farmakologi obat obat anastesi

Upload: abdianto-ilman

Post on 07-Mar-2016

93 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

obat-obat anastesi

TRANSCRIPT

1. ADRENALIN (EPINEFRIN)Adrenalin adalah prototip (wakil) dari semua obat-obat adrenergik karena obat ini memiliki sifat hampir semua obat-obat adrenergik. Adrenalin merupakan obat penting di ICCU, ICU, atau Bagian Gawat Darurat, atau di kamar praktek dokter untuk mengatasi syok anafilaktik. Henti jantung dan kondisi kegawatan lainnya.1,2

Gambar 1. Struktur epinefrin2a. FarmakodinamikAdrenalin merupakan neurotransmitter utama saraf simpatis (adrenergik), maka farmakodinamik adrenalin adalah sama persis apabila saraf simpatis dirangsang. Adrenalin meningkatkan kontraktilitas (inotropik positif) dan laju jantung (konotropik positif), serta menimbulkan vasokontriksi. Dengan demikian adrenalin meningkatkan tekanan darah. Pada paru-paru adrenalin menimbulkan bronkorelaksasi dan pada usus menurunkan peristaltik. Efek metabolik adrenalin dalah meningkatkan gula darah dan asam lemak bebas. 1,2Efek yang ditimbulkan oleh adrenalin (epinefrin): Efek vaskular. Epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa, dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi reseptor oleh epinefrin. Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi reseptor 2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada epinefrin dibandingan dengan reseptor . Dominasi reseptor menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah.1,3Efek kardiovaskuler untuk norepinefrin, epinefrin, dan isoprotenolol dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Perbedaan aksi dari ketiga katekolamin dikarenakan karena perbedaan afinitas dari reseptor dan serta penyebarannya pada pembuluh darah. 1,3

Tabel 1. Pengaruh Ketiga Katekolamin terhadap Kardiovaskular3

Tabel 2. Respon Ketiga Katekolamin terhadap Pembuluh darah Besar3

Pada Jantung. Epinefrin mengaktivasi reseptor 1 pada otot jantung, sel pacu jantung, dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif epinefrin pada jantung, dan karena vasokonstriksi pembuluh darah koroner akibat efek reseptor .2,3 Otot Polos. Efek epinefrin pada otot polos berbagai organ bergantung pada jenis reseptor adrenergik pada otot polos yang bersangkutan. 2,3 Sistem Saraf Pusat. Epinefrin pada dosis terapi tidak mempunyai efek stimulasi SSP yang kuat, karena obat inirelatif polar sehingga sukar masuk SSP. 2,3 Metabolik. Epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui reseptor 2; glikogen diubah menjadi glukosa 1-fosfat dan kemudian glukosa 6-fosfat. 2,3

b. FarmakokinetikAdrenalin dirusak oleh COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus sehingga obat ini hanya diberikan perinjeksi (sub kutan atau intra venous). Pada penyuntukan subkutan, absorbsi yang lambat terjadi karena vasokonstriksi lokal. Absorbsi yang lebih cepat terjadi melalui penyuntukan IM. Adrenalin dimetabolisme di hati yang kemudian hasil metaboliknya dikeluarkan melalui urine. 1,3

c. Indikasi Henti jantung (Cardiac arrest): Dosis pada resusitasi jantung adalah 0,5-1 mg (I.V) diberikan berkali-kali sampai kegawat daruratan teratasi.1 Syok anafilaktik dan reaksi-reaksi hipersensitivitas akut lainnya: Adrenalin diberikan berkisar 0.25-0.5 mg secara subkutan. 1 Bronkospasme: diberikan secara subkutan 0.25-0.5 mg, atau inhaalsi (Larutan steril yang berisi 1 atau 2 % adrenalin dalam air). 1 Pemberian lokal sebagai epinefrin spray, dengan kapas atau kain gas untuk menghentikan perdarahan superfisial. 1

d. Kontraindikasi dan Efek sampingAdrenalin kontraindikasi diberikan pada pasien hipertensi, atau pada pasien penyakit jantung koroner, juga pada pasien yang sedang menggunakan B-blocker non selektif karena dapat mempresipitasi suatu hipertensi berat. Efek samping yang dilaporkan antara lain gelisah, palpitasi, tremor, sakit kepala, aritmia sampai strok hemoragik. 1

