laporan kasus-asd - nori

34
BAB I PENDAHULUAN Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, ditandai dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 0,5-0,8% bayi lahir hidup. Etiologi sebagian besar PJB masih belum jelas, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan. Secara garis besar, PJB dapat dibagi menjadi dua, yaitu PJB sianotik dan PJB non-sianotik. Pada PJB non- sianotik, kelainan yang paling sering terjadi adalah kelainan yang menimbulkan beban volume berlebih dan pirau kiri ke kanan, salah satunya adalah defek septum atrium.1 Defek septum atrium (DSA) adalah defek pada sekat jantung yang memisahkan atrium kiri dan kanan, sehingga terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium kanan dengan peningkatan beban volume di atrium dan ventrikel kanan. Defek septum atrium terdiri dari DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Defek septum atrium merupakan bentuk PJB terbanyak kedua setelah defek septum ventrikel dengan prevalensi sekitar 7- 10%, dan 80% di antaranya merupakan DSA sekundum.2,3 Prevalensi defek septum atrium pada remaja lebih tinggi dibanding pada masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar pasien asimtomatik sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah anak besar atau remaja. 1

Upload: wiraoktavia

Post on 08-Apr-2016

808 views

Category:

Documents


55 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus-ASD - Nori

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, ditandai

dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang terjadi akibat gangguan atau

kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung

bawaan terjadi pada 0,5-0,8% bayi lahir hidup. Etiologi sebagian besar PJB masih belum jelas,

namun dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan. Secara

garis besar, PJB dapat dibagi menjadi dua, yaitu PJB sianotik dan PJB non-sianotik. Pada PJB

non-sianotik, kelainan yang paling sering terjadi adalah kelainan yang menimbulkan beban

volume berlebih dan pirau kiri ke kanan, salah satunya adalah defek septum atrium.1

Defek septum atrium (DSA) adalah defek pada sekat jantung yang memisahkan atrium

kiri dan kanan, sehingga terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium kanan dengan peningkatan beban

volume di atrium dan ventrikel kanan. Defek septum atrium terdiri dari DSA primum, sekundum,

tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Defek septum atrium merupakan bentuk PJB

terbanyak kedua setelah defek septum ventrikel dengan prevalensi sekitar 7-10%, dan 80% di

antaranya merupakan DSA sekundum.2,3 Prevalensi defek septum atrium pada remaja lebih

tinggi dibanding pada masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar pasien asimtomatik

sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah anak besar atau remaja.

BAB II1

Page 2: Laporan Kasus-ASD - Nori

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Defek Septum Atrium (DSA) merupakan keadaan dimana terjadi defek pada

bagian septum antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan

kanan.Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium,

tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal.1

Secara anatomis DSA dibagi menjadi DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus,

dan tipe sinus koronarius. Pada DSA primum terdapat defek pada bagian bawah septum

atrium, yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada DSA primum sering pula terdapat

celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan tersebut menyebabkan pirau dari atrium kiri ke

kanan dan arus sistolik dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral

(regurgitasi mitral). Pada tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena kava

superior atau inferior dan sering disertai dengan anomali parsial drainase vena pulmonalis,

yaitu sebagian vena pulmonalis kanan bermuara ke dalam atrium kanan. Pada tipe sinus

koronarius defek septum terletak di muara sinus koronarius. Pirau pada DSA sinus koronarius

terjadi dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian ke atrium kanan. Pada kelainan ini

dapat ditemukan sinus koronarius yang membesar.2,3

is

Gambar 1. Anatomi jantung normal (A) dan jantung dengan ASD (B)

Pada DSA sekundum terdapat lubang patologis pada fosa ovalis. Defek septum

atrium sekundum dapat tunggal atau multipel (fenestrated atrial septum). Defek yang lebar

dapat meluas ke inferior sampai pada vena kava inferior dan ostium sinus koronarius,

ataupun dapat meluas ke superior sampai pada vena kava superior.2,3

2

Page 3: Laporan Kasus-ASD - Nori

2. Etiologi

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit jantung kongenital banyak

disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik dengan faktor lingkungan

(paparan terhadap zat teratogen).  Abnormalitas genetik dapat disebabkan oleh mutasi gen

tunggal (single gene mutation) dan kelainan kromosomal (delesi, trisomi, monosomi).

