halaman judul - web viewgolongan penisilin, golongan kuinolon, golongan makrolida, ......
TRANSCRIPT
PANDUAN UKAI FORMATIF 2016
MENUJU UKAI, MENUJU MASA DEPAN
APOTEKER MUDA
REPUBLIK INDONESIA
2016
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penyusun dapat menyelesaikan Panduan UKAI Formatif tahun 2016. Panduan UKAI ini dibuat sebagai gambaran hasil try out UKAI Desember 2015 yang memudahkan mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker diseluruh Indonesia untuk mempelajari materi yang diujikan pada UKAI Formatif 2016.
Penulis membagi menjadi 5 Bab berdasarkan rumpun keilmuan farmasi, yaitu Farmakologi-Farmakoterapi, Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Farmakognosi, Kimia Farmasi, serta Farmasi Sosial dan Administratif. Penyusun memperoleh berbagai ilmu, pengalaman, pengetahuan, motivasi, suka dan duka selama penyusunan Panduan UKAI Formatif 2016.
Dalam penyusunan Panduan UKAI Formatif 2016 tentunya tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :1. Rekan-rekan PKPA RS Bethesda Periode Agustus – September 2015 atas
dukungan dan kepercayaan kepada penulis dalam penyusunan Panduan UKAI Formatif 2016.
2. Rekan-rekan dari Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UGM atas dukungannya dalam penyusunan Panduan UKAI Formatif 2016.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan yang diberikan, sehingga penyusunan Panduan UKAI Formatif 2016 dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam Panduan UKAI Formatif 2016 ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang membangun demi perbaikan Panduan UKAI. Semoga Panduan UKAI Formatif 2016 ini dapat bermanfaat dan membantu rekan-rekan calon Program Studi Profesi Apoteker diseluruh Indonesia.
Yogyakarta, Januari 2016
Penulis
2
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL................................................................................................1KATA PENGANTAR.............................................................................................2DAFTAR ISI............................................................................................................3BAGIAN 1 FARMAKOLOGI DAN TERAPI........................................................4BAGIAN 2 FARMASETIKA DAN TEKNOLOGI FARMASI...........................32BAGIAN 3 FARMAKOGNOSI............................................................................39BAGIAN 4 KIMIA FARMASI.............................................................................45BAGIAN 5 FARMASI SOSIAL DAN ADMINISTRATIF..................................53DAFTAR PUSTAKA............................................................................................55
3
BAGIAN 1 FARMAKOLOGI DAN TERAPI
1.1. Penggolongan Obat
Golongan Obat Logo Keterangan
Obat BebasDapat digunakan
untuk swamedikasi.
Obat Bebas Terbatas
Dapat digunakan
untuk swamedikasi,
harus diberikan
informasi lebih karena
mengandung obat
keras.
Obat KerasHarus dengan resep
dokter.
Jamu
Khasiat yang
dicantumkan
merupakan khasiat
empiris di masyarakat,
belum sepenuhnya
terstandar, dan belum
dilakukan uji praklinik
dan klinik.
Obat Herbal Terstandar Khasiat yang
dicantumkan sudah
dibuktikan dengan uji
praklinik, sudah
terstandar, dan sudah
dilakukan uji praklinik
dan/atau uji klinik
4
belum lengkap.
Fitofarmaka
Khasiat yang
dicantumkan sudah
dibuktikan dengan uji
praklinik dan klinik,
sudah terstandar, dan
sudah dilakukan uji
klinik dengan lengkap
(fase 1, fase 2, dan
fase 3).
Narkotika
Harus dengan resep
dokter dan
mengakibatkan
ketergantungan yang
kuat. Distribusinya
dikendalikan oleh
pemerintah.
Psikotropika
Harus dengan resep
dokter dan kadang
mengakibatkan
ketergantungan.
Obat Wajib Apotek
Obat keras yang dapat
diserahkan oleh
apoteker dengan
syarat dan ketentuan
yang berlaku menurut
undang-undang, dapat
digunakan untuk
swamedikasi atau
pengobatan rutin.
5
1.2. Farmakologi
Golongan
FarmakologiMekanisme Aksi Contoh Obat
Anastesi Amida Blokade reversibel pada
kanal natrium pada akson
Lidokain, bupivikain
Anastesi Ester Benzokain, prokain
Antikolinesterase
Inhibisi hidrolisis
asetilkolin pada enzim
kolinesterase
Piridostigmin,
neostigmin
Agonis
muskarinik
Memacu reseptor
muskarinikPilokarpin
Agonis nikotinikMemacu reseptor
nikotinikNikotin
Antagonis
muskarinik
Menghambat reseptor
muskarinik dan
mengakibatkan efek
excitatory
Atropin, hiosin,
ipatropium
Alfa blocker
Menghambat reseptor
alfa adrenergik, sehingga
terjadi dilatasi vena.
Prazosin
Beta blockerMenghambat reseptor
beta adrenergik.
- Beta-1 selektif :
bisoprolol (low
dose), atenolol,
metoprolol
- Beta blocker
nonselektif :
propanolol
Beta-2 agonis
Meningkatkan kerja
reseptor beta adrenergik
2, sehinga terjadi
relaksasi otot polos
bronkus.
Salbutamol,
formoterol, salmeterol
6
ACE Inhibitor
Menghambat perubahan
angiotensin I menjadi
angiotensin II pada ginjal
Kaptopril, lisinopril,
enalapril
Angiotensin
Receptor Blocker
Menghambat pada
reseptor angiotensin
Valsartan, losartan,
candesartan
Calcium Channel
Blocker
Menghambat masuk
kalsium pada sel otot
jantung
- DHP : Amlodipin,
nifedipin
- NonDHP :
Diltiazem,
verapamil
Diuretik thiazide Menghambat reabsorbsi
natrium di tubulus distal,
sehingga meningkatkan
eksresi air, natrium, dan
ion hidrogen.
Hidroklortiazid
Diuretik sulfon
Menghambat reabsorbsi
natrium dan klorida di
tubulus proksimal,
tubulus distal, dan
lengkung Henle,
sehingga meningkatkan
eksresi air, natrium,
klorida, magnesium, dan
kalsium.
Furosemid
Antagonis
aldosteron
Mengikat reseptor
aldosteron di tubulus
distal, sehingga
meningkatkan sekresi
natrium dan klorida dan
menahan kalium dan ion
hidrogen.
Spironolakton
7
Kortikosteroid
Modulasi metabolisme
lipid, karbohidrat, dan
protein serta
mempertahankan
keseimbangan cairan.
Mengontrol sintesis
protein, menekan migrasi
PMN dan fibroblas,
mengubah kapilaritas
membran, dan
menstabilkan lisosom.
Metilprednisolon,
hidrokortison
Biguanid
Menurunkan produksi
glukosa hepatik,
menurunkan absorbsi
glukosa di saluran cerna,
dan meningkatkan
sensitivitas reseptor
insulin.
Metformin
Sulfonilurea
Meningkatkan sekresi
insulin, Menurunkan
produksi glukosa hepatik,
dan meningkatkan
sensitivitas reseptor
insulin.
Glibenklamid,
glimepirid
HMG-CoA
Reductase
Inhibitor
Menghambat enzim
pengubah substrat
kolesterol (HMG-CoA
Reductase)
Simvastatin,
atorvastatin,
rosuvastatin
Asam Fibrat Menghambat lipolisis
perifer dan menurunkan
pengambilan asam lemak
Gemfibrozil
8
bebas oleh hati.
Resin Asam
Empedu
Mengikat asam empedu
pada saluran cerna.
Kolestipol,
Koleselvam,
Kolestiramin
Bifosfonat
Mengikat kristal
hidroksiapatit pada
tulang dan menghambat
osteoklast serta
menghambat pelepasan
mineral dan kolagen dari
tulang.
Asam alendronat,
asam risendronat
Proton Pump
Inhibitor
Menghambat pompa
proton dalam sekresi ion
hidrogen pada lambung.
