revisi chf

62
A. Istilah-Istilah penting dalam Kardiovaskuler a. CHF NYHA IV CHF (Congestive Heart Failure) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat ke seluruh jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisinya. Istilah gagal jantung kongestif sering dipergunakan jika terjadi gagal jantung di sebelah kiri dan kanan. Tingkat berat penyakit ditentukan oleh klasifikasi dari New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi menurut NYHA : Kelas NYHA Sesak Napas I Tidak Ada II Pada Aktivitas Berat III Pada Aktivitas Sedang IV Saat Istirahat b. PND Paroxysmal noctural dyspnea (PND) adalah sesak napas yang terjadi tiba-tiba pada saat tengah malam setelah penderita tidur selama beberapa jam, biasanya terjadi pada penderita penyakit jantung. PND terjadi pada malam hari atau bila pasien terlentang. Posisi ini meningkatkan volume darah intratorakal, dan jantung yang lemah Page 1 of 62

Upload: rahayu-prasetyo

Post on 02-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: revisi chf

A. Istilah-Istilah penting dalam Kardiovaskuler

a. CHF NYHA IV

CHF (Congestive Heart Failure) atau gagal jantung kongestif adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat ke

seluruh jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan

nutrisinya. Istilah gagal jantung kongestif sering dipergunakan jika terjadi

gagal jantung di sebelah kiri dan kanan. Tingkat berat penyakit ditentukan

oleh klasifikasi dari New York Heart Association (NYHA).

Klasifikasi menurut NYHA :

Kelas NYHA Sesak Napas

I Tidak Ada

II Pada Aktivitas Berat

III Pada Aktivitas Sedang

IV Saat Istirahat

b. PND

Paroxysmal noctural dyspnea (PND) adalah sesak napas yang terjadi

tiba-tiba pada saat tengah malam setelah penderita tidur selama beberapa

jam, biasanya terjadi pada penderita penyakit jantung. PND terjadi pada

malam hari atau bila pasien terlentang. Posisi ini meningkatkan volume

darah intratorakal, dan jantung yang lemah mungkin tidak dapat

mengatasi peningkatan beban ini, sebagai akibatnya dapat timbul gagal

jantung kongestif. Pasien terbangun kira-kira 2 jam setelah tertidur, sangat

sesak dan sering kali batuk. Episode PND relatif spesifik untuk gagal

jantung kongestif. Gejala PND sering berkaitan dengan gejala ortopnea.

c. Ortophnea

Ortopnea adalah kesulitan bernapas apabila berbaring telentang.

Sesak napas akan berkurang bila penderita berada dalam posisi tegak.

Pasien ini tidur dengan tiga bantal atau setengah duduk.

Page 1 of 41

Page 2: revisi chf

d. Edema

Edema adalah akumulasi cairan yang berlebih dalam jaringan tubuh.

Edema berdasarkan tempat terakumulasinya cairan dibagi menjadi 2,

yaitu:

1) Edema intraselular (nonpitting edema)

Keadaan yang memungkinkan terjadinya edema adalah gangguan

proses metabolik jaringan dan tidak adanya nutrisi sel yang adekuat.

Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sel akibat aliran darah

yang berkurang akan mengakibatkan gangguan kerja pompa ion,

kelebihan elektrolit dalam sel akan meningkatkan tekanan osmotik di

dalam sel sehingga menyebabkan terjadinya pergerakan cairan dari

luar ke dalam sel.

2) Edema ekstraselular (pitting edema)

Pada dasarnya ada 2 jenis penyebab edema yang paling sering

dijumpai, yaitu kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang

interstisial dengan melintasi kapiler dan kegagalan limfatik untuk

mengembalikan cairan dari interstisial ke dalam darah. Berdasarkan

proses patofisiologi, edema dibagi berdasarkan penyebabnya:

1) Penurunan konsentrasi protein plasma, sebagai contoh terjadi

pada pasien gagal ginjal, penyakit hati, luka bakar dan malnutrisi.

2) Peningkatan permeabilitas dinding kapiler, sebagai contoh

kerusakan jaringan dan reaksi alergi.Peningkatan tekanan atrium

kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan menyebabkan

kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan sesak

napas, batuk, dan kadang hemoptisis.

3) Penyumbatan saluran limfe, sebagai contoh filiariasis.

Pada dasarnya, tubuh memiliki mekanisme kompensasi untuk

mengatasi edema. Ada 3 cara tubuh mengompensasi edema:

1) Komplians interstisial yang rendah ketika tekanan cairan

interstisial berada dalam batas tekanan negatif (3 mmHg).

Page 2 of 41

Page 3: revisi chf

2) Kemampuan aliran limfe untuk meningkatkan 10-50 kali lipat

(7mmHg)

3) Penurunan konsentrasi protein cairan interstisial yang akan

menurunkan tekanan osmotik (7 mmHg)

Rongga potensial yang dimiliki tubuh pada saat tidak mengalami

edema biasanya bertekanan negatif. Apabila keseimbangan terganggu

dapat terjadi akumulasi cairan yang disebut efusi. Sebagai contoh,

hidrostatik interstisial (-7 sampai -8 mmHg), rongga pleura (-3 sampai

-5 mmHg), rongga sendi (-3 sampai -5 mmHg) , rongga perikardium

(-5 sampai -6 mmHg).

Dalam keadaan gagal jantung kongestif terjadi peningkatan

tekanan vena sehingga adanya pelambatan atau stasis yang cukup

lama di sepanjang vena. Statis cairan dibantu gaya gravitasi akan

menyebabkan tingginya tekanan hidrostatik sehingga akan

menyebabkan perpindahan cairan ke darah intestitial. Perpindahan

cairan ke ruang interstitial yang tidak memiliki membran sel yang

fleksibel akan menyebabkan terjadinya pitting edema.

e. JVP

Tekanan vena jugularis atau denyut vena jugularis. Kedua vena jugularis

interna terdapat jauh disalam otot strenokleidomastoid. Pembuluh darah

vena jugularis sebelah kanan mengalirkan darah menuju SVC sedangkan

sebelah kiri pertama masuk menuju ke venainominata, selanjutnya ke

SVC untuk dialirkan langsung keatrium kanan. Jvp normal adalah ,4 cm

Page 3 of 41

Page 4: revisi chf

H2O diatas sendi manubriosternal, saat pasien berabring tidur terlentang

(30-40 derajat) dimana ujung atas kolom vena sistemik berada dibawah

angulus sternalis.

Page 4 of 41

Page 5: revisi chf

f. Bunyi Gallop

Dalam keadaan normal, tidak terdengar bunyi pada fase sistolik dan

diastolik. Namun pada keadaan patologis ventrikel, dapat timbul bunyi

pada fase sistolik dan diastolik yang dinamakan gallop.