2. SULFAT ATROPINSulfat atropin merupakan anti-kolinergik yang sangat sering digunakan untuk meningkatkan laju jantung. Atropin pertama diidolasi dari tumbuh-tumbuhan Atropa belladonapada tahun 1831. Bezol & Bloebaum (1867) menunjukkan bahwa atropin menghambat aktivitas saraf vagus (parasimpatis) pada jantung sehingga atropin memiliki efek meningkatkan laju jantung. 1

a. FarmakodinamikSaat ini diketahui bahwa atropin memblokade reseptor muskarinik pada otot jantung, otot polos organ viseral dan sel kelenjar. Dosis kecil atropin menghambat sekresi air liur, bronchus dan keringat, menurunkan sekresi lambung, menurunkan motilitas otot polos visceral termasuk saluran cerna, saluran urogenital, dan empedu. Pada orang tua dimana tonus vagus lemah, maka efek atropin biasanya tidak nyata.1,3 SSP. Atropine merangsang medula oblongata dan pusat lain di otak. Dalam dosis kecil, atropin merangsang n.vagus sehingga frekuensi jantung berkurang. Dalam dosis besar menyebabkan depresi napas, eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi. 1,3 Mata. Menghambat M.constrictor papillae dan M. Ciliaris lensa mata, sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia. 1,3 Saluran cerna. Menghambat peristaltik lambung dan usus. 1,3 Saluran napas. Mengurangi sekret hidung, mulut, pharynx, dan bronkus. 1,3 Jantung. Pengaruh terhadap jantung bersifat bifasik. Dengan dosis rendah, frekuensi jantung berkurang/ bradikardi yang disebabkan perangsangan n.vagus. Takikardi timbul bila diberikan dosis besar karena terjadi penghambatan n.vagus. 1,3

b. Farmakokinetik Absorbsi: kebanyakan obat-obat antimuskarinik diserap baik oleh usus dan dapat menembus membran konjungtiva. Reabsorbsi di usus cepat dan lengkap. 2,3 Distribusi: atropin didistribusikan meluas ke dalam tubuh setelah penyerapan kadar tertentu dalam SSP dicapai dalam 30 menit 1 jam. 2,3 Metabolisme dan Eksresi: Atropin cepat menghilang dari darah setelah diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam kira-kira 60% dari dosis, dieksresikan ke dalam urine dalam bentuk utuh. 2,3

c. Indikasi Atropin (0,25 mg/vial dan 2 mg/vial) diberikan hanya secara parenteral (I.M atau I.V). Dosis 0,25 mg (I.M) digunakan sebagai antispasmodik seperti kolik batu ginjal, kolik batu empedu, dan memperlambat peristaltik pada penderita diare. Dosis 0.5 mg (I.V) digunakan untuk meningkatkan laju jantung pada penderita bradikardi (sinus bradikardi maupun AV blok). Pada pasien tertentu kadang-kadang dosis 0.5 mg (I.V) belum menimbulkan efek kronotropik positif, dosis dapat dinaikkan menjadi 1-2 mg. Dosis 2 mg (I.V) diberikan berkali-kali (atropinasi) untuk intoksikasi insektisida organo-fosfat yang biasanya terjadi pada pasien bunuh diri. 1,3

d. Kontraindikasi dan Efek sampingKontraindikasi: Atropin dapat menimbulkan suatu serangan pada individu yang menderita glaukoma sudut tertutup. Perhatian khusus diberikan pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka yang belum terobati, penyakit jantung atau hipertropi prostat. 2,3Efek samping: tergantung pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, mata rasa berpasir, takikardia, dan konstipasi. Efek terhadap SSP rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin berlanjut menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan pernapasan serta kematian. Pada individu yang lebih tua, dapat menimbulkan midriasis dan siklopegia dan keadaan ini cukup gawat karena dapat menyebabkan serangan glaukoma. 2,3