Omeprazol,
pantoprazol
H-2 Antagonis
Menghambat reseptor H-
2 pada sel parietal
lambung, sehingga
menghambat sekresi
asam lambung.
Famotidin, ranitidin,
simetidin
H-1 Antagonis
Menghambat reseptor H-
1, sehingga tidak tejadi
aktivasi oleh histamin.
- Generasi lama :
klorfeniramin
maleat.
- Generasi baru :
loratadin, cetirizin,
fexofenadin.
Antibiotika
Penisilin
Menghambat sintesis
dinding bakteri
(golongan beta laktam).
Amoksisilin, ampisilin
Antibiotika
Sefalosporin
- Generasi 1 :
Cefradoksil
- Generasi 2 :
Cefuroksim
9
- Generasi 3 :
Ceftriakson,
cefotaksim,
ceftazidim
Antibiotika
Tetrasiklin
Menghambat sintesis
protein dengan mengikat
subunit ribosom 30S dan
50S dan mengikat logam
untuk metabolisme
bakteri.
Tetrasklin,
oksitetrasiklin,
doksisiklin
Antibiotika
Quinolon
Menghambat DNA
girase, sehingga merusak
struktur double helix
DNA.
Ciprofloksasin,
levofloksasin
Antibiotika
Makrolida
Menghambat sintesis
protein dengan mengikat
subunit ribosom 30S dan
50S.
Azitromisin,
klaritomisin,
eritromisin
Antibiotika
Fenikol
Menghambat sintesis
protein dengan mengikat
subunit ribosom 50S.
Kloramfenikol,
tiamfenikol
1.3. Keamanan Obat dan Toksikologi
1.3.1. Keamanan Obat
a. Indeks Kehamilan
Masa kehamilan merupakan masa kritis pertumbuhan
janin. Namun, tidak jarang ditemui ibu hamil yang
menderita penyakit tertentu saat hami. Berikut adalah
indeks kehamilan dan keterangan mengenai indeks
kehamilan :
Indeks Keterangan Penggunaan Klinis
10
Kehamilan
A Studi terkontrol pada
wanita hamil tidak
memperlihatkan adanya
resiko terhadap janin pda
kehamilan trimester 1
dan trimester berikutnya.
Dapat digunakan
secara aman bagi
wanita hamil.
B Studi terhadap
reproduksi binatang
memperlihatkan tidak
ada resiko terhadap janin,
tetap belum ada studi
terkontrol terhadap
manusia.
Dapat digunakan
relatif aman bagi
wanita hamil.
C Studi pada binatang
percobaan
memperlihatkan adanya
efek terhadap janin dan
studi terkontrol pada
wanita dan binatang tidak
tersedia atau tidak dapat
dilakukan.
Penggunaan obat
harus
mempertimbangkan
manfaat klinis dan
resiko terhadap
janin.
D Terdapat bukti adanya
resiko pada janin pada
binatang percobaan atau
studi pada manusia.
Penggunaan obat
dapat digunakan
dalam kasus life-
threatening atau
apabila ada alternatif
lebih baik harus
diutamakan.
X Studi pada manusia dan
binatang memperlihatkan
Tidak dianjurkan
penggunaannya
11
adanya abnormaltas pada
janin.
selama masa
kehamilan.
b. Efek Samping Beberapa Obat
Obat Efek Samping Khas
Amlodipin Edema dan edema paru
Kaptopril Batuk
Pirazinamid Nyeri tulang, hepatotoksik
INH Kesemutan, hepatotoksik
Rifampisin Mengubah warna urin
menjadi merah, induksi
sitokrom
Streptomisin Ototoksis, nefrotoksis
Asetosal Perdarahan, iritasi saluran
cerna, tinitus
Hidroklortiazid Hipokalemia, kenaikan
asam urat
Kortikosteroid Inhalasi Candidasis
Kortikosteroid Oral Iritasi saluran cerna, moon
face karena retensi Na dan
Air, keropos tulang
Etambutol Buta warna, kebutaan
Fenitoin Gingival hyperplasia,
induser sitokrom
Karbamazepin Hepatotoksik dari
metabolitnya, induser
sitokrom
Orlistat Feses berlemak
Antibiotika Kuinolon Menghambat
pertumbuhan anak
Antibiotika Tetrasiklin Kolorasi gigi menjadi
12
kuning
Antibiotika
Aminoglikosida
Nefrotoksis
Bifosfonat Iritasi saluran cerna
Semua OAT Mual dan muntah
Codein Konstipasi
1.3.2. Toksikologi
Kasus keracunan selalu ditemukan terkait dengan
penggunaan bahan kimia sebagai obat atau kecelakaan.
Berikut adalah daftar senyawa yang dapat bersifat racun
dan penawar yang dapat diberikan :
Substrat Racun Penawar
Parasetamol Asetilsistein
Logam berat (As, Pb, Hg,
Cu)BAL (dimecaprol)
Logam berat (Pb) EDTA
Ferrum Deferoksamin
Opioid Nalokson
Pestisida organofosfat Atropin, Pralidoksim
Sianida Nitrit, Nitrat
Metanol, etilen glikol Etanol
Beta blocker Glukagon
Benzodiazepin Flumazenil
Karbonmonoksida Oksigen, hiperbarik oksigen
Kumarin Vitamin K
Digoksin Digoksin FAB
Heparin Protamin
INH Piridoksin
Nitrit Metilen Blue
13
1.4. Cara Pemakaian Obat
Pemakaian obat yang tepat memiliki beberapa pertimbangan, salah
satunya adalah sifat fisika kimia obat, mengikuti ritme biologis tubuh
dan/atau mengikuti t1/2 obat yang digunakan. Sebagai contoh
penggunaan atorvastatin dan simvastatin memiliki perbedaan.
Atorvastatin dapat diberikan pada sore hari, sedangkan simvastatin
harus diberikan malam hari. Hal ini terjadi karena t1/2 atorvastatin
adalah 14 jam, sedangkan simvastatin 2 jam, sehingga simvastatin
harus segera digunakan pada waktu biologis tubuh untuk sintesis
kolesterol, yaitu pada waktu malam hari. Golongan bifosfonat harus
diberikan dengan cara pasien harus duduk dikarenakan sifat kimia obat
yang iritatif, sehingga dengan duduk diharapkan berinteraksi singkat
dengan saluran cerna atas dan segera memasuki lambung.
1.5. Farmakokinetika
1.5.1. Kecepatan Infus
R = S x Dosis
ᶵ
Dimana :
R = kecepatan infus
S = fraksi aktif
ᶵ = interval pemberian
Pasien ATS menerima infus teofilin dengan dosis 40 mg
tiap jam. Berapakah kecepatan infus yang harus diatur?
Diketahui teofilin memiliki fraksi aktif sebesar 80 %.
R = S x Dosis
ᶵ
R = 0,8 x40
1
R = 32 mg/jam
14
1.5.2. Perubahan Dosis Intravena ke Dosis Peroral
Umumnya diberikan pada keadaan tunak rerata (Cav),
dengan rumus :
D = Cav xk xVd x ᶵ
F x S
Dimana :
D = dosis peroral
Cav = konsentrasi tunak rerata
k = konstanta eliminasi
Vd = volume distribusi
F = fraksi bioavaibilitas
S = fraksi aktif
ᶵ = interval pemberian
Pasien RA 28 tahun, 78 kg diresepkan Tetrasiklin HCl
untuk keluhan Gonorrhae. Tetrasiklin HCl memiliki
bioavabilitas oral 77 % dengan semua fraksi aktif. Volume
distribusi sebesar 0,2 L/kgBB, waktu paro eliminasi adalah
10,6 jam. Kadar tunak rerata yang digunakan dalam
pengobatan RA di rumah sakit adalah 35 mg/mL. Apabila
RA diizinkan pulang oleh dokter dan meneruskan terapi
tetrasiklin HCl peroral dengan interval tiap 6 jam,
berapakah dosis yang Anda sarankan?