Bila pengisian darah ke ventrikel terhambat selama fase diastolik,

seperti terjadi pada berbagai keadaan penyakit, maka akan terjadi getaran

sementara pada saat diastolik yang sama dengan bunyi jantung pertama

dan kedua meskipun lebih halus. Maka bunyi jantung menjadi triplet dan

menimbulkan efek akustik seperti irama derap kaki kuda, dan disebut

Page 5 of 41

Page 6: revisi chf

gallop. Bunyi ini dapat terjadi pada awal diastolik, selama fase pengisisan

cepat siklus jantung, atau pada akhir kontraksi atrium.

Bunyi gallop yang terjadi selama pengisisan cepat ventrikel

dinamakan suara ketiga (S3) dan merupakan temuan normal pada anak

dan dewasa muda. Suara ini terdengar pada klien yang mengalami

penyakit pada dinding jantung atau menderita gagal jantung kongestif dan

yang ventrikelnya gagal menyemburkan semua darah selama sistolik.

Gallop S3 paling jelas terdengar saat klien berbaring pada sisi kiri.

Bunyi gallop yang terdengar pada saat kontraksi atrium dinamakan

suara jantung keempat (S4). S4 sering terdengar bila ventrikel membesar

atau hipertrofi sehingga ada tahanan pengisian. Keadaan tersebut terjadi

pada arteri koroner, hipertensi, atau stenosis katup aorta. Meskipun

jarang, keempat suara jantung dapat terdengar dalam satu siklus jantung,

sehingga dinamakan irama kuadrupel.

Bunti gallop mempunyai frekuensi rendah dan hanya dapat didengar

melalui bagian bell stetoskop yang diletakkan pada dinding dada. Tanpa

menekan bell stetoskop, bunyi tersebut terdengar paling baik di apeks,

meskipun kadang-kadang dapat juga terdengar di sisi kiri sternum.

g. Hepatomegali

Hepatomegali dapat didefinisikan sebagai hepar dengan rentang

lebih dari 12 cm pada garis mid-klavikularis. Konfirmasi ukuran hepar

dapat dilakukan dengan ultrasonografi atau sidik isotop. Penyebab yang

paling umum dari hepatomegali adalah sirosis, gagal jantung dan kanker.

Tepi hepar yang dapat dipalpasi tidak selalu berarti pembesaran dan

dapat diakibatkan oleh pergeseran dalam pasien dengan hiperinflasi

pulmoner. Oleh karena itu penting untuk mengetahui batas atas hepar

dengan perkusi, yang biasanya kosta ke-5 atau rongga interkostal ke-5.

Page 6 of 41

Page 7: revisi chf

h. EKG.Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah

elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam

waktu tertentu

Page 7 of 41

Page 8: revisi chf

i. OMI

Old Miokard Infark adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh

karena sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi

oleh karena adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga

menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.Aterosklerotik adalah

suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang

disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding

arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke

arteri bagiuan distal (Hudak & Gallo; 1997). Old miokard infark

disebabkan oleh karena atherosclerosis atau penyumbatan total atau

sebagian oleh emboli dan atau thrombus.

j. Rontgen toraks

Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat menunjukan adanya

hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang menunjukan

adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah

ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.

k. Cardiomegali

Kardiomegali adalah suatu kondisi yang ditandai oleh pembesaran

jantung, baik karena otot jantung menebal atau ruang jantung membesar,

biasanya akibat jantung harus terus-menerus bekerja lebih keras dari

Page 8 of 41

Page 9: revisi chf

normal, seperti yang terjadi dengan tekanan darah tinggi.Kardiomegali

adalah sebuah keadaan anatomis (struktur organ) di mana besarnya

jantung lebih besar dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari

55% besar rongga dada. Pada kardiomegali salah satu atau lebih dari 4

ruangan jantung membesar. Namun umumnya kardiomegali diakibatkan

oleh pembesaran bilik jantung kiri (ventrikel kardia sinistra).

l. CKMB

Karena enzim yang berbeda dilepaskan ke dalam darah pada periode

yang berbeda setelah infark miokardium, maka sangat penting

mengevaluasi kadar enzim yang dihubungkan dengan waktu awitan nyeri

dada atau gejala lainnya. Kreatinin kinase (creatinine kinase-CK) dan

isoenzimnya (CKMB) adalah enzim yang dianalisis untuk mendiagnosis

infark miokardium akut, dan merupakan enzim pertama yang meningkat

saat terjadi infark miokardium. Nilai normal CKMB adalah 10.

Gangguan pada jantung selain infark miokardium akut juga dihubungkan

dengan nilai kadar CK dan CKMB total yang abnormal. Gangguan

tersebut termasuk perikarditis, miokarditis dan trauma.

m. Mitra stenosis

1) Patofisiologi

Mitra stenosis adalah penebalan progesif dan pengerutan bilah-

bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan

sumbatan progresif aliran darah.

Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari.

Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar

pensil. Ventrikel kiri tidak terpengaruh, namun atrium kiri mengalami

kesulitan dalam mengosongkan darah melalui lumen yang sempit ke

ventrikel kiri. Akibatnya atrium akan melebar dan mengalami

hipertrofi. Karena tidak ada katup yang melindungi vena pulmonal

terhadap aliran balik dari atrium, maka sirkulasi pulmonal mengalami

kongesti. Akibatnya ventrikel kanan harus menanggung beban

Page 9 of 41

Page 10: revisi chf

tekanan arteri pulmonal yang tinggi dan mengalami peregangan

berlebihan, yang berakhir dengan gagal jantung.

2) Manifestasi klinis

Pasien dengan mitra stenosis biasanya mengalami kelelahan

sebagai akibat curah jantung yang rendah, batuk darah, kesulitan

bernapas saat latihan akibat hipertensi vena pulmonal, batuk dan

infeksi saluran napas berulang.

Denyut nadi lemah dan sering tidak teratur, karena fibrilasi atrial

yang terjadi sebagai akibat dari dilatasi dan hipertrofi atrium. Akibat

perubahan tersebut atrium menjadi tidak stabil secara elektris,

akibatnya terjadi distrima atrium permanen.

3) Penatalaksanaan

Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi.

Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan

kardiotonikum dan diuretik. Intervensi bedah meliputi komisurotomi

untuk membuka atau menyobek komisura katup mitral yang lengket

atau mengganti katup mitral dengan katup protesa. Pada beberapa

kasus dimana pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis

tidak mampu menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat

dilakukan valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurangi

beberapa gejala.

n. Apex paru

Ujung atas kedua paru yang berbentuk melingkar.

B. EKG

1. Tujuan pemasangan EKG :

a. Untuk membantu mengidentifikasi denyut jantung, kerusakan jantung,

dan letak serta luas terjadinya serangan jantung.

b. Untuk memeriksa penyembuhan setelah terjadi serangan jantung.

c. Untuk mengevaluasi efektivitas obat pada masalah-masalah jantung.

Page 10 of 41

Page 11: revisi chf

d. Untuk memeriksa keadaan alat pacu jantung.