Kelainan kromosomal yang sering menyebabkan DSA diantaranya sindrom Turner (45X),

sindrom Down (trisomi 21), serta sindrom Miller Dieker (delesi 17p). Namun demikian perlu

diingat bahwa banyak kelainan kromosomal lainnya yang dapat menyebabkan penyakit

jantung kongenital, meskipun tidak spesifik menyebabkan kelainan tertentu.

Kelainan jantung pada sindrom Down merupakan kelainan yang paling jelas

mekanismenya karena melibatkan anomali struktur yang berasal dari bantalan

endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung). Teratogen merupakan

faktor lingkungan yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit jantung kongenital,

termasuk di antaranya DSA. Telah diketahui bahwa pajanan terhadap infeksi rubella

kongenital, diabetes gestasional, alkohol, thalidomide, asam retinoat dapat menyebabkan

terjadinya penyakit jantung kongenital pada anak.5,6

3. Klasifikasi

DSA dapat digolongan menjadi empatgolongan,yakni:1

a. Defek septum atrium sekundummerupakan tipe yang tersering (80%).

Pada defek septum atrium sekundum terdapat lubang patologis di tempat fossa

ovalis. Defek dapat berukuran kecil sampai sangat besar sehingga mencakup sampai

sebagian besar septum.Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium

kanan, dengan beban volume di atrium dan ventrikel kanan.

b. Defek s e p t u m a t r i u m p r i m u m merupakan jenis kedua terbanyak dari

defek septum atrium. Pada defek septum primum terdapat celah pada

bagian bawah septum atrium, yakni pada septum atrium primum.

Disamping itu, sering pula terdapat celah pada daun katup mitral.

c. Defek sinus venosusterletak didekat muara vena kava superior atau

vena kava inferior dan seringkali disertai dengan anomali parsial

drainase vena pulmonalis, yakni sebagian vena pulmonalis bermuara ke

dalam atrium kanan.

3

Page 4: Laporan Kasus-ASD - Nori

d. Defek disinus koronarius defek terdapat di muara sinus koronarius. Pirau dari

kiri ke kanan yang terjadi adalah dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru

kemudian ke atrium kanan.

4. Patofisiologi

Penyebab dari penyakit jantung kongentinal DSA ini belum dapat dipastikan,

banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi teratogen yang tidak diketahui dalam

trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.Dimana struktur

kardiovaskuler terbentuk.Adanya defek septum atrium akan membuat darah dari atrium

kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena

perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium

kiri 6 mmHg sedangkan pada atrium kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan

penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium

kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali

dari darah yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel

kanan dan arteri pulmonalis, maka akan terjadi kenaikan tekanan, sehingga tahanan katup

arteri pulmonalis meningkat dan terjadi perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat

adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising sistolik pada ASD

merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal). Pada valvula trikuspidalis juga

ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis

sehingga terdengar bising diastolik.7,8

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,

lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis dan akibatnya akan

terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Arah shunt pun bisa berubah

menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah

yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.9,10

Derajat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan tergantung pada besarnya defek,

komplians relatif ventrikel kanan dan resistensi relatif vaskular pulmonal. Pada defek

yang besar, sejumlah darah yang teroksigenasi (dari vena pulmonal) mengalir dari atrium

kiri ke atrium kanan, menambah jumlah darah vena yang masuk ke atrium kanan (venous

return). Total darah tersebut kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru. Aliran

darah balik dari paru ke atrium kiri akan terbagi menjadi dua, yaitu ke atrium kanan

4

Page 5: Laporan Kasus-ASD - Nori

melalui defek dan ke ventrikel kiri. Pada defek yang besar, rasio aliran darah pulmonal

dibandingkan sistemik (Qp/Qs) dapat berkisar antara 2:1 sampai 4:1.3

Gejala asimtomatis pada bayi dengan DSA terkait dengan resistensi paru yang

masih tinggi dan struktur ventrikel kanan pada masa awal kehidupan, yaitu dinding otot

ventrikel kanan yang masih tebal dan komplians yang kurang, sehingga membatasi pirau

kiri ke kanan. Seiring dengan bertambahnya usia, resistensi vaskular pulmonal berkurang,

dinding ventrikel kanan menipis dan kejadian pirau kiri ke kanan melalui DSA

meningkat. Peningkatan aliran darah ke jantung sisi kanan akan menyebabkan

pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis. Resistensi

vaskular pulmonal tetap rendah sepanjang masa anak-anak, meskipun dapat mulai

meningkat saat dewasa dan menyebabkan pirau yang berlawanan dan terjadi sianosis.3