3. LIDOCAINLidocain termasuk antiaritmia kelas IB yang menghambat penanjakan potensial aksi namun memperpendek durasi potensial aksi. Obat antiaritmia golongan ini sedikit sekali mengubah depolarisasi fase 0 dan kecepatan konduksi di serabut Purkinje. Lidocain menurunkan kecepatan konduksi dan mempercepat repolarisasi membrane pada keadaan iskemik.1,4

a. Farmakodinamik Efek Elektrofisiologis Jantung AutomatisitasDalam kadar terapi, obat kelas IB sangat jarang menekan nodus SA, tetapi penekanan dapat terjadi pada pasien yang mengidap gangguan sinus. Dalam kadar terapi, obat ini mengurangi kemiringan depolarisasi fase 4 pada serabut Purkinje. Efek ini disebabkan oleh penurunan arus pacu dan peningkatan arus ion K+ keluar sel. Lidocain dapat menekan automatisitas pada serabut Purkinje yang terdepolarisasi dan teregang, dan sangat efektif dalam meniadakan triggered activity pada delayed afterdepolariation yang disebabkan oleh digitalis.4,5 Eksitabilitas, Kesigapan, dan KonduksiObat kelas IB menyebabkan peningkatan ambang arus listrik diastolik pada serabut Purkinje dengan cara meningkatkan konduktansi K+ tanpa mengubah nilai Vm atau potensial ambang. Efek lidocain terhadap kesigapan membrane adalah kompleks, tergantung pada kadar K+ dalam sel, bila kadar ini rendah maka pengaruh lidocain hanya sedikit. Efek lidocain terhadap kesigapan membrane tergantung penggunaan dan meningkat bila denyut jantung menjadi cepat. Lidocain tidak mempengaruhi kecepatan konduksi dalam system His-Purkinje atau otot ventrikel yang normal. Dalam kondisi abnormal, lidocain dapat meningkatkan atau menurunkan kecepatan konduksi pada kedua jaringan tersebut. Lidocain jauh kurang efektif disbanding obat golongan IA dalam memperlambat frekuensi denyut atrium pada flutter dan fibrilasi atrium, atau dalam mengubah aritmia ini menjadi irama sinus. Hal ini disebabkan oleh efek terhadap refractoriness dan kesigapan atrium sangat kecil.4,5

b. Farmakokinetik Absorbsi, Distribusi, dan EliminasiWalaupun lidocain diserap dengan baik setelah pemberian peroral, obat ini mengalami metabolisme yang ekstensif sewaktu melewati hati dan hanya sepertiga yang dapat mencapai organ sistemik. Banyak pasien yang mengalami mual, muntah, dan gangguan perut setelah pemberian peroral, sehingga cara ini tidak digunakan. Obat ini diserap hampir sempurna setelah pemberian intramuscular.4Sekitar 70% lidocain dalam plasma terikat protein. Distribusi berlangsung cepat, volume distribusi adalah 1 liter per kg, volume ini menurun pada pasien gagal jantung. Tidak ada lidocain yang diekskresi secara utuh melalui urin. Penyakit hati yang berat atau penurunan perfusi ke hati menurunkan kecepatan metabolisme. Waktu paruh eliminasi adalah sekitar 100 menit.4

Sediaan, Dosis, dan Cara PemberianLidocain hidroklorida tersedia untuk pemberian intravena dalam larutan untuk infus. Larutan ini tidak mengandung pengawet, simpatomimetik atau vasokonstriktor lain. Aritmia katatrofik dapat terjadi bila preparat berisi amin simpatomimetik digunakan secara tak sengaja. Untuk memperoleh kadar efektif dengan cepat, diberikan dosis 0,7-1,4 mgkgBB secara intravena.. Dosis berikutnya mungkin diperlukan 5 menit kemudian, tetapi jumlahnya tidak lebih dari 200-300 mg dalam waktu 1 jam. Dosis harus lebih kecil bila diberikan pada psien gagal jantung. Untuk dosis muat obat dapat diberikan secara infuse cepat, infuse intravena dengan kecepatan tetap digunakan untuk mempertahankan kadar efektif. Infuse dalam rentang dosis 1-4 mg per menit menghasilkan kadar terapi dalam plasma setinggi 1-5 gmL dalam waktu 7-10 jam. Pada pasien payah jantung atau syok, kecepatan infuse yang sama menghasilkan kadar plasma sedikitnya dua kali lebih tinggi, karena aliran darah ke hati berubah secara drastis. Bila diberikan intramuscular sebesar 4-5 mgkg BB maka kadar lidocain efektif tercapai dalam waktu 15 menit dan kadar terapi bertahan selama 90 menit.4,5