Diketahui :
Vd = 0,2 L/kgBB x 78 kg = 15,6 L
K = 0,693/t1/2 = 0,693/10,6 = 0,065 /jam
D = Cav xk xVd x ᶵ
F x S
D = 35 mg
mLx0,065 x15,6 x 6
0,77 x1
D = 276,54 mg ~ 300 mg
15
1.6. Kapita Selekta Farmakoterapi
1.6.1. Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut :
Menurut JNC 7, target terapi dan obat yang dipilih adalah
sebagai berikut :
Kondisi Target Tekanan
Darah
Obat Pilihan
Normal <140/90 mmHg - Tunggal :
ACE Inhibitor
ARB, CCB,
atau diuretik
thiazid
- ACE Inhibitor
atau ARB +
diureik tiazid;
atau ACE
Inhibitor atau
ARB + CCB
Geriatrik < 140/90 mmHg ACE Inhibitor,
ARB, atau
diuretik tiazid
Gagal ginjal
kronis dengan
albuminuria (> 30
mg albumin/24
jam)
< 130/80 mmHg ACE Inhbitor
atau ARB
16
Diabetes mellitus < 130/80 mmHg - First line :
ACE Inhbitor
atau ARB
- Second line :
CCB
- Third line :
diuretik tiazid
atau beta-
blocker
Gagal jantung
dengan
pengurangan
volume
< 130/80 mmHg - First line :
ACE Inhbitor
atau ARB +
beta-blocker
- Second line :
antagonis
aldosteron
Post-myocardial
infark
< 130/80 mmHg Beta blocker +
ACE Inhibitor
atau ARB
Coronary artery
disease
< 130/80 mmHg - First line :
beta-blocker +
ACE Inhbitor
atau ARB
- Second line :
CCB
- Third line :
diuretik tiazid
Pencegahan
kekambuhan
stroke
< 130/80 mmHg Diuretika tiazid
atau diuretika
tiazid + ACE
Inhibitor
17
Target penurunan tekanan darah dapat JNC 7 dan JNC 8
sangat berbeda. Pada JNC 8, penurunan tekanan darah tidak
agresif seperti JNC 7. Berikut adalah target menurut JNC
8 :
18
1.6.2. Dislipidemi dan Berat Badan Berlebih
Menurut ATP III, dalam tata laksana penurunan LDL dan
manajemen resiko penyakit degeneratif ada faktor resiko
yang harus diketahui, berikut adalah faktor resiko menurut
ATP III.
Faktor Resiko Nilai
Lingkar Pinggang Wanita >88 cm (>35 inch)
Lingkar Pinggang Pria >120 cm (> 40 inch)
Trigliserida ≥150 mg/dL
HDL Pria < 40 mg/dL
HDL Wanita < 50 mg/dL
Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg
Glukosa puasa ≥ 110 mg/dL
Dengan mengetahui faktor resiko, target penurunan LDL
dan memulai terapi dapat diketahui. Berikut adalah target
dan nilai LDL memulai terapi :
Faktor
Resiko
Target
Penurunan
LDL
Nilai LDL
mulai terapi
nonfarmakologi
Nilai LDL
mulai
terapi obat
Ada riwayat
coronary
heart
disease atau
dengan
faktor
< 100 mg/dL ≥ 100 mg/dL ≥ 130
mg/dL
19
resiko setara
≥ 2 faktor
resiko
< 130 mg/dL ≥ 130 mg/dL Pantauan
selama 10
tahun
dengan 10
– 20 %
resiko
≥ 130
mg/dL
Pantauan
selama 10
tahun
dengan
resiko <
10 %
≥ 160
mg/dL
0 – 1 faktor
resiko
< 160 mg/dL ≥ 160 mg/dL ≥ 190
mg/dL
Berikut adalah pilihan obat yang dapat diberikan :
Golongan Contoh Obat Efek Terapi Efek Samping Kontraindikasi
HMG CoA
Reductase
Inhibitor
Simvastatin
lovastatin,
pitavastatin,
rosuvastatin
Menurunkan
LDL dan
trigliserida,
menaikkan
HDL
Miopati,
meningkatkan
enzim hati
Penyakit liver aktif dan
kronis
Resin asam
empedu
Colestipol
Coleselvam
Colestiramin
Menurunkan
LDL,
menaikkan
HDL
GI Upset
Konstipasi
Menurunkan
absorbsi obat
Trigliserida > 400 mg/dL
20
Asam
nikotinat
Asam
nikotinat
Menurunkan
LDL dan
trigliserida,
menaikkan
HDL
Muka merah
Hipoglikemi
Hiperurisemia
Hepatotoksis
GI Upset
Penyakit liver kronis
Gout parah
Asam fibrat Gemfibrozil
Fenofibrat
Menurunkan
LDL dan
trigliserida,
menaikkan
HDL
Dispepsia
Batu empedu
Miopati
Gangguan ginjal dan hati
parah
Penurunan berat badan dapat digunakan orlistat, apabila
target dengan terapi nonfarmakologi tidak mencapai
penurunan 10 % berat badan. Orlistat memiliki efek
samping feses berlemak dan dapat menggangu absorbsi
vitamin, siklosporin, dan levotiroksin.
1.6.3. Metabolisme dan Darah
Kondisi Tanda dan Gejala Obat Pilihan
Polycystic
Ovarian
Syndrome
Hirsutisme
(tumbuh rambut),
glukosa tinggi,
menstruasi tidak
teratur.
Klomifen sitrat,
metformin
(glukosa tinggi)
Hipertiroid Gugup, cemas,
takikardi, tremor
(gejala
tirotoksikosis),
kelemahan otot,
turun berat badan
Beta-blocker
(atenolol atau
propanolol)
untuk gejala
tremor, takikardi,
dan cemas (gejala
21
tirotoksikosis);
agen antitiroid
(propilthiourasil,
methimazol, KI)
Hipotiroid Kelemahan,
bradikardi, mudah
mengantuk, goiter
Levotiroksin,
liothironin
Anemia
Megaloblastik
Nilai MCV besar,
nilai kadar B-12
rendah, atau nilai
kadar asam folat
rendah.
Sianokobalamin,
asam folat
Anemia Aplastik Kelemahan,
perdarahan gusi,
bengkak pada
kaki, serta nilai
rendah pada
retikulosit dan
WBC.
- Agen
imunosupresan
:
metilprednisolo
n, siklosporin
- Hemapoetic
Growth Factor :
filgastrim
- Agen
antineoplastik :
fludarabin
- Kelator :
Deferoxamin
Anemia
defisiensi besi
Nilai MCV
rendah dan serum
feritrin rendah.
Fe Sulfat, Fe
Fumarat
Osteoporosis Sakit pada tulang
tertentu,
penurunan tinggi
Suplementasi
kalsium (kalsium
karbonat, kalsium
22
badan, perubahan
struktur tubuh,
nilai T score di
bawah – 2,5.
sitrat), first line
(asam alendronat,
asam risendronat),
alternatif
(raloksifen, asam
ibandronat)
1.6.4. Diabetes
Diabetes ditanda dengan gejala : polivagi (banyak makan),
poliuria (banyak buang air kecil), dan polidipsi (banyak
minum). Diabetes digolongkan menjadi dua tipe utama,
yaitu tipe I dan tipe II.
Pada tipe I, pasien lebih cenderung memiliki berat badan
rendah dan mengalami ketoasidosis, sedangkan pada tipe II
cenderung obesitas.