2. Prinsip kerja EKG

Elektrokardiograph bekerja dengan prinsip mengukur perbedaan potensial

listrik. Seperti yang sudah disebutkan di atas, tubuh manusia menghasilkan

listrik walaupun dengan jumlah yang sangat kecil. Apabila ada listrik, maka

pasti ada perbedaan potensial atau tegangan listrik. Tegangan listrik ini dapat

menggamabarkan atau mengilustrasikan keadaan denyut jantung manusia.

3. Jenis EKG

EKG dibagi menjadi dua jenis yaitu EKG elektrokardiografi dan EKG

pemantau kontinu. Peralatan dan prosedur EKG.

a. Elektrokardiografi 12-lead

a) Peralatan:

Page 11 of 41

Page 12: revisi chf

Mesin EKG yang bekerja baik dan telah dikalibrasi

Jeli

Kapas alkohol

Kertas penyerap basah atau kasa basah

Manset 4 buah

Kabel arde

b) Prosedur:

Mencuci tangan

Menjelaskan tujuan pemeriksaan EKG lengkap kepada klien

Menjaga situasi untuk tetap menghargai klien (ruang tertutup;

bagian klien yang tidak diperiksa tertutup)

Membersihkan area yang akan dipasang elektroda

Menyambungkan mesin EKG ke stop kontak

Memasang sebuah manset pada setiap ekstremitas

Menyambungkan kabel elektroda ke manset sesuai warna

yang akan ditentukan atau tanda khusus yang ada

Meletakkan pompa elektroda pada posisi yang

Membuat kalibrasi setinggi 1 cm dan rekam irama jantung

dari lead I sampai V6 (seluruhnya 12 lead), lalu buat kalibrasi

kembali

Merapikan alat-alat dan klien

Mengkaji kembali kondisi klien

Mendokumentasi prosedur dan respons klien pada catatan

klien

Page 12 of 41

Page 13: revisi chf

b. Elektrokardiografi Pemantau-Kontinu

Pemantau (monitor) jantung merupakan suatu alat pemantauan irama

jantung yang dapat digunakan secara terus menerus selama klien dirawat atau

selama diperlukan pemantauan. Tujuan tindakan ini untuk mengidentifikasi

disritmia agar dapat menentukan intervensi dini. Ada empat langkah yang

diperlukan untuk pemantauan EKG, yaitu melekatkan elektroda pada kulit

klien, menyambungkan elektroda pada monitor dengan kabel, menyesuaikan

monitor untuk mendapatkan EKG yang dapat dibaca, dan mengeset alarm

untuk tinggi dan rendahnya frekuensi yang diinginkan. Jelaskan pada pasien

bahwa EKG tidak menyebabkan syok listrik dan tidak menimbulkan sakit.

Sistem pemantauan irama jantung ini merekam irama dari 1-lead, 3-lead atau

6-lead bergantung pada banyaknya elektroda yang dipasang.

a) Peralatan:

Kapas alkhohol

Alat cukur

Kertas elektroda basah atau jeli

Plaster/mikrophore

Monitor yang bekerja baik

Kabel elektroda lengkap dengan konektor

Page 13 of 41

Page 14: revisi chf

b) Prosedur:

Mencuci tangan

Menjelaskan tujuan pemasangan monitor jantung kepada

klien dan keluarganya

Membersihkan/cukur area lokasi elektroda di dada yang

berambut (segitiga Einthoven)

Memasang elektroda pada posisi gelombang R tertinggi

setelah elektroda diberi jeli

Mengeset alarm, suara monitor

Merapikan kembali alat-alat

Menilai kembali kondisi klien

Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada catatan

klien

4. Interpretasi EKG

Aktivitas listrik jantung dapat dilihat dengan alat elektrokardiogram.

Setiap fase siklus jantung dicerminkan oleh gelombang tertentu yang

direkam dan dicatat pada lembaran kertas EKG. Perjalanan aktivitas

listrik jantung juga dapat diamati pada layar oskiloskop. Aktivitas listrik

disadap oleh seperangkat lead atau elektroda yang diletakan pada titik-

titik tertentu pada tubuh.

Page 14 of 41

Page 15: revisi chf

a. Prosedur menjalankan EKG

EKG standar terdiri dari 12 lead. Informasi yang berhubungan

dengan aktivitas listrik jantung diperoleh dengan menempatkan

elektroda pada permukaan kulit pada posisi anatomis standar.

Berbagai posisi elektroda yang dipantau disebut lead. Misalnya, lead 1

mengukur aktivitas listrik antara lengan kiri dan lengan kanan. Untuk

12 lead EKG lengkap, jantung diamati dari kedua belas posisi anatomi

yang berbeda.

Agar perletakan antara kulit dan elektroda sempurna, maka

elektroda ekstremitas diletakan pada permukaan kulit yang datar tepat

di atas pergelangan tangan atau tumit. Elektroda dapat dihubungkan

ke mesin EKG melalui berbagai cara, biasanya melalui klip yang

dilekatkan pada elektroda yang berperekat.

Apabila keempat elektroda ekstremitas telah terpasang, maka

keenam lead yang pertama dapat dapat dicatat: lead I, II, II, dan AVR,

AVL, dan AVF. Keenam lead prekordial atau lead V diletakkan

dengan cara yang sama. Kebanyakan mesin EKG merekam ke-12 lead

secra bersamaan dengan memasang seluruh elektroda.

Pada sat melakukan pencatatan EKG, maka perlu ditambah

pencatatan satu lead lagi untuk mendapatkan informasi yang lebih

lengkap. Perubahan elektrokardiografi secara konsisten akibat iskemia

atau infark, akan tampak pada lead tertentu, yang mencerminkan area

yang rusak di miokardium. Lead prekordial kiri adalah standar, namun

pada pasien yang dicurigai mengalami kerusakan jantung kanan, maka

diperlukan lead prekordial sisi kanan untuk mengevaluasi ventrikel

kanan yang lebih baik.

b. Analisis EKG

EKG dapat memberikan informasi penting mengenai aktivitas

listrik miokardium, jika dianalisa secara akurat. Gelombang EKG

dicetak di atas kertas grafik. Waktu atau frekuensi diukur pada sumbu

horisontal grafik, dan amplitudo atau voltase diukur pada sumbu

Page 15 of 41

Page 16: revisi chf

vertikal. Gelombang EKG menggambarkan fungsi sistem hantaran

jantung, yang normalnya memulai dan menghantarkan aktivitas listrik

1) Gelombang, kompleks dan interval

EKG tersusun oleh berbagai gelombang meliputi gelombang

P, kompleks QRS, gelombang T, segmen ST, interval PR, dan

mungkin gelombang U.

Gelombang P menggambarkan depolarisasi otot atrium,

normalnya setinggi 2,5 atau kurang dan durasinya 0,11 detik atau

kurang. Defleksi negatif pertama setelah gelombang P adalah

gelombang Q, yang normalnya berdurasi kurang dari 0,03 detik

dan amplitudonya kurang dari 25% gelombng R, sedangkan

gelombang S adalah defleksi negatif pertama setelah gelombang R.

