232519506-referat-farmakologi-obat-antipsikotik.pdf

7
Farmakoterapi Obat Anti-psikotik | 1 BAB I Pembahasan 1. Obat - obatan anti-psikotik Obat-obat anti-psikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki beberapa efek samping yang memberikan gambaran seperti gangguan neurologis yang disebut pseudoneurologis, atau dikenal juga dengan istilah major tranquilizer karena adanya efek sedasi atau mengantuk yang berat. 2. Klasifikasi obat-obatan anti-psikotik Berdasarkan rumus kimianya, obat - obat antipsikotik dibagi menjadi golongan fenotiazine misalnya chlorpromazine, dan golongan non-fenotiazine contohnya haloperidol. Sedangkan menurut menurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin dibagi menjadi Dopamine receptor Antagonist (DA) dan Serotonine Dopamine Antagonist (SDA). Obat-obat DA juga sering disebut sebaga anti-psikotik tipikal, dan obat-obat SDA disebut sebagai anti-psikotik atipikal. Golongan fenotiazine disebut juga obat-obat berpotensi rendah (low potency), sedangkan golongan non-fenotiazine disebut obat-obat potensi tinggi (high potency) karena hanya memerlukan dosis kecil untuk memperoleh efek yang setara dengan Chlorpromazine 100mg. Obat-obat SDA makin berkembang dan makin menjadi pilihan karena efek klinis yang diperoleh setara dengan obat-obat konvensional disertai efek samping yang jauh lebih ringan. Obat-obat jenis ini antara lain risperidone, clozapine, olanzapine, quetiapin, ziprazidone dan aripirazole. Klasifikasi kemudian dibuat lebih sederhana dengan membaginya menjadi anti-psikotik generasi 1 (APG-I) untuk obat-obat golongan antagonis dopamin (DA) dan anti-psikotik generasi 2 (APG-II) untuk obat-obat golongan serotonin dopamin antagonis (SDA).

Upload: jhony-susanto

Post on 07-Jul-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 232519506-Referat-Farmakologi-Obat-Antipsikotik.pdf

Farmakoterapi Obat Anti-psikotik | 1

BAB I

Pembahasan

1. Obat - obatan anti-psikotik

Obat-obat anti-psikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki

beberapa efek samping yang memberikan gambaran seperti gangguan neurologis yang

disebut pseudoneurologis, atau dikenal juga dengan istilah major tranquilizer karena

adanya efek sedasi atau mengantuk yang berat.

2. Klasifikasi obat-obatan anti-psikotik

Berdasarkan rumus kimianya, obat - obat antipsikotik dibagi menjadi golongan

fenotiazine misalnya chlorpromazine, dan golongan non-fenotiazine contohnya

haloperidol. Sedangkan menurut menurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin

dibagi menjadi Dopamine receptor Antagonist (DA) dan Serotonine Dopamine

Antagonist (SDA). Obat-obat DA juga sering disebut sebaga anti-psikotik tipikal, dan

obat-obat SDA disebut sebagai anti-psikotik atipikal. Golongan fenotiazine disebut

juga obat-obat berpotensi rendah (low potency), sedangkan golongan non-fenotiazine

disebut obat-obat potensi tinggi (high potency) karena hanya memerlukan dosis kecil

untuk memperoleh efek yang setara dengan Chlorpromazine 100mg. Obat-obat SDA

makin berkembang dan makin menjadi pilihan karena efek klinis yang diperoleh

setara dengan obat-obat konvensional disertai efek samping yang jauh lebih ringan.

Obat-obat jenis ini antara lain risperidone, clozapine, olanzapine, quetiapin,

ziprazidone dan aripirazole. Klasifikasi kemudian dibuat lebih sederhana dengan

membaginya menjadi anti-psikotik generasi 1 (APG-I) untuk obat-obat golongan

antagonis dopamin (DA) dan anti-psikotik generasi 2 (APG-II) untuk obat-obat

golongan serotonin dopamin antagonis (SDA).