Berikut adalah target terapi dari diabetes mellitus :
Dalam tatalaksana terapi, diabetes mellitus tipe 1 dan 2
memiliki perbedaan. Berikut adalah tatalaksana terapi
menurut ADA 2015 :
Obat Keterangan
Metformin Digunakan apabila terapi
23
nonfarmakologi belum mengontrol
kadar glukosa pasien
Insulin + antidiabetika oral atau
insulin tunggal
Pasien baru terdiagnosa gejala DM
tipe 2 atau terjadi kenaikan kadar
glukosa atau HbA1C
Penambahan antidiabetika oral
kedua atau insulin
Apabila antidiabetika oral tidak
menunjukkan perbaikan setelah 3
bulan pada nilai HbA1C
Dalam terapi DM tipe 1 harus menggunakan insulin.
Berikut adalah jenis insulin yang dapat digunakan :
Kerja Insulin Contoh Penggunaan
Rapid Acting Humalog (insulin
lispro), NovoLog
(insulin aspart),
Apidra (insulin
glulisine)
5 – 15 menit sebelum
makan
Short Acting Humulin R,
Novolin R
30 menit sebelum makan
Intermediat Humulin N,
Novolin N
Umumnya 1 x sehari
Long Acting Lantus (insulin
glargine), Levemir
(insulin detemir)
Umumnya 1 x sehari di
waktu yang sama
1.6.5. Asam Urat
Gout merupakan penyakit yang ditandai dengan kadar asam
urat serum lebih besar dari 6,8 atau 7,0 mg/dl. Pada
manajemen terapi gout dan hiperurisemia, tujuan terapinya
adalah :
1. Mengurangi serangan akut.
24
2. Menghindari terjadinya serangan.
3. Menghindari komplikasi yang disebabkan oleh
penumpukan kronis kristal asam urat di jaringan.
Penggunaan obat pada terapi gout adalah untuk mendukung
tercapainya tujuan terapi. Kondisi inflamasi dapat di atasi
dengan pemberian NSAID, kortikosteroid, atau kolkisin,
sedangkan untuk mencegah serangan gout dengan mengatur
kadar asam urat dalam darah agar tidak lebih dari 6,8 atau
7,0 mg/dl dapat digunakan allopurinol, febuxostat, atau
probenesid.
Kondisi Keterangan
Hiperurisemia First line yang digunakan
adalah allopurinol atau
febuxosat. Apabila alergi
terhadap xanthine oxidase
inhibitor (XOI) bisa
digunakan probenesid.
Kombinasi XOI (allopurinol
atau febuxosat) dan agen
urikosurik (probenesid)
terkadang dibutuhkan.
Penderita gagal ginjal harus
25
mengatur dosis allopurinol.
Inflamasi Harus di-assesment tingkat
inflamasi dan tingkat nyeri
(nyeri digunakan visual
analog scale (VAS)). Dapat
digunakan terapi tunggal
atau kombinasi. Obat pilihan
adalah : NSAID,
kortikosteroid, dan kolkisin.
1.6.6. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri secara umum menggunakan WHO Pain
Ladder. Berikut adalah pembagian pain ladder dan terapi
yang digunakan :
Tingkat Nyeri Terapi
Ringan (0 – 3) Parasetamol 650 mg, aspirin
500 mg, ibuprofen 400 mg,
atau NSAID bisa ditambah
NSAID lain, antidepresan
trisiklik, dan obat kejang
Menengah (4 – 6) Parasetamol 325 mg + opioid
(kodein)
Parah (7 – 10) Morfin atau fentanil bisa
26
ditambah NSAID lain,
antidepresan trisiklik, dan
obat kejang
1.6.7. Epilepsi
Jenis Epilepsi First Line
menurut UK
Guideline
Alternatif
menurut UK
Guideline
Partial Seizure
(Diagnosis Baru)
Karbamazepin,
lamotrigin
Levetiracetam,
oxkarbazepin,
asam valproat
Partial Seizure
(refractory
monotherapy)
Lamotrigin,
oxcarbazepin,
topiramat
-
Partial Seizure
(refractory
adjunct)
Karbamazepin,
klobazam,
gabapentin,
lamotrigin,
levetiracetam,
oxcarbazepin,
asam valproat,
topiramat
Lacosamid,
fenobarbital,
fenitoin,
pregabalin,
tiagabin,
vigabatrin,
zonisamid
Generalized
Seizure absence
Etoksusimid,
lamotrigin, asam
valproat
Klobazam,
klonazepam,
levetiracetam,
topiramat,
zonisamid
Primary general
(tonic-clonic)
Asam valproat,
lamotrigin,
karbamazepin,
Klobazam,
levetiracetam,
topiramat
27
oxkarbazepin
Juvenile
myoclonic
epilepsy
Etoksusimid,
lamotrigin, asam
valproat
Klobazam,
klonazepam,
levetiracetam,
topiramat,
zonisamid
1.6.8. Asma
Pada kondisi asma, pasien harus sering dikontrol. Kontrol
dapat menggunakan spirometri dan memantau frekuensi
serangan asma. Berikut adalah tahapan dalam terapi asma
dan rekomendasi yang diberikan :
Obat yang digunakan dalam terapi asma adalah sebagai
berikut :
Obat Keterangan
LABA (Long Acting Beta-2 Digunakan rutin dalam
28
Agonis) : salmeterol pengobatan asma
SABA (Short Acting Beta-2
Agonis) : salbutamol
(albuterol) dan formoterol
Digunakan apabila merasa
akan sesak (PRN)
Kortikosteroid Harus ada mekanisme
tapping. Apabila digunakan
secara inhalasi harus kumur
untuk menghindari jamur di
mulut
Teofilin Sebaiknya digunakan di jam
yang sama dan waspada
terhadap obat induser
maupun inhibitor.
1.6.9. Infeksi dan Penggunaan Antibiotika
Dalam memilih antibiotika, harus mempertimbangkan
spektrum antibiotika (luas atau sempit) dan tipe mikrobia
(aerob atau anaerob). Berikut adalah kasus pilihan dalam
penggunaan antibiotika :
Infeksi Pilihan antibiotika
Saluran Nafas Atas Golongan penisilin,
golongan kuinolon, golongan
makrolida, golongan
tetrasiklin.
Saluran Nafas Bawah Golongan penisilin,
golongan kuinolon, golongan
makrolida, golongan
tetrasiklin.
Saluran Kemih - Peroral : Cotrimoxazol
960 mg, fosfomisin,
amoksisilin-klavulanat,
29
siprofloksasin,
levofloksasin
- Injeksi : gentamisin,
tobramisin, ampisilin-
sulbaktam, ceftriaxon,
ceftazidim,
siprofloksasin,
levofloksasin.
H.pylori First line : klaritomisin +
amoksisilin atau
metronidazol
Tuberkulosis Untuk memudahkan
kombinasi terapi TBC
digunakan singkatan. H =
INH, R = Rifampisin, Z =
Pirazinamid, E = Etambutol,
S = Streptomisin.
- Fase intensif : digunakan
setiap hari selama dua
bulan. Minimal 3
gabungan obat umumnya
digunakan 2HRZE atau
2HRZ.
- Fase lanjutan : setelah dua
bulan dinyatakan BTA (-),
dilanjutkan 4 bulan dengan
dosis 2 – 3 x seminggu
(4H3R3).
- Fase sisipan : apabila
diakhir fase intensif
dinyatakan BTA (+)
30
digunakan 1 bulan
gabungan HRZE
(1HRZE).
- Relaps, gagal, atau
kambuh : digunakan
2HRZES dilanjut HRZE
dilanjut 5H3R3E3.
31
BAGIAN 2 FARMASETIKA DAN TEKNOLOGI FARMASI
2.