5. Diagnosis

Defek Septum Atrium sekundum lebih sering terjadi pada perempuan dengan

rasio 2:1 antara perempuan dan pria.Defek septum atrium (DSA) sering tidak terdeteksi

sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak memberikan gambaran

diagnosis fisik yang khas. Walaupun angka kekerapan hidup tidak seperti normal, cukup

banyak yang bertahan hidup sampai usia lanjut.1

a. Gejala klinis

Penderita DSA sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:10,11

Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)

Sering mengalami infeksi saluran pernapasan

Dispneu (kesulitan dalam bernapas)

Sesak napas ketika melakukan aktivitas

Dispneu d’effort dan atau kelelahan ringan adalah gejala awal yang paling

sering ditemui.Pada bayi kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-

tanda gagal jantungkongestif yang mengarah pada defek atrium yang

tersembunyi.1,10,11Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik:

Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada

Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang abnormal. Dapat

terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis.

5

Page 6: Laporan Kasus-ASD - Nori

Tanda-tanda gagal jantung

Jika shunt-nya besar,murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran darah

yang mengalir melalui katup trikuspidalis.

Pada pemeriksaan DSA terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini

adalah khas pada patologis DSA dimana defek jantung yang tipe lain tidak menyebabkan

suara splitting pada S2 yang menetap. Sianosis jarang ditemukan, kecuali bila defek

besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan vaskular paru, stenosis

pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein.1,10

b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk DSA ini dapat dilakukan dengan beberapa cara,antara

lain:1,10,11

Foto Thoraks

Foto thoraks standar dapat sangat membantu diagnosis defek septum atrium. Pada

pasien dengan defek septum atrium dengan pirau yang bermakna, foto thoraks AP

menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang

menonjol. Pada foto AP biasanya tampak jantung yang hanya sedikit membesar dan

vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau, seperti pada defek

septum ventrikel, vaskularisasi paru tampak meningkat bila Qp/ Qs > 2:1.

Elektrokardiografi

Gambaran EKG penting dalam membantu diagnosis defek septum sekundum.

Elektroardiogram menunjukkan pola RBBB pada 95% kasus defek septum sekundum,

yang menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel kanan. Pada defek septum atrium

deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) yang membedakannya dari defek

septum atrium primum yang menunjukkan deviasi sumbu (left axis deviation). Dapat juga

terjadi blok AV derajat 1 (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek

sekundum. Hipertrofi ventrikel kanan cukup sering ditemukan, akan tetapi pembesaran

atrium kanan jarang tampak.

Ekokardiografi

Dengan menggunakan ekokardiografi trans torakal (ETT) dan Doppler berwarna

dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan,

keterlibatan katup mitral misalnya prolaps yang memang sering terjadi pada DSA.

6

Page 7: Laporan Kasus-ASD - Nori

Ekokardiografi trans esophageal (ETE) sangat bermanfaat bila,dengan cara ini

dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi, sehingga dapat membantu dalam

tindakan penutupan DSA perkutan, juga kelainan yang menyertai.

Kateterisasi jantung

Dengan tersedianya alat ekokardiografi dan doppler, terdapat 2 hal penting dalam

diagnosis dan penatalaksanaan defek septum atrium. Pertama, lebih banyak pasien dengan

defek septum sekundum yang diagnosisnya dapat ditegakkan pada masa bayi dan anak

kecil. Kedua, diagnosis anatomik dan fisiologis yang akurat dengan ekokardiografi dan

doppler memungkinkan kateterisasi jantung., kateterisasi hanya dilakukan apabila

terdapat keraguan akan adanya penyaki penyerta atau hipertensi pulmonal.

Apabila dilakukan pada kateterisasi jantung defek septum sekundum tanpa

komplikasi ditemukan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang normal atau

sedikit meningkat. Terdapat pula kenaikan saturasi oksigen di atrium kanan. Perlu dicari

kemugkinan terdapatnya kelainan lain misalnya stenosis pulmonal atau anomali parial

drainase vena pulmonalis.

6. Penatalaksanaan

Menutup DSA pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan yang serius

di kemudian hari.Pada beberapa anak, DSA dapat menutup spontan tanpa pengobatan.Jika

gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan.Jika lubangnya besar

atau terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup DSA. Pengobatan pencegahan

dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan

pencabutan gigi untuk mengurangi risiko terjadinya endokarditis infektif.10,11

Pada DSA dengan rasio left to right shunt lebih besar dari 2:1 perlu dilakukan

tindakan operasi untuk mengkoreksi keadaan tersebut. Ada 2 jenis tindakan operasi yang

digunakan untuk melakukan koreksi pada DSA ini, yaitu:10

Bedah jantung terbuka

Amplatzer septal occlude (ASO)

ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang sendiri (self

expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075 inci yang teranyam kuat

menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3-4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan

dakron terbuat dari benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga

7

Page 8: Laporan Kasus-ASD - Nori

lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna. Tindakan

pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American Food and Drug

Administration (FDA) pada bulan Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai

dilakukan pada tahun 2002.

Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :

1. DSA sekundum

2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm

3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada

ventrikel kanan

4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan

5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi bedah

6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri

7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery Resistance

Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit

8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.

Pada dewasa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluhan, umur, ukuran

dan anatomi defek, adanya kelainan yang menyertai, tekanan arteri pulmonal serta resistensi

vascular paru. Indikasi penutupan DSA:1

Pembesaran jantung foto toraks, dilatasi ventrikel kanan,kenaikan arteri pulmonalis 50%

atau kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan.

Adanya riwayat iskemik transient atau stroke pada DSA atau foramen ovale persisten.

8

Page 9: Laporan Kasus-ASD - Nori

7. Komplikasi

Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek adalah

pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan, aritmia, dan

kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru obstruktif. Sindroma eisenmenger

adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial atau total pada pasien dengan defek septum akibat

perubahan vaskular paru. Pada defek septum yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan,

peningkatan alirah darah ke paru menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah

paru. Hal ini menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau berbalik arah

menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis, dyspnea, lelah dan disritmia.

Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal jantung, nyeri dada, sinkop dan hemoptisis.

Beberapa komplikasi menyertai tindakan penutupan defek septum, baik trans-kateter

atau melalui pembedahan. Komplikasi mayor, yaitu komplikasi yang perlu penanganan

segera antara lain kematian, dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa,

memerlukan intervensi bedah, dan lesi fungsional atau anatomi yang permanen akibat

tindakan kateterisasi. Komplikasi yang dapat timbul dari tindakan pembedahan antara lain

aritmia atrial, blok jantung. Komplikasi lain yang berhubungan dengan alat-alat oklusi

transkateter adalah embolisasi yang kadang memerlukan pembedahan ulang, aritmia,

trombus. Komplikasi yang jarang terjadi adalah efusi perikardial, transient ischemic

attack,dansudden death.10

7. Prognosis

Secara umum, prognosis defek septum sekundum pada masa anak-anak dapat

dikatakan baik.Pada sebagian besar kasus meskipun tidak dioperasi pasien dapat melakukan

aktivitasnya dengan normal ataupun hampir normal. Masalah akan timbul pada dekade ke-2

9

Page 10: Laporan Kasus-ASD - Nori

hingga ke-3. Hipertensi pulmonal dapat terjadi dalam kurun waktu tersebut. DSA meskipun

tidak membahayakan tapi perlu mendapatkan perhatian khusus karena selama puluhan tahun

tidak menunjukkan keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu sangat pendek terutama

dengan timbulnya hipertensi pulmonal akan mengarah dalam suatu keadaan klinis yang berat.

Timbulnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang berat.10

Setelah penutupan DSA pada waktu anak-anak, ukuran jantung akan kembali pada

ukuran normal pada waktu 4-6 bulan. Setelah dilakukan penutupan, tidak ada permasalahan

yang timbul dengan aktivitas fisik dan tidak ada batasan apapun dalam aktivitas. Yang harus

dilakukan adalah melakukan perawatan secara berkaladengan seorang ahli kardiologi yang

telah merawatnya.10 Prognosis penutupan DSA akan sangat baik dibanding dengan

pengobatan medikamentosa. Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan

terjadinya aritmia atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan irama.1

BAB III

LAPORAN KASUS BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

Nama pasien : An. S

Umur : 11 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Palas, Pangkalan Kuras Pelalawan

Pekerjaan : Pelajar

10

Page 11: Laporan Kasus-ASD - Nori

MRS : 18 November 2013

Tanggal pemeriksaan : 26 November 2013

ANAMNESIS: Autoanamnesa dan alloanamnesa (anak dan ibu pasien)

Keluhan utama :

Sesak napas yang semakin memberat sejak 3hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang :

2 minggu SMRS, pasien merasakan sesak. Sesak dirasakan ketika pasien melakukan

aktivitas.Sesak berkurang ketika beristirahat, timbulnya sesak tidak diakibatkan oleh

debu, cuaca ataupun makanan.Pasien juga mengeluhkan dadanya berdebar-debar saat

sesak. Dada berdebar-debar tidak berkurang dengan istirahat. Tidak ada nyeri dada

yang dirasakan saat sesak, selain itu pasien juga merasa sering merasa capek dengan

aktivitas yang tidak teralu berat. Pasien merasakan sangat lemah. Menurut keterangan

ibu pasien, sesak ini adalah yang pertama kali terjadi sejak pasien lahir. Selanjutnya

pasien berobat ke praktek dokter umum, namun keluhan tidak berkurang.

