34726956 laporan kasus primary open angle glaucoma

Upload: dariansofian

Post on 07-Jul-2015

382 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

aa1

123


LAPORAN KASUS GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA Oleh : Nur Rahmat Wibowo I11106029 Oponen : Agung Bahtiar Dian Eva Yunita Fenida Aspatuti Putri Hutami KEPANITERAAN KLINIK MODUL ILMU PENYAKIT MATA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAK ULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK RSU dr. SO EDARSO 2010 1

BAB I PENDAHULUAN Glaukoma adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan tekanan intraokular yang disertai dengan kerusakan pada saraf optik yang terjadi secara perlahan. Pada sebagian besar penderitanya terjadi akibat peningkatan intra oku lar oleh karena adanya sumbatan pada sirkulasi atau drainase aquos. Pada beberap a pasien, kerusakan bisa disebabkan oleh suplai darah yang tidak adekuat ke sera but saraf optik vital, kelemahan struktur saraf dan atau adanya masalah pada ser abut saraf itu sendiri. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata denga n terjadinya cacat lapang pandang, kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaung an) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Gla ukoma merupakan masalah kesehatan mata yang penting di Indonesia. Distribusi pen yakit glaukoma di Indonesia sebesar 13,4%. Prevalensi kebutaan akibat penyakit g laukoma sebesar 0,2% (Depkes, 1997). Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua terbesar di Indonesia setelah katarak dan seringkali mengenai orang berusia lan jut (Siloam Gleneagles Hospital, 2002). Hingga kini penyebab timbulnya penyakit glaukoma belum diketahui, namun ada beberapa hal yang ditemukan seperti penyakit ini biasanya mengenai manusia dewasa di atas usia 40 tahun terutama pada usia l anjut, biasanya dalam keluarga sedarah (ayah, ibu, adik, kakak dan anak kandung) terdapat penderita glaukoma. Penyakit ini tidak menular pada istri, tetangga at au orang lain karena penyakit ini tidak disebabkan oleh kuman atau virus. Di Ame rika Serikat, penyakit ini lebih dominan pada masyarakat berkulit berwarna (etni s Afrika) daripada yang berkulit putih (4:1), sedangkan di Indonesia belum ada p enelitian mendalam dan menyeluruh mengenai pola penyakit glaukoma. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Humor akueus atau cairan aquos adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya sekit ar 250 L dan kecepatan pembentukannya yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 L/mnt. Cairan aquous diproduksi di badan siliar dan berjalan antara lensa dan iris, dan melalui pupil. Cairan aquous membawa oksigen, glukosa dan beberapa nutrisi pent ing lainnya. Cairan ini masuk di bilik anterior dan mengalirkannya melalui sudut drainase (trabecullar meshwork). Jalinan/jala trabekula terdiri dari berkas-ber kas jaringan kolagen dan elastic yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang mem bentuk saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanal is Schelmm. Terdapat dua jalur utama keluarnya cairan akuous yaitu : 1. Aliran k eluar konvensional menyediakan mayoritas drainase akuous menuju Trabecullar mesh work. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memp erbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase cairan aquos juga meningkat. Aliran cairan aquos ke dalam kanalis Schelmm tergantung pa da permukaan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran efer an dari kanalis Schelmm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akueus). 2. Al iran keluar non konvensional atau aliran keluar uveoskleral, menyediakan sisa dr ainase aliran keluar akuous dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela -sela sklera. Drainase aquos melawan tahanan jadi tekanan intraokular dijaga aga r tetap lebih tinggi dibanding tekanan udara namun lebih rendah dibanding tekana n darah. 3

Gambar 2.1. Aliran Aqueos Humor Normal B. Definisi Glaukoma berasal dari kata Yu nani Glaukos yang berarti hijau kebiruan yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan pertama yang irr eversibel (Ilyas, 2004). Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai d engan kenaikan tekanan intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus optikus (Ilyas, 2007). Glaukoma merupakan kumpulan beberapa pe nyakit dengan tanda utama tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatny a yaitu, penggaungan dan atrofi papil saraf optik serta defek lapang pandang yan g khas (Wijana, 1993). Di dalam bola mata (intraokular) terdapat cairan bola mat a atau humor akuos yang setiap saat mengalir dari tempat pembuatannya sampai ber akhir disaluran keluar. Bila dalam pengalirannya mengalami hambatan, maka akan t erjadi peningkatan tekanan bola mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan te rjadi kerusakan lapang pandang mulai ringan sampai berat sesuai tinggi 4