2.1. Sediaan Farmasi
2.1.1. Biofarmasetika
Pada pembuatan obat, harus diperhatikan kelas
penggolangan obat menurut BSC. Berikut adalah kelas
pembagian obat berdasarkan BSC :
Kelas BSC Rate Limiting Step Solusi
I (kelarutan besar,
permeabilitas tinggi)
Kecepatan disolusi Menambahkan
bahan untuk
mempercepat
disolusi
II (kelarutan kecil,
pemeabilitas tinggi)
Kelarutan senyawa Menambahkan
bahan yang dapat
meningkatkan
kelarutan senyawa
III (kelarutan tinggi,
permeabilitas rendah)
Permeabilitas senyawa Menambahkan
permeability
enhancer pada
formulasi
IV (kelarutan rendah,
permeabilitas rendah)
Tidak diketahui (tidak
ada hubungan antara
invitro dan invivo)
-
2.1.2. Padat
Sediaan padat contohnya adalah serbuk, granul, tablet, dan
kapsul. Pada sediaan padat apabila ingin dibuat tablet harus
memperhatikan bentuk partikel, ukuran partikel, dan sifat
kimia, sehingga dapat ditentukan cara pembuatan tablet.
32
Metode Keterangan
Granulasi Basah Senyawa aktif tahan air dan
panas, sifat alir jelek,
dilakukan pembuatan massa
dengan pengikat,
dikeringkan lalu diayak.
Granulasi Kering Senyawa aktif tidak tahan
panas dan air, sifat alir jelek,
dilakukan kempa dengan
bahan pengisi lalu
dihancurkan dan diayak.
Kempa Langsung Senyawa aktif tidak tahan
panas dan air, sifat alir baik.
Pada pembuatan kapsul, harus diperhatikan sifat alir
campuran karena berpengaruh pada keseragaman bobot saat
pengisian kapsul. Analisis bahan sediaan padat dapat
berupa penetapan bulk density dan sudut diam. Dalam
kontrol kualitas sediaan padat dapat dilakukan keseragaman
bobot, keseragaman kadar, dan uji disolusi. Untuk uji
stabilitas dapat dilakukan menurut ICH.
2.1.3. Semipadat
Sediaan semipadat contohnya adalah salep, krim, dan gel.
Pada pembuatan sediaan semipadat, harus memperhatikan
sifat hidrofilisitas dan stabilitas senyawa aktif, sehingga
dapat ditentukan cara pembuatan sediaan semipadat.
Apabila dalam pencampuran krim dengan salep harus
digunakan surfaktan agar tidak terjadi pemisahan fase.
Pemilihan emulgator dalam pembuatan krim sangat
diperlukan dengan menghitung nilai HLB yang diperlukan.
33
Umumnya senyawa yang hidrofob dibuat sediaan salep dan
krim emulsi o/w serta senyawa hidrofil dibuat sediaan gel
atau krim emulsi w/o. Dalam kontrol kualitas sediaan
semipadat dapat dilakukan keseragaman bobot,
keseragaman kadar, uji pelepasan obat, uji daya lekat, dan
uji penyebaran. Untuk uji stabilitas dapat dilakukan
menurut ICH.
2.1.4. Cair
Sediaan cair contohnya adalah larutan, suspensi, dan
emulsi. Pada pembuatan sediaan cair, harus memperhatikan
polaritas, stabilitas, dan kelarutan senyawa aktif, sehingga
dapat ditentukan cara pembuatan sediaan cair. Sediaan cair
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu steril dan nonsteril.
Pada pembuatan sediaan steril, stabilitas senyawa aktif
harus diperhatikan karena akan memilih metode sterilisasi
atau pembuatan sediaan steril. Pada larutan, senyawa aktif
harus melarut pada medium dispersi. Pada suspensi,
senyawa aktif harus terdispersi pada medium dispersi. Pada
sediaan emulsi, senyawa aktif harus dapat berpartisi pada
medium dispersi. Dalam pembuatan sediaan cair, metode
peningkatan kelarutan senyawa (solubilisasi) dapat
dilakukan dengan pengubahan pH larutan, penambahan
surfaktan, atau menambahkan kosolven agar mudah
melarut. Dalam pembuatan suspensi, bahan tambahan dapat
berupa agen flokulasi (pencegah penempelan partikel
dengan tolakan muatan listrik) dan thickening agent
(menambah kekentalan medium dispersi agar partikel tidak
mudah mengendap). Dalam pembuatan emulsi, harus
diperhatikan emulgator yang digunakan serta nilai HLB
yang akan digunakan. Sediaan emulsi dan suspensi harus
34
dikocok dahulu dalam penggunaan agar penyebaran
senyawa aktif merata. Sediaan emulsi dan suspensi
disarankan tidak disimpan dalam lemari es karena dapat
mengubah penyebaran partikel dan pemisahan fase emulsi.
Dalam kontrol kualitas sediaan semipadat dapat dilakukan
keseragaman volume dan keseragaman kadar. Untuk uji
stabilitas dapat dilakukan menurut ICH.
2.1.5. Gas
Sediaan gas contohnya adalah aerosol dan spray. Pada
pembuatan sediaan gas, harus memperhatikan volatilitas
senyawa aktif, jenis propelan, dan kompatibilitas senyawa
aktif dengan propelan, sehingga dapat ditentukan cara
pembuatan sediaan gas. Sediaan gas harus disimpan jauh
dari api agar tidak meledak.
2.1.6. Produk Biologis
Produk biologis contohnya adalah protein rekombinan,
vaksin, serum, dan toksoid. Pada pembuatan produk
biologis harus diperhatikan tujuan penggunaan, stabilitas
senyawa aktif, dan metode pembuatan. Hal ini dikarenakan
beberapa produk biologis sangat sensitif, sehingga dapat
rusak oleh lingkungan yang tidak sesuai (suhu, oksigen, dan
pH). Beberapa vaksin dan toksoid ditambahkan pengawet,
sehingga harus digunakan pengawet yang tidak merusak
senyawa aktifnya. Umumnya produk biologis harus
disimpan disuhu 2 – 8 oC agar tidak rusak.
35
2.2. Farmasi Industri
2.2.1. Kualifikasi dan Validasi
Kualifikasi merupakan proses pembuktian secara tertulis
berdasarkan data yang menunjukkan kelayakan suatu
peralatan, fasilitas, sistem penunjuang sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan. Tahapan kualifikasi ada
empat, yaitu :
- Kualifikasi Desain
- Kualifikasi Instalasi
- Kualifikasi Operasional
- Kualifikasi Performa
Validasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa tiap bahan, prosedur, kegiatan, sistem,
perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil
yang diharapkan. Validasi yang dikenal adalah validasi
metode analisis, validasi proses, dan validasi pembersihan.
Kualifikasi dilakukan sebelum validasi.
2.2.2. Klasifikasi Ruang
Jenis Ruang Persyaratan
Partikel
Fungsi
I Dalam 1ft3 terdapat
maksimum 100
partikel berukuran
0,5 µm
Produksi sediaan
steril secara aseptis
II Dalam 1ft3 terdapat
maksimum 10000
partikel berukuran
0,5 µm
Produksi sediaan
steril secara non-
aseptis
III Dalam 1ft3 terdapat Produksi sediaan
36
maksimum 100000
partikel berukuran
0,5 µm
non-steril
IV Dalam 1ft3 terdapat
maksimum lebih
dari 100000
partikel berukuran
0,5 µm
Area nonproduksi
seperti kantor,
ruang, gudang,
kamar mandi
2.3. Ekstraksi Tanaman Obat
2.3.1. Maserasi
Merupakan metode pembuatan ekstrak dengan cara
merendam simplisia dalam larutan penyari. Digunakan
pada bahan yang lunak seperti daun, bunga, rimpang, dan
beberapa buah. Pada maserasi tidak menggunakan panas,
sehingga cocok untuk senyawa aktif yang tidak tahan panas
dan oksidasi.
2.3.2. Perkolasi
Merupakan metode pembuatan ekstrak dengan cara
merendam simplisia dalam larutan penyari dan diesktraksi
dengan mengalirkan larutan dalam periode tertentu.
Digunakan pada bahan yang keras seperti kulit batang,
akar, batang, biji, dan beberapa buah. Pada perkolasi tidak
menggunakan panas, sehingga cocok untuk senyawa aktif
yang tidak tahan panas dan oksidasi.