3 hari SMRS pasien merasakan sesak yang semakin memberat, berdebar-debar saat

sesak dan merasakan sangat lemah serta merasa capek dengan aktivitas yang tidak

teralu berat. Pasien juga merasakan nyeri dibagian ulu hati. Batuk (+),menurut ibu

pasien batuk lebih sering dirasakan pada malam hari, demam (+),demam hilang timbul,

berkurang dengan obat penurun demam, mual muntah (-).Kemudian pasien dibawa ke

praktek dokter umum yang ada di Sorek, namun karna sesak dan dada yang berdebar

debar tidak juga berkurang, sehingga pasien langsung di rujuk ke RSUD AA. Saat tiba

di RSUD AA, pasien langsung dirawat di Ruang Anak selama beberapa hari.Kemudian

setelah beberapa hari dirawat di bagian Anak, pasien di pindahkan ke ruang perawatan

Jantung.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien tidak pernah mengetahui riwayat penyakit jantung sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga

11

Page 12: Laporan Kasus-ASD - Nori

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama

Tidak ada keluarga pasien yang menderita kelainan jantung bawaan

Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dan sosial ekonomi

Pasien sehari hari adalah seorang pelajar

Termasuk ke dalam kelompok sosial ekonomi menengah

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran: Komposmentis

Tanda-tanda vital

TD : tidak dilakukan

HR : 98x/menit

RR : 37x/menit

T : 37,50C

Keadaan gizi : BB = 18 kg, TB = 100 cm, IMT = 18 kg/m2berat badan kurang

Pemeriksaan khusus:

Kulit dan wajah : tidak sembab

Mata kiri dan kanan

Mata tidak cekung

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Pupil : bulat, isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya +/+

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Lidah : sianosis (-), tidak kotor, faring tidak anemis, tonsil T1-T1

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB, peningkatan JVP (-)

Thoraks:

Paru-paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.

Perkusi : Sonor

Palpasi : Vokal fremitus kanan=kiri

12

Page 13: Laporan Kasus-ASD - Nori

Auskultasi: Suara napas vesikular memanjang, rhonki basal (+), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada SIK V linea mid clavicula sinistra

Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIK V linea mid clavicula sinistra, thrill (+)

Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra SIK II - IV

Batas jantung kiri 1 jari lateral linea mid clavicula sinistra SIK V

Pinggang jantung linea parasternalis sinistra SIK II

Auskultasi: BJ 1 normal, BJ 2 meningkat di daerah pulmonal, bising sistolik (+)

terutama di linea parasternalis sinistra SIK II, murmur (+)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar, pelebaran vena (-)

Auskultasi: Bising usus (+), frekuensi 5x/menit

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+) pada bagian epigastrium, supel, hepar tidak teraba,

splenomegali (-)

Ekstremitas : Clubbing finger (-), oedem (–),akral hangat, CRT< 2 detik,

Kulit : sianosis (-)

Pemeriksaan laboratorium

Tanggal : 19/11/2013

Darah rutin

Hb :13,3 mg/dL

Ht : 37,2 %

13

Page 14: Laporan Kasus-ASD - Nori

Leukosit :11.400/µL

RBC :4.530.000/µL

Trombosit :216.000/µL

Kimia darah

Glukosa : 118 mg/dL

AST1 : 33 U/L

ALT1 : 13 U/L

Ureum : 50 mg/dL

Creatinin : 0,6 mg/dL

BUN : 23,4 mg/Dl

Foto thoraks

14

Page 15: Laporan Kasus-ASD - Nori

Bacaan :

Cor : Kardiomegali (CTR = 73%)

Paru : Corakan vaskuler meningkat, sudut kostofrenikus tajam

Elektrokardiogram

15

Page 16: Laporan Kasus-ASD - Nori

EKG :

- Sinus rhytm

- HR : 100x/ menit

- Axis : RAD

- Gelombang P pulmonal (+)