Page 2: 232519506-Referat-Farmakologi-Obat-Antipsikotik.pdf

Farmakoterapi Obat Anti-psikotik | 2

3. Farmakokinetik

Metabolisme obat-obat anti-psikotik secara farmakokinetik dipengaruhi oleh beberapa

hal, antara lain pemakaian bersama enzyme inducer seperti carbamazepine, phenytoin,

ethambutol, dan barbiturate. Kombinasi dengan obat-obat tersebut akan mempercepat

pemecahan anti-psikotik sehingga diperlukan dosis yang lebih tinggi.

Clearance Inhibitors seperti SSRI (Selective serotonin Re-uptake Inhibitor), TCA

(Tricyclic Antidepressant), beta blocker; akan menghambat eksresi obat-obat anti-

psikotik sehingga perlu ditambahkan dosis pemberiannya bila diberikan bersama-

sama. Kondisi stress, hipoalbumin karena malnutrisi atau gagal ginjal dan gagal hati

(hepar) dapat mempengaruhi ikatan protein obat-obatan anti-psikotik tersebut.

4. Farmakodinamik

Obat-obat anti-psikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin dan

serotonin di otak, dengan target untuk menurunkan gejala-gejala psikotik seperti

waham, halusinasi dan lain-lain. Sistem Dopamin yang terlibat yaitu sistem

nigrostriatal, sistem mesolimbokortikal, dan sistem tuberoinfundibuler. Karena kerja

yang spesifik ini maka dapat diperkirakan efek samping yang mungkin timbul yaitu

bila sistem-sistem tersebut mengalami hambatan yang berlebihan. Bila hambatan pada

sistem nigrostriatal berlebihan maka akan terjadi gangguan terutama pada aktivitas

motorik, sedangkan sistem mesolimbikortial mempengaruhi fungsi kognitif, dan

fungsi endokrin akan terganggu apabila sistem tuberoinfundibuler terhambat secara

berlebihan.

Page 3: 232519506-Referat-Farmakologi-Obat-Antipsikotik.pdf

Farmakoterapi Obat Anti-psikotik | 3

5. Efek Samping Obat

Efek samping dapat dikelompokkan menjadi efek samping neurologis dan non-

neurologis. Efek samping neurologis akut berupa akatisia, distonia akut, dan

parkinsonism (acute extrapyramidal syndrome). Bisa juga terjadi efek samping akut

berupa SNM (Sindroma Neuroleptik Maligna) yang merupakan emergensi karena

dapat mengancam kelangsungan hidup pasien. Pada kondisi kronis atau efek samping

jangka panjang dapat dilihat kemungkinan terjadinya tardive dyskinesia.

Akatisia

Kondisi yang secara subyektif dirasakan oleh penderita berupa perasaan tidak

nyaman, gelisah, dan merasa harus selalu menggerak-gerakkan tungkai. Pasien

seering menunjukkan kegelisahan dengan gejala-gejala kecemasan, dan atau

agitasi. Sering sulit dibedakan dari rasa cemas yang berhubungan dengan gejala

psikotiknya. Bila terjadi peningkatan kegelisahan setelah pemberian anti-psikotik

tipikal, kita harus selalu memperhitungkan kemungkinan akatisia.

Distonia akut

Terjadi kekauan dan kontraksi otot secara tiba-tiba, biasanya mengenai otot leher,

lidah, wajah, dan punggung. Kadang-kadang pasien melaporkan kejadian subakut

rasa tebal di lidah atau kesulitan menelan. Mungin juga terjadi krisis occulogyric

atau opisthotonus. Kondisi ini dapat sangat menakutkan dan tidak nyaman bagi

pasien. Biasanya terjadi pada minggu pertama pengobatan dengan anti-psikotik

tipikal.

Page 4: 232519506-Referat-Farmakologi-Obat-Antipsikotik.pdf

Farmakoterapi Obat Anti-psikotik | 4

Parkinsonism

adanya kumpulan gejalamyang terdiri atas bradikinesia, rigiditas, fenomena roda

gerigi, termor, muka topeng, postur tubuh kaku, dan tremor kasar pada tangan

seperti sedang membuat pil.