dan lamanya tekanan tersebut mengenai saraf mata (Kanski, 1994 ; Vaughan et al., 2000). C. Epidemiologi Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia sete lah katarak. Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etni s Afrika dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer adalah 4 :1. Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang Asia lebih serin g dijumpai glaukoma sudut tertutup. D. Faktor Risiko Faktor risiko glaukoma meli puti hipermetropi (glaukoma sudut tertutup), miopi (glaukoma sudut terbuka), usi a > 45 tahun, keturunan (riwayat glaukoma dalam keluarga), dan ras (Asia lebih b erisiko). Faktor risiko lainnya adalah migrain, hipertensi, hipotensi, diabetes melitus, peredaran darah dan regulasinya (darah yang kurang akan menambah kerusa kan), fenomena autoimun, degenerasi primer sel ganglion, dan pascabedah dengan h ifema / infeksi. Hal yang memperberat resiko glaukoma : Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat Makin tua makin berat, makin bertambah resiko Resiko kulit h itam 7 kali dibanding kulit putih Hipertensi, risiko 6 kali lebih sering Kerja las, risiko 4 kali lebih sering Mio pia, risiko 2 kali lebih sering Diabetes melitus, risiko 2 kali lebih sering. 5

E. Etiopatogenesis Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga kar ena trauma/benturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah p ecah (katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh obat-obatan. Tiga faktor sehingg a terjadinya peningkatan tekanan intraokuler yang akhirnya menyebabkan terjadiny a glaukoma adalah : 1. Produksi berlebih humor akuous pada corpus siliaris 2. Ad anya resistensi dan aliran akuous pada sistem trabekular maupun kanal Schlemm. 3 . Peningkatan tekanan vena episklera. Bilik anterior dan bilik posterior mata te risi oleh cairan encer yang disebut humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan i ni dihasilkan di dalam bilik posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik ante rior lalu mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terga nggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik a nterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan sehingga merusak serabut saraf m ata. Perlu diketahui, saraf mata berfungsi meneruskan bayangan yang dilihat ke o tak. Di otak, bayangan tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentu k suatu benda (vision). Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasa n antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan dar ah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optik us mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mat a atau menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan pandang). Bila seluruh serabut s araf rusak dan tidak diobati, glaukoma pada akhirnya akan menimbulkan kebutaan t otal.Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang p andang sentral. Pada penderita glaukoma, yang terjadi adalah kerusakan serabut s araf mata sehingga menyebabkan blind spot (daerah tidak melihat/titik buta). Fak tor-faktor penyebab penggaungan dan degenerasi papil saraf optik : 1. Gangguan p endarahan pada papil yang disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. 6

2. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. 3. Penggaungan papil yang tidak simetris antara mata kanan dan mata kiri. Gambar 2.2. Kerusakan Saraf Optikus pada Glaukoma F. Klasifikasi Klasifikasi Vau ghan untuk glaukoma adalah sebagai berikut: 1. Glaukoma primer a. Glaukoma sudut terbuka (simpleks) Penyebab glaukoma ini belum pasti , mula timbulnya gejala si mpleks ini agak lambat yang kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Umumnya ditemukan pada pasien usia lebih dari 40 tah un. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka adalah proses degenerat if di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schelmm. Hal ini berbeda dari proses penuaa n normal. Akibatnya adalah penurunan drainase cairan aquos yang menyebabkan peni ngkatan tekanan intraokular. b. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas : Akut 7

Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang me nyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD) oleh iris perifer. Hal ini menyu mbat aliran cairan aquos dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat. Glaukom a sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik BMD . Sub akut Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO berlang sung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD berupa pembentukan sinekia anterior perifer. Kronik Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak pe rnah mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami sinekia anterior pe rifer yang semakin meluas disertai peningkatan bertahap dari TIO. 2. Glaukoma ko ngenital : primer atau infantile dan disertai kelainan kongenital lainnya. 3. Gl aukoma sekunder : perubahan lensa, kelainan uvea, trauma, bedah, rubeosis, stero id dan lainnya. Glaukoma sekunder akibat perubahan lensa (lens-induced glaucoma) , dapat dibagi: a. Lens-induced glaucoma (open angle): glaukoma fakolitik, lens particle glaucoma, glaukoma fakoanafilaksis. b. Lens-induced glaucoma angle-clos ure: glaukoma pakomorfik, lensa ektopik. 4. Glaukoma absolut Glaukoma absolut me rupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan to tal akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma ab solute terlihat kornea keruh, bilik 8

mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti bat u dengan rasa sakit. Gambar 2.3. Klasifikasi Glaukoma Dari pembagian diatas dapat dikenal glaukoma da lam bentuk - bentuk : 1. Glaukoma Sudut Tertutup 9