- Gelombang R di V1 dominan

- Gelombang S (+) di V6

- Gelombang T inversi di V1,V2,V3,V5,V6

Kesan :Dilatasi atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan

Ekokardiografi 16

Page 17: Laporan Kasus-ASD - Nori

- RA dan RV dilatasi

- Aorta dan trikuspid, Arteri pulmonalis dilatasi

- Septum interatrial terdapat gap besar, flow L R shunt

- Septum interventrikel tidak ada gap

- Ejeksi Fraksi : 64%

Kesan : ASD II dengan Left right shunt, pulmonal regurgitasi

Resume :

Pasien wanita usia10 tahun datang ke RSUD Arifin Achmad dengan keluhan utama sesak

napas yang semakin memberat sejak 3hari SMRS. Sesak nafas memberat saat beraktivitas

dan berkurang saat istirahat. Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas, jantung

berdebar-debar, badan lemah, batuk (+) terutama malam hari, demam (+) hilang timbul.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, frekuensi pernafasan meningkat ( 37 kali/ menit) ,

dari inspeksi terlihat iktus kordis pada SIK 5, pada palpasi didapatkan iktus kordis teraba

pada SIK 5 dan teraba thrill (+), perkusi : batas jantung kanan 1 jari lateral LMCS,

auskultasi ditemukan BJ 1 normal, BJ 2 meningkat di daerah pulmonal, bising sistolik (+)

terutama di linea parasternalis sinistra SIK II, murmur (+). Hasil pemeriksaan

Laboratorium ditemukan adanya sedikit peningkatan leukosit 11.400/µL, hasil rontgen

thorax, jantung: kardiomegali, paru : corakan vaskuler paru meningkat, sudut kosto 17

Page 18: Laporan Kasus-ASD - Nori

frenikus tajam. Hasil pemeriksaan elektrokardiogram kesan : dilatasi atrium kanan dan

hipertrofi ventrikel kanan. Dari hasil ekokardiografi didapatkan kesan RA dan RV

dilatasi, ASD II + Pulmonary Hypertension (PH) dengan EF = 67%.

Daftar masalah :

- Sesak nafas

- Jantung berdebar debar

- Batuk + demam

DiagnosisKerja : ASD II + Hipertensi Pulmonal

Penatalaksanaan :

Nonfarmakologis :

Bed rest

Farmakologis :

IVFD RL 20 tpm

O2 3L/menit

Captopril 2 x 6,25 mg

Furosemid 1 x ½ tab

Spironolacton 25 mg 1x ½

DMP syr 3 x cth I

Bisoprolol 1 x ¼

Follow up

Tanggal S O A P

27/11/2013 Sesak nafas

berkurang

Nyeri dada

(-)

Jantung

berdebar

debar (+)

Batuk (+)

T: 110/70 mmHg

N: 85x/menit

S: 36,5 C

P: 24 x/menit

ASD II

+ PH

IVFD RL 20 tpm

O2 3L/menit

IVFD RL 12 tpm

O2 3L/menit

Captopril 2 x 6,25 mg

Furosemid 1 x ½ tab

Spironolacton 25 mg 1x

½

DMP syr 3 x cth I

18

Page 19: Laporan Kasus-ASD - Nori

Bisoprolol 1 x ¼

28/11/2013 Sesak napas

berkurang

Jantung

berdebar-

debar (+)

Batuk (+)

T: 86/70 mmHg

N: 85x/menit

S: 36,5 C

P: 22 x/menit

ASD II

+ PH

IVFD RL 20 tpm

O2 3L/menit

Captopril 2 x 6,25 mg

Furosemid 1 x ½ tab

Spironolacton 25 mg 1x

½

DMP syr 3 x cth I

Bisoprolol 1 x ¼

29/11/2013 Sesak nafas

berkurang

Demam (+)

Jantung

berdebar

debar (+)

Batuk (+)

T: 110/70 mmHg

N: 90x/menit

S: 38,5 C

P: 24 x/menit

ASD II

+ HP +

obs

febris

IVFD RL 20 tpm

O2 3L/menit

Captopril 2 x 6,25 mg

Furosemid 1 x ½ tab

Spironolacton 25 mg 1x

½

DMP syr 3 x cth I

Bisoprolol 1 x ¼

Paracetamol 3x250 mg

30/11/2013 Sesak napas

berkurang

Demam (-)