2.3.3. Infudasi dan Dekoksi
Merupakan metode pembuatan ekstrak dengan cara
merebus simplisia dalam air. Apabila dilakukan selama 15
menit disebut infundasi. Apabila dilakukan selama 30 menit
37
disebut dekoksi. Digunakan pada senyawa aktif yang tahan
panas dan oksidasi. Apabila senyawa aktif mudah menguap
dan tidak mengendap harus disaring pada saat dingin,
sedangkan apabila senyawa aktif tidak mudah menguap dan
mudah mengendap harus disaring pada saat panas.
2.3.4. Sokhletasi
Merupakan metode pembuatan ekstrak dengan cara
mengalirkan solven panas yang menguap selama beberapa
periode. Digunakan pada senyawa aktif yang tahan panas
dan oksidasi.
2.3.5. Maserasi Termodifikasi
Merupakan metode pembuatan ekstrak dengan cara
merendam simplisia dalam larutan penyari dengan
pemanasan suhu rendah dan/atau pengadukan kinetik.
Digunakan untuk senyawa aktif yang tahan panas dan
oksidasi, serta untuk meningkatkan jumlah senyawa yang
terekstraksi.
2.3.6. Destilasi
Merupakan metode pembuatan minyak atsiri dengan
memanfaatkan volatilitas senyawa. Ada tiga jenis destilasi,
yaitu uap, air, dan uap-air. Destilasi uap dilakukan untuk
senyawa yang tahan panas dan oksidasi. Destilasi air
digunakan untuk senyawa yang tidak terhidrolisis.
38
BAGIAN 3 FARMAKOGNOSI
3.
3.1. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat,
kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah yang dikeringkan. Simplisia
terdiri dari nabati, hewan, dan mineral. Nama simplisa terdiri dari dua kata kata
pertama mengacu pada nama tanaman dalam bahasa latin dan kata kedua mengacu
pada bagian tanaman dengan nama latin.
Berikut adalah tatanama baku simplisia :
Nama Bagian Tumbuhan Nama Latin Contoh
Kayu LignumCaesalpiniae lignum
(Kayu secang)
Batang CaulisTinospora caulis
(Batang brotowali)
Buah FructusPiperi fructus
(Cabe Jawa/Buah cabe)
Bunga FlosJasminum flos
(Bunga melati)
Kulit Kayu CortexCinchonae cortex
(Kulit kayu kina)
Biji SemenMyristae semenis
(Biji pala)
Umbi TuberSolanum tuber
(Umbi kentang)
Akar RadixRhei radix
(Akar kelembak)
Akar tinggal Rhizome
Curcuma xanthorrhizae
rhizome
(Temulawak)
Umbi lapis Bulbus Alii sativum Bulbus
39
(Bawang putih)
Kulit buah PericarpiumGranati pericarpii
(Kulit buah delima)
Daun FoliumOrthosiphonis folium
(Daun kumis kucing)
Bagian di atas tanaman HerbaCentellae herba
(Herba pegagan)
Minyak OleumOleum cocos
(Minyak kelapa)
3.2. Metabolit Tanaman
Pada tanaman, terkandung senyawa yang tergolong metabolit primer dan
sekunder. Metabolit primer merupakan senyawa yang terkandung dalam tanaman
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Contoh metabolit primer adalah :
karbohidrat, protein, asam amino, dan asam lemak. Metabolit sekunder adalah
senyawa yang dibutuhkan tanaman sebagai perlindungan diri atau hasil dari
metabolisme utama. Contoh metabolit sekunder adalah : fenolik, flavonoid,
alkaloid, glikosida, antrakuinon, triterpenoid, iridoid, senyawa pahit, senyawa
pedas, dan senyawa sulfur.
Golongan Senyawa Sifat Fisika-Kimia Contoh Senyawa
Karbohidrat
Polar, relatif mudah larut
dalam air (monosakarida
dan disakarida,
polisakarida relatif sukar
larut), banyak
mengandung gugus
hidroksi (-OH),
umumnya senyawa
nonaromatis.
Sorbitol, dekstrosa,
laktosa, sukrosa,
amilum.
Protein Relatif polar, Enzim fenol oksidase.
40
mengandung gugus
amida (-COONH-),
terdenaturasi bila terkena
suhu tinggi dan pH
ekstrim, terdenaturasi
dengan logam berat lalu
mengendap.
Asam Amino
Relatif polar,
mengandung gugus
karboksilat (-COOH) dan
amina (-NH-),
mengendap dengan
logam berat.
Lisin, arginin,
aspartat.
Asam Lemak
Nonpolar, mengandung
gugus karboksilat (-
COOH), dapat
tersabunkan dengan basa.
Asam linoleat, asam
laurat.
Fenolik
Relatif polar,
mengandung gugus
hidroksi (-OH), senyawa
aromatis (ada benzena
dengan gugus hidroksi),
membentuk kompleks
berwarna bila bertemu
logam tertentu.
Asam galat, EGCG,
asam sinamat,
kumarin,
kurkuminoid.
Flavonoid Relatif polar,
mengandung gugus
hidroksi (-OH), senyawa
aromatis (ada benzena
dengan gugus hidroksi),
membentuk kompleks
Apigenin, narigenin,
antosianin.
41
berwarna bila bertemu
logam tertentu,
merupakan bagian dari
senyawa fenolik (semua
flavonoid adalah fenolik,
tetapi fenolik belum tentu
flavonoid)
Alkaloid
Dapat polar atau
nonpolar, mengandung
atom N, mengendap
dengan logam berat,
memiliki aktivitas
farmakologi.
Kuinin, nikotin.
Glikosida
Polar, mengandung
bagian gula (glikon) dan
nongula (aglikon)
Apiin, amigdalin,
aloin.
Antrakuinon
Relatif polar,
mengandung gugus
hidroksi (-OH) dan keton
(-CO-), senyawa
aromatis (ada benzena
dengan gugus hidroksi),
membentuk kompleks
berwarna merah bila
bertemu basa, merupakan
bagian dari senyawa
fenolik (semua
antrakuinon adalah
fenolik, tetapi fenolik
belum tentu
antrakuinon).
Aloin, rhein, senosida
42
Triterpenoid
Nonpolar, mudah
menguap (mono, seskui,
dan diterpenoid; tri dan
politerpenoid sulit
menguap), politerpenoid
umumnya berwarna,
tidak bisa tersabunkan.
Limonen, karvon,
timol (mudah
menguap); asam
glisirizat,
andrografolid (tidak
mudah menguap);
beta karoten,
zeaxanthin
(politerpenoid).
Senyawa pahit
Nonpolar, umumnya
senyawa alkaloid dan
triterpenoid.
Andrografolid, kuinin.
Senyawa pedas
Nonpolar, umumnya
resin dari senyawa
fenolik.
Gingerol, shogaol.
Iridoid
Nonpolar, merupakan
kerangka modifikasi dari
triterpenoid.
Valetriproat.
3.3. Obat Asli Indonesia
Berikut adalah beberapa nama simplisia yang umum digunakan di Indonesia.
Kebanyakan berasal dari tanaman.
Nama bahan KhasiatKandungan yang
berkhasiat
Golongan
senyawa
kandungan
Centellae herba
(Herba pegagan)Penghilang luka
Madekosida,
asiatikosidaTriterpenoid
Rhei radix
(Akar kelembak)Pencahar Rhein Antrakuinon
Curcuma
xanthorrhiza
Hepatoprotektor Kurkuminoid Fenolik
43
rhizome
(Temulawak)
Tinospora caulis
(Batang
brotowali)
Penurun gula
darahTinosporin
Triterpenoid,
Senyawa pahit
Psidii folium
(Daun jambu biji)
Diare
nonspesifikTanin Fenolik
Murrayae
paniculata folium
(Daun kemuning)
Penurun berat
badanPolisakarida Karbohidrat
Andrographis
herba
(Herba sambiloto)
Penurun gula
darahAndrografolid Triterpenoid
Phyllanti herba
(Herba meniran)Imunomodulator Filantin Triterpenoid
Orthosiphonis
folium
(Daun kumis
kucing)
Diuretika Orthosiphonin Triterpenoid
Sonchi folium
(Daun
tempuyung)
Diuretika SonchosidaGlikosida
flavonoid
44
BAGIAN 4 KIMIA FARMASI
4.
