5gejala klinis

4
GEJALA KLINIS Miastenia gravis terlihat melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi Gejala klinis Ptosis merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas. Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya (Price, 2008) Sumber: price Wilson PENATALAKSANAAN Medikamentosa

Upload: lisa-henderson

Post on 19-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gdgvhjhghc

TRANSCRIPT

Page 1: 5GEJALA KLINIS

GEJALA KLINIS

Miastenia gravis terlihat melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi Gejala klinis Ptosis

merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing menjadi keluhan utama

penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh,

namun ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut

kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Kelemahan

otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala

Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan tersebut

akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas.

Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar

untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan

laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan

menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari

hidungnya (Price, 2008)

Sumber: price Wilson

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

a. Piridostigmin

Dosis awal 4 x 15 mg ( ¼ tablet ) stelah 2 hari dtingkatkan menjadi 4 x 30 mg jika perlu dapat

ditingkatkan menjadi 4 x 60 mg. Dosis maksimum 6 table / hari ( 360 mg /hari) Jika tidak

berespons dapat diberi kortikosteroid maupun Azathioprine. Bila Psien usia <45 tahun dengan

AChR + , dapat dipertimbangkan timektomi dini.

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling murah untuk pengobatan

miastenia gravis. Respon terhadap pengobatan kortikosteroid mulai tampak dalam waktu 2-3

minggu setelah inisiasi terapi. Durasi kerja kortikosteroid dapat berlangsung hingga 18 bulan,

dengan rata-rata selama 3 bulan (Skeie, 2010).

Page 2: 5GEJALA KLINIS

Kortikosteroid diindikasikan pada penderita dengan gejala klinis yang sangat menggangu,

yang tidak dapat di kontrol dengan antikolinesterase. Dosis maksimal penggunaan kortikosteroid

adalah 60 mg/hari kemudian dilakukan tapering pada pemberiannya.

c. Azathioprine

Azathioprine biasanya digunakan pada pasien miastenia gravis yang secara relatif

terkontrol tetapi menggunakan kortikosteroid dengan dosis tinggi. Azathioprine dapat dikonversi

menjadi merkaptopurin, suatu analog dari purin yang memiliki efek terhadap penghambatan

sintesis nukleotida pada DNA dan RNA. (Skeie, 2010)

Azathioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan 2-3 mg/kgbb/hari. Pasien

diberikan dosis awal sebesar 25-50 mg/hari hingga dosis optimafl tercapai. Azathioprine

merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum

memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya.

Timektomi

Kelenjar Timur Memproduksi T – Limfosit yang berperan dalam system imun. Ada penderita

Miastenia Gravis,kelenjar tymus dapat mengalami peningkatan jumlah sel ( hyperplasia timus)

atau tumor ( Tinoma ), sehingga merangsang, pembentukan antibody berlebihan. Tindakan

Timektomi terbukti meperbaiki kondisi klinis paseien MG.

Plasmaferesis ( Plasma Exchange)

Efektif sebagai terapi jangka pendek pada pasien MG dengan exaserasi akut. Pada

Plasmaferensis dilakukan pengantian darah dengan sel darah merah merah, sehingga plasma

darah dibuang dan diganti dengan suplemen yaitu human albumin dan arutan normal salin

Skeie G.O, Apostolski A., et al, 2010, Guidelines for treatment of autoimmune neuromuscular transmission disorders. European Journal of Neurology. :10; 1-7. Available from: http://onlinelibrary.wiley.com/store/10.1111/j.1468-1331.2010.03019.x/asset/j.1468-1331.2010.03019.x.pdf?