3 golongan obat

7
Nama : Siva Oroh NRI : 110111269 Ruang : 18 Tugas Pakar dr. Jeanette I. Christie Manoppo.SpA Saluran Cerna Atas Pertanyaan - Sebutkan efek samping, cara kerja, dan obat-obat dari Golongan H 2 -Blocker (AH 2 ), Proton Pump Inhibitors (PPIs), dan Prokinetik - Gambarkan cara kerja Pembahasan - Golongan H 2 – Bloker Antagonis sekresi reseptor H 2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burimamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H 2 yang pertama kali ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di klik. Antagonis reseptor H 2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Efek Samping Simetidin dan Ranitidin Indeks efek samping kedua obat ini rendah dn umumnya berhubungan dengan penghambatan terhadap reseptor H 2 ; beberapa efek samping lain tidak berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain nyeri kepala, pusng, malaise, mialgia, mual, diare, konsyipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libodi dan impoten.

Upload: siva-oroh

Post on 12-Aug-2015

138 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3 golongan obat

Nama : Siva Oroh

NRI : 110111269

Ruang : 18

Tugas Pakar

dr. Jeanette I. Christie Manoppo.SpA

Saluran Cerna Atas

Pertanyaan

- Sebutkan efek samping, cara kerja, dan obat-obat dari Golongan H 2-Blocker (AH2), Proton Pump Inhibitors (PPIs), dan Prokinetik

- Gambarkan cara kerja

Pembahasan

- Golongan H2 – Bloker

Antagonis sekresi reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burimamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H 2 yang pertama kali ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di klik. Antagonis reseptor H 2

yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.

Efek Samping

Simetidin dan Ranitidin

Indeks efek samping kedua obat ini rendah dn umumnya berhubungan dengan penghambatan terhadap reseptor H2; beberapa efek samping lain tidak berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain nyeri kepala, pusng, malaise, mialgia, mual, diare, konsyipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libodi dan impoten.

Simetidin meningkat reseptor andorogen dengan akibat disfungsi seksual dan ginekomastia. Ranitidin tidak berefek antiandrogenik sehingga penggantiaan terapi dengan ranitidin mungkin akan menghilangkan impotensi dan ginekomastia akibat simetidin. Simetidin IV akan merangsang sekresi prolaktin,tetapi hal ini pernah pula dilaporkan setelah pemberian simetidin kronik secara oral. Pengaruh ranitidin terhadap peninggian prolaktin ini kecil.

Famotidin

Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin, famotidin nampakya lebih baik dari simetidin karena karena tidak menimbulkan efek antiadrogenik.

Page 2: 3 golongan obat

Nizatidin

Nizatidin biasanya jarang menimbulkan efek samping. Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi. Peningkatan kadar asam urat dan transminase serum ditemukan pada beberapa pasien yang nampaknya tidak menimbulkan gejala klinik yang bermakna. Sepertii halnya dengan AH2 lainnya, potensi nizatidin untuk menimbulkan hepatotoksisitas rendah. Nizatidin tidak memiliki efek antiandrogenik. Nizatidin dapat menghambat alkohol dehidrogenase pada mukosa lambung dan menyebabkan kadar alkohol yang lebih tinggi dalam kadar serum. Nizatidin tidak menghambat sistem P45. Pada sukarelawan sehat tidak dilaporkan terjadinya interaksi obat bila nizatidin diberikan bersama teofilin, lidokain, warfarin, klordiazepoksid, diazepam atau lorazepam. Penggunaan bersama antasid tidak menurunkan absorpsi nizatidin secara bermakana. Ketokonazol yang membuthkan pH asam menjadi kurang efektif bila pH lambung lebih tinggi pada pasien yang mendapat AH 2.

Simetidin dan Ranitidin

1. FarmakodinamikSimetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekeresi asam lambung di hambat. Pengaruh fisiologik simetidin atau ranitidin pada reseptoor H 2 lainnya, tidak begitu penting. Walaupun tidak sebaik penekan sekresi asam lambung ada keadaan basal, simetidin dan ranitidin dapat menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik, stimulasi vagus, atau gastrin. Simetidin dan ranitidin juga mengganggu voleme dan kadar pepsin cairan lambung.

2. Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 20%. Absorpsi simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pada periode pascamakan. Absorpsi simetidin terutama terjadi pada menit ke 60-90. Simetidin masuk ke dalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dari dosis oral simetidin diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh eliminasinya sekitar 2 jam.

Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak pada plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah penggunaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein

Page 3: 3 golongan obat

plasma hanya 15%. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal. Meskipun dari penelitian tidak didapatkan efek yang merugikan pada fetus, namun karena simetidin, ranitidin, dan antagonis reseptor H2 lainnya dapat melalui plasenta maka penggunaannya hanya bila sangat diperlukan. Antagonis reseptor H2 juga melalui ASI dan dapat mempengaruhi fetus.