4.1. Konsep kimia dasar
4.1.1. Kesetaraan mol
Kesetaraan mol sering digunakan dalam penggantian bahan
baku dari suatu bahan yang setara. Misalnya dalam
membuat tablet atorvastatin, tetapi kita mendapat bahan
baku atorvastatin kalsium dari supplier. Apabila BM
atorvastatin adalah 559 dan atorvastatin kalsium adalah
599. Hitung berapa mg setara atorvastatin kalsium terhadap
10 mg atorvastatin.
Konsep mol :
mol = BobotBM
karena senyawanya mirip bisa digunakan konsep mol. Jadi :
mol atorvastatin = mol atorvastatin kalsium
Bobot 1BM 1 = Bobot 2
BM 2
10559 = X
599
X = 599569 x 10
X = 10,53 mg
Jadi, 10 mg atorvastatin setara dengan 10,53 mg
atorvastatin kalsium.
4.1.2. Pengenceran
Praktek pengenceran sering ditemukan pada praktek sehari-
hari pada pelayanan kefarmasian, misalnya dalam
pembuatan alkohol cuci atau mengencerkan bahan obat
45
tertentu. Prinsip pengenceran adalah kesetaraan jumlah
molekul atau jumlah bobot senyawa dalam larutan.
Bagaimana cara pembuatan alkohol 70 % dengan volume
1,5 liter dari alkohol 95 %?
Konsep pengenceran :
volume awal x konsentrasi awal = volume akhir x
konsentrasi akhir
Atau,
V1 x C1 = V2 x C2
95 % x X = 70 % x 1,5 L
X = (70/95) x 1,5 L
X = 1,1 L
Jadi, ambil 1,1 liter alkohol 95 % lalu ditambahkan akuades
sampai 1,5 liter.
4.1.3. Asam Basa
Konsep asam basa dalam farmasi penting dalam
meramalkan jumlah obat yang terion dan terserap pada
bagian tubuh tertentu. Konsep asam basa juga berguna
dalam meramalkan kompatibilitas pencampuran obat
suntik.
Rumus yang biasa digunakan adalah :
pH asam pH = pKa + log (Garam)(Asam)
pH basa pH = pKa + log (Basa)(Garam)
Dalam menentukan persentase terionisasi dapat digunakan
dua cara :
- Rumus
Rumus untuk asam lemah :
% terionisasi = 100
1+10( pKa− pH )
46
Rumus untuk basa lemah :
% terionisasi = 100
1+10( pH− pka)
- Rule of Thumb
Untuk senyawa asam lemah :
pH = pKa Umumnya 50 % fraksi terionisasi
pH = pKa + 1 Umumnya 90 % fraksi terionisasi
pH = pKa + 2 Umumnya 99 % fraksi terionisasi
pH = pKa + 3 Umumnya 99,9 % fraksi terionisasi
pH = pKa + 4 Umumnya 99,99 % fraksi terionisasi
Untuk senyawa basa lemah :
pH = pKa Umumnya 50 % fraksi terionisasi
pH = pKa - 1 Umumnya 90 % fraksi terionisasi
pH = pKa - 2 Umumnya 99 % fraksi terionisasi
pH = pKa - 3 Umumnya 99,9 % fraksi terionisasi
pH = pKa - 4 Umumnya 99,99 % fraksi terionisasi
Contoh :
1. Metrotreksat merupakan obat golongan inhibitor
asam folat yang memiliki pKa 5,4 dan bersifat asam
lemah. Dalam terapi, pasien harus mempertahankan
pH urin pada nilai sekitar 7 agar metrotreksat tidak
mengendap di ginjal. Berapa % fraksi terionisasi
metrotreksat pada pH urin di nilai sekitar 7?
Jawab :
Dengan rule of thumb dapat diramalkan bahwa pH
= 7 memiliki selisih 1 – 2 nilai dengan pKa,
47
sehingga bisa dikatakan 90 – 99 % senyawa
metrotreksat dalam bentuk terion.
Dengan perhitungan :
% terionisasi = 100
1+10( pKa−pH )
% terionisasi = 100
1+10(5,4−7 )
% terionisasi = 100
1+0,025
% terionisasi = 97,5 %
2. Efedrin memiliki pKa 9,4 dan bersifat basa lemah.
Apabila efedrin ditambahkan ke dalam larutan
dengan pH 7,4. Berapa % efedrin yang tidak
terionisasi?
Jawab :
Dengan rule of thumb dapat diramalkan bahwa pH
= 7,4 memiliki selisih 2 nilai dengan pKa, sehingga
bisa dikatakan 99 % efedrin dalam bentuk terion
dan 1 % dalam bentuk tidak terion.
Dengan perhitungan :
% terionisasi = 100
1+10( pH−pKa)
% terionisasi = 100
1+10(7,4−9,4 )
% terionisasi = 100
1+0,01
% terionisasi = 99 %
% tidak terionisasi = 100 – 99 = 1 %
48
4.1.4. Polaritas
Dalam praktek kefarmasian, polaritas merupakan suatu
acuan untuk menentukan partisi obat berdasarkan sifat
kimianya. Misalnya senyawa hormon cenderung lebih
bercampur dengan minyak dibandingkan dengan air.
Semakin banyak gugus polar (misalnya : -OH, -COOH, -
NH2), senyawa tersebut memiliki kecendrungan menetap
pada fase berair dan polaritasnya akan meningkat.
Dalam menentukan polaritas, digunakan pendekatan
koefisien partisi dengan rumus sebagai berikut :
P = (Konsentrasi Senyawa Dalam Fase Organik )(Konsentrasi Senyawa Dalam Fase Berair)
Koefisien partisi yang sering digunakan dalam farmasi
adalah koefisien partisi apparent (Papp). Dengan rumus
sebagai berikut :
Papp = P x fraksi tak terion
atau
Papp = (Konsentrasi Senyawa Dalam Fase Organik )(Konsentrasi Senyawa Dalam FaseBerair)
Contoh :
Senyawa x merupakan basa lemah yang diberikan secara
intravena. Senyawa x memiliki pKa = 9,4 dengan P = 65.
Senyawa x kemudian dianalisis dengan cara mengambil 5
mL sampel darah dan diekstraksi dengan 10 mL oktanol.
Berapakah konsentrasi senyawa x dalam plasma.
Diasumsikan pH plasma pasien adalah 7,4 dan dari hasil
analisis senyawa x memiliki konsentrasi sebesar 34 ng/mL
dalam oktanol.
49
Jawab:
Gunakan rumus :
% terionisasi = 100
1+10( pH−pKa)
% terionisasi = 100
1+10(7,4−9,4 )
% terionisasi = 100
1+0,01
% terionisasi = 99 %
% tidak terionisasi = 100 – 99 = 1 %
Atau fraksi tak terion = 0,01
Papp = P x fraksi tak terion
Papp = 65 x 0,01 = 0,65
Papp = (Konsentrasi Senyawa Dalam FaseOrganik )(Konsentrasi Senyawa Dalam FaseBerair)
Papp = 34 ng/mL
(Konsentrasi Senyawa Dalam Fase Berair)
Konsentrasi dalam Plasma = 34 ng /mL
0,65
Konsentrasi dalam Plasma = 52,31 ng/mL
4.2. Kimia Analisis Konvensional
Analisis kimia konvensional menggunakan alat analisis sederhana
seperti volumetri dan gravimetri. Berikut adalah beberapa metode yang
sering digunakan :
Metode Prinsip Keterangan
Gravimetri Perbedaan bobot
tetap saat ditimbang
Umumnya pada analisis
kadar abu dan susut
pengeringan
Titrasi Bebas Air Reaksi asam basa
yang dapat diganggu
oleh adanya air
Analisis asam dan basa
lemah
50
Nitrimetri Reaksi diazotasi
menimbulkan
perubahan warna
Analisis nitrit dan
senyawa turunan
sulfanilamid
Kompleksometri Reaksi kompleks
antara EDTA
sehingga
menimbulkan warna
Analisis logam valensi
2 dan 3
Titrasi Redoks Reaksi redoks dalam
larutan
Analisis serimetri (Ce),
permanganometri, iodo-
iodimetri
Titrasi Pengendapan Kelarutan senyawa
hasil reaksi yang
mudah mengendap
Analisis argentometri
untuk kadar NaCl
Asidi-alkalimetri Reaksi asam basa
yang tidak diganggu
air
Analisis basa dan asam
kuat
4.3. Kimia Analisis Instrumental
Analisis kimia instrumental menggunakan alat analisis berupa
instrumen seperti spektrofotometri, kromatografi, dan elektroforesis.
