membesar dan

vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau, seperti pada defek

septum ventrikel, vaskularisasi paru tampak meningkat bila Qp/ Qs > 2:1.

Elektrokardiografi

Gambaran EKG penting dalam membantu diagnosis defek septum sekundum.

Elektroardiogram menunjukkan pola RBBB pada 95% kasus defek septum sekundum,

yang menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel kanan. Pada defek septum atrium

deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) yang membedakannya dari defek

septum atrium primum yang menunjukkan deviasi sumbu (left axis deviation). Dapat juga

terjadi blok AV derajat 1 (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek

sekundum. Hipertrofi ventrikel kanan cukup sering ditemukan, akan tetapi pembesaran

atrium kanan jarang tampak.

Ekokardiografi

Dengan menggunakan ekokardiografi trans torakal (ETT) dan Doppler berwarna

dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan,

keterlibatan katup mitral misalnya prolaps yang memang sering terjadi pada DSA.

Ekokardiografi trans esophageal (ETE) sangat bermanfaat bila,dengan cara ini

dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi, sehingga dapat membantu dalam

tindakan penutupan DSA perkutan, juga kelainan yang menyertai.

Kateterisasi jantung

Page 6: Makalah ASD

Dengan tersedianya alat ekokardiografi dan doppler, terdapat 2 hal penting dalam

diagnosis dan penatalaksanaan defek septum atrium. Pertama, lebih banyak pasien dengan

defek septum sekundum yang diagnosisnya dapat ditegakkan pada masa bayi dan anak

kecil. Kedua, diagnosis anatomik dan fisiologis yang akurat dengan ekokardiografi dan

doppler memungkinkan kateterisasi jantung., kateterisasi hanya dilakukan apabila

terdapat keraguan akan adanya penyaki penyerta atau hipertensi pulmonal.

Apabila dilakukan pada kateterisasi jantung defek septum sekundum tanpa

komplikasi ditemukan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang normal atau

sedikit meningkat. Terdapat pula kenaikan saturasi oksigen di atrium kanan. Perlu dicari

kemugkinan terdapatnya kelainan lain misalnya stenosis pulmonal atau anomali parial

drainase vena pulmonalis.

6. Penatalaksanaan

Menutup DSA pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan yang serius

di kemudian hari.Pada beberapa anak, DSA dapat menutup spontan tanpa pengobatan.Jika

gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan.Jika lubangnya besar

atau terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup DSA. Pengobatan pencegahan

dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan

pencabutan gigi untuk mengurangi risiko terjadinya endokarditis infektif.10,11

Pada DSA dengan rasio left to right shunt lebih besar dari 2:1 perlu dilakukan

tindakan operasi untuk mengkoreksi keadaan tersebut. Ada 2 jenis tindakan operasi yang

digunakan untuk melakukan koreksi pada DSA ini, yaitu:10

Bedah jantung terbuka

Amplatzer septal occlude (ASO)

ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang sendiri (self

expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075 inci yang teranyam kuat

menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3-4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan

dakron terbuat dari benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga

lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna. Tindakan

pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American Food and Drug

Administration (FDA) pada bulan Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai

dilakukan pada tahun 2002.

Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :

1. DSA sekundum

Page 7: Makalah ASD

2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm

3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada

ventrikel kanan

4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan

5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi bedah

6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri

7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery Resistance

Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit

8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.

Pada dewasa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluhan, umur, ukuran

dan anatomi defek, adanya kelainan yang menyertai, tekanan arteri pulmonal serta resistensi

vascular paru. Indikasi penutupan DSA:1

Pembesaran jantung foto toraks, dilatasi ventrikel kanan,kenaikan arteri pulmonalis 50%

atau kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan.

Adanya riwayat iskemik transient atau stroke pada DSA atau foramen ovale persisten.

Page 8: Makalah ASD

7. Komplikasi

Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek adalah

pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan, aritmia, dan

kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru obstruktif. Sindroma eisenmenger

adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial atau total pada pasien dengan defek septum akibat

perubahan vaskular paru. Pada defek septum yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan,

peningkatan alirah darah ke paru menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah

paru. Hal ini menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau berbalik arah

menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis, dyspnea, lelah dan disritmia.

Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal jantung, nyeri dada, sinkop dan hemoptisis.