Famotidin

1. Farmakodinamik

Seperti halnya dengan simetidin dan ranitidin, famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

2. FarmakokinetikFamotidin mencapai kadar puncak di plasma kira-kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam dan bioavailabilitas 40-50%. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Setelah dosis oral tunggal, sekitar 25% dari dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melebihi 20 jam.

Nizatidin

1. Farmakodinamik

Potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih sama dengan ranitidin.

2. Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh makanan atau antikolinergik. Klirens menurun pada pasien uremik dan usia lanjut.

Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 11/2 jam dan lama kerja sampai dengan 10 jam. Nizatidin di ekskresi terutama melalui ginjal; 90% dari dosis yang digunakan ditemukan di urin dalam 16 jam.

Golongan Proton Pump Inhibitors (PPIs)

Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir produksi asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini yang digunakan di klink adalah omeprazol, esomeprasol, lansoprazol, rabeprazol dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima sediaan tersebut adalah pada subtitusi di cincin piridin dan/atau benzimidasol. Omeprazol adalah campuran

Page 4: 3 golongan obat

rasemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah isomer S dan omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol.

Efek Samping

Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi myopati subakut, artralgia, sakit kepala dan ruam kulit. Hipergastrinemia lebih sering terjadi dan lebih berat pada penggunaan PPI dibandingkan H2 antagonis. Sebesar 5-10% pasien yang menggunakan PPI secra kronik level gastrinnya meningkat sampai > 500 ng/L. Keadaan hipersekresi asam lambung pada penghentian terapi PPI yang akibatnyya dapat menginduksi tumor gasterintestinal.

Farmakodinamik

Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk akktivitasnya. Setelah diabsorpsi dan masuk ke sirkulasi sistemik obat ini akan berdiffusi ke sel parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami aktivitas disitu menjadi bentuk suulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzm H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjaddinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung terhenti 80% s/d 95%, setelah penghambatn pompa proton tersebut.

Penghambatan berlngsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, lepas dari jenis perangsanganya histamin, asetilkolin atau gastrin.

Hambatan ini sifatnya ireversibel, produksi asam baru dapat kembali terjadi setelah 3-4 hari pengobatan.

Farmakokinetik

Penghambatan pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut ddalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bioavailabilitasnya lebih baik. Tablet yang pecah di lambung mengalami aktivasi lalu terkikat pada berbagai gugs sulfhidril mukus dan makanan. Bioavailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu sebaliknya diberikan 30 menit sebelum makan.

Obat ini mempunya masalah bioavailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan presentasi jumlah absorpsi yang bervariasi luas. Bioavailabilitas tablet yang bukan salu enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya produks asam lambung setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme dihati oleh sitokrom P450 (CYP) terutama CYP2C19 dan CYP3A4.

Golongan Prokinetik

Metoklopramid dan Domperidon

Page 5: 3 golongan obat

Efek Samping

Efek samping metoklopramid yang paling sering melibatkan sistem saraf pusat. Kegelisahan, rasa mengantuk, insomnia, ansietas, dan agitasi timbul pada 10-20% pasien. Efek ekstrapiramidal (distonia, akatisia, gambaran parkinsonian) akibat blokade reseptor dopamin sentral terjadi secara akut pada 25% pasien yang mendapat dosis tinggi dan pada 5% pasien yang mendapat terapi jangka-panjang. Diskinesia tardif, yang sesekali reversibel, timbul pada pasien yang mendapat metoklopramid jangka-panjang harus dihindari kecuali sangat perlu. Peningkatan kadar prolaktin (disebabkan oleh baik oleh metoklopramid maupun domperidon) dapat menyebabkan galaktorea dan ginekomastia.

Domperidon ditoleransi dengan sangat baik. Karena tidak melintasi sawar darah-otak secara signifikan, efek neuropsikiatrik dan ekstrapiramidal jarang timbul.

Mekanisme Kerja

Metoklopramid dan Domperidon adalah antagonis reseptor D 2. Di dalam saluran cerna, aktivitas reseptor dopamin menghampat perangsangan otot polos kolinergik; blokade efek ini dipercaya menjadi mekanisme kerja prokinetik utama dari agen ini. Agen – agen ini meningkatkan amplitudo peristaltik esofagus, meningkatkan pengosongan lambung tettapi tidak memiliki efek terhadap motilitas usus halus atau kolon. Metoklopramid dan domperridon juga menyekat reseptor dopamin D 2 di zona pemicu kemoreseptor di mdula oblongata ( area postrema ), yang menimbulkan efek antimual dan antiemetik poten.