Berikut adalah beberapa metode yang sering digunakan :
Metode Prinsip Keterangan
Spektrofotometri Penyerapan
spektrum gelombang
cahaya oleh senyawa
dalam larutan
Spektrofotometri UV-
Visibel,
Spektrofotometri
Infrared
Kromatografi Lapis Tipis Pemisahan
berdasarkan polaritas
senyawa dan ikatan
pada fase gerak
Dapat digunakan fase
normal (fase gerak
nonpolar dan fase diam
polar) atau fase terbalik
(fase gerak polar dan
51
fase diam nonpolar)
Kromatografi Gas Pemisahan
berdasarkan
perbedaan titik didih
dan volatilitas
senyawa
Apabila senyawa yang
akan dianalisis susah
menguap dilakukan
derivatisasi
menggunakan senyawa
tertentu agar mudah
menguap
KCKT (HPLC) Pemisahan
berdasarkan polaritas
senyawa dan ikatan
pada fase gerak
Dapat digunakan fase
normal (fase gerak
nonpolar dan fase diam
polar) atau fase terbalik
(fase gerak polar dan
fase diam nonpolar)
Elektroforesis Pemisahan
berdasarkan muatan
listrik senyawa dan
ukuran molekul
Biasanya digunakan
pada analisis asam
amino dan protein
52
BAGIAN 5 FARMASI SOSIAL DAN ADMINISTRATIF
5.
5.1. Memulai Praktek Apoteker
Setelah menyelesaikan pendidikan Apoteker, apoteker baru akan
mendapatkan STRA, sumpah Apoteker, sertifikat kompetensi
Apoteker, dan ijazah. Apabila apoteker baru akan praktek di luar kota
kelulusan harus mengurus surat lolos butuh. Apoteker yang akan
berpraktek di pelayanan harus mengurus SIPA dan Apoteker yang
akan bekerja di fasilitas produksi dan distribusi harus mengurus
SIKA. Apoteker mengajukan pembuatan SIPA dan SIKA kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi. Syarat pembuatan SIPA adalah melampirkan
legalisir STRA dan rekomendasi Organisasi Profesi setempat.
5.2. Pricing
Penetapan harga merupakan hal yang penting di dalam praktek
keseharian farmasis. Mulai dari pembuatan obat sampai menjual obat.
Berikut adalah contoh penentuan harga pada praktek farmasis.
a. Pembuatan obat
Industri farmasi Y ingin membuat sirup parasetamol dengan dosis
250 mg/5 mL. Setiap kali produksi membutuhkan biaya total Rp
10.000.000 untuk 2000 botol. Berapakah harga satu botol sirup
parasetamol dosis 250 mg/5 mL?
Pada kasus di atas, dalam menentukan harga per botol dapat
ditentukan sebagai berikut :
Harga per botol = Biaya Produksi Total
Jumlah Produksi + pajak pertambahan nilai
Harga per botol = Rp 10.000 .000
2000 + (10 % x Rp 10.000 .000
2000 )
Harga per botol = Rp 5.000 + Rp 500 = Rp 5.500
53
b. Penjualan obat di Apotek
Pada penjualan obat di Apotek, umumnya menggunakan HJA
dengan rumus :
HJA = Harga jual + (% kenaikan x Harga jual)
Berapakah harga Allopurinol 100 mg apabila satu tablet berharga
Rp 500 dan persen kenaikan allopurinol 100 mg adalah 25 %?
HJA = Rp 500 + (0,25 x Rp 500)
HJA = 1,25 x Rp 500
HJA = Rp 625
5.3. Manajemen Farmasi
Manajemen farmasi berfokus pada Drug Management Cycle seperti
pada gambar di bawah ini :
Pada Drug Management Cycle, peran manajerial harus diterapkan.
Peran manajerial tersebut adalah perencanaan, penyusunan,
pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan.
6.
54
55
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2009, Teknologi Bahan Alam : Seri Farmasi Industri 2, Edisi Revisi, ITB, Bandung, Indonesia.
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Anonim, 1994, Kodifikasi Peraturan Perundang-Undangan Obat Tradisional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Anonim, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Anonim, 2012, Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, Indonesia.
Anonim, 2013, MIMS Petunjuk Konsultasi 2013/2014, Gramedia, Jakarta, Indonesia.
Anonim, 2014, 2014 Evidence Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults : Report from the Panel Member Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8), American Medical Association, Amerika.
Anonim, 2015, 2015 American Diabetes Association Diabetes Guideline, American Diabetes Association, Amerika.
Ansel, H C., 2010, Pharmaceutical Calculation, 13th Edition, Lippincott Wiliam & Wilkins, Philadephia.
Ansel, H C., Allen, L V., Popovich, N G., 2011, Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery Systems, 9th Edition, Lippincott Wiliam & Wilkins, Philadephia.
Cairns, Donald, 2008, Essential of Pharmaceutical Chemistry, Third Edition, Pharmaceutical Press, London, Inggris.
DiPiro, J T., Wells, B G., Schwinghammer, T L., DiPiro, C V., 2015, Pharmacotherapy Handbook 9th Edition, McGraw-Hill Education, New York, Amerika.Djunarko, I., Hendrawati, Y D., 2011, Swamedikasi yang Baik dan Benar, Citra
Aji Pratama, Yogyakarta.Gandjar, I G., Rohman, A., 2010, Kimia Farmasi Analisis, Cetakan IV, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.Hartini, Y S., Sulasmono., 2007, Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes tentang Apotek Rakyat, USD Press, Yogyakarta.
Hendriati, L, 2013, Compounding dan Dispensing, Graha Ilmu, Yogyakarta.Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2009,
Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
56
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Lachman, L., Lieberman, H A., Kanig, J L., 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, Lea & Febiger, Philadephia.
Neal, M J, 2012, Medical Pharmacology at A Glance, Seventh Edition, Wiley-Blackwell, Inggris.
Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, Leskonfi, Jakarta.Priyanto, 2009, Toksikologi : Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian
Resiko, Leskonfi, Jakarta.Seto, S., Nita, Y., Triana, L., 2012, Manajemen Farmasi : Apotek, Rumah Sakit,
Pedagang Besar Apotek, dan Industri Farmasi Edisi Ketiga, Airlangga University Press, Surabaya.
Swarbrick, J, 2007, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, 3rd Edition, Informa Helathcare, Amerika.
Waller, G D., Sampson, A P., Renwick, A., Hillier, K., 2014, Medical Pharmacology and Therapeutics, Fourth Edition, Elsevier, Inggris.
Winter, M E., 2014, Basic Clinical Pharmacokinetics, Fifth Edition, Lippincott William and Wilkins, Amerika.
World Health Organization, 2003, Drug and Therapeutic Commites : A practical Guide, Department Of Essential Drug And Medicine Policy Geneva, Switzerland.
World Health Organization, 2009, WHO Pain Relief Ladder, WHO, Geneva, Switzerland.
57