Beberapa komplikasi menyertai tindakan penutupan defek septum, baik trans-kateter

atau melalui pembedahan. Komplikasi mayor, yaitu komplikasi yang perlu penanganan

segera antara lain kematian, dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa,

memerlukan intervensi bedah, dan lesi fungsional atau anatomi yang permanen akibat

tindakan kateterisasi. Komplikasi yang dapat timbul dari tindakan pembedahan antara lain

aritmia atrial, blok jantung. Komplikasi lain yang berhubungan dengan alat-alat oklusi

transkateter adalah embolisasi yang kadang memerlukan pembedahan ulang, aritmia,

trombus. Komplikasi yang jarang terjadi adalah efusi perikardial, transient ischemic

attack,dansudden death.10

7. Prognosis

Secara umum, prognosis defek septum sekundum pada masa anak-anak dapat

dikatakan baik.Pada sebagian besar kasus meskipun tidak dioperasi pasien dapat melakukan

aktivitasnya dengan normal ataupun hampir normal. Masalah akan timbul pada dekade ke-2

hingga ke-3. Hipertensi pulmonal dapat terjadi dalam kurun waktu tersebut. DSA meskipun

tidak membahayakan tapi perlu mendapatkan perhatian khusus karena selama puluhan tahun

tidak menunjukkan keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu sangat pendek terutama

dengan timbulnya hipertensi pulmonal akan mengarah dalam suatu keadaan klinis yang berat.

Timbulnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang berat.10

Page 9: Makalah ASD

Setelah penutupan DSA pada waktu anak-anak, ukuran jantung akan kembali pada ukuran normal pada waktu 4-6 bulan. Setelah dilakukan penutupan, tidak ada permasalahan yang timbul dengan aktivitas fisik dan tidak ada batasan apapun dalam aktivitas. Yang harus dilakukan adalah melakukan perawatan secara berkala dengan seorang ahli kardiologi yang telah merawatnya.10 Prognosis penutupan DSA akan sangat baik dibanding dengan pengobatan medikamentosa. Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan terjadinya aritmia atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan irama.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Bernstein D. Congenital heart disease. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,

Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:

Saunders Elsevier; 2007. h. 1878-81.

2. 2. Soeroso S, Sastrosoebroto H. Penyakit jantung bawaan non-sianotik. Dalam:

Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 1994. h. 203-13.

Page 10: Makalah ASD

3. Ghanie A. Penyakit jantung congenital pada dewasa. In: Sudoyo AW dkk (ed). Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta: BP FKUI, 2007. 1641-8.

4. Gessner IH. Atrial septal defect, ostium secundum. 10 November 2008.

http://medscape.com [diakses tanggal: 22 Juni 2013].

5. Friedman WF, Child JS. Congenital heart disease in the adult. In: Harrison’s

principles of internal medicine. 2001. New York: McGraw-Hill.

6. Gatzoulis MA, Swan L, Therrien J, Pantely GA. Adult congenital heart disease: a

practical guide. 2005. Oxford: Blackwell publishing ltd.

7. Popelova J, Oechslin E, Kaemmerer H, Sutton M. Congenital heart disease in adults.

2008. United kingdom:informa healthcare.

8. Hasan R, Alatas H (ed). Penyakit jantung bawaan. In: Buku ajar ilmu kesehatan anak.

Jilid II. Jakarta : BP. FKUI. 2007. 705-18.

9. Atrial septal defect. http://kidshealth.org/parent/medical/heart/asd.html [diakses

tanggal 22 Juni 2013]

10. Rigatelli G, Cardaioli P, Hijazi ZM. Contemporary clinical management of atrial

septal defects in theadult. 12 Desember 2007. http://medscape.com [diakses tanggal

22 Juni2013].

11. Himpunan bedah toraks kardiovaskular Indonesia. Atrial septal defect. 31 Desember

2009. http://www.bedahktv.com/index.php?/e-Education/Jantung-Anak/Atrial-Septal-

Defect.html [diakses tanggal 22 Juni 2013].

12. Nasution AH. Anastesi pada atrial septal defect (ASD). 22 Mei 2009.

http://anestesi.usu.ac.id/sari-pustaka/16-anestesi-pada-atrial-septal-defect-asd-oleh-dr-

akhyar-h-nasution-span.html [diakses tanggal 23 Juni 2013].