Kompleks QRS (dimulai oleh gelombang Q, atau gelombang

R bila tidak ada gelombang Q diakhiri oleh gelombang S)

menggambarkan depolarisasi otot ventrikel. Kompleks QRS

normalnya berdurasi 0,04 sampai 0,10 detik. Jika gelombangngya

secara vertikal kurang dari 5 mm, maka ditulis dengan huruf kecil

(q,r,s), jika gelombangnya secara vertikal lebih dari 5 mm maka

ditulis dengan huruf besar (Q,R,S). Tidak semua kompleks QRS

mempunya 3 gelombang tersebut.

Gelombang T menggambarkan repolarisasi otot ventrikel.

Gelombang ini mengikuti kompleks QRS dan biasanya mempunyai

defleksi yang sama dengan kompleks QRS.

Komplek U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serat

Purkinje tetapi kadang-kadang ditemukan pada pasien dengan

hipokalemia (kadar kalium rendah). Gelombang U terjadi setelah

gelombangg T dan kurang lebih ukurannya sama dengan

gelombang P. Gelombang ini sering disalah artikan sebagai

gelombang P ekstra.

Segmen ST yang menggambarkan repolarisasi ventrikel

awal, berlangsung dari akhir gelombang S sampai permulaan

Page 16 of 41

Page 17: revisi chf

gelombang T. Normalnya isoelektrik (tanpa variasi potensial

listrik), dan dianalisa untuk mencari tanda penurunan suplai

oksigen ke jantung (iskemia).

Interval PR diukur mulai dari awal gelombang P sampai

permulaan gelombang Q tau Rdan menggambarkan waktu yang

diperlukan untuk depolarisasi atrium dan perlambatan impuls di

nodus AV sebeleum depolarisasi ventrikel. Pada orang dewasa,

interval PR normalnya berdurasi antara 0,12 sampai 0,20 detik.

Intervensi QT yang menandakan waktu total repolarisasi dan

depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q atau R jika

tidak ada gelombang Q, diakhiri dengan gelombang T. Interval QT

bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung, biasanya kurang dari

setengah interval RR (diukur dari permulaan satu gelombang R

sampai awal gelombang R berikutnya), dan biasanya durasinya

0,32 sampai 0,40 detik apabila frekuensi jantungnya 65 sampai 95

denyut per menit.

2) Menentukan frekuensi jantung dengan EKG

Frekuensi jantung dapat diperoleh dari lembar EKG dengan

beberapa metode. Kertas grafik EKG dibagi menjadi beberpa garis

tebal dan tipis, ventrikal dan horisontal dengan interval standar.

Terdapat 300 kotak dalam satu lembar tiap menit. Dengan

demikian, metode yang akurat dan mudah untuk menentukan

frekuensi jantung dengan iram reguler adalah dengan menghitung

jumlah kotak besar antara gelombang R dan hasilnya dijadikan

bilangan pembagi untuk 300. Apabila terdapat 2 kotak besar

diantara dua gelombang R, maka frekuensinya adalah 150 (300/2),

apabila terdapat lima kotak besar maka frekuensi jantungnya

adalah 60 (300/5)

Metode lain yang kurang akurat untuk memperkirakan

frekuensi jantung apabila iramanya tidak teratur, adalah dengan

menghitung jumlah interval R-R selama 6 detik dan

Page 17 of 41

Page 18: revisi chf

mengalikannya dengan 10. Kertas EKG biasanya ditandai dengan

interval 3 detik (15 kotak besar horisontal) oleh garis vertikal pada

puncak kertas. Biasanya interval R-R yang dihitung dan bukan

kompleks QRS karena jika dilakukan dengan cara menghitung

kompleks QRS hasilnya akan sangat tidak akurat.

3) Temuan Abnormal

Iskemia dan cedera miokard. Iskemia miokard merupakan

suatu kondisi dimana jantung tidak mendapat oksigen secara

adekuat, menyebabkan gelombang T memperbesar (puncaknya

semakin tinggi, intervalnya semakin lebar) dan terbalik akibat

gangguan repolarisasi lambat. Area yang mengalami iskemi

kemungkinan tetap mengalami depolarisasi, sebaliknya area yang

berdekatan dengannya telah kembali ke tahap istirahat. Perubahan

ini dapat dilihat pada lead yang diletakkan dekat dengan

permukaan jantung yang mengalami iskemia. Iskemia juga

menyebabkan segmen jantung ST berubah. Apabila terdapat cedera

miokard epikardium, sel-sel yang mengalami cedera terdepolarisasi

normal, tetapi juga terpolarisasi lebih cepat daripada sel-sel

normal, dengan demikian segmen ST meninggi. Jika cedera

miokard terjadi pada permukaan endokardium, maka permukaan

ST akan menurun (1 mm atau lebih) pada lead yang elektroda

positifnya diletakkan pada area yang mengalami cedera. Seiring

dengan cedera segmen ST akan menurun secara horisontal atau

melandai ke bawah dan berdurasi 0,08 detik.

Infark miokard (IM) atau serangan jantung diklasifikasikan

sebagai gelombang Q atau non gelombang Q. Pada infark

gelombang Q, gelombang Q abnormal terjadu dalam 1 sampai 3

hari, karena tak ada arus depolarisasi yang dihantarkan oleh

jaringan nekrotik dan karena arus balik mengalir dari bagian jatung

yang lain. Gelombang Q abnormal berdurasi 0,04 detik atau lebih

dan kedalamannya 25% gelombang R (dimana gelombang R itu

Page 18 of 41

Page 19: revisi chf

sendiri memilik kedalaman lebih dari 5 mm). Perubahan ini juga

terjadi pada injuri dan iskemia. Pada MI non gelombang Q,

perubahan segman ST dan gelombang T tidak diikiuti oleh

gelombang Q, namun gejala serta analisis enzim jantung

memperkuat diagnosa penyakit ini.

Selama penyembuhan MI, biasanya segmen ST adalah yang

pertama kali kembali ke normal ( 1-6 minggu). Gelombang T

menjadi besar dan simetris dalam 24 jam, dan mengalami inversi

dalam 1-3 hari selama 1-2 minggu. Perubahan gelombang Q

biasanya permanen. MI gelombang Q lama biasanya ditunjukan

oleh gelombang Q yang bermakna tanpa perubahan segmen ST dan

gelombang T.

C. CHF (Congestive Heart Failure)

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa

darah secara adekuat ke seluruh jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan

oksigen dan nutrisinya. Istilah gagal jantung kongestif sering dipergunakan

jika terjadi gagal jantung di sebelah kiri dan kanan.