c. IndikasiLidocain hanya digunakan untuk aritmia ventrikel, terutama di ruang perawatan intensif. Lidocain efektif terhadap aritmia ventrikel utamanya ventrikel takikardi yang disebabkan oleh infark miokard akut, bedah jantung terbuka, dan digitalis.1,4

d. Efek SampingEfek samping lidocain terhadap jantung sangat sedikit. Efek samping utamanya adalah terhadap sistem saraf pusat. Pada kadar plasma mendekati 5gmL, gejala SSP seperti disosiasi, parestesia perioral, mengantuk dan agitasi, tidak terlihat jelas. Pada kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan pendengaran berkurang, disorientasi, kedutan otot, kejang, dan henti napas. Bila terjadi gejala di atas, kecepatan infuse harus diturunkan.4

e. Interaksi Obat-blocker dapat mengurangi aliran darah hati pada pasien penyakit jantung, dan akan menyebabkan penurunan kecepatan metabolism lidocain dan meningkatkan kadarnya dalam plasma. Obat-obat yang bersifat basa dapat menggantikan lidocain dari ikatannya. Kadar lidocain plasma meninggi pada pasien yang menerima cimetidine. Mekanisme interaksi ini kompleks, dan selama pemberian cimetidine perlu penyesuaian dosis lidocain. Lidocain dapat memperkuat efek suksinilkolin.4,5

4. MIDAZOLAMMidazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini telah menggantikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu affinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat diabanding efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam..4,6Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolisme porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.1,6a. FarmakodinamikBenzodiazepin aksi-pendek ini memiliki sifat antiansietas, sedative, amnesik, anikolvulsan, dan relaksan otot skelet. Transmisi Neuromuskuler tidak dipengaruhi dan aksi dari obat-obatan nondepolarisasi tidak berubah. Karena struktur cincin imidazol, midazolam sangat larut dalam air pada pH rendah (4) dengan cincin tertutup. Kelarutannya dalam air mempermudah pencampuran intravena, dan sifat lipofilik memperkecil iritasi venosa. Dibandingkan dengan diazepam, mempunyai awitan yang lebih cepat dengan reaksi local yang lebih sedikit, suatu lama aksi yang lebih pendek, efek amnesik yang lebih besar, dan potensi lebih pendek, efek amnesik yang lebih besar, dan potensi sedatifnya 3-4 kali lebih besar.

b. FarmakokinetikAwitan Aksi: IV, 30 detik- 1 menit; IM, 15 menit; PO/rectal, menit;intranasal,< 10 menit; intranasal, < 5 menitEfek Puncak: IV, 3-5 menit;IM, 15-30 menit; PO, 30 menit;intranasal, 10 menit; rectal, 20-30 menit.Lama Aksi: IV/IM, 15-80 menit; PO/rectal, 2-6 jamInteraksi/Toksisitas: Efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alcohol, narkotik, sedative, anestetik volatil; menurunkan MAC untuk anastetik volatile; efeknya diantagonis oelh flumazenil.4,6 Sediaan, Dosis, Cara PemberianPramedikasi: IM, 2,5-10 mg (0,05-0,2 mg/kg)Induksi: IV, 50-350 g/kg.4,6c. Efek SampingKardiovaskular: Takikardia, episode vasovagal, kompleks ventrikuler premature, hipotensi.Pulmoner: Bronkospasme, laringospasme, apne, hipoventilasiSSP: Euforia, delirium bangkitan, bangkitan yang diperpanjang, gerakan tonik-klonik, agitasi, hiperaktivitasGI: Salivasi, muntah, rasa asamDermatologik: Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan.6