Jantung

berdebar-

debar

berkurang

Batuk

berkurang

T: 110/70 mmHg

N: 88x/menit

S: 37,5 C

P: 22 x/menit

ASD II

+ PH

IVFD RL 20 tpm

O2 3L/menit

Captopril 2 x 6,25 mg

Furosemid 1 x ½ tab

Spironolacton 25 mg 1x

½

DMP syr 3 x cth I

Bisoprolol 1 x ¼

PEMBAHASAN

19

Page 20: Laporan Kasus-ASD - Nori

Pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak disertai jantung yang

berdebar-debar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan berbagai

pemeriksaan penunjang, makapada pasien ini di diagnosismenderita kelainan jantung

kongenital yakni berupa defek septum atrium tipe sekundum yang telah terdapat hipertensi

pulmonal.Pasien tidak pernah mengeluhkan penyakit jantung sebelumnya. Hal ini sesuai

dengan kepustakaan bahwa pasien dengan defek septum atrium (DSA) sering tidak terdeteksi

sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak memberikan gambaran diagnosis

fisik yang khas.5

Keluhan pada defek septum atrium biasanya timbul pada dekade ke-2 atau ke-3

kehidupan. Gejala yang timbul adalah sesak napas ketika beraktivitas dan atau berdebar-

debar. Munculnya gejala ini berhubungan dengan peningkatan shunt dari kiri ke kanan. Pada

pasien keluhan sesak yang timbul terjadi akibat adanya shunt dari atrium kiri ke atrium

kanan. Seseorang dengan DSA memiliki septum (dinding) yang terbuka di antara atrium.

Sebagai hasilnya, darah yang teroksidasi dari atrium kiri akanmengalir melalui lubang pada

septum ke dalam atrium kanan, sehingga terjadi percampuran dengan darah rendah oksigen

dan terjadi peningkatan jumlah total darah yang mengalir menuju paru-paru. Akibatnya

adalah terjadi kelebihan volume darah pada jantung kanan yang pada akhirnya menyebabkan

pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis.Hal ini dapat dilihat

dari hasil pada foto thoraks yaitu ditemukan adanya kardiomegali, dari hasil EKG didapatkan

kesan adanya dilatasi atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Sedangkan dari hasil

ekokardiografi didapatkan kesan berupa ASD dengan Left right shunt+ pulmonal

regurgitasi. Hasil pemeriksaan pada pasien ini sesuai dengan beberapa literatur yang ada.1,2

Defek septum atrium tipe sekundum adalah tipe yang paling banyak ditemukan,

terjadi pada 1 dalam 1500 kelahiran hidup, dengan 65-75% wanita. Pemeriksaan

ekokardiografi dapat membantu menentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium

dan ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral, misalnya prolaps yang sering terjadi pada

DSA.Pada pasien ini didapatkan lokasi defek yaitu pada daerah sekundum dengan arah left

right shunt.

Pada pasien ini sudah terjadi komplikasi berupa peningkatan tekanan pada

vaskularisasi paru atau yang dikenal hipertensi pulmonal akibat kelebihan volume darah pada

arteri pulmonal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa hipertensi pulmonal seringkali

20

Page 21: Laporan Kasus-ASD - Nori

baru terjadi pada dekade ke-2 atau ke-3 oleh karena faktor compliance dari jantung kanan dan

arteri pulmonal yang besar.

Penatalaksanaan pada ASD dengan hipertensi pulmonal terdiri dari pengobatan secara

suportif dan definitif. Pengobatan definitif yaitu berupa tindakan pembedahan dan

pemasangan ASO (Amplatzer Septal Occluder). Sedangkan pengobatan suportif bertujuan

untuk mencegah progresiftas komplikasi dari penyakit. Pada pasien, terapi medikamentosa

yang telah dilakukan yaitu pemberian captopril, furosemid, spironolacton, dan bisoprolol.

Captopril merupakan obat golongan ACE inhibitor yang telah terbukti dapat mengurangi

mortalitas dan morbiditas pada semua pasien gagal jantung. ACE inhibitor bekerja dengan

mengurangi pembentukan Angiotensin II pada reseptor AT1 maupun AT2 sehingga efektif

dalam menurunkan preload jantung dan akan menghambat progresi remodelling jantung.