1. Etiologi

a. Kelainan Otot Jantung

Kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas

jantung. Kondisi yang mendasari kelainan fungsi oto jantung ini

adalah aterosklerosis, hipertensi arterial, dan penyakit otot

degeneratif atau inflamasi.

b. Aterosklerosis Koroner

Hal ini mengakibatkan disfungsi miokardium akibat terganggunya

aliran darah ke otot jantung. Akibat penumpukan asam laktat

sehingga terjadi hipoksia dan asidosis. Infark miokardium (kematian

sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

c. Hipertensi Sistemik/Pulmonal (peningkatan afterload)

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya mengakibatkan

hipertrofi serabut otot jantung. Efek hipertrofi miokard dapat

Page 19 of 41

Page 20: revisi chf

dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan

kontraktilitas jantung. Tetapi pada kondisi tertentu hipertrofi otot

jantung tersebut tidak berfungsi secara normal sehingga pada

akhirnya terjadi gagal jantung.

d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif

Kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung sehingga

menyebabkan kontraktilitas menurun.

e. Penyakit Jantung Lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme

yang sering terjadi adalah gangguan aliran darah yang melalui

jantung, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah, atau

pengososngan jantung abnormal. Peningkatan mendadak afterload

akibat meningkatnya tekanan darah sistemik dapat menyebabkan

gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.

f. Faktor Sistemik

Meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis),

hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk

memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga

dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik

dan metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan

kontraktilitas jantung. Disritma jantung yang dapat terjadi dengan

sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan

efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

g. Alkohol; bersifat kardiotoksik terutama jika dokonsumsi dalam jumlah

besar

h. Obat-obatan :

Seperti penyekat β dan antagonis kalsium dpat menekan kontraktilitas

miokard dan obat kemoteraupetik seperti doksorubisin dapat menyebabkan

Page 20 of 41

Page 21: revisi chf

kerusakan mikard, menurangi efeisiensi jantung. Takikardia (ventrikel atau

atrium) menurunkan waktu pengisisan ventrikel, meningkatkan beban kerja

miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia dan bial terjadi dalam

waktu lama dapat menyebabkan dilatasi ventrikel, dan perburukan fungsi

ventrikel.

2. Faktor risiko

a. Factor risiko yang tidak dapat diubah

Hereditas

Terjadinya penyakit jantung , saudara sedarah sebelum usia 55 tahun

akan meningkatkan resiko klien terhadap penyakiy jantung

Jenis kelamin pria yang mederita penyakit jantung lebih banyak

dibandingkan dengan wanitaterutama pada usia muda, wanita hanya

mempunyai rata-rata penyakit jantung seperenam daripada pria pada

kelompok usia yang sama, tetapi pada saat wanita usia 75 wanita

kemungkinan besar akan sama sepeti pria untuk menderita penyakit

jantung

Ras

Rata-rata kematian penyakit jantung bertambah sejalan dengan usia.

Klien dengan usia 60 mempunyai rata-rata bpenyakit tiga kali lebih

besar dibandingkan dengan klien usia 45 tahun

b. Factor risiko yang dapat diubah

Hipertensi, tekanan darah tinggi yang konsisten melebihi 149/90mmHg

merupakan risiko utama penyakit jantung. Hal ini lebih umum pada

oran- orang kulit hitam, lansia dank lien yang memeilki riwayat

obesitas serta individu yang menggunakan kontrasepsi oral. Hipertensi

ini biasanya dapat dikendalikan dengan latihan, diit rendah garam,

tehnik pengurangan stress dan obat antihipertensi.

Merokok, pria yang merokok sebungkus setiap harinya berisiko dua

kali lebih besar terkana penyakit jantung dibandingkan pria yang tidak

Page 21 of 41

Page 22: revisi chf

merokok.wanita perokok juga meningkatkan risiko untuk terkena

penyakit jantung.namun apabila seseorang berhenti dari merokok maka

tingkat risiko sebanding dengan orang tidak merokok.

Hiperlipidia , peningkatan konsentrasi lemak didalam plasma. Rentang

normalnya kadar kolesterol total adalah 160 sampai 180 mg/dl, kadar

diatas 180mg/dl akan menggandakan risiko terhadap penyakit jantung.

Pria lebih banyak mempunyai kadar kolesterol yang abnormal tinggi

dibandingkan wanita. Kolesterolserum berperan dalam pemecahan

lipoprotein, termasuk high density lipoprotein (HDL) yang membantu

dalam pembuangan kolesterol dalam dari tubuh, dan low density

lipoprotein (LDL), yang meningkatkan penyimpanan kolesterol didalam

tubuh. Hiperlipidemia biasanya bisa dikendalikan dengan diit rendah

lemak, latihan dan obat antipilemik.

Diabetes mellitus, pada usia sekitar 45 tahun pria penderita diabetes

mellitus mempunyai dua kali risiko dibandingkan dengan pria non DM,

wanita penderita DM pra menopause mempunya risiko penyakit enam

kali wanita premenapause yang tidak DM. DM bisa dikendalikan

dengan diit, insulin dan latihan.

c. Factor penunjang

Obesitas , obesitasmenggandakan risiko gagal jantung kongestif dan

stroke. Obesitas meningkatkan risiko penyakit arteri koroner, yang

mungkin disebabkan oleh banyaknya individu-individu obesitas yang

juga mempunyai kadar kolesterol serum dan glukosa yang tinggi dan

juga tekanan darah yang meningkat.

Ketidakefektifan , kurangnya latihan akan menurunkan kadar HDL dan

meningkatkan ateroskleoris. Latihan yang teratur dapat meningkatkan

kadar HDL, menruunkan frekuensi jantung, dan dapat meningkatkan

oksigenasi miokardial.

Stress, klien dengan kepribadian tipe ini memiliki risiko openyakit

jantung dua kali dibandingkan dengan seorang yang rileks. Stress

berperan dalam penyakit jantung dengan meningkatkan kadar

Page 22 of 41

Page 23: revisi chf

katekolamin, yang meningkatkan tekanan darah dan konsumsi oksigen

miokardial. Hal tersebut dapat menyebabkan makan yang berlebihan

dan kurangnya latihan.

Diet , diet tinggi kolesterol dan lemak tersaturasi dapat menyebabkan

hipertensi dan hiperlipidemia. Asupan kafein yang tinggi lebih dari

enam cangkir kopi sehari dapat menyebabkan hipertensi dan disritmia.

Hipertrofi ventrikel kiri (HVK), klien dengan HVK sangat berisiko

terhadap penyakit jantung. Hamper setengah dari semua klien yang

meninggal karena penyakit kardiovaskular terlebih dahulu menderita

tanda-tanda HVK.

Penggunaan kontrasepsi oral,pada wanita yang menggunakan

kontrasepsi oral , risiko jipertensi menjadi dua atau tiga kali beresiko

dibandingkan wanita yang tidak menggunakan. Wanita tersebut juga

mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan miokard, yang

meningkat sejalan dengan usia durasi penggunaan kontrasepsi oral, dan

merokok.

Factor lingkungan, daerah dingin dan bersalju mempunyai kematian

akibat penyakit jantung yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah

dengan air minum yang sulit.

2. Manisfestasi Klinis

Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume

intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena

yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.

Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan

mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru, yang

dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek. Meningkatnya tekanan

vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan

penambahan berat badan.

Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara

luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi

rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek

Page 23 of 41

Page 24: revisi chf

akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran

terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin, dan haluaran urin

berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan

pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan

sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume

intravaskuler.

a. Gagal Jantung Kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena

ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.

Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan

terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinisnya sebagai berikut:

a) Dispnu, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang

mengganggu pertukaran gas. Dispnu bahkan dapat terjadi

ketika istirahat atau bahkan ketika melakukan aktivitas minimal

atau sedang. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas saat

berbaring. Pasien yang mengalami gangguan ortopnu akan

menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk

dikursi, bahkan saat tidur. Beberapa pasien hanya mengalami

ortopnu pada malam hari yang sering disebut dengan

paroxismal noktural dispnea (PND). Hal ini terjadi bila pasien

yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di

bawah, kemudian berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa

jam cairan yang tertimbun di ekstremitas yang sebelumnya

berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah

terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan volume

dengan adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru

meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah ke alveoli.

b) Batuk, berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan

tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah yaitu

batuk yang disertai dengan sputum berbusa biasanya terdapat

bercak darah.

Page 24 of 41

Page 25: revisi chf

c) Mudah lelah, terjadi akibat curah jantung yang kurang yang

menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta

menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Selain itu

terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk

bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan

dan batuk.

d) Kegelisahan dan kecemasan, terjadi akibat gangguan oksigen

dan jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan

bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Begitu terjadi

kecemasan, terjadi juga dispnu yang pada gilirannya

memperberat kecemasan.

b. Gagal Jantung Kanan

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti

visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung

tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat

sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara

normal kembali dari sirkulasi vena.

Manifestasi klinisnya meliputi edema ekstremitas bawah

(edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema,

pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar),

distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga

peritonium), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.

a) Edema, dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan

secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha dan

akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Pitting

edema, adalah edema yang akan tetap cekung bahkan dengan

penekanan ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah

terjadi retensi cairan paling tidak sebnyak 4,5 kg.

b) Hepatomegali, biasanya disertai dengan nyeri tekan pada

kuadaran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena

di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan pada

Page 25 of 41

Page 26: revisi chf

pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar

rongga abdomen, dinamakan asites. Pengumpulan cairan pada

rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada

diafragma dan distres pernapasan.

c) Anoreksia, atau hilangnya selera makan dan mual sering terjadi

akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga

abdomen.

d) Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi

karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat

berbaring. Diuresis paling sering terjadi pada malam hari

karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.

e) Lemah, yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan

karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan

pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat

dari jaringan.

3. Patofisiologi

1. CHF terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang

memengaruhi kontraktilitas, after load, preload. Atau fungsi lusitropik

(fungsi relaksasi) jantung, dan resp on neutrohormonal dan hemodinamik

yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun

konsekuensi hemodinamik gagal jantung berespons terhadap intervensi

farmokologis standar, terdapat interaksi neurohoemonal kritis yang efek

gabungannya memperberat dan memperluas sindrom yang ada, inetraksi

neuhormonal itu anatara lain adalah:

Sistem renin/angiostensin/aldosteron (RAA): angiostesin dan aldosteron

berimplikasi pada perubahan struktural miokardium yang terlihat pada

cedera iskemik dan kardiomiopati hipertropik hipertensif selain itu juga

meningkatkan tahanan perifer dan volume darah sirkulasi. Perubahan

pada struktural miokard dapat meliputi remodeling miokard dan

kematian sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis

intertisial. Terjadinya suatu miosit dan sarkomer yang tidak dapat

Page 26 of 41

Page 27: revisi chf

mentrasmisikan kekuatannya, dilatasi jantung dan pembentukan

jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut

memberikan gambaran hemodinamik dan sistomik pada CHF.

Sistem saraf simpatis (SNS): epinefrin dan nonepinefrin dapat

menyebabkan suatu peningkatan tahanan perifer dengan meningkatkan

kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi oksigen oleh

miokardium dan peningkatan resiko aritmia. Katakolamin juga dapat

menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksitisitas langsung

terhadap miosit, induksi apoptosis miosit dan peningkatan rtespon

autoimun.

Vasolidator endogen, peran dalam Ve itu sendiri masih diselidiki dan

intervensinya sedang diuji.

Sitokin imun dan inflamasi: faktor dari sebuah tumor alfa (Tnfa) dan

interleukin 6 (IL-6) menyebabkan suatu pembentukan ulang ventrikel

dengan apoptosis miosit, dilatasi ventrikel, dan penurunan berat badan

dan kelemahan yang terlihat pada CHF berat (kakhehsia jantung).

Kejadian etiologi awal dapat mempengaruhi suatu respon awal

miokardium, tetapi dengan perkembangan sindrom, mekanisme

umumpun mulai muncul sehingga pada pasien yang menderita CHF

lanjut memperlihatkan suatu gejala dan bentuk respon yang sama

terhadap intervesi farmakologisyang sama apapun penyebabnya awal

CHF.

Meskipun banyak ditemui pasien dengan gangguan disfungsi ventrikel

kiri sistolik dan diastolik, kategori ini sebaiknya dianggap sebagai hal

yang berbeda untuk dapat memahami efek terhadap homeostasi

sirkulasi dan responnya terhadap bebargai bentuk dari intervensi.

2. Disfungsi ventrikel kiri sistolik

Penurunan curah jantung, akibat dari penurunan kontraktilitas,

peningkatan afterload atau peningkatan preload yang menakibatkan

penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan volume akhir diastolik

ventrikel kiri (LVEDV). Hal in meningkatkan suatu tekanan akhir

Page 27 of 41

Page 28: revisi chf

diastolik pada ventrikel kiri (LVEDP) dan menyebabkan kongesti vena

pulmonal dan edema paru.

Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat dari fungsi miokard

yang sudah tidak adekuat atau tidak terkoordinasi sehingga ventrikel

kiri tidak dapat melakukan ejeksi lebih dari 60% dari volume akhir

diastolik, hal ini juuga dapat meningkatkan secara bertahap nilai

LEVDP dan kongesti vena pulmonalis

Peningkatan afterload, merupakan adanya peningkatan tahapan

terhadap ejeksi LV. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu peningkatan

tahapan vaskuler perifer yang boiasanya terlihat pada hipertensi. Bisa

juga diakibatkan oleh stenosis katup aorta. Ventrikel kiri berespon

terhadap suatu peningkatan beban kerja dengan hipetrofi miokard, yaitu

suatu respon yang meningkatkann massa otot ventrikel kiri tetapi pada

saat yang sama juga meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada

ventrikel kiri. Suatu keadaan dimana kekurangan energi sehingga dapat

mengakibatkan perpaduan ANGII dan respon neuro- yang.endokrinlain,

menyebabkan perubahan yang kurang baik dalam miosit misalnya

sedikitnya mitokondria untuk produksi energi, perubahan ekspresi gen

dengan produksi protein kontraktil yang abnorma (aktin, miosin, dan

tropomiosin).