Sindroma Neuroleptik Maligna

Merupakan reaksi idiosinkrasi yang sangat serius dengan gejala utama berupa

rigiditas, hiperpiretik, gangguan sistem saraf otonom dan delirium. Gejala

biasanya berkembang dalam periode waktu beberapa jam sampai beberapa hari

setelah pemberian anti-psikotik. Febris tinggi dapat mencapai 41˚C atau lebih,

rigiditas dengan ciri kaku seperti pipa disertai peningkatan tonus otot kadang-

kadang sampai terjadi myonecrosis. Bila pasien dehidrasi, myoglobinuria bisa

sangat parah sampai terjadi gagal ginjal. Ketidakstabilan sistem otonom dapat

tampak sebagai hipertensi atau hipotensi, takikardi, diaporesis, dan pallor.

Kemungkinan bisa terjadi cardiac arrythmia. Kesadaran berfluktuasi dapat

sampai delirium, bahkan kejang dan koma.

Efek terhadap sistem kardiovaskuler yang sering terjadi adalah orthostatic

hipotension yaitu turunnya tekanan darah saat perubahan posisi tubuh terutama

dari posisi tidur ke posisi berdiri secara tiba-tiba. Dapat juga terjadi sudden

unexplained death walaupun sangat jarang.

Kemungkinan efek samping juga bisa terjadi pada fungsi hepar, ginjal, kulit dan

mata. Fungsi endokrin juga dapat terganggu terutama terjadinya kadar prolaktin

dalam darah. Disfungsi seksual kadang-kadang juga dialami oleh pasien dan

menimbulkan keluhan yang cukup menganggu.

Page 5: 232519506-Referat-Farmakologi-Obat-Antipsikotik.pdf

Farmakoterapi Obat Anti-psikotik | 5

6. Prinsip pengobatan

Pengobatan biasanya dimulai dari terapi inisiasi, dilanjutkan ke terapi pengawasan

dan kemudian terapi pemeliharan. Beberapa obat anti-psikotik yang sering digunakan

yaitu:

7. Terapi inisial

Diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan, dan dosis dimulai dari dosis anjuran

dinaikkan secara perlahan secara bergtahap dalam waktu 1 - 3 minggu, hingga dicapai

dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala. Setelah diperoleh dosis optimal,

maka dosis tersebut dipertahankan selama kurang lebih 8 - 10 minggu sebelum masuk

ke tahap pemeliharaan.

8. Tatalaksana efek samping

Bila terjadi efek samping sindroma ekstrapiramidal seperti distonia akut, akathisia,

atau parkinsonism, biasanya terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis dan bila tidak

dapat ditanggulangi diberikan obat-obat antikolinergik seperti triheksifenidil,

benztropin, sulfas atropin, atau dypenydramine injeksi dengan dosis 10 -50 mg/ml.

Obat yang paling sering diberikan adalah Triheksifenidil dengan dosis 3 kali 2

Page 6: 232519506-Referat-Farmakologi-Obat-Antipsikotik.pdf

Farmakoterapi Obat Anti-psikotik | 6

mg/hari. Bila tetap tidak berhasil mengatasi efek samping tersebut disarankan untuk

mengganti jenis anti-psikotik yang digunakan ke golongan APG-II yang lebih sedikit

kemungkinannya mengakibatkan efek samping ekstrapiramidal.

Obat-obat antikolinergik tersebut tidak perlu diberikan secara rutin atau untuk tujuan

pencegahan efek samping ekstrapiramidal, karena munculnya efek samping bersifat

individual dan obat anikolinergik tersebut baru perlu diberikan hanya bila terjadi efek

samping EPS (Ekstrapiramidal Sindroma).

Page 7: 232519506-Referat-Farmakologi-Obat-Antipsikotik.pdf

Farmakoterapi Obat Anti-psikotik | 7

Daftar Putaka

Buku Ajar PSIKIATRI. Badan Penerbit FKUI.2013.Jakarta.