Pemberian furosemid yang merupakan obat utama untuk mengatasi kelebihan (overload)

cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. Pada pasien, sesak yang

terjadi kemungkinan disebabkan oleh adanya kongesti paru akibat meningkatnya aliran darah

ke pulmonal yang melewati arteri pulmonal. Pemberian spironolakton bertujuan mengurangi

efek samping dari furosemid yang berupa hipokalemia, serta menurunkan preload dan

progresi remodelling jantung sehingga dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas akibat

gagal jantung. Sedangkan pemberian bisoprolol yang merupakan golongan β-blockerpada

gagal jantung bertujuan untuk mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi

sel-sel automatik jantung dan memiliki efek antiaritmia, sehingga mengurangi resiko

terjadinya aritmia jantung.β-blockerjuga menghambat pelepasan renin sehingga menghambat

aktivasi sistem RAA, akibatnya terjadi penurunan hipertrofi miokard, apoptosis, fibrosis dan

remodelling miokard. Sehingga progresi gagal jantung pada pasien ini dapat dihambat,

dengan demikian memburuknya kondisi klinik dapat dicegah.11

Seorang dewasa dengan DSA akan berkurang kelangsungan hidupnya jika penutupan

DSA dilakukan pada masa dewasa karena semakin tua usia saat di operasi maka angka

ketahanan hidupnya akan semakin menurun, hal ini berkaitan dengan sudah terjadinya

komplikasi.Komplikasi berat dari DSA yang belum dioperasi adalah gagal jantung kanan,

pneumonia berulang, hipertensi pulmonal, atrial flutter, atrial fibrilasi, paradoxical embolus,

dan stroke. Pada kasus ini penatalaksanaan awal bersifat medikamentosa dan belum

dilakukan tindakan bedah karena telah mengalami komplikasi berat yaitu hipertensi

pulmonal. Hipertensi pulmonal dapat meningkatkan risiko operasi dan memiliki prognosis

yang buruk.8

21

Page 22: Laporan Kasus-ASD - Nori

Selain itu dari kepustakaan juga menyebutkan bahwa penutupan DSA dilakukan

sesegera mungkin dengan alasan bahwa beban jantung kanan akan meningkat seiring dengan

pertambahan usia, lebih disarankan jika memungkinkan untuk menunggu hingga anak

sedikitnya berusia 5 tahun dan memiliki berat badan lebih dari 20 kg. Pada pasien ini BB

masih 18 kg dengan IMT dibawah normal, oleh karena itu lebih baik dilakukan pengobatan

secara suportif sampai kondisi anak benar benar stabil dan memungkinkan untuk dilakukan

penutupan dengan tindakan pembedahan, namun sebelumnya dilakukan terlebih dahulu TEE

(Transesophageal Echocardiography).11

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Laporan Kasus-ASD - Nori

1. Bernstein D. Congenital heart disease. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,

Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia:

Saunders Elsevier; 2007. h. 1878-81.

2. 2. Soeroso S, Sastrosoebroto H. Penyakit jantung bawaan non-sianotik. Dalam:

Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 1994. h. 203-13.

3. Ghanie A. Penyakit jantung congenital pada dewasa. In: Sudoyo AW dkk (ed). Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta: BP FKUI, 2007. 1641-8.

4. Gessner IH. Atrial septal defect, ostium secundum. 10 November 2008.

http://medscape.com [diakses tanggal: 22 Juni 2013].

5. Friedman WF, Child JS. Congenital heart disease in the adult. In: Harrison’s

principles of internal medicine. 2001. New York: McGraw-Hill.

6. Gatzoulis MA, Swan L, Therrien J, Pantely GA. Adult congenital heart disease: a

practical guide. 2005. Oxford: Blackwell publishing ltd.

7. Popelova J, Oechslin E, Kaemmerer H, Sutton M. Congenital heart disease in adults.

2008. United kingdom:informa healthcare.

8. Hasan R, Alatas H (ed). Penyakit jantung bawaan. In: Buku ajar ilmu kesehatan anak.

Jilid II. Jakarta : BP. FKUI. 2007. 705-18.

9. Atrial septal defect. http://kidshealth.org/parent/medical/heart/asd.html [diakses

tanggal 22 Juni 2013]

10. Rigatelli G, Cardaioli P, Hijazi ZM. Contemporary clinical management of atrial

septal defects in theadult. 12 Desember 2007. http://medscape.com [diakses tanggal

22 Juni2013].

11. Himpunan bedah toraks kardiovaskular Indonesia. Atrial septal defect. 31 Desember

2009. http://www.bedahktv.com/index.php?/e-Education/Jantung-Anak/Atrial-Septal-

Defect.html [diakses tanggal 22 Juni 2013].

12. Nasution AH. Anastesi pada atrial septal defect (ASD). 22 Mei 2009.

http://anestesi.usu.ac.id/sari-pustaka/16-anestesi-pada-atrial-septal-defect-asd-oleh-dr-

akhyar-h-nasution-span.html [diakses tanggal 23 Juni 2013].

23