d. Pedoman/ peringatan1. Mengurangi dosis pada manula, pasien Hipovolemik beresiko tinggi dan penggunaan bersama sedative atau narkotik lain.2. Pasien dengan COPD biasanya peka terhadap efek depresi pernapasan3. Penggunaannya merupakan kontraindikasi pada glaucoma sudut sempit atau terbuka akut kecuali pasien mendapatkan terapi yang sesuai.4. Hipotensi dan depresi pernapasan yang tidak diharapkan dapat terjadi jika diberikan bersama opioid, pertimbangkan dosis yang lebih kecil.5. Depresi dan henti pernapasan dapat terjadi jika digunakan untuk sedasi sadar. Jika digunakan untuk sedasi sadar, jangan berikan sebagai suatu bolus. Terapi kelebihan dosis dengan tindakan suportif dan flumazenil (IV lambat 0,2-1 mg).4,65. FENTANILFentanil adalah sebuah analgesik opioid yang potent. Nama kimiawinya adalah N-Phenyl-N-(1-2-phenylethyl-4-piperidyl) propanamide. Pertama kali disintesa di Belgia pada akhir tahun 1950. Fentanil memiliki besar potensi analgesik 80 kali lebih baik daripada Morfin, dikenalkan pada praktek kedokteran pada tahun 1960-an sebagai anestesi intravena dengan nama merek dagang Sublimaze. Kemudian dikenalkan juga analog dari Fentanil yaitu alfentanil (Alfenta) dan Sufentanil (Sufenta) di mana Sufentanil memiliki potensi lebih baik daripada Fentanil yakni sebesar 5 sampai 10 kali, dan Sufentanil ini biasanya digunakan di dalam operasi jantung.15Saat ini, Fentanil digunakan untuk anestesi dan analgesik. Sebagai contoh, Duragesic adalah Fentanil transdermal dalam bentuk koyo yang digunakan untuk terapi nyeri yang kronis, dan Actiq adalah Fentanil yang larut perlahanlahan di dalam mulut, di mana obat ini efektif untuk terapi nyeri pada pasien yang menderita kanker. Carfentanil (Wildnil) adalah analog dari Fentanil dengan potensi analgesik 10.000 kali lebih besar dibandingkan dengan Morfin, dan obat ini digunakan dalam praktik dokter hewan untuk melumpuhkan hewan-hewan yang berukuran besar.15

a. FarmakodinamikTurunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesic, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Depresi dari ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lebih lama dibandingkan analgesia. Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anastetik tunggal. Aliran darah otak, kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial menurun. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anastetik local pada blok saraf tepi. Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anastetik local yang lemah ( dosis yang tinggi menekan hantaran saraf0dan efeknya terhadap reseptor opiate pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasi dengan droperidol untuk menimbulkan neuroleptalgenesia.4,7b. FarmakokinetikAwitan aksiIV, dalam 30 detik; IM, < 8 menitEfidural/spinal, 4-10 menitEfek Puncak:IV, 5-15 menit; IM,< 15 menit; epidural/spinal,< 30 menit; oral transmukosa, 20-30 menit.Lama Aksi:IV, 30-60 menit; IM, 1-2 jam; epidural/spinal 1-2 jam; transdermal, 3 hari.Interaksi/Toksisitas:Fentanil bisa menyebabkan depresi pernafasan, sediakan selalu peralatan resusitasi. Bisa menyebabkan mual dan atau muntah. Dosis tinggi bisa menyebabkan kekakuan otot yang menimbulkan kesulitan ventilasi. Dosis Fentanil 100 g ekuivalen dengan 10 mg MorfinIndikasi, Dosis, Cara PemberianBeberapa indikasi penggunaan Fentanil, yaitu : Nyeri hebat karena luka bakar. Pasien-pasien yang alergi dengan Morfin. Nyeri hebat karena fraktur tulang. Nyeri non-traumatik seperti batu pada ginjal. Pasien-pasien yang menderita kanker.7Dosis: Analgesia: IV/IM, 25-100 g (0,7-2 g/kg)Induksi : Bolus IV, 5-40 g/kg atau infuse, 0,25-0,2 g/kg/menit selama 20 menit. Dosis dititrasi sesuai dengan respons pasien.Beberapa kontra indikasi penggunaan Fentanil, yaitu: 15 Adanya gangguan atau depresi pernafasan. Hipotensi yang tidak terkoreksi. Alergi terhadap zat-zat narkotik. Pasien-pasien dengan curiga klinis cedera kepala, dada, atau cedera perut.

c. Efek SampingKardiovaskular: Bradikardia, hipotensi.Pulmoner: depresi pernapasan, apneaSSP: pusing, penglihatan kabur, kejangGI: mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus biliarisMata: MiosisMuskuloskeletal: Kekauan otot.

d. Pedoman/ peringatan1. Pada pasien yang secara hemodinamik stabil, dosis analgesik dapat diberikan 2-4 menit sebelum laringoskopi untuk memperlemah respons presor terhadap intubasi.2. Kurangi dosis pada pasien manula, hipovolemia, pasien beresiko tinggi, dan pada penggunaan bersamaan sedative dan narkotik lainnya.3. Melintasi sawar plasenta, dan penggunaan pada partus dapat menimbulkan depresi pernapasan pada neonatus.

5. KETAMINKetamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anesthethic termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil) 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965. Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah (anestesi disosiasi).

a. FarmakodinamikTurunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesic, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Depresi dari ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lebih lama dibandingkan analgesia. Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat digunakan sebagai anastetik tunggal. Aliran darah otak, kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial menurun. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anastetik local pada blok saraf tepi. Keadaan sebagian disebabkan oleh sifat anastetik local yang lemah ( dosis yang tinggi menekan hantaran saraf0dan efeknya terhadap reseptor opiate pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasi dengan droperidol untuk menimbulkan neuroleptalgenesia.4,7b. FarmakokinetikAwitan aksiIV, dalam 30 detik; IM, < 8 menitEfidural/spinal, 4-10 menitEfek Puncak:IV, 5-15 menit; IM,< 15 menit; epidural/spinal,< 30 menit; oral transmukosa, 20-30 menit.Lama Aksi:IV, 30-60 menit; IM, 1-2 jam; epidural/spinal 1-2 jam; transdermal, 3 hari.Interaksi/Toksisitas:Fentanil bisa menyebabkan depresi pernafasan, sediakan selalu peralatan resusitasi. Bisa menyebabkan mual dan atau muntah. Dosis tinggi bisa menyebabkan kekakuan otot yang menimbulkan kesulitan ventilasi. Dosis Fentanil 100 g ekuivalen dengan 10 mg MorfinIndikasi, Dosis, Cara PemberianBeberapa indikasi penggunaan Fentanil, yaitu : Nyeri hebat karena luka bakar. Pasien-pasien yang alergi dengan Morfin. Nyeri hebat karena fraktur tulang. Nyeri non-traumatik seperti batu pada ginjal. Pasien-pasien yang menderita kanker.7Dosis: Analgesia: IV/IM, 25-100 g (0,7-2 g/kg)Induksi : Bolus IV, 5-40 g/kg atau infuse, 0,25-0,2 g/kg/menit selama 20 menit. Dosis dititrasi sesuai dengan respons pasien.Beberapa kontra indikasi penggunaan Fentanil, yaitu: 15 Adanya gangguan atau depresi pernafasan. Hipotensi yang tidak terkoreksi. Alergi terhadap zat-zat narkotik. Pasien-pasien dengan curiga klinis cedera kepala, dada, atau cedera perut.

c. Efek SampingKardiovaskular: Bradikardia, hipotensi.Pulmoner: depresi pernapasan, apneaSSP: pusing, penglihatan kabur, kejangGI: mual, emesis, pengosongan lambung tertunda, spasme traktus biliarisMata: MiosisMuskuloskeletal: Kekauan otot.

e. Pedoman/ peringatan4. Pada pasien yang secara hemodinamik stabil, dosis analgesik dapat diberikan 2-4 menit sebelum laringoskopi untuk memperlemah respons presor terhadap intubasi.5. Kurangi dosis pada pasien manula, hipovolemia, pasien beresiko tinggi, dan pada penggunaan bersamaan sedative dan narkotik lainnya.6. Melintasi sawar plasenta, dan penggunaan pada partus dapat menimbulkan depresi pernapasan pada neonatus.

DAFTAR PUSTAKA1. Kabo Peter. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskuler Secara Rasional. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011. P.10,154-742. Lullman H, Mohr K, et al. Color Atlas of Pharmacology. 2nd edition.New York: Thieme Stutgard. 2000.3. Craig C, Stitzel R. Modern Pharmacology WithClinicalApplications. Adrenoceptor Antagonists. Fifth Edition. P.1014. Gunawan, Sulistia, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.5. Collinsworth Ken, Kalman Sumner, Harrison Donald. Clinical Pharmacology of Lidocaine as an Antiarrhythmic Drug.Circulation, Vol 50. Cited on September 6th 2015. Available from: http:circ.ahajournals.org6. Siddoway L. Amiodarone: Guidelines for Use and Monitoring. American Academy of Family Physician. 2003 December 1; 68 (11): 2190-67. Uematsu T, Koawa Osamu, et all. Pharmacokinetics and Tolerability of Intavenous Infusion of Adenosine in Healthu Volunteers. J Cln Pharmacol. 2000 April 24; 50: 1177-81.

2