Peningkatan preload berarti peningkatan nilai LVEDV yang dapat

disebabkan secara langsung oleh kelebihan nilai intravaskular sama

pada infus caioran intravena atau gagal ginjal

Jadi pasien dapat memasuki nilai penurunan kontraktilitas , peningkatan

afterload, dan peningkatan preload akibat berbagai macam alasan

misalnya yaitu infark miokard, hipertensi, dan kelebihan volume

cairan.kemudian mengalami semua keadaan hemodinamik dan neuro-

hormonal CHF sebagai sebuah mekanisme yang menuju mekanisme

lainnya. Lihat pada gambar

Page 28 of 41

Page 29: revisi chf

3. Disfungsi ventrikel kiri diastolik

Penyebab dari 40% kasus CHF

Diartikan sebagai kondisi dengan temuan klasik gagal kongestif

dengan fungsi diastolik abnormal tetapi fungsi sistolik normal,

disfungsi diastolik murni akan dicirikan dengan tahanan terhadap

pengisian ventrikel dengan peningkatan LVEDP tanpa peningkatan

LVEDV atauy penurunan curah jantung.

1) Tahanan terhadap pengisian ventrikel kiri terjadi akibat

relaksasi abnormal (lusitropik) ventrikel kiri dan dapat

disebabkan oleh setiap kondisi yang membuat kaku miokard

ventrikel seperti penyakit jantung iskemik yang menyebabkan

jaringan parut, hipetensi yang mengakibatkan kardiomiopati

hipertrofi, kardiomiopati retriktif. Penyakit katup atau penyakit

perikardium.

2) Peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisisan

diastolik menjadi berkurang dan memperberat gejala disfungsi

diastolik. Oleh sebab itu intoleransi terhadap olahraga sudah

menjadi umum.

3) Penanganan yang memerlukan perubahan komplians miokard

yang sesungguuhnya, efektivitas obat yang kini tersedia masih

sangat terbatas.

Page 29 of 41

Page 30: revisi chf

4. Klasifikasi NYHA

Kelas I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktifitas

fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau

sesak

Kelas II Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat

istirahat, namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,

palpitasi, atau sesak nafas

Kelas III Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat

istirahat tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan,

paplpitasi atau sesak.

Kelas IV Tidak terdapat batasan aktifitas fisik tanpa keluhan, terdapat

gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen thorax :

Seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) >

50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis, kardiomegali dapat

disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh

efusi perikard. Derajad tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.

Gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas

pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg

dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley

B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg

didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan

adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi

Page 30 of 41

Page 31: revisi chf

pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah

bagian kanan

b. EKG :

Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,

abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block

dan fibrilasi atrium, gangguan konduksi dan aritmia. Bila gambaran

EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal,

kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien

sangat kecil kemungkinannya

c. Ekokardiografi :

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat

berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan

gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita

yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan

tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan

murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta

penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,

hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui

adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.

d. Tes darah :

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan

anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui

adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat

akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat

timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia

menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum

kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan

Page 31 of 41

Page 32: revisi chf

ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi

peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting

enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat

dapat terjadi proteinuria. Disfungi tiroid (baik hiper- maupun

hipotiroidisme) dapat menyebabkan gagal jantung, sehingga pemeriksaan

fungsi tiroid harus dilakukan. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi

hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti

hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan

sesuai kebutuhan.11,17

e. Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi

Dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju

pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.

Pemeriksaan ini merupakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel

(ventrikolugraf) dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari

ekokardiografi sulit diperoleh.

f. Kateterisasi jantung :

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal

jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga

mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam

ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan

kontrktilitas.

g. Tes latihan fisik, seringkali dilakukan untuk menilai adanya iskemia

miokard dan pada beberapa kasus untuk megukur konsumsi oksigen

maksimum (VO2 maks). Ini merupakan kadar dimana konsumsi oksigen

lebih lanjut tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan

lebih lanjut. VO2 maks mereppresentasikan batas toleransi latihan aerobic

dan sering menurun pada gagal jantung.

Page 32 of 41

Page 33: revisi chf

D. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Tanggal Masuk : 14 Mei 2009 Jam : 08.00 WIB

Tanggal Pengkajian : 14 Mei 2009 Jam : 09.00 WIB

a. Identitas Klien

1) Nama : Ny. F

2) Usia : 58 thn

3) Jenis Kelamin : Perempuan

4) Pekerjaan : PNS

5) Status :Sudah Menikah

6) Agama : Islam

7) Suku : Jawa

8) Alamat : Tembalang, Semarang

9) Tanggal Masuk : 14 Mei 2009

10) No. Register : 6602557

11) Diagnosa Medis : CHF NYHA IV

b. Penanggung Jawab

1) Nama : Tn. M

2) Pekerjaan : PNS

3) Alamat : Tembalang, Semarang

4) Hubungan dengan klien : Suami

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Sesak napas dan mudah lelah saat beraktivitas

b. Penyakit sekarang

Mitra stenosis sejak 3 bulan yang lalu

c. Penyakit terdahulu

OMI

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak Ada

Page 33 of 41

Page 34: revisi chf

e. Riwayat Psikososial

Tidak Ada

f. Riwayat Lingkungan

Tidak ada

g. Kesehatan Spiritual

Tidak Ada

3. Pengkajian Fungsional Menurut Gordon

a. Manajemen Kesehatan

Tidak ada

b. Pola Nutrisi

Klien susah makan karena sesak napas

c. Pola Eliminasi

Klien mengalami konstipasi. Penurunan berkemih, urine berwarna

gelap dan berkemih malam hari (nokturia) akibat penurunan perfusi

jaringan didukung dengan posisi berbaring.

d. Pola Istirahat dan Tidur

Klien sering terbangun malam hari dan sesak nafas

e. Pola Aktivitas dan Latihan

Aktivitas 0 1 2 3 4

Makan

Mandi

Berpakaian

Toileting

Tingkat mobilitas di tempattidur

Berpindah

Kemampuan ROM

Berjalan

Keterangan :

0 : Mandiri

Page 34 of 41

Page 35: revisi chf

1 : Menggunkanalat bantu

2 : Dibantu orang lain

3 : Dibantu orang danperawat

4 : Ketergantungan / tidakmampu

f. Pola Kognitif-Perceptual

Klien mampu berkomunikasi dan mengerti apa yang sedang

dibicarakan, berespon dan berorientasi baik terhadap orang lain.

g. Pola Persepsi Diri / Konsep Diri

Klien merasa cemas dengan penyakitnya , takut akan mengganggu

aktivitasnya.

h. Pola Peran-Hubungan

Hubungan klien dengan keluarga baik, hubungan dengan perawat

kooperatif.

i. Pola Seksual dan reproduksi

Pola seksual menurun karena klien sudah dalam keadaan lemas dan

sesak napas , pasien juga dalam keadaan tirah baring karena NYHA IV,

j. Pola koping – toleransi stres

Ekspresi wajah klien terlihat cemas.

k. Pola Nilai dan Keyakinan

Klien tetap menjalankan ibadah/sholat semampunya karena dalam

keadaan lemah dan sakit dibantu oleh pihak keluarga.

4. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)

a. Kepala

Bentuk kepela mesosepal, bersih, tidakan dan benjolan/massa, rambut

terdistribusi baik, tidak ada lesi, tidak ada perdarahan, bentuk rambut

lurus, warna rambut hitam.

b. Leher

Ada peningkatan JVP 12 cm H2O, perdarahan (-),lesi(-)

c. Mata

Simetris, cekung (+), konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, refleks

pupil +/+, lesi (-).

Page 35 of 41

Page 36: revisi chf

d. Hidunng

Bersih, simetris, nafas cupinghidung (+), sekret (-), nafas cepat (+),

dangkal (+), RR : 26x/menit.

e. Telinga

Simetris, fungsi pendengaran baik, serumen (-), perdarahan (-), lesi (-).

f. Mulut

Bersih, mukosa mulut kering, pucat (+),stomatitis (-), caries gigi (-),gigi

palsu(-).

g. Dada dan paru

Inspeksi : sesak nafas, PND, Orthopnea

Palpasi : Stemfermitus antara kanan dan kiri tidak sama

Perkusi : bunyi dada redup

Auskultasi :Bunyi gallop, Ronki +/+ di paru kanan dan kiri lateral

h. Abdomen

Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada eritema

Auskultasi : Terdengar bising usus

Palpasi : ada nyeri tekan pada bagian abdomen, hepar mengalami

pembesaran (hepatomegali)

Perkusi : Pekak

i. Pemeriksaan jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Icus cordis teraba tetapi mengalami pelabaran karena

kardiomegali

Perkusi :Bunyinya peka karena adanya pembesaran jantung

(kardiomegali)

Auskultrasi : Terdapat bunyi gallop (S3)

j. Ekstremitas

Pitting edema pada ekstremitas bawah

k. Kulit

Turgor baik, warna kulit coklat sawo matang, tidak ada lesi , tidak ada

kemerahan

Page 36 of 41

Page 37: revisi chf

5. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

a. TD : 170/110 mmHg

b. HR : 115x/menit

c. RR : 26x/menit

d. Suhu : 37oC

6. Pemeriksaan Penunjang

a. EKG : OMI

b. Rontgen Toraks : Cardiomegali

c. Hasil Lab CKMB : 36

7. Analisa Data

No Analisa Data Masalah Etiologi Diagnosa

1. DO:

HR=115x/menit

EKG= OMI

Bunyi gallop

Ortopnea

Hepatomegali

Edema

DS: Klien

mengeluh mudah

lelah saat

beraktivitas ringan

Penurunan

curah jantung

Perubahan

kontraltilitas

miokardial,

perubahan

frekuensi,

irama dan

konduksi

listrik

Penurunan curah

jantung b.d

Perubahan

kontraltilitas

miokardial,

perubahan

frekuensi, irama

dan konduksi

listrik

2. DO: RR=26x/menit

DS: klien

mengatakan mudah

lelah

Intoleransi

aktivitas

Ketidakseim

bangan

suplai

oksigen

Intoleransi

aktivitas b.d

ketidakseimbang

an suplai

oksigen

3. DO: ortopnea,

bunyi gallop.

Edema

Kelebihan

volume cairan

Menurunnya

laju filtrasi

glomelurus

Kelebihan

volume cairan

b.d menurunnya

Page 37 of 41

Page 38: revisi chf

DS: - (menurunnya

curah

jantung)

laju filtrasi

glomelurus

(menurunnya

curah jantung)

8. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi

Penurunan curah

jantung b.d Perubahan

kontraltilitas

miokardial, perubahan

frekuensi, irama dan

konduksi listrik

Klien akan:

menunjukan tanda vital

dalam batas yang dapat

diterima (distrimia

terkontol atau hilang),

melaporkan penurunan

episode dispnea, ikut

serta dalam aktivitas

yang mengurangi

beban kerja jantung

Auskultrasi nadi

apical; kaji

frekuensi, irama

jantung.

Catat bunyi jantung

Palpasi nadi perifer

Pantau TD

Kaji kulit terhadap

pusat dan sianosis

Berikan oksigen

tambahan dengan

kanula nasal/masker

dan obat sesuai

indikasi (kolaborasi)

Intoleransi aktivitas b.d

ketidakseimbangan

suplai oksigen

Klien akan:

berpartisipasi pada

aktivitas yang

diinginkan, memenuhi

perawatan diri sendiri,

mencapai peningkatan

toleransi aktivitas yang

dapat diukur,

dibuktikan oleh

Periksa tanda vital

sebelum dan segera

setelah aktivitas,

khususnya bila klien

menggunakan

vasodilator, diuretic

dan penyekat beta.

Catat respons

kardiopulmonal

Page 38 of 41

Page 39: revisi chf

menurunnya

kelemahan dan

kelelahan.

terhadap aktivitas,

catat takikardi,

diritma, dispnea,

berkeringat dan

pucat

Evaluasi

peningkatan

intoleran aktivitas

Implementasi

program rehabilitasi

jantung/ aktivitas

(kolaborasi)

Kelebihan volume

cairan b.d menurunnya

laju filtrasi glomelurus

(menurunnya curah

jantung)

Klien akan:

mendemonstrasikan

volume cairan stabil

dengan keseimbangan

masukan dan

pengeluaran, bunyi

nafas bersih/jelas,

tanda vital dalam

rentang yang dapat

diterima, berat badan

stabil dan tidak edema.

Pantau pengeluaran

urine, catat jumlah

dan warna saat

dimana diuresis

terjadi

Pantau

keseimbangan

pemasukan dan

pengeluaran selama

24 jam

Pertahankan duduk

atau tirah baring

dengan posisi

semifowler selama

fase akut

Pantau TD

Kaji bising usus,

catat keluhan

anoreksia, mual,

Page 39 of 41

Page 40: revisi chf

distensi abdomen

dan konstipasi

Pemberian obat

sesuai indikasi dan

konsul dengan ahli

diet (kolaborasi).

DAFTAR PUSTAKA

Page 40 of 41

Page 41: revisi chf

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8.

Jakarta: EGC

Brashers, Valentina. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan

Manajemen. Ed 2. Jakarta: EGC

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta:

Salemba Medika

Gleadle, Jonathan. 2005. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga

Ronny, dkk. 2009. Fisiologi Kardiovaskuler: Berbasis Masalah Keperawatan.

Jakarta: EGC

Hayes, Peter C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC

Sumber : Dharma, surya.1996.Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi

EKG.jakarta : EGC

Goodner, brenda dan Linda Skidmore Roth.1995.Panduan Tindakan Keperawatan

Klinik Praktis.Jakarta :EGC

Page 41 of 41