Gambar 2.4. Glaukoma Sudut Tertutup Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya humor aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabka n pelebaran pupil (misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil yang digunaka n untuk pemeriksaan mata atau obat tertentu) bisa menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa menggeser ke depan dan secara tiba -tiba menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam mata secara mendadak. Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang meleb arkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma akut lebih serin g terjadi pada malam hari karena pupil secara alami akan melebar di bawah cahaya yang redup. Episode akut dari glaukoma sudut tertutup menyebabkan : - penurunan fungsi penglihatan yang ringan - terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya - nyeri pada mata dan kepala. Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hila ngnya fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderit a juga mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan merah . Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang. 10

Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan terseb ut bisa berulang. Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang pandang penderita. 2. Glaukoma Sudut Terbuka Gambar 2.5. Glaukoma Sudut Terbuka Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat m engalirnya humor aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terl alu lambat. Secara bertahap tekanan akan meningkat (hampir selalu pada kedua mat a) dan menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi penglihatan ya ng progresif. Hilangnya fungsi penglihatan dimulai pada lapang pandang perifer d an jika tidak diobati pada akhirnya akan menjalar 11

ke seluruh bagian lapang pandang, menyebabkan kebutaan. Glaukoma sudut terbuka s ering terjadi setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada anakanak. Penyak it ini cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes atau miopia. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi dan biasanya penyakit i ni lebih berat jika diderita oleh orang kulit hitam. Pada awalnya, peningkatan t ekanan di dalam mata tidak menimbulkan gejala. Lama-lama timbul gejala berupa: penyempitan lapang pandang tepi - sakit kepala ringan - gangguan penglihatan ya ng tidak jelas (misalnya melihat lingkaran di sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan). Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pand ang yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi l ain ketika penderita melihat lurus ke depan (disebut penglihatan terowongan). Gl aukoma sudut terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusaka n yang tidak dapat diperbaiki. G. Manifestasi Klinis 1. Gejala Subjektif Gejala klinik pada pasien glaukoma bervariasi tergantung pada jenis glaukoma yang dider ita, gejala-gejala tersebut antara lain : a. Glaukoma sudut terbuka, berupa defe k lapangan pandang secara bertahap dan ada beberapa pasien kadang tanpa keluhan sampai mereka tiba-tiba kehilangan penglihatan b. Glaukoma sudut sempit berupa d efek lapangan pandang, mual dan muntah, tidak ada refleks pupil, mata merah, nye ri pada mata dan wajah, serta bisa terjadi edema pada wajah. c. Glaukoma kongeni tal, berupa perkabutan di daerah frontal dari mata, pembesaran pada satu atau ke dua mata, mata merah, fotophobia serta lakrimasi 12

2. Gejala Objektif a. Peninggian tekanan intraokuler b. Defek lapangan pandang c . Iskemik papil saraf optik Mata normal Glaukoma Glaukoma tahap lanjut Gambar 2.6. Penglihatan pada Penderita Glaukoma 13

H. Diagnosis Untuk dapat menegakkan diagnosis glaukoma tentu saja diperlukan eva luasi secara menyeluruh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaa n penunjang dengan memberikan perhatian yang lebih pada berbagai faktor resiko y ang mengarahkan pada diagnosis serta terapi yang diberikan. Gambar 2.7. Gambaran Mata Penderita Glaukoma 1. Anamnesis Anamnesis pada pasien dengan suspek glaukoma meliputi riwayat penglihatan, riwayat keluarga, dan riway at penyakit sistemik. Selain itu juga mencakup penentuan akibat pada fungsi visu al dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari, adanya riwayat operasi mata, pengg unaan obat-obat sistemik dan topikal, intoleransi pada obat-obat yang diberikan. 2. Pemeriksaan Oftalmologi a. Tekanan Intra Okular Hasil dari percobaan acak te rkontrol memperlihatkan turunnya TIO menghambat progresifitas kerusakan saraf op tik glaukomatous. TIO diukur pada masing-masing mata dengan menggunakan metode a planasi kontak seperti tonometer Goldman sebelum gonioskopi atau dilatasi pupil. Waktu pengukuran ditulis karena adanya variasi diurnal. Penanganan akan lebih b ermanfaat dengan nienuctal-iLli fluktuasi TIO durnal, baik dalam 14

hari yang sama atau hari yang berbeda, yang mungkin mengindikasikan kerusakan disk yang mungkin lebih besar daripada yang diperkirak an dengan pengukuran TIO hanya satu kali. Gambar 2.8. Uji Tonometer Aplanasi b. Gonioskopi Diagnosis POAG membutukan evalu asi yang teliti pada sudut bilik depan untuk menyingkirkan sudut tertutup atau p enyebab sekunder dari peningkatan TIO, seperti reksesi sudut. dispersi pigmen, s inekia anterior perifer neovaskularisasi sudLit, dan presipitat trabekula. Gambar 2.9. Pemeriksaan Gonioskopi 15

c. Penilaian Diskus Optikus Cupping merupakan ciri normal lempeng optik. Adanya perubahan glaukomataus dilihat dengan analisa disk optik lapisan serat optik ret ina yang mengalami perubahan dini yang dapat dideteksi dengan perimetri otomatis standar. Selain itu dapat juga dengan menggunakan oftalmoskop konfokal serta de ngan merekam ketebalan lapisan serabut saraf di sekitar lempeng optik. d. Lapang an pandang Perimetri statis otomatis merupakan teknik pilihan untuk mengevaluasi lapangan pandang. Tes permulaan statis dan kinetik kombinasi manual merupakan a lternatif yang dapat dilakukan jika perimetri atomatis tidak tersedia atau pasie n tidak mau menggunakannya. Penyebab hilangnya lapangan pandang akibat selain ne uropati saraf glaukomatous sebaiknya dicari saat anamnesis dan pemeriksaan fisis . Tes lapangan pandang dengan perimetri otomatis gelombang pendek dan teknologi penggandaan frekuensi dapat mendeteksi lebih dini dibanding perimetri konvension al. Sangat penting metode pemeriksaan yang sama saat pemeriksaan lapangan pandan g. Gambar 2.10. Uji Perimetri 16

Gambar 2.11. Hasil Pemeriksaan Perimetri Mata Normal dan Glaukoma e. Segmen ante rior Pemeriksaan dengan biomikroskopik slit lamp pada segmen anterior untuk meli hat adanya kelainan yang dihubungkan dengan sudut sempit, patologi kornea atau m ekanis me sekunder pada peningkatan TIO seperti pseudoeksfoliasi - dispersi prim er, neovaskularisasi sudut dan iris, atau inflamasi. f. Funduskopi Pemeriksaan f undus untuk melihat struktur nervus saraf optik dengan dilatasi pupil, bertujuan untuk mencari abnormalitas yang menvebabkan defek lapangan pandang. 17

Gambar 2.12. Saraf Optik pada Orang Normal dan Penderita Glaukoma I. Penatalaksa naan Tujuan terapi glaukoma adalah untuk memperlambat progresivitas kerusakan sa raf. Karena kerusakan saraf dari glaukoma ireversibel, pemberian medikasi pada g laukoma tidak akan mengembalikan penglihatan pada keadaan normal. Glaukoma diter api dengan menurunkan tekanan intra okular. Tercapainya tujuan terapi tergantung pada mata setiap individu dan status kerusakan saraf optik. Terapi diharapkan m enuju stabilisasi saraf optik dan lapangan pandang tiap individu. Terapi glaukom a paling banyak menggunakan obat tetes mata (obat topikal). Obat oral juga digun akan untuk menurunkan TIO. 1. Terapi Medikamentosa Sebagian besar terapi glaukom a dibuat untuk menurunkan dan atau mengontrol TIO yang dapat merusak saraf optik . Tetes mata merupakan pilihan pertama sebelum pembedahan dan efektif untuk meng ontrol TIO untuk mencegah kerusakan pada mata. Adapun medikamentosa untuk glauko ma adalah : a. Supresi pembentukan cairan aquos Penghambat adrenergik beta, obat ini bekerja dengan cara menurunkan produksi cairan aquos dan bisa digunakan sen diri atau dikombinasikan dengan tetes mata lainnya. Kontra indikasi utama adalah pada penyakit obstruksi jalan nafas terutama asma. Inhibitor karbonat anhidrase , digunakan untuk glaukoma kronik apanila terapi topikal tidak memberikan hasil memuaskan dan pada glaukoma akut di mana TIO yang sangat tinggi. b. Fasilitasi a liran keluar cairan aquos 18

Obat parasimpatomimetik, meningkatkan aliran keluar cairan aquos dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat piihan adalah pilo karpin. Epinefrin 0,25-2%. c. Penurunan volume korpus vitreum Obat-obat hiperosm otik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korp us vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain itu, terjadi juga penuru nan produksi cairan aquos. Penurunan volume korpus viterum bermanfaat dalam peng obatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan perges eran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus viteum a tau koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaucoma sudut tertutup sekunder). Gliserin 1 mL/kg BB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur dengan sari lemon, a dalah obat yang paling sering digunakan. d. Miotik, midriatik dan siklopegik Kon striksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam peng obatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior. Apabila penut upan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik (siklopentol at dan atropine) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengenc angkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang. 19

Tabel 2.1. Obat-obatan Topikal & Sistemik yang Digunakan pada Glaukoma Obat Topi kal Penyekat beta (timolol, karteolol, levobunolol, selektif-betaksolol) Parasim patomimetik (pilokarpin) Simpatomimetik (adrenalin, dipivefrin) Agonis alfa-2 (a praklonidin, brimonidin) Penghambat karbonat Meningkatkan keluar Meningkatkan ke luar Kerja Menurunkan sekresi Efek Samping Eksaserbasi asma & penyakit saluran n apas kronik Hipotensi, bradikardia aliran Penglihatan kabur Sakit kepala karena spasme siliar aliran Mata merah Sakit kepala Menurunkan sekresi Meningkatkan aliran Mata merah keluar melalui jalur Lelah, ra sa kantuk uveosklera Menurunkan sekresi anhidrase Menurunkan sekresi Rasa sakit Rasa tidak enak Meningkatkan melalui uveosklera Sakit kepala aliran Meningkatkan pigmentasi iris jalur & kulit periokular Bulu mata bertambah panjang & gelap, h iperemi konjungtiva Efek Samping Kesemutan pada ekstremitas Depresi, rasa kantuk Batu ginjal Sindrom stevens-johnson (dorzolamid, brinzolamid) Analog prostaglandin (latanopros, bimatropos, unotropos) travapros, keluar Obat Sistemik Kerja Penghambat anhidrase Menurunkan sekresi karbonat (asetazolam id) 2. Terapi Bedah a. Bedah drainase glaukoma 20

Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehing ga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan subkon jungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drai nase. Trabekulotomi telah mengganti tindakan-tindakan drainase full thicknes. Tr abekulektomi adalah operasi konvensional dimana katup setengah tebal dibuat pada dinding sklera dan sebuah jendela pembuka dibuat di bawah katup tersebut untuk bagian trabecular meshwork. Katup sclera ini kemudian dijahit tidak terlalu rapa t. Dengan demikian cairan aquos dapat dialirkan keluar melalui jalur ini sehingg a tekanan di dalam bola mata dapat diturunkan dan terjadi pembentukan gelembung cairan pada permukaan mata. b. Iridektomi dan iridotomi perifer Sumbatan pupil p aling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera anterior d an posterior sehingga beda tekanan antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dic apai dengan laser neodinium: YAG atau argon (iridektomi perifer atau dengan tind akan bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser meme rlukan kornea yang relatif jernih dan dapat meningkatkan tekanan intra ocular ya ng cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. c . Trabekuloplasti laser Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu geniole nsake jalinan trabekular dapat mempermudah aliran k eluar humous akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis sclemm serta terjadinya proses-proses seluler yang meningkatkan fungsi j alinan trabekular. J. Komplikasi 21

Jika pengobatan terlambat akan cepat berlanjut pada tahap akhir glukoma yaitu gl oukoma absolut. K. Prognosis Diagnosis yang lebih awal dan penanganan dini pada glaukoma dapat memberikan hasil yang memuaskan. BAB III 22

PENYAJIAN KASUS I. ANAMNESIS Identitas Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Pekerjaan Agama : Tn. S : Laki-laki : 53 th : Jalan Adi Sucipto, Pontianak : Guru : Muslim Tanggal Masuk RS : 28 Januari 2010 Anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Januari 2010 pukul 10.35 WIB Keluhan Utama Penglihatan kabur dan menurun pada mata kanan. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur dan men urun pada mata sebelah kanan sudah sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan disertai den gan lapang pandang penglihatan yang semakin menyempit, sering disertai nyeri kep ala ringan, serta mata kanan terasa berat atau terasa penuh, lelah dan sering be rair dan terkadang terasa sakit. Kadang-kadang pasien juga mengeluhkan silau dan melihat pelangi di sekitar lampu. Pasien pernah menderita keluhan serupa sebelu mnya dan telah beberapa kali memeriksakan diri ke dokter. Tidak ada riwayat oper asi mata sebelumnya. Pasien menggunakan kacamata. Riwayat keluarga dengan penyak it yang sama disangkal. 23

II. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 28 Januari 2010 pukul 10.45 WIB Keadaan umum : tampak bai k Status Oftalmologis Visus : OD : 6/40 OS : 6/30 Tekanan intra okuler : OD : 11 mmHg OS : 12 mmHg Posisi bola mata : ortho Pergerakan bola mata : OD OS 24

OD Pergerakan (+), Ptosis (-), lagoftalmus (-) Hiperemis (+), sekret (+), injeks i(-), ulkus (-) Edema(-), leukoma (-), ulkus (-) Jernih (+), sudut mata dalam (+ ), hipopion (-), hifema (-) Iris berwarna coklat (+), kripta (-), sinekia (-) Pu pil bulat, isikor (3mm), refleks cahaya () Jernih (-), subluksasi (-) Kekeruhan ( -), floater (-) Papil batas kabur, CDR 0,9 Palpebra Konjungtiva Kornea OS Pergerakan (+), Ptosis (-), lagoftalmus (-) Hiperemis (-), sekret (-), injeks i(-), ulkus (-) Edema(-), leukoma (-), ulkus (-) Jernih (+), sudut mata normal ( +), hipopion (-), hifema (-) Iris berwarna coklat (+), Bilik mata depan Iris dan pupil kripta (-), sinekia (-) Pupil bulat, isikor (3mm), refleks cahaya (+) Jernih (+) , subluksasi (-) Kekeruhan (-), floater (-) Papil batas tegas, CDR 0,5 Lensa Vitreous fundus Tes Isihara : tidak dilakukan Tes Konfrontasi : OD III. RESUME OS Seorang laki-laki, umur 53 th datang berobat ke SMF Mata RSDS dengan keluhan pen glihatan kabur dan menurun pada mata sebelah kanan. Dialami sejak 4 bulan yang l alu. Lapang pandang menyempit (+), nyeri kepala (+), mata kanan terasa berat dan berair serta terasa sakit, silau (+), halo (+). 25

Pemeriksaan oftalmologis OS : visus 6/40, TIO 11 mmHg; konjungtiva hiperemis (+) , BMD kesan dalam; papil batas kabur, CDR 0,9; tes konfrontasi didapatkan penyem pitan lapang pandang. IV. DIAGNOSIS Diagnosis kerja Primary Open Angle Glaucoma OD Diagnosis Banding NormoTension Gl aucoma V. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG - Pemeriksaan gonioskopi - Pemeriksaan pe rimetri VI. TATALAKSANA Medikamentosa : Timol 0,5 % 2 x 1 gtt OS (timolol maleat ) Glaukon 3 x 250 mg (acetazolamide) KSR 3 x 1 Non Medikamentosa : - Anjuran : Minum tidak boleh sekaligus banyak, karena dapat menaikkan tekanan - Kontrol unt uk pemeriksaan ulang papil saraf optik dan lapang pandangan VII. PROGNOSIS Ad vi tam Ad functionam Ad sanactionam : bonam : dubia ad bonam : bonam 26

BAB IV PEMBAHASAN Pasien ini didiagnosis OD : Primary Open Angle Glaucoma berdas arkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Dari anamnesis didapatkan gejala-ge jala yang mendukung diagnosis yaitu penglihatan menurun pada mata kanan sejak 4 bulan yang lalu, lapang pandang menyempit (+), nyeri kepala (+), mata kiri teras a berat/mudah lelah dan berair serta terasa sakit, silau (+), halo (+). Dari pem eriksaan oftalmologi OD didapatkan : visus 6/40, TIO 11 mmHg; konjungtiva hipere mis (+),BMD kesan normal; pemeriksaan fundus : papil berbatas kabur dengan CDR 0 ,9; tes konfrontasi : penyempitan lapang pandang. Glaukoma merupakan kumpulan be berapa penyakit dengan tanda utama mata dimana terjadi peningkatan tekanan intra okuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu penggaungan dan atrofi papil se rta defek lapangan pandang. Bagian mata yang penting pada glaukoma adalah sudut iridokornea / filtrasi. Bagaimana cara mendeteksi timbulnya penyakit ini merupak an suatu hal yang sangat penting dalam dunia kesehatan. Glaukoma juga dapat meny erang usia muda, dan rata-rata didapatkan peningkatan tekanan intraokuler setela h pemeriksaan mata diIakukan. 27

Secara lebih sederhana definisi glaukoma adalah penyakit mata yang mempunyai gej ala lengkap yang ditandai dengan : 1) Abnormalitas TIO, 2) Penggauangan dan dege nerasi piringan papil saraf optik yang diikuti dengan, 3) Kerusakan khas berkas serabut saraf sehingga menghasilkan cacat lapang pandang. Ketiga gejala ini adal ah nyata dan khas dan dapat ditemukan dalam pemeriksaan. Tetapi nilai tekanan bo la mata umumnya berbatas 21 mmHg ke atas atau dapat lebih rendah. Diagnosis glau koma dapat ditegakkan dengan dua gejala di luar tekanan bola mata, walaupun seca ra khusus cacat lapang pandang masih berhubungan dengan tekanan bola mata yang a bnormal. Jika ada kenaikan tekanan bola mata lebih dari 21 mmHg tanpa dua gejala yang lain maka diagnosis yang ditegakkan adalah hipertensif intraokuler. Glauko ma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak diketahui kapan mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit dan samar. Misalnya mata sebelah terasa bera t, kepala pening sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas. Pasien terkadang tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan kacamata koreks i untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya. Kadang-kadang tajam penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat. Suatu keadaan yang disebut dengan glaukoma tekanan normal adalah salah satu tipe glaukoma yang terdapat pa da satu ujung spektrum glaukoma sudut terbuka kronis. Keadaan ini ditandai denga n tekanan bola mata yang normal. Glaukoma tekanan normal dapat menjadi keadaan y ang sangat sulit diterapi. Beberapa pasien mengalami defek lapang pandang nonpro gresif dan tidak membutuhkan terapi. Suatu bentuk glaukoma juga terjadi dimana t erjadi kehilangan lapang pandang glaukomatosa dan cupping lempeng optik meski te kanan intraokular tidak meningkat (glaukoma tekanan rendah atau normal). Diduga papil saraf optik pada pasien ini secara tidak biasa rentan terhadap tekanan int raokuler dan/atau memiliki aliran darah intrinsik yang berkurang. Gangguan saraf optik akan terlihat sebagai gangguan fungsinya berupa penciutan lapang pandang. Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedangkan terlih at gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma 28

mungkin hal ini akibat adanya variasi diurnal. Patutu dipikirkan kemungkinan pen gukuran tekanan dilakukan dalam kurva rendah daripada variasi diurnal. Dalam kea daan ini maka dilakukan uji provokasi minum air, pilokarpin, uji variasi diurnal dan provokasi steroid. Pada pasien ini terapi utama yang diberikan bertujuan un tuk menurunkan tekanan bola mata yaitu dengan timolol maleat 0,5% yang merupakan golongan beta- adrenergik bloker yang bekerja untuk mensupresi pembentukan cair an aquos. Obat ini dapat digunakan tersendiri ataupun dikombinasi dengan obat la in. Timolol merupakan golongan -adrenergik loker non-selektif yang mampu menurun kan tekanan intraokuler (TIO) se esar 20-30%. O at ini diindikasikan untuk glauk oma primer dan sekunder sudut ter uka terutama disertai peradangan glaukoma, gla ukoma primer dan sekunder sudut tertutup akut dan kronik, hipertensi okuler, gla ukoma kongenital. Dikontraindikasikan terutama pada pasien asma dan penyakit sal uran nafas, penyakit gangguan konduksi jantung, gagal jantung, dan penyakit jant ung lainnya. Efek samping yang dapat ditim ulkan : radikardi, lok-jantung, ro nkospasme, alergi (dermatitis), depresi, halusinasi, sakit kepala, letargi, irit asi okuler, anestesi kornea, keratitis. Demikian pula dengan glaukon yang merupa kan golongan kar onik anhidrase inhi itor yang juga ekerja menurunkan produksi cairan aquos. Memiliki cara kerja yang dapat menurunkan formasi ikar onat pada epitel korpus siliaris (formasi pengikatan Na+ dan transpor cairan) sehingga men urunkan produksi humor aquous. Indikasi seperti glaukoma kronik yang dengan tera pi lokal tidak mem eri hasil memuaskan, glaukoma akut dengan TIO sangat tinggi d an harus segera dikontrol. O at ini mampu menurunkan produksi humor akuous se es ar 40-60%. Efek samping yang ditim ulkan dapat erupa asidosis meta olik, atu g injal, hipokalemi, parestesi, gangguan saluran cerna, sindrom StevenJohnson. Kar ena glaukon merupakan diuretik, jadi perlu di erikan elektrolit erupa KSR. Jadi , terapi medikamentosa yang di erikan terhadap penderita glaukoma memiliki dua h al penting yang diutamakan yaitu kapan kita mengo atinya dan 29

agaimana mengo atinya. Dan resiko-resiko ataupun efek samping yang akan terjadi harus selalu dipikirkan supaya dapat diantisipasi dengan aik.

BAB V KESIMPULAN Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan ke naikan tekanan intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atro pi nervus optikus. Penye a glaukoma tidak diketahui secara pasti, isa juga kar ena trauma/ enturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah p ecah (katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh o at-o atan. Glaukoma diterapi d engan menurunkan tekanan intra okular. Terapi diharapkan menuju sta ilisasi sara f optik dan lapangan pandang tiap individu. Terapi glaukoma paling anyak menggu nakan o at tetes mata (o at topikal). O at oral juga digunakan untuk menurunkan TIO. Karena kerusakan saraf dari glaukoma ireversi el, pem erian medikasi pada g laukoma tidak akan mengem alikan penglihatan pada keadaan normal. Pada pasien in i, masalah yang dialaminya erupa penglihatana ka ur dan menurun pada mata kiri sejak 4 ulan yang lalu. Didiagnosis Primary Open angle Glaukoma OD. Pasien perl u mendapatkan terapi medikamentosa erupa : timol (timolol maleat) 0,5 % 2 x 1 g tt OS, glaukon (acetazolamide) 3 x 250 mg, , KSR 3 x. 30

Pada pasien dianjurkan untuk tetap melakukan kontrol untuk pemeriksaan papil sar af optik dan lapang pandang guna mencegah kerusakan yang le ih lanjut pada matan ya. DAFTAR PUSTAKA Adam et al. Glaucoma. Last update July 2005. Availa le from: http ://www.urac.org/adams/glaucoma.html Anonyma. Glaucoma : Introduction to Glaucoma & Medical Management of Glaucoma. Section 10. USA. American Academy of Ophtalmo logy. 2002. Anonyma. Drug Treatment for Glaucoma. Last update July 2005. Availa le from: http:// www.agingeye.com/glaukoma/drug.html Friedman, NJ. Review of Oph thalmology : Pharmacology. 1st Edition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 2003. I lyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Pener it FKUI. 2007. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Pener it FKUI. 2008. Ja mes B, Chew C and Bron A, Lectures Notes Oftalmologi edisi kesem ilan. Jakarta. Pener it Erlangga. 2005 Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approa ch. 5th Edition. USA. McGraw-Hill. 2003. 31

Langston, PD. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy: Glaucoma. 5th Edition. Phi ladelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2003. Perhimpunan Dokter Spesialis Mat a Indonesia. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edis i 2. Jakarta. Sagung Seto. 2002. Vaughan, GD. & Riordan-Eva, P. Glaukoma dalam O ftalmologi Umum. Edisi 14. Alih Bahasa : Jan Tam ajong & Brahm U. Pendit. Jakart a. Widya Medika